Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Fitoterapi Saffron

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

FITOTERAPI

SAFFRON (Crocus sativus L.) SEBAGAI OBAT ANTIDEPRESI

Dosen Pengampu :

Siti Nashihah, M., Si., Apt

Oleh :

Kelompok V

Annisa Fauziah ( NPM 1648201110106 )

Muhammad Ramadeo Hermawan ( NPM 1648201110131 )

Riza Rizkya Amalia ( NPM 1648201110142 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
BANJARMASIN

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Tugas Fitoterapi.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Nashihah, M., Si.,
Apt selaku dosen pengampu Fitoterapi yang telah membimbing kami dalam
pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam
pembuatan tugas ini. Dalam tugas ini kami menjelaskan tentang Saffron (Crocus
Sativus L.) Sebagai Obat Antidepresi.

Mungkin dalam pembuatan tugas ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun
dosen untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Dan kami mengharapkan semoga dari tugas fitoterapi ini kita dapat
mengambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap
pembaca.

Banjarmasin, 12 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2

1.3 Tujuan .......................................................................................... 2

1.4 Manfaat ........................................................................................ 2

BAB II ISI ...................................................................................................... 3

Definisi Penyakit Depresi................................................................... 3

Patofisiologi Penyakit Depresi ........................................................... 3

Faktor Penyebab Depresi ................................................................... 4

Gejala Penyakit Depresi ..................................................................... 5

Proses Terjadinya Depresi .................................................................. 5

Diagnosa Depresi ............................................................................... 6

Terapi non Farmakologi Depresi ........................................................ 6

Terapi Farmakologis Depresi..............................................................7

Mekanisme Kerja Obat Sintesis ......................................................... 8

Pendekatan Obat Herbal ..................................................................... 9

Contoh Penerapan ............................................................................ 11

Contoh-Contoh Bahan Alam Untuk Obat Sesuai Topik (Tabel) ..... 13

Uraian Saffron (Crocus sativus L.) Sebagai Obat Antidepresi ........ 14

Tinjauan Botani ................................................................................ 14

iii
Senyawa Aktif .................................................................................. 16

Penggunaan Terapi Tradisional ........................................................ 17

Efek Terapetik Obat Herbal ............................................................. 18

Farmakodinamik.............................................................................. 19

Uji Klinis .......................................................................................... 19

Toksisitas/Keamanan ....................................................................... 22

Takaran Obat Herbal, Penyusun Formula Obat Herbal ................... 23

Interaksi Obat Herbal ....................................................................... 23

Aktivitas Lainnya ............................................................................. 23

Contoh Produk.................................................................................. 24

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 25

3.1 Kesimpulan ................................................................................ 25

3.2 Saran ........................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Depresi merupakan penyakit Psikologis yang dapat terjadi pada manusia
tidak tergantung jenis kelamin, umur, dan latar belakang. Depresi adalah penyakit
mental yang mempengaruhi mood seseorang, kesehatan fisik, dan perilaku. Depresi
diprediksi menjadi penyakit prevalensi kedua pada tahun 2020. Hampir 30% pasien
depresi tidak memberikan respon terhadap terapi obat dan 70% pasien gagal
mencapai kesembuhan total. Selain itu obat antidepresan sangat erat kaitannya
dengan banyaknya efek samping dan interaksi obat-obat atau obat-makanan. (Rosa
Adelina, 2013)
Walaupun obat-obat sintetik telah digunakan untuk penanganan standar
bagi pasien antidepresan namun obat sintetik ini memiliki efek samping yang dapat
memberikan efek tidak nyaman (beberapa efek samping tersebut meliputi mulut
kering, kaku otot, masalah pernapasan dan pencernaan, perasaan gelisah,
mengantuk, dan aritmia jantung). Kondisi-kondisi inilah yang menciptakan
peluang bagi tanaman obat sebagai penanganan alternatif bagi penyakit depresi
dengan menjadikannya suatu formula atau racikan. (Rosa Adelina, 2013)
Di Indonesia pengobatan menggunakan tanaman obat juga sering digunakan
oleh masyarakat. Oleh karenanya, perlu ada data saintifik yang lebih akurat untuk
mendukung pengobatan menggunakan herbal agar dosis yang diberikan kepada
pasien lebih akurat dan efek samping yang membahayakan dapat dihindari. (Rosa
Adelina, 2013)

1
2

Salah satu herbal yang dapat digunakan sebagai Antidepresan adalah


Saffron. Crocus sativus L. (Iridaceae), umumnya dikenal sebagai saffron, tanpa
batang yang banyak dibudidayakan di Iran dan negara-negara lain seperti India dan
Yunani. Saffron terdiri dari stigma merah kering kecil kekuningan. Saffron ditandai
dengan rasa pahit dan iodoform atau aroma seperti jerami, yang disebabkan oleh
bahan kimia picrocrocin dan safranal. (Srivastava, 2010)

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana Penyakit Antidepresi ?
b. Bagaimana Prinsip-Prinsip terapi/Farmakologi pada penyakit
antidepresi ?
c. Apa saja Contoh-Contoh Bahan Alam Untuk Obat antidepresi ?
d. Bagaimana Saffron (Crocus sativus L.) dapat digunakan sebagai
obat antidepresi ?

1.3 Tujuan
a. Sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Fitoterapi
b. Penulis dapat lebih mengerti pembahasan mengenai tanaman apa
saja yang berkhasiat sebagai antidepresi
c. Dapat menambah wawasan bagi pembaca.

1.4 Manfaat
Dari rumusan masalah yang ada maka manfaat penulisan makalah ini yaitu
a. Mengetahui gambaran umum penyakit antidepresi
b. Mengetahui prinsip-prinsip terapi pada penyakit antidepresi
c. Mengetahui bahan alam apa saja yang dapat digunakan sebagai
pengobatan antidepresi
d. Mengetahui manfaat saffron dalam pengobatan berbagai penyakit
termasuk antidepