Sistem Metabolisme
Sistem Metabolisme
Sistem Metabolisme
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigen
diangkut ke kapiler jaringan perifer hampir seluruhnya dalam bentuk gabungan
dengan hemoglobin. Adanya hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan
darah untuk mengangkut 30 sampai 100 kali jumlah oksigen yang dapat diangkut
dalam bentuk oksigen terlarut di dalam cairan darah. Dalam sel jaringan tubuh,
oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan untuk membentuk sejumlah
besar karbon dioksida. Karbon dioksida ini masuk ke dalam kapiler jaringan dan
diangkut kembali ke paru. Karbon dioksida, seperti oksigen, juga bergabung dengan
bahan-bahan kimia dalam darah yang meningkatkan pengangkutan karbon dioksida
15 hingga 20 kali lipat.
3
Sebaliknya, bila oksigen di metabolisme dalam sel untuk membentuk karbon
dioksida, tekanan karbon dioksida (PCO2) intrasel meningkat ke nilai yang tinggi,
sehingga menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam kapiler jaringan. Setelah
darah mengalir ke paru, karbon dioksida berdifusi keluar dari darah masuk ke dalam
alveoli karena PCO2 dalam darah kapiler paru lebih besar daripada dalam alveoli.
Sehingga, pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah bergantung baik kepada
difusi maupun aliran darah. Sekarang kita akan membahas secara kuantitatif mengenai
faktor-faktor yang berperan menyebabkan efek ini.
4
oksigen pada saat darah meninggalkan kapiler paru. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut.
Pertama, seperti yang telah dibahas pada Bab 39 bahwa kapasitas difusi
oksigen meningkat kira-kira hampir tiga kalilipat selama kerja fisik; hasil ini
terutama akibat meningkatnya daerah permukaan kapiler yang berperan dalam
difusi dan juga dari rasio ventilasi-perfusi yang semakin mendekati ideal di bagian
atas paru.
Kedua, perhatikan pada kurva dalam Gambar 40-1 bahwa pada keadaan
tanpa aktivitas, darah menjadi hampir sepenuhnya tersaturasi dengan oksigen pada
saat melalui sepertiga kapiler paru, dan normalnya ada sedikit penambahan oksigen
yang masuk ke dalam darah selama dua pertiga akhir dari perpindahannya. Dengan
demikian, pada keadaan normal, darah menetap dalam kapiler paru kira-kira tiga
kali lebih lama dari yang diperlukan untuk oksigenasi penuh. Oleh karena itu,
selama kerja fisik, walaupun darah hanya sebentar saja beradadalam kapiler, tetapi
darah masih dapat teroksigenasi penuh atau hampir penuh.
5
Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke dalam Cairan Interstisial
Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, Po2 dalam kapiler masih 95 mm
Hg. Namun, seperti terlihat pada Gambar 40-3, Po2 dalam cairan interstisial yang
mengelilingi sel jaringan rata-rata hanya 40 mm Hg. Dengan demikian, terdapat
perbedaan tekanan awal yang sangat besar yang menyebabkan oksigen berdifusi
secara cepat dari darah kapiler ke dalam jaringan-begitu cepatnya sehingga Po2
kapiler turun hampir sama dengan tekanan dalam interstisium, yaitu 40 mm Hg.
Oleh karena itu, Po2 darah yang meninggalkan kapiler jaringan dan memasuki vena
sistemik juga kira-kira 40 mm Hg.
6
batas atas peningkatan Po2 bahkan dengan aliran darah yang maksimal, adalah 95
mm Hg, karena nilai ini merupakan tekanan oksigen dalam darah arteri. Sebaliknya,
bila darah yang mengalir melalui jaringan menurun, Po2 jaringan juga menurun,
seperti yang ditunjukkan pada titik C.
7
Jumlah Maksimum Oksigen yang dapat Bergabung dengan Hemoglobin Darah
Darah orang normal mengandung sekitar 15 gram hemoglobin dalam
setiap 100 ml darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan maksimal dengan
1,34 ml oksigen (1,39 ml bila hemoglobin secara kimiawi bersifat murni, tetapi
ketidak murnian seperti methemoglobin mengurangi jumlah ini). Oleh karena itu,
15 dikali 1,34 sama dengan 20,1, yang berarti bahwa rata-rata, 15 gram hemoglobin
dalam 100 ml darah dapat bergabung dengan jumlah total sekitar 20 ml oksigen bila
saturasi hemoglobinnya 100 persen. Ini biasanya dinyatakan sebagai 20 persen
volume. Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin untuk orang normal dapat juga
dinyatakan dalam bentuk volume persen oksigen, seperti yang diperlihatkan oleh
skala paling kanan pada Gambar 40-8, tidak hanya dengan persentase saturasi
hemoglobin.
