Tugas Kelompok Anestesi
Tugas Kelompok Anestesi
Tugas Kelompok Anestesi
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
yang positif bagi ibu dan keluarga. Tetapi ada kalanya proses kelahiran tidak dapat
dilakukan secara normal atau melalui jalan lahir ibu karena beberapa hal. Salah satu
cara yang semakin umum dilakukan jika proses persalinan secara normal tidak
Operasi sectio caesarea (SC) adalah metode pelahiran janin melalui insisi
di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus. Lebih dari 85% operasi SC di
Amerika Serikat dilakukan karena riwayat seksio, distosia persalinan, distress janin
dan presentasi bokong. Komplikasi yang timbul tidak diragukan lagi adalah
morbiditas ibu yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelahiran
operasi dan tromboembolisme (Leveno, 2009). Handerson dalam Muttaqin & Sari
(2009) mengatakan bahwa sectio caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi
abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan atau telah terjadi
distress pada janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah
malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan
1
Anestesi muncul sebagai salah satu ilmu yag paling berkembang di dunia
fungsi lumbal.
Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun1885 dan pada tahun 1898 baru
menggunakan 3 ml kokai 0,5% intratekal untuk anestesi spinal. Dan sekarang teknik
Beberap hal yang haru diperhatikan dalam menentukan pasien yang akan
cedara pembuluh darah dan saraf, PDPH (Post Dural Puncture Headhace) pasian
akan merasakan sakit kepala ketika berdiri dan mereda saat berbaring ini terjadi
2
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai penata anetesi herus memahami dan mengetahui mengenai bagai mana
2. Tujuan Khusus
a. Memahami tindakan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien post operasi
C. METODE PENULISAN
suatu metode yang menggambarkan kelompok dalam mengamati dan merawat kasus
yang dipilih dalam bentuk laporan penerapan asuhan keperawatan melalui pendekatan
1. Wawancara
2. Mengumpulkan data melalui komunikasi secara lisan langsung dengan klien (auto
3. Pemeriksaan Fisik
3
a. Inspeksi: Untuk mengetahui keadaan fisik atau psikologi klien dengan cara
melihat.
b. Palpasi : Untuk mengetahui kelainan yang ada dengan cara meraba atau
menekan.
c. Perkusi : Untuk mengetahui apa yang ada dibawah jaringan dengan cara
mengetuk
4
BAB II
TINJUAUAN TEORI
1.1 Definisi
A. Anestesi
sementara dan biasanya ada kaitannya dengan pembedahan. Secara garis besar
anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umumadalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang bersifat sementara
akibat pemberian obat-obatan serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara
stress secara lebih sempurna. Anestesi regional memiliki berbagai macam teknik
penggunaan salah satu teknik yang dapat diandalkan adalah melalui tulang
belakang atau anestesi spinal. Anestesi spinal adalah pemberian obat antestetik
bedah ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum dan perineum,
bedah obstetri dan ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah dan operasi
5
Anestesi spinal telah mempunyai sejarah panjang keberhasilan (>90%
spinal memberikan kesan bahwa teknik ini sederhana dan canggih. Namun
demikian bukan berarti bahwa tindakan anestesi spinal tidak ada bahaya. Hasil
yang baik akan dicapai apabila selain persiapan yang optimal juga disertai
dan aplikasi dari anestesi spinal. Maka dari itu, makalah ini akan membahas
2. Bedah panggul
5. Bedah urologi
6
Koagulopati atau mendapat terapi Kelainan neurologis dan kelainan
antikoagulan psikis
1. Hipotensi berat akibat blok simpatik terjadi venous pooling dan dapat
2. Bradikardia terjadi akibat blok sampai T2-3 dan dapat terjadi tanpa
kendali nafas.
5. Trauma saraf
7. Gangguan pendengaran
2. Nyeri punggung
7
4. Retensio urin
5. Meningitis
2.1 Anatomi
Tulang belakang itu terdiri atas tulang punggung dan diskus intervertebral
ruas verbrae lumbalis dan 5 ruas tulang Sakralis dan 5 ruas koksigeal yang bersatu
satu sama lain (Gambar 16–2). Tulang belakang secara keselruhan berfungsi
radix anterior atau motorik danradix posterior atau sensorik. Masing–masing radix
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan
ramping, yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis
turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-saraf
8
Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut: 8 pasang
saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5
tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar
saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari kolumna
vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan
sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang),
sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari
kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang
memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai
9
Gambar 1. Medula Spinalis
dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea
medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta dendritnya
antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus
(jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang)
10
berjalan di sepanjang medulla spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di
mengganggu sebagian fungsi tetapi fungsi lain tetap utuh. Substansia grisea yang
sentralis, yang terisi oleh cairan serebrospinal, terletak di tengah substansia grisea.
kornu ventralis (anterior), dan kornu lateralis. Kornu dorsalis mengandung badan-
mengandung badan sel neuron motorik eferen yang mempersarafi otot rangka.
Serat-serat otonom yang mempersarafi otot jantung dan otot polos serta kelenjar
akar spinalis dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal datang masuk
ke medulla spinalis melalui akar dorsal; serat-serat eferen membawa sinyal keluar
11
Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat menyatu membentuk sebuah saraf
spinalis yang keluar dari kolumna vertebralis. Sebuah saraf spinalis mengandung
serat-serat aferen dan eferen yang berjalan diantara bagian tubuh tertentu dan
medulla spinalis spinalis. Sebuah saraf adalah berkas akson neuron perifer,
sebagian aferen dan sebagian eferen, yang dibungkus oleh suatu selaput jaringan
ikat dan mengikuti jalur yang sama. Sebagaian saraf tidak mengandung sel saraf
secara utuh, hanya bagian-bagian akson dari banyak neuron. Tiap-tiap serat di
dalam sebuah saraf umumnya tidak memiliki pengaruh satu sama lain. Mereka
berjalan dalam satu kabel, nemun tiap-tiap sambungan telepon dapat bersifat
pribadi dan tidak mengganggu atau mempengaruhi sambungan yang lain dalam
Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu
traktus desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang
bersifat perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara
umum berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat
mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1)
informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan
raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot
dan sendi.
12
Gambar 2. Traktus Desnden dan Asenden
gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota
gerak.
neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena
aktivitas refleks.
13
4. Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan
14
Gambar 4. Jaras Traktus kortiko-bulbar
ringan.
15
3. Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu.
lama.
spinalis segera bercabang dua menjadi ramusanterior yang besar dan ramus
dan sensorik.
16
Gambar 6. Jaras Dorsalcolumna medial lemiscal
17
Spinal cord pada umumnya berakhir setinggi L2 pada dewasa dan L3 pada
dengan resiko kerusakan spinal cord dan sebaiknya tidak dilakukan. Secara
anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung bawah
daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal ini relatif
lebih lebar dan lebih datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi
interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka
titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4-
5.
Saraf simpatis berbeda dengan saraf motorik skeletal dalam hal berikut:
setiap jaras simpatis dari medula spinalis ke jaringan yang terangsang terdiri atas
dua neuron,yaitu neuron praganglion dan posganglion. Badan sel setiap neuron
serabutnya bejalan melewati radiks anterior medula menuju saraf spinal terkait.
18
Gambar 8. Jaras saraf simpatis
kembali dari rantai simpatis menuju saraf-saraf spinal melalui rami abu-abu.srabut
simpatis ini semuanya menrupakan serabut tipe C yang sangat kecil,dan serabut
Serabut ini mengatur pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot piloerktal
rambut. Kira-kira 8 persen serabut dan saraf skeletal adalah serabut simpatis, hal
Jaras simpatis yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis tak perlu
somatik dari segmen yang sama. Justru saraf simpatis dari medula pada segmen T-
19
1 umumnya melewati rantai simpatis naik untuk berakhir di daerah kepala, dari
T-2 untuk berakhir di daerah leher dari T-3,T-4,T-5 dan T-6 di daerah thoraks,
dari T-7,T-8, T-9,T-10, dan T-11 ke abdomen, dan dari T-12, L-1 dan L-2 ke
daerah tungkai. Pembagian ini kuran lebih demikian dan sebagian besar tumpang
tindih.Di medula adrenal serabut-serabut saraf ini langsung berakhir pada sel-sel
darah.
Penting untuk mengingat struktur yang akan ditembus oleh jarum spinal
Kulit
20
Ligament Supraspinosa
prosesusspinosus
Duramater
Ruang Subarachnoid yang terdiri dari spinal cord dan akar saraf yang
dikelilingi oleh CSF. Injeksi dari anestesi local akan bercampur dengan
21
Gambar 11. Dermatom tubuh
Dermatom adalah area kulit yang diinervasi oleh serabut saraf sensoris
yang berasal dari satu saraf spinal. Gambar 11 memperlihatkan segmen dermatom
tubuh yang penting untuk anestesi dalam pembedahan, efek anestesi spinal harus
pembedahan tersebut.
22
Tabel 1. Ketinggian segmen dermatom dalam anestesi spinal untuk prosedur pembedahan
Panggul T10
Uterus-vagina T10
Testis ovarium T8
Intraabdomen bawah T6
Intraabdomen atas T4
dengan tujuan untuk mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan
blokade saraf simpatis. Beberapa nama lain dari anestesia spinal diantaranya
anestesi subarakhnoid dan anestesi lumbal. Teknik ini sederhana, cukup efektif
23
perineum dan ekstremitas bawah. Anestesia spinal dapat menumpulkan respons
blokade saluran natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan
transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf
secara spontan dan lengkap tanpa diikuti kerusakan struktur saraf. Obat-obat
yaitu blokade sensorik dan motorik yang adekuat, mula kerja yang cepat, tidak
mobilisasi lebih cepat dapat dilakukan dan risiko toksisitas sistemik yang rendah.
Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik atau gabungan
alkaloid larut lemak dan garam larut air. Rumus bangun terdiri dari bagian kepala
cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan cincin hidrokarbon
jalur metabolisme obat anestetik lokal. Struktur umum dari obat anestetik lokal
tersebut mencerminkan orientasi dari tempat bekerja yaitu membran sel saraf. Jika
dilihat susunan dari membran sel saraf yang terdiri dari dua lapisan lemak dan
24
satu lapisan protein di luar dan dalam, maka struktur obat anestetik lokal gugus
hidrofilik berguna untuk transport ke sel saraf sedangkan gugus lipofilik berguna
Obat anestesi lokal yang digunakan dibagi ke dalam dua macam, yakni
kestabilan struktur kimia. Golongan ester mudah dihidrolisis dan tidak stabil
dalam cairan, sedangkan golongan amida lebih stabil. Golongan ester dihidrolisa
ialah prokain, sedangkan golongan amida tersering ialah lidokain dan bupivakain.
25
Dosis maksimal 12 6 2
(mg/kgBB)
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan cairan serebrospinal disebut
isobarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari cairan serebrospinal
disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari cairan
2.3.1 Absorpsi
vaskularisasi tempat suntikan: absorbsi intravena > trakeal > interkostal >
kaudal > paraservikal > epidural > pleksus brakialis > ischiadikus > subkutan.
26
penurunan absorpsi sampai 50% dan peningkatan pengambilan neuronal,
obat yang memiliki masa kerja pendek. Epinefrin juga dapat meningkatkan
adrenergik alfa 2.
3. Agen anestesi lokal, anestesi lokal yang terikat kuat dengan jaringan lebih
lambat terjadi absorpsi dan agen ini bervariasi dalam vasodilator intrinsik
yang dimilikinya.
2.3.2 Distribusi
faktor:
1. Perfusi jaringan-organ dengan perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hepar,
ginjal, dan jantung) bertanggung jawab terhadap ambilan awal yang cepat
(fase α), yang diikuti redistribusi yang lebih lambat (fase β) sampai perfusi
27
2.3.3Fiksasi
Hal ini menunjukkan bahwa obat yang berikatan kuat dengan protein plasma
mengurangi toksisitasnya karena hanya sebagian kecil dari jumlah total plasma
yang bebas berdifusi ke dalam jaringan yang dapat menghasilkan efek toksik.
Namun obat yang berikatan dengan protein juga masih mampu berdifusi kedalam
memiliki keseimbangan yang sama dengan yang terlarut dalam plasma. Dengan
demikian, ikatan dengan protein tidak berhubungan dengan efek toksisitas akut
obat.
strukturnya:
1. Golongan ester
Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolitnya yang larut air
2. Golongan amida
lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit diekskresi lewat urin dan sebagian
28
2.4 Farmakokinetik dalam cairan serebrospinal
maka akan terjadi proses difusi obat ke dalam cairan serebrospinal sebelum
menuju target lokal sel saraf. Selanjutnya obat akan diabsorbsi ke dalam sel saraf
(akar saraf spinal dan medulla spinalis). Ada empat faktor yang mempengaruhi
lokal, konsentrasi terbesar ada pada daerah penyuntikkan. Akar saraf spinal
permukaan saraf yang terpajan akan memudahkan absorpsi dari anestetik lokal,
semakin luas daerah sel saraf yang terpajan dengan anestetik lokal maka akan
semakin besar juga absorbsi anestetik lokal oleh sel saraf. Oleh karena itu semakin
jauh penyebaran anestetik lokal dari tempat penyuntikkan, maka akan semakin
menurun konsentrasi anestetik lokal dan absorpsi ke sel saraf juga menurun, (3)
lapisan lemak pada serabut saraf, (4) aliran darah ke sel saraf. Absorbsi dan
faktor antara lain dosis, volume dan barisitas dari anestetik lokal serta posisi
pasien.
yakni (1) difusi dari dairan serbrospinal ke pia meter lalu masuk ke medulla
spinalis, dimana proses difusi ini terjadi lambat. Hanya area superfisial atau
permukaan dari medulla spinalis yang dipengaruhi oleh anestetik lokal. (2)
oleh pembuluh darah yang berpenetrasi ke sistem saraf pusat. Ruang Virchow-
29
Robin terhubung dengan celah perineuronal yang mengelilingi badan sel saraf di
memerlukan konsentrasi anestetik lokal yang lebih tinggi untuk dapat memblok
impuls, karena ada kadar lemak yang tinggi di selubung mielin tersebut.
a. Faktor utama
posisi pasien. Larutan hipobarik ialah larutan yang lebih ringan dari cairan
30
sama berat dengan cairan serbrospinal bersifat menetap pada tingkat
lokal:
kaudal.
- Posisi apapun dengan larutan isobarik akan berada pada daerah sekitar
penyuntikkan.
31
2. Dosis dan volume anestetik lokal
Semakin besar jumlah dan kadar konsentrasi dari anestetik lokal, maka
b. Faktor tambahan
1. Umur
membuat penyebaran obat analgetika lokal lebih besar atau luas, dengan
level analgesia lebih tinggi dengan dosis sama dan tinggi badan sama.
Sehingga dosis hendaknya dikurangi pada umur tua. Cameron dkk telah
lokal, ternyata ada korelasi yang bermakna antara umur dan level
analgesia.
2. Tinggi badan
3. Berat badan
32
4. Tekanan intraabdomen
anastetik lokal dalam cairan serebrospinal. Ini akan tampak pada cairan
6. Tempat penyuntikkan
7. Arah penyuntikkan
Bila anestetik lokal disuntikkan kearah kaudal maka pennyebaran oat akan
33
Selain itu, volume dan berat jenis cairan serebrospinal juga mempengaruhi
penyebaran atau tingginya blok saraf. Dimana volume cairan serebrospinal yang
menurun akan meninggikan tingkat blok saraf, sedangkan bila volume cairan
serebrospinal yang meningkat akan menurunkan tingkat blok saraf. Kedua yaitu
berat jenis cairan serebrospinal yang tinggi akan mengurangi penyebaran tingkat
blok saraf, sedangkan berat jenis cairan sererbospinal yang rendah akan
memiliki akses bebas ke jaringan medula spinalis dan bekerja langsung pada
target lokal di membran sel saraf serta sebagian kecil dosis dapat memberikan
efek yang cepat. Anestetik lokal di cairan serebrospinal ini tidak berikatan dengan
oleh pembuluh darah di ruang subarakhnoid dan ruang epidural. Anestetik lokal
juga berdifusi ke dalam ruang epidural dan setelah di ruang epidural akan
berdifusi ke dalam pembuluh darah epidural sama seperti halnya pada ruang
subarakhnoid. Aliran darah menentukan laju eliminasi anestetik lokal dari medula
spinalis. Semakin cepat aliran darah di medula spinalis, maka akan semakin cepat
juga anestetik lokal dieliminasi. Hal inilah yang menjelaskan mengapa konsentrasi
anestetik lokal lebih besar pada bagian posterior medula spinalis dibandingkan
34
sifat anestetik lokal tersebut, sebagai contoh tetrakain meningkatkan aliran darah
medula spinalis tapi lidokain dan bupivakain menurunkan aliran darah, yang akan
medula spinalis dan di pia meter. Absorbsi anestetik ini terjadi pada pembuluh
2.5. Farmakodinamik
vertebra. Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang subarakhnoid dari
diantara arakhnoid dan piameter, sedangkan ruang antara ligamentum flavum dan
memblok impuls sensorik, autonom dan motorik. Lokasi target dari anestesi spinal
adalah akar saraf spinal dan medulla spinalis. Dalam anestesi spinal konsentrasi
obat lokal anestetik di cairan serebrospinal memiliki efek yang minimal pada
medula spinalis.
35
2.5.1 Mekanisme obat anestetik spinal
saraf atau blokade konduksi dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui
gerbang ion natrium selektif pada membran saraf. Obat bekerja pada reseptor
terhadap ion natrium dan kalium, sehingga hasilnya tak terjadi konduksi
menyebrang selubung saraf dan membran, tetapi hanya yang dalam bentuk basa
yang bisa menembus membran lipid ini. Ketika mencapai akson terjadi ionisasi
dan dalam bentuk kation yang bermuatan bisa mencapai reseptor pada saluran
penurunan kecepatan dan derajat fase depolarisasi aksi potensial, dan terjadi
blokade saraf.
Obat anestesi lokal juga memblok kanal kalsium dan potasium dan
semua serabut saraf dipengaruhi sama oleh obat anestesi lokal. Sensitivitas
terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal dan derajat mielinisasi serta
berbagai faktor anatomi dan fisiologi lain. Pada umumnya, serabut saraf kecil dan
bermielin lebih mudah diblok dibandingkan serabut saraf besar tak bermielin.
Anestetiklokal lebih mudah menyekat serabut yang berukuran kecil karena jarak
propragasi pasif suatu impuls listrik melalui serabut tadi lebih pendek. Semakin
besar dan tebal suatu serabut saraf (misalnya, neuron motorik), nodusnya makin
terpisah jauh satu sama lain sehingga sulit diblokade. Diameter yang kecil dan
36
sedikit atau tidak memiliki mielin meningkatkan sensitivitas terhadap anestesi
lokal dan akan lebih mudah untuk diblok. Sedangkan diameter yang besar dan
mielin yang tebal seperti pada saraf motorik akan lebih sulit untuk diblok. Saraf
simpatis dan sensoris mempunyai lebih sedikit mielin dibandingkan saraf motorik.
Dengan demikian, sensitivitas saraf spinalis terhadap anestesi lokal mulai dari
saraf blokade
aferen
proprioseptik
aferen
proprioseptik
kumparan otot
(spindle)
rabaan
37
B + <3 Otonomik ++++
preganglionik
rabaan
Otonom
pascaganglionik
untuk memblok konduksi dibandingkan serabut tipe B dan serabut saraf tipe B
memerlukan konsentrasi lebih rendah daripada serabut saraf tipe A. secara umum
serabut saraf autonom terblok pertama kali dan serabut saraf motorik yang
terakhir.
Secara umum tingginya blokade simpatis kira-kira 2-3 segmen lebih tinggi
daripada tingginya blokade sensorik dan tingginya blokade sensorik 2-3 segmen
lebih tinggi daripada blokade motorik. Hal ini dimungkinkan karena konsentrasi
memerlukan paling tidak tiga nodus ranvier yang berurutan harus diblok secara
komplit untuk menghambat konduksi. Maka dari itu, urutan hilangnya fungsi sel
saraf pada anestesi lokal sebagai berikut: (1) simpatis (vasomotor) berupa dilatasi
pembuluh darah arteri dan vena, (2) sensoris suhu dan nyeri, (3) sensoris raba dan
38
tekanan, (4) proprioseptif berupa kesadaran akan posisi tubuh, (5) fungsi motorik.
Bila anestetik lokal ini telah habis bekerja, maka fungsi-fungsi ini akan kembali
dalam urutan terbalik yakni fungsi motorik akan kembali dulu, kemudian sensasi
raba dan nyeri, serta terakhir respon simpatis akan normal kembali seperti tekanan
darah.
dan lama kerja menjadi 3 grup. Grup I meliputi prokain, kloroprokain yang
memiliki potensi dan lama kerja yang singkat. Grup II meliputi lidokain,
mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama kerja sedang. Grup III
meliputi tetrakain, bupivakain, etidokain yang memiliki potensi kuat dan lama
kerja yang panjang. Anestesi lokal juga dibedakan berdasarkan pada mula atau
memiliki mula kerja yang relatif cepat, bupivakain memiliki mula kerja sedang,
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten,
karena itu merupakan kemampuan anestesi lokal untuk menembus membran yang
Mula kerjaobat anestetik lokal dipengaruhi juga oleh (1) kelarutan dalam
lemak, dimana obat dengan kelarutan lemak yang lebih rendah biasanya memiliki
onset yang lebih cepat. (2) Konsentrasi relatif bentuk larut lemak tidak terionisasi
39
dan bentuk larut air terionisasi, yang ditunjukkan oleh konstanta disosiasi (pKa)
yang terionisasi dan yang tidak terionisasi sama. Obat anestetik lokal degan pKa
tinggi sehingga dapat melewati membran saraf dan mengakibatkan mula kerja
yang lebih cepat. (3) Alkalinisasi obat anestetik lokal mempercepat mula kerja,
lemak, obat dengan kelarutan dalam lemak yang tinggi akan memiliki kerja lebih
panjang sebab lebih lambat dikeluarkan dari sirkulasi darah. (2) Ikatan dengan
protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja, obat dengan kelarutan lemak
yang tinggi juga mempunyai ikatan protein plasma yang tinggi terutama terhadap
eliminasi memanjang. (3) Potensi dan lama kerja anestesi spinal berhubungan
dengan sifat individual obat anestesi dan ditentukan oleh kecepatan absorpsi
sistemik, sehingga semakin tinggi tingkat daya ikat protein pada reseptor, semakin
panjang lama kerja anestesi spinal tersebut. Potensi dan lama kerja dapat
berhubungan dengan tingginya kelarutan dalam lemak, karena hal ini akan
lokal anestesi yang akan digunakan pada umumnya berdasar pada perkiraan durasi
40
dari pembedahan yang akan dilakukan dan kebutuhan pasien untuk segera pulih
dan mobilisasi.
Ester
rendah
Amida
41
Tabel 6. Sifat beberapa anestetik lokal amida
Distribusi (jam)
(menit)
1. Kokain
2. Prokain
untuk blok saraf degan konsentrasi 1-2%. Dosis 15 mg/kgBB dan lama
42
4. Lidokain
menit dan relaksasi otot cukup baik. Lama kerja sekkitar 1-1,5 jam
untuk blok sensorik tanpa blok motorik, 1,0% untuk blok motorik dan
sensorik, 2,0% untuk blok motorik pasien berotot, 4,0% atau 10% untuk
topikal semprot faring-laring (pump spray), 5,0% unutk jeli yang dioleskan
pada pipa trakea, 5,0% lidokain dicampur 5,0% prilokain untuk topikal
5. Bupivakain
lidokain tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan kaudal epidural,
menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anestesia spinal 0,5% volum
antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan
pembedahan 0,75%.
2.7.Patofisiologi
vertebra. Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang subarakhnoid dari
43
diantara arakhnoid dan piameter, sedangakan ruang antara ligamentum flavum
memblok impuls sensorik, autonom dan motorik pada serabut saraf anterior dan
tempat aksi kerja utama pada anestesi spinal dan epidural, selain itu bisa bekerja
pada serabut akar saraf spinal dan akar ganglion dorsal. Dalam anestesi spinal
Ada empat faktor yang mempengaruhi absorbsi anestetik lokal pada ruang
subarakhnoid, yaitu (1) konsentrasi anestetik lokal, konsentrasi terbesar ada pada
impulsnya mudah dihambat, (2) daerah permukaan saraf yang terpajan akan
memudahkan absorpsi dari anestetik lokal. Oleh karena itu semakin jauh
menurun konsentrasi anestetik lokal dan absorpsi ke sel saraf juga menurun, (3)
lapisan lipid pada serabut saraf, (4) aliran darah ke sel saraf. Absorbsi dan
faktor antara lain dosis, volume dan barisitas dari anestetik lokal serta posisi
pasien. Selanjutnya obat memiliki akses bebas ke jaringan medula spinalis dan
bekerja langsung pada target lokal di membran sel saraf serta sebagian kecil dosis
dapat memberikan efek yang cepat. Anestetik lokal di cairan serebrospinal ini
44
Daerah utama dari aksi blokade neuraksial adalah akar saraf. Anestesi
lokal disuntikkan ke CSF (anestesi spinal) atau ruang epidural (anestesi epidural
dan kaudal) dan menggenangi akar saraf dalam ruang subarachnoid atau ruang
memungkinkan dosis yang relatif kecil dan volume anestesi lokal untuk mencapai
blokade sensorik dan motorik. Sebaliknya, anestesi lokal pada epidural anestesi
pada akar saraf memerlukan volume dan dosis yang jauh lebih tinggi. Selain itu,
tempat suntikan untuk anestesi epidural harus dekat dengan akar saraf yang harus
diblok. Blokade transmisi saraf (konduksi) dalam pada serabut saraf posterior
akan menghambat somatik dan viseral, sedangkan blokade serabut akar saraf
tonus otot rangka, blok neuraksial dapat memberikan kondisi operasi yang sangat
baik. Blok sensori menghambat stimulus nyeri baik pada somatik dan viseral,
lokal pada serabut saraf bervariasi sesuai dengan ukuran serabut saraf, apakah itu
bermielin, konsentrasi yang dicapai dan lama kontak. Akar saraf tulang belakang
terdiri dari berbagai tipe serat saraf. Serat lebih kecil dan bermielin umumnya
lebih mudah diblokir daripada yang lebih besar dan tidak bermielin. Fakta bahwa
konsentrasi anestesi lokal menurun dengan meningkatnya jarak dari level injeksi,
menghasilkan blokade simpatik (dinilai oleh sensitivitas suhu) yang mungkin dua
45
segmen lebih tinggi dari blok sensorik (nyeri, sentuhan ringan), dan dua segmen
blokade dari simpatik dan parasimpatik. Simpatik outflow spinal cord bisa
dari spinal cord dari T1 sampai L2 dan bisa menyebabkan rantai simpatis ke atas
simpatik. Anestesi neuroaksial tidak memblok nervus vagus. Respon fisiologi dari
vasomotor secara primer ditentukan oleh serabut simpatik yang muncul dari T5
dan L1, yang menginervasi otot polos arteri dan vena. Blokade dari nervus ini
yang berasal dari T1-T4. Hipotensi bisa disebabkan oleh bradikardi dan
46
penurunan kontraktili jantung. Hal ini dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan
ini diantisipasi dengan cara pemberian cairan intravena 10-20 mL/Kg pada pasien
sehat akan secara parsial berkompensasi untuk pengisian vena. Walaupun dengan
usaha ini hipotensi masih tetap terjadi dan harus ditangani dengan tepat.
aliran balik vena dan resistensi sistemik vaskular. Efek langsung penggunaan
diberikan segera.
dengan blok neuraksial karena diafragma dipersarafi oleh saraf frenikus yang
berasal dari C3-C5. Bahkan dengan segmen thorakal tinggi, volume tidal tidak
berubah, hanya ada sedikit penurunan kapasitas vital, yang disebabkan oleh
neuroendokrin trauma melalui respon inflamasi lokal dan aktivasi serat saraf
47
aferen somatik dan viceral. Respon ini termasuk peningkatan hormon
dalam ruang subarakhnoid dan epidural. Penyerapan ini terjadi pada pembuluh
luas permukaan pembuluh darah yang kontak dengan anestetik lokal. Anestetik
lokal yang mempunyai kelarutan lemak yang tinggi akan meningkatkan absorpsi
berdifusi ke dalam ruang epidural dan setelah di ruang epidural akan berdifusi ke
1. Sistem kardiovaskular
dan fibrilasi.
48
2. Sistem pernafasan
3. Sistem pencernaan
sekresi, relaksasi sfingter dan konstriksi usus. Sekitar 20% pasien mual
dan muntah setelah anestesi spinal dan faktor risiko terjadinya karena
blokade saraf diatas T5, hipotensi, penggunaan opioid dan riwayat mual
49
demikian, atropine berguna untuk mengatasi mual setelah blokade spinal
yang tinggi.
Sistem saraf pusat rentan terhadap toksisitas obat anestetik lokal dengan
5. Imunologi
6. Sistem muskuloskeletal
Aliran darah ginjal dipengaruhi oleh tekanan arterial. Bila tidak terjadi
begitu, bila tidak terjadi hipotensi berat maka alirah darah ginjal serta urin
output masih dalam batas normal selama anestesi spinal. Sedangkan aliran
50
8. Endokrin dan metabolisme
ini diantisipasi dengan cara pemberian cairan intravena 10-20 mL/kg pada pasien
denganusaha ini hipotensi masih tetap terjadi dan harus ditangani dengan tepat.
aliran balik vena dan resistensi sistemik vaskular. Efek langsung penggunaan
ketinggian blokade simpatis dibawah T1-5 karena saraf simpatis yang keluar dari
51
penyebab dari hipotensi tersebut harus ditangani dengan baik. Penurunan cardiac
output dan aliran balik vena harus ditangani dan bolus kristaloid sering digunakan
spinal maka diberikan cairan kristaloid 500-1000 ml intravena sebelum atau saat
blokade saraf. Penanganan hipotensi sangat penting agar miokardium dan otak
darah seperti pemberian oksigen tambahan harus dilakukan saat anestesi spinal.
Pemberian cairan juga harus diawasi dari kelebihan cairan yang akan memicu
menggunakan vasopresor. Gabungan alfa dan beta adrenergik akan lebih baik
meningkatkan tekanan darah. Jadi pada pasien dengan hipotensi dan bradikardia
dengan hipotensi dan takikardia. Bradikardia refrakter dengan atau tanpa hipotensi
sampai efek yang diinginkan. Selain itu, cara yang paling efektif dan praktis
52
Posisi ini tidak boleh lebih dari 20º karena dengan Trendelenburg yang ekstrim
akan memicu penurunan perfusi serebral dan aliran darah karena meningkatnya
tekanan vena jugular. Posisi Trendelenburg ini juga mengubah ketinggian blok
anestesi spinal pada pasien dengan larutan hiperbarik. Hal ini dapat ditangani
dengan meninggikan bagian atas tubuh dengan bantal yang diletakkan dibawah
bahu sementara tetap menjaga bagian bawah tubuh lebih tinggi dari jantung.
53
Tabel 6. Manajemen hipotensi
Denyut jantung :
Blok saraf frenikus mungkin tidak terjadi bahkan dengan anestesi spinal
menunjukkan bahwa hipoperfusi batang otak lebih bertanggung jawab dari pada
Pasien dengan penyakit paru kronis yang berat dapat mengandalkan otot
aksesori pernapasan (otot interkostal dan abdominal) secara aktif untuk inspirasi
atau ekspirasi. Tingginya level blokade saraf akan merusak otot-otot ini.
Demikian pula, batuk dan pembersihan sekresi memerlukan otot ini untuk
ekpirasi. Untuk alasan ini, blok neuraksial harus digunakan dengan hati-hati pada
untuk tidak menggunakan instrumen jalan napas yang berlebih dan ventilasi
tekanan positif . Untuk prosedur bedah di atas umbilikus , teknik lokal anesteasi
54
murni mungkin tidak menjadi pilihan terbaik bagi pasien dengan penyakit paru
yang parah.
2.9 Komplikasi
dan retensi urin. Ketinggian blokade saraf bisa terjadi akibat dosis lebih dari
rentan terhadap penyebaran berlebih anestetik lokal (usia tua, hamil, obesitas
awal yang muncul berupa dispnea, rasa kebal atau kelemahan pada lengan,
mual bisa dikarenakan hipoperfusi otak, dan hipotensi ringan sampai sedang.
Jika penyebaran anestetik lokal sampai pada cervical maka akan muncul
dan vasopresor.
1. Hipotensi
Ketinggian dari blokade saraf akan meninggikan blokade simpatis, yang dapat
55
dan bradikardia adalah efek samping yang diakibatkan oleh denervasi simpatis.
blokade sensoris, usia diatas 40 tahun, obesitas, kombinasi anestesia umum dan
anestesi spinal. Hipotensi terjadi berkisar 33% pada populasi non obstetri.
Dilatasi arteri dan vena pada anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi.
Dilatasi arteri tidak terjadi maksimal setelah blokade spinal dan otot polos
simpatis. Karena pertahanan tonus otonom masih ada tersebut, maka resistensi
total pembuluh darah perifer menurun hanya 15-18%, selanjutnya MAP menurun
15-18% bila cardiac output tidak menurun. Pada pasien dengan penyakit arteri
koroner, resistensi pembuluh darah sistemik akan menurun sampai 33% setelah
anestesi spinal. Sebaliknya setelah anestesi spinal akan terjadi dilatasi vena yang
maksimal bergantung pada letak vena tersebut. Jika vena terletak dibawah atrium
kanan, gravitasi akan mempengaruhi pengisian darah vena perifer. Sedangkan jika
vena terletak diatas atrium kanan, maka aliran balik darah ke jantung akan
meningkat. Aliran balik vena ke jantung atau preload bergantung pada posisi
signifikan setelah anestesi spinal, namun usia muda < 50 tahun dan sehat atau
ASA 1 mempunyai risiko tinggi untuk bradikardia. Penggunaan beta blocker juga
56
berkisar 13%. Serabut saraf simpatis yang mengatur denyut jantung keluar dari
segmen T1-T4 dan blokade pada serabut saraf ini akan menimbulkan bradikardia.
Penurunan aliran balik vena juga akan menyebabkan bradikardia karena tekanan
menurunkan denyut jantung. Maka dari itu, monitoring terhadap pasien dengan
anestesi spinal penting dan bila terjadi efek samping dapat ditangani dengan cepat
dan tepat.
2. Retensi urin
Ini terjadi akibat blokade saraf S2-4 yang menurunkan tonus otot kandung
pada pembedahan yang cukup lama. Penilaian postoperatif terhadap retensi urin
sangat berguna karena bila terdapat retensi urin yang lama merupakan tanda
a. Lokasi penyuntikkan
1. Nyeri punggung
berlanjut lebih dari seminggu. Nyeri punggung ini bisa merupakan tanda awal dari
57
cairan serebrospinal. Ketika pasien dalam posisi tegak akan ada traksi pada dura,
tentorium dan pembuluh darah yang menimbulkan nyeri. Gejala berupa nyeri
kepala pada posisi duduk atau berdiri dan berkurang bila berbaring, nyeri kepala
bilateral, frontal, retro orbita, oksipital dan menjalar ke leher. Onset nyeri ini 12-
3. Hematoma spinal
saraf dan menimbulkan iskemia dan kerusakan sel saraf. Onset gejala berjalan
cepat berupa nyeri punggung dan tungkai bawah, hilang rasa dan kelemahan
b. Toksisitas obat
bawah. Gejala umumnya timbul setelah anestesi spinal lalu berkurang dan
kembali menjadi normal. Ini terjadi antara 1 sampai 24 jam dan bisa terjadi
setelah beberapa hari. Mekanisme pasti belum dapat diketahui namun secara
teoritis bahwa lidokain lebih neurotoksik pada serabut saraf tak bermielin
dibandingkan anestetik lokal lainnya. TNS lebih sering pada pasien dengan
anestesi spinal dan posisi litotomi. Posisi ini membuat peregangan pada serabut
akar saraf lumbosacral, perfusi menurun dan membuat saraf lebih mudah
58
mendapatkan efek toksik dari anestetik lokal. Pecegahan berupa pemakaian
ropivakain.
berat badan diatas 500gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui perut
dan dinding perut dinding rahim agar anak lahir dengan utuh dan sehat.
59
Manuaba (2000) indikasi ibu melakukan sectia caesarea adalah
Sedangkan dari janin adalah fatal distress dan janin besar melebihi 4.000
CPD adalah ukuran lingkar pinggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
abnormal.