Jumlah Oksigen yang Dilepaskan dari Hemoglobin Ketika Aliran Darah Arteri Sistemik
Mengalir metalui Jaringan
Jumlah total oksigen yang terikat dengan hemoglobin di dalam darah arteri
sistemik normal, dengan saturasi 97 persen, kira-kira adalah 19,4 ml tiap 100 ml
darah. Ini diperlihatkan pada Gambar 40-9. Saat melewati kapiler jaringan,
jumlah ini berkurang, rata-rata menjadi 14,4 ml (Po2 40 mm Hg, saturasi
hemoglobin 75 persen). Dengan demikian, pada keadaan normal, kira-kira 5 ml
oksigen diangkut dari paru ke jaringan oleh setiap 100 ml aliran darah.
Peran Hemoglobin dalam Mempertahankan Po2 yang Hampir Konstan dalam Jaringan
Pada keadaan basal, jaringan membutuhkan kira-kira 5 ml oksigen dari
setiap 100 ml darah yang melalui kapiler jaringan. Merujuk kepada kurva
disosiasi oksigen-hemoglobin dalam Gambar 40-9, dapat dilihat bahwa untuk
setiap 5 ml oksigen yang dilepaskan oleh setiap 100 ml aliran darah, Po2 harus
8
turun kira-kira 40 mm Hg. Oleh karena itu, Po2 jaringan normalnya tidak dapat
meningkat diatas 40 mm Hg, karena seandainya terjadi demikian, oksigen yang
diperlukan jaringan tidak dapat dilepaskan dari hemoglobin. Dengan cara ini,
dalam keadaan normal hemoglobin mengatur batas atas tekanan oksigen dalam
jaringan, yaitu sekitar 40 mm Hg.
Sebaliknya, selama kerja berat, sejumlah besar oksigen (sebanyak 20 kali
lipat dari normal) harus dilepaskan dari hemoglobin ke jaringan. Tetapi ini dapat
dicapai dengan penurunan Po2 jaringan yang sangat sedikit karena (1) kemiringan
kurva disosiasi yang curam dan (2) peningkatan aliran darah jaringan yang
disebabkan oleh penurunan Po2 ; artinya, penurunan Po2 yang sedikit
menyebabkan sejumlah besar oksigen dilepaskan dari hemoglobin. Selanjutnya
dapat dilihat bahwa hemoglobin dalam darah secara otomatis melepaskan oksigen
ke jaringan pada tekanan yang dipertahankan dengan agak ketat antara 15 dan 40
mm Hg.
9
difusi karbon dioksida, pada setiap keadaan, jauh lebih kecil daripada perbedaan
tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan difusi oksigen. Tekanan-tekanan
CO2 ini kurang lebih sebagai berikut.
1. Pco2 intrasel, kira-kira 46 mm Hg; Pco2 interstisial, kira-kira 45 mm Hg.
Dengan demikian, hanya ada perbedaan tekanan 1 mm Hg, seperti yang
dilukiskan pada Gambar 40-5.
2. Pco2 darah arteri yang masuk ke jaringan 40 mm Hg; Pco2 darah vena yang
meninggalkan jaringan, 45 mm Hg. Dengan demikian, sebagaimana
dilukiskan pada Gambar 40-5, darah kapiler jaringan mencapai imbangan
yang hampir sama dengan Pco2 interstisial, yaitu 45 mm Hg.
3. Pco2 darah yang masuk kapiler paru pada ujung arteri 45 mm Hg; Pco2
udara alveolus, 40 mm Hg. Dengan demikian, perbedaan tekanan yang
dibutuhkan untuk menyebabkan difusi karbon dioksida dari kapiler paru ke
dalam alveoli hanya 5 mm Hg. Lagi pula, seperti yang dilukiskan pada
Gambar 40-6, Pco2 darah kapiler paru turun hampir mendekati Pco2
alveolus, 40 mm Hg, sebelum darah melewati lebih dari kira-kira sepertiga
jarak kapiler. Efek ini sama dengan efek yang diamati pada permulaan difusi
oksigen, hanya saja efek ini berlangsung dalam arah yang berlawanan.
10
nilai normal 45 mm Hg, menjadi 41 mm Hg, turun hampir
mendekati Pco2 darah arteri (40 mm Hg) yang memasuki
kapiler jaringan.
2. Perhatikan juga bahwa bila kecepatan metabolisme
jaringan meningkat 10 kali lipat, maka peningkatan Pco,
cairan interstisial akan lebih besar pada seluruh laju-aliran
darah, sedangkan penurunan metabolisme menjadi
seperempat dari normal menyebabkan Pco2 cairan
interstisial turun sampai kira-kira 41 mm Hg, hampir
mendekati Pco2 darah arteri, 40 mm Hg.
11
menyebabkan paparan dengan karbon monoksida sangat berbahaya, karena darah
berwarna merah terang dan tidak terdapat tanda-tanda hipoksemia yang jelas,
seperti warna kebiru biruan pada ujung jari atau bibir (sianosis). Po2 juga tidak
menurun, dan tidak ada mekanisme umpan balik yang biasanya merangsang
peningkatan frekuensi pernapasan sebagai respons terhadap kurangnya oksigen
(biasanya ditunjukkan dengan Po2 yang rendah). Karena otak merupakan salah
satu organ pertama yang terpengaruh akibat kurangnya oksigen, orang yang
kekurangan oksigen dapat mengalami disorientasi dan menjadi tak sadarkan diri
sebelum akhirnya orang tersebut menyadari adanya bahaya.
Pasien yang menderita keracunan karbon monoksida berat dapat diobati
dengan memberikan oksigen murni, karena oksigen pada tekanan alveolus yang
tinggi dapat menggantikan karbon monoksida yang bercampur dengan
hemoglobin secara cepat.
Pasien dapat juga diobati dengan pemberian secara simultan karbon
dioksida 5 persen, karena rangsangannya kuat pada pusat pernapasan, yang
meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi karbon monoksida alveolus.
Dengan terapi oksigen dan karbon dioksida secara intensif, karbon monoksida
dapat dikeluarkan dari darah 10 kali lebih cepat daripada tanpa terapi.
12
Untuk memulai proses pengangkutan karbon dioksida, karbon dioksida
berdifusi keluar dari sel jaringan dalam bentuk molekul karbon dioksida yang
terlarut. Waktu memasuki kapiler jaringan, karbon dioksida segera memulai
serangkaian reaksi secara kimia dan fisika, yang penting untuk transpor karbon
dioksida; keadaan ini dilukiskan pada Gambar 40-13.
13
Disosiasi Asam Karbonat menjadi Bikarbonat dan lon Hidrogen
Dalam waktu sepersekian detik selanjutnya, asam karbonat yang dibentuk
dalam sel darah merah (H2CO3) terurai menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat
(H+ dan HCO3-)
Kemudian sebagian besar ion bersatu dengan hemoglobin dalam sel darah
merah sebab protein hemoglobin merupakan dapar asam-basa yang kuat. Lalu,
banyak ion HCO3 - yang berdifusi dari sel darah merah ke dalam plasma
sementara ion klorida berdifusi ke dalam sel darah merah untuk
menggantikannya. Hal ini dapat terjadi karena adanya protein pembawa
bikarbonat-klorida yang khusus dalam membran sel darah merah yang
menggerakkan kedua ion ini bolak-balik dengan cepat dalam arah yang
berlawanan. Dengan demikian, kadar klorida sel darah merah vena lebih besar
daripada sel darah merah di arteri, fenomena ini disebut pergeseran klorida.
Di bawah pengaruh anhidrase karbonat, gabungan karbon dioksida dengan
air dalam sel darah merah yang bersifat reversibel, meliputi sekitar 70 persen dari
seluruh karbon dioksida yang diangkut dari jaringan ke paru. Dengan demikian,
ini berarti bahwa pengangkutan karbon dioksida merupakan pengangkutan yang
paling penting. Bila suatu inhibitor anhidrase karbonat (asetazolamid) diberikan
pada seekor binatang untuk menghambat kerja anhidrase karbonat dalam sel darah
merah, pengangkutan karbon dioksida dari jaringan menjadi sangat sedikit
sehingga Pco2 jaringan dapat meningkat mencapai 80 mm Hg, dibandingkan
dengan keadaan normalnya sebesar 45 mm Hg.
14
karbaminohemoglobin (CO2Hgb). Gabungan karbon dioksida dengan
hemoglobin ini adalah reaksi reversibel yang terjadi dengan ikatan longgar,
sehingga karbon dioksida mudah dilepaskan ke dalam alveoli yang memiliki Pco2
lebih rendah daripada kapiler paru.