60
Karena itu diagnose dini amatlah penting, yaitu mempu mengenali dan
Ibu yng mengalmi ketuban pecah dini akan merasakan keluar cairan
15) :
a. Pra anestesi
b. Intra anestesi
61
c. Pasca anestesi
Boleh melakukan pelayanan sendiri bila tidak ada dokter atau untuk
dan SIPPA.
maupun kolaboratif
dan memastikan bahwa mesin dan monitor dalam keadaan baik dan siap
pakai
memastikan bahwa semua obat obatan baik obat anestesi maupun obat
62
Tindaka asuhan keperawatan intra anestesi (pasal 16 ayat 2)
anestesi
tercatat dengan baik dan benar → kartu anestesi merupakan salah satu alat
bukti di pengadilan
63
c. Pemantauan kondisi pasien pasca pemasangan kateter, epidural dan
dipakai
selanjutnya.
64
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
RS PGI CIKINI
3.1.1 Anamnesa
1) Identitas pasien
Nama : Ny. C
Umur : 41 Tahun
Agama : Islam
Status : Nikah
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Suku : Sunda
Gede Bekasi
65
Nomor Register : 00340553
Nama : Tn. Y
Umur : 47 Tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Pendidikan : SLTP
Alamat : Bekasi
3.1.2 Pengkajian
Data Subyektif :
kehamilan sekarang
66
Data Objektif :
Data subyektif :
akhir ini
Data objektif :
- Berat badan : 64 kg
- Sklera Unikterik
3. Pola Eliminasi
Data subyektif :
67
- Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan buang air besar dan
Data objektif : -
Data subjektif :
hari
Data objektif :
- Vital sign :
TD : 134/75 mmHg
RR : 18 X/menit
PO2 : 98 %
Suhu : 35,9 ºC
- Skoliosis (-)
5555 5555
68
- ECG : sinus takikardi
Data subjektif :
Data objektif : -
Data subjektif :
udema
Data objektif :
normal
- Konjungtiva unanemis
- Sklera unikterik
69
- Skala nyeri : 0
Hematologi
Darah perifer lengkap
Laju endap darah 66 Mm/jam 0-20
Leukosit 9,1 10ˆ3/µL 5,0-10,0
Haemoglobin 10,0 g/dl 12,0-14,0
Eritrosit 3,51 10ˆ6/µL 4,00-4,50
Hematokrit 30 % 37-43
Retikulosit 23 permil 5-15
Trombosit 285 10ˆ3/µL 150-450
MCV 85 FL 81-92
MCH 285 pg 27,0-32,0
MCHC 33,4 g/dL 32,0-37,0
Masa perdarahan 2 menit 1-6
APTT
APTT pasien 29,1 detik 25,9-36,6
APTT kontrol 36,9 detik
Masa protrombin (PT)
PT pasien 10,3 detik 9,9-11,8
PT kontrol 11,9 detik
Urinalisis 1,015-1,025
Berat jenis 1,015 g/mL
Warna kuning kuning
Kejernihan Keruh jernih
Esterase Leukosit 2+/125 sel/µL Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
pH 6,0 4,8-7,4
Protein 1+30/dl Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 2,0 < 0,2
Keton Negatif Negatif
Data subjektif :
70
- Pasien mengatakan cemas dengan kehamilan saat ini karena riwayat
operasi caesar dengan kejang dan saat ini pasien merasa usianya
sudah tua .
Data objektif :
Data subjektif :
akan dilakukan
Data objektif :
Data subjektif :
ada masalah
Data objektif : -
Data subjektif :
dilaksanakan
Data objektif :
- Vital sign:
71
TD : 134/75 mmHg
RR : 18 X/menit
PO2 : 98 %
Suhu : 35,9 ºC
Data Subyektif :
Data Obyektif :
3.1.3.Kesan Anestesi
Perempuan 41 tahun dengan G4P3A0 atas indikasi pre eklamsi, letak obliq
Data Subyektif :
Data Obyektif :
- Kesadaran composmentis
72
- Keadaan umum lemah
- Urine 500 cc
10.00 92/60 98 18 99
73
3.3 Pasca Operasi
Data Subyektif :
Data Obyektif :
- Breathing :
Pernafasan adekuat
Vital sign :
TD : 124/75 mmHg
Nadi : 75 X/menit
RR : 18 X/menit
PO2 : 100%
Suhu : 35,9 ºC
74
- Circulation :
Vital sign :
TD : 124/75 mmHg
Nadi : 75 X/menit
RR : 18 X/menit
PO2 : 100%
Suhu : 35,9 ºC
- Neurologic :
Kesadaran : composmentis
Orientasi baik
- Bromage score : 3
- Genitourinary :
75
3.4 Analisa Data
Intra Operasi
Data subjektif : Vasodilatasi, Resiko penurunan
penurunan curah jantung
- Pasien mengatakan kepala terasa tahanan perifer
pusing, mual (+), dada terasa sesak,
nyeri ulu hati dan lemas
Data objektif :
- Kesadaran composmentis
- Keadaan umum lemah
76
- Terdapat bekas tusukan pada
punggung pasien
- Urine 500 cc
- Vital sign :
TD : 134/75 mmHg
RR : 18 x/menit
Suhu : 35,9°C
SpO2 : 98%
TD : 84/54 mmHg
RR : 20 x/menit
Suhu : 35,9°C
SpO2 : 98%
Post Operasi
Data Subyektif : Faktor lingkungan Hipotermi
bisa digerakkan
77
Data Obyektif :
- Breathing :
Pernafasan adekuat
Vital sign :
TD : 124/75 mmHg
Nadi : 75 X/menit
RR : 18 X/menit
PO2 : 100%
Suhu : 35,9 ºC
- Circulation :
Vital sign :
TD : 124/75 mmHg
Nadi : 75 X/menit
RR : 18 X/menit
SpO2 : 100%
78
Suhu : 35,9 ºC
- Neurologic :
Kesadaran : composmentis
Orientasi baik
- Bromage score : 3
79
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Intervensi
Tujuan Implementasi Evaluasi
Keperawatan Intervensi Rasional
Cemas b/d Krisis Setelah dilakukan a. Jelaskan prosedur a. Kecemasan a. Melakukan Tgl :
situasional tindakan termasuk sensasi klienakan SIGN IN 05 November 2019
(tindakan keperawatan selama seperti keadaan berkurang dengan b. Menjelaskan
pembedahan/ 1x15 menit selama operasi informasi yang prosedur S:
section caesarea) kecemasan pasien diberikan perawat termasuk - Pasien mengatakan
berkurang dengan
b. Temani klien b. Dengan ditemani sensasi seperti sudah siap untuk
kriteria hasil:
a. klien tampak untuk perawat keadaan dioperasi
tenang meningkatkan kecemasan klien selama operasi O:
b. klien mengatakan keamanan dan akan sedikit c. Menemani - Ekspresi wajah
rasa takutnya menurunkan berkurang klien untuk tenang
berkurang kecemasan meningkatkan - Prosedur sudah
c. pasien mengatakan keamanan dan dijelaskan oleh
siap untuk menurunkan petugas bedah dan
dilakukan operasi c. Dengarkan c. Membantu kecemasan anestesi
keluhan pasien menentukan jenis d. Mendengarkan Vital sign:
intervensi yang keluhan pasien TD : 124/75 mmHg
akan dilakukan e. Mengidentifik Nadi : 75 X/menit
asi perubahan RR : 18 X/menit
level
PO2 : 100%
d. Identifikasi d. Mengetahui kecemasan
perubahan level perkembangan f. Mendorong Suhu : 35,9 ºC
kecemasan kadaan klien klien untuk
mengungkapk
an secara
verbal tentang
80
e. Dorong klien e. Membuat perasaan perasaan,
untuk terbuka dan persepsi dan
mengungkapkan bekerja sama ketakutan
secara verbal dalam g. Memertahanka
tentang perasaan, memberikan n kontak mata
persepsi dan informasi yang h. Membantu
ketakutan akan membantu menurunkan
identifikasi stimulus
masalah pembuat
cemas
f. Pertahankan f. Kontak mata i. Menunjukkan
kontak mata menumbuhkan penerimaan
hubungan saling j. Menjaga
percaya antara ketenangan
perawat dan k. Memindahkan
pasien pasien
g. Turunkan stimulus g. Menurunkan keruangan OK
pembuat cemas stimulus cemas 4
dapat mencegah
cemas yang
berkelanjutan
81
i. Jaga i. suasana yang
ketenangan tenang dapat
mengurangi
stimulus pembuat
cemas
Resiko Setelah dilakukan a. Monitor a. Monitor tanda- a.Monitor tada- Tgl : 5 November
penurunan curah tindakan tanda- tanda vital tanda vitaldapat tanda vital 2019
jantung b/d keperawatan (sistolik,distolik memberikan
vasodilatasi cardiac pump dan rata-rata. gambaraan S: Klien mengatakan
penurunan efekctiveness, tentang keadaan
tahanan perifer circulation tidak ada nyeri dada
pasien
status,vital sign
status dengan b. Monitor status b. Dengan b. memonitor status O:
criteria hasil : kardiovaskuler memonitoring kardiovaskuler - Pendarahan 500cc
tidak adanya nyeri
(denyut kardiovaskuler - Produksi urine
dada,ttv
normal,tidak ada jantung,irama dapat 500cc
penurunan dan frekuensi) memberikaan
- Infuse RL 1500 cc
kesadaran. gambaran adanya
tanda dan gejala - Vital sigt :
curah jantung TD : 124/75 mmHg
Nadi : 75 X/menit
c. Catat adanya c. Penurunan c. Mencatat tanda RR : 18 X/menit
tanda dan gejala curah jantung akan dan gejala PO2 : 100%
penurunan curah sangat penurunan curah Suhu : 35,9 ºC
jantung. berpengaruh jantung
terhadaap sistemik
82
tubuh, mencatat A: Tidak terjadi
dapat penurunan curah
memudahkan jantung.
dalam melakukan
P: Pertahankan
tindakan
keperawatan. intervensi
83
f. Berikan f. meningkatkan f. Mempertahanka
oksigentambahan sedianan oksigen n posisi tirah
sesuai indikasi. untuk kebutuhan baring pada
miokard untuk pasien nyaman.
melwan efek
hipoksia/iskemia.
84
Hipotermi b/d Setelah dilakukan a. Pantau suhu, a. Perubahan suhu a. Mencatat tanda- Tgl : 5 November
factor tindakan warna dan yang sinifikan tanda vital : 2019
lingkungan, suhu keperawatan selama kelembapan kulit membantu dalam - Suhu 35,9˚C
ruangan dalam waktu 1x15 pasien selama di memberikan - TD 125/75 S: Pasien
menit, suhu tubuh ruang recovery intervensi mengatakan tubuh
mmHg
dalam batas normal
dengan criteria hasil :
room - Hr 75x/menit sudah terasa hanagt
b. Pemberian - Rr 18x/menit
- Suhu 36,5 ˚C
b. Berikan penghangat O: - Suhu : 36,5 ºC
– 37 ˚C
penghangat tambahan dapat b. Memasang - Menggigil (-)
- Akral hangat
tambahan mengurangi warmer touch - Akral hangat
- Temperatur
efaporasi dan pada tubuh pasien
ruangan
radiasi sehingga c. Memberikan A: Masalah teratasi
nyaman
suhu tubuh dapat cairan infuse
(24˚C)
dipertahankan hangat
d. Mengatur suhu P: Pasien pindah ke
c. Pantau suhu c. Menjaga suhu ruangan ruangan
ruangan recovery ruangan tetap
room konstan sehingga
tidak terjadi
pertukaran suhu
tubuh dan suhu
d. Kolaborasi ruanga
dengan dokter d. Obat obatan
dalam pemberian seperti tramadol,
obat untuk pethidin dalam
mengatasi menghilangkan
hipotermi menggigil
85
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
10.00 92/60 98 18 99
86
d. Lama operasi pada pasien ini adaalah 65 menit dengan perdarahan 500cc.
Pasien kemudian dibawaa ke ruangan pemulih, Selama di ruangan
pemulihan, hemodinamik stabil, brommage score 3.
4.2 Saran
Dokter obgyn, dokter ahli anestesi serta piñata anestesi bersama-sama
dalam meningkatkan pelayanan bedah yang mengutamakan keselamat pasien.
87
ASUHAN KEPERAWATAN ANALGESIA REGIONAL SPINAL ANESTESI
Di susun oleh :
Ahmadi.B AMK
Ns.Astuti,S.Kep
Herru Wibawanto,Amd.Kep
Layak Paneo,Amd.Kep
JAKARTA 2019
88
89