Sejumlah kecil karbon dioksida juga bereaksi dengan protein
plasma dengan cara yang sama dalam kapiler jaringan. Tetapi reaksi ini kurang
penting untuk pengangkutan karbon dioksida sebab jumlah protein ini dalam
darah hanya seperempat dari jumlah hemoglobin.
Jumlah karbon dioksida yang dapat dibawa dari jaringan ke paru dalam
bentuk gabungan karbamino dengan hemoglobin dan protein plasma adalah
sekitar 30 persen dari jumlah total yang diangkut-normalnya; kira-kira 1,5 ml
karbon dioksida dalam setiap 100 ml darah. Tetapi, karena reaksi ini jauh lebih
lambat daripada reaksi karbon dioksida dengan air di dalam sel darah merah,
masih diragukan apakah pada kondisi normal mekanisme karbamino ini dapat
mengangkut lebih dari 20 persen dari jumlah total karbon dioksida.
15
Efek Haldane disebabkan oleh fakta yang sederhana bahwa gabungan
oksigen dengan hemoglobin dalam paru menyebabkan hemoglobin menjadi asam
yang lebih kuat. Hal ini menyebabkan pindahnya karbon dioksida dari darah dan
masuk ke dalam alveoli melalui dua cara: (1) Semakin tinggi keasaman
hemoglobin, semakin berkurang kecenderungannya untuk bergabung dengan
karbon dioksida untuk membentuk karbamino hemoglobin, jadi memindahkan
banyak karbon dioksida dalam bentuk karbamino dari darah. (2) Meningkatnya
keasaman hemoglobin juga menyebabkan hemoglobin melepaskan sejumlah ion
hidrogen, dan ion-ion ini berikatan dengan ion bikarbonat untuk membentuk asam
karbonat; kemudian terurai menjadi air dan karbon dioksida, dan karbon dioksida
dikeluarkan dari darah masuk ke dalam alveoli dan akhirnya, ke udara.
Gambar 40-15 melukiskan secara kuantitatif pentingnya efek Haldane
terhadap pengangkutan karbon dioksida dari jaringan ke paru. Gambar ini
memperlihatkan bagian kecil dari dua kurva disosiasi karbon dioksida: (1) bila
Po2 adalah 100 mm Hg, yaitu Po2 dalam kapiler darah paru, dan (2) bila Po2 40
mm Hg, yaitu Po2 dalam kapiler jaringan. Titik A memperlihatkan bahwa pad
tekanan Pco2 normal sebesar 45 mm Hg dalam jaringan menyebabkan 52 volume
persen karbon dioksida bergabung dengan darah. Pada waktu memasuki paru,
Pco2 turun menjadi 40 mm Hg, sedangkan Po2 meningkat menjadi 100 mm Hg.
Jika kurva disosiasi karbon dioksida tidak bergeser akibat efek Haldane, maka
kandungan karbon dioksida dalam darah akan turun hanya sampai 50 volume
persen, berarti hanya terjadi kehilangan 2 volume persen karbon dioksida. Tetapi,
peningkatan Po2 dalam paru menurunkan kurva disosiasi karbon dioksida dari
kurva atas menjadi kurva bawah pada gambar, sehingga kandungan karbon
dioksida turun menjadi 48 volume persen (titik B). Ini menggambarkan tambahan
kehilangan karbon dioksida sebesar dua volume persen.
Dengan demikian, efek Haldane menggandakan jumlah karbon dioksida
yang dilepaskan dari darah dalam paru dan pengambilan karbon dioksida dalam
jaringan menjadi dua kali lipat.
16
Perubahan Keasaman Darah selama Pengangkutan Karbon Dioksida
Asam karbonat yang terbentuk bila karbon dioksida memasuki darah
dalam jaringan perifer menurunkan pH darah. Namun, reaksi asam ini dengan
dapar asam-basa darah mencegah konsentrasi H+ meningkat terlalu tinggi (dan
pH darah turun terlalu banyak). Biasanya, darah arteri mempunyai pH sekitar
7,41; dan, ketika darah tersebut mendapat karbon dioksida dalam kapiler jaringan,
pH turun menjadi sekitar 7,37. Dengan kata lain, terjadi perubahan pH sebesar
0,04 unit. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila karbon dioksida dilepaskan dari
darah dalam paru, sehingga pH meningkat mencapai nilai arteri sebesar 7,41 lagi.
Saat kerja berat, atau kondisi aktivitas metabolisme yang tinggi lainnya, atau bila
aliran darah ke jaringan menjadi lambat, penurunan pH dalam darah jaringan (dan
dalam jaringannya sendiri) dapat mencapai 0,50, sekitar 12 kali dari normal
sehingga menyebabkan asidosis jaringan yang bermakna.
2.1.3 Elektrolit
17
Sedangkan kekurangan sodium, atau disebut juga hiponatremia, dapat
terjadi karena tubuh kehilangan banyak cairan melalui keringat atau luka bakar;
muntah atau diare; terlalu banyak mengonsumsi cairan; kecanduan alkohol;
mengonsumsi obat tertentu seperti obat diuretik, obat kejang; menderita gizi buruk,
kelainan tiroid, kelainan hipotalamus, kelainan kelenjar adrenal, gagal ginjal, gagal
jantung, gagal hati, atau mengalami penyakit yang mengganggu hormon
antidiuretik (SIADH).
Kalsium
Manfaat kalium adalah untuk mengatur fungsi jantung dan tekanan darah,
membantu hantaran rangsang saraf, kontraksi otot, kesehatan tulang, dan
keseimbangan elektrolit; serta menjaga kesehatan saraf dan otot. Dalam darah,
jumlah kalium normal berada di kisaran 3,5-5 milimol/liter (mmol/L).
18
obat pencahar, diuretik, atau kortikosteroid. Sedangkan hiperkalemia adalah
kondisi di mana jumlah kalium dalam darah berlebih, biasanya disebabkan oleh
dehidrasi parah, gagal ginjal, asidosis berat, minum obat penurun tekanan darah
atau diuretik, atau karena kadar hormon kortisol dalam tubuh terlalu rendah.
Klorida
Magnesium
Fosfat
Bersama dengan kalsium, fosfat bertugas menguatkan tulang dan gigi, serta
membantu sel menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
19
perbaikan jaringan. Kekurangan fosfat (hipofosfatemia) biasanya diakibatkan oleh
kelenjar paratiroid yang terlalu aktif, kekurangan vitamin D, kelaparan, luka bakar
parah, penyalahgunaan alkohol akut, atau obat-obatan tertentu. Sementara
kelebihan fosfat (hiperfosfatemia), biasanya terjadi karena cedera otot parah,
kelenjar paratiroid kurang aktif, gagal nafas, penyakit ginjal kronis, kadar kalsium
rendah, sedang menjalani pengobatan kanker, dan minum obat pencahar yang
mengandung fosfat secara berlebihan.
Bikarbonat
2.1.4 Mioglobin
20
mioglobin yang banyak, sehingga saat terpapar oksigen mioglobin akan langsung
teroksidasi. Ikan berdaging putih tidak mengandung mioglobin. Untuk mengatasi hal ini,
ikan berdaging merah seperti tuna dan cakalang memiliki banyak zat antioksidan seperti
DHA dan EPA. Zat besi dalam jumlah banyak terdapat pada mioglobin. Zat besi ini baik
untuk orang yang mengalami anemia, sehingga ikan berdarah merah baik untuk
dikonsumsi penderita anemia.
21
BAB III
PENUTUP
Dalam bab terakhir ini akan diajukan sebagai penutup dari seluruh uraian makalah
mengenai masalah-masalah yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya. Selanjutnya
dalam bab ini juga, dengan segala keterbatasan yang ada pada tim penulis akan
disampaikan beberapa kesimpulan mengenai proses biokimiawi pada sistem sirkulasi.
3.1 Kesimpulan
Respirasi adalah proses bertukarnya oksigen dari udara oleh organisme hidup
yang digunakan untuk metabolisme yang akan menghasilkan karbon dioksida yang harus
di keluarkan tubuh karna tidak digunakan. Sistem respirasi terdiri atas organ-organ yang
berfungsi dalam aktivitas metabolisme khususnya produksi atau perubahan energi kimia
yang terikat dalam materi merupakan media pertukaran O2 dan CO2 dari dalam dan luar
tubuh. Udara dari atmosfer masuk ke dalam tubuh dengan perantara alat pernapasan
tertentu. Lalu oksigen yang diperlukan untuk proses pernapasan masuk ke dalam sel-sel
darah kapiler menuju ke sel-sel jaringan tubuh dengan bantuan sistem transpor.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 13th ed. Elsevier:
Philadelphia.2016.
2. Adrian, K. Mengenal Berbagai elektrolit dalam Tubuh. Alodokter. 2017
https://www.alodokter.com/mengenal-berbagai-elektrolit-dalam-tubuh
3. Marianti. Rhabdomyolisis. Alodokter. 2017 https://www.alodokter.com/rhabdomyolysis
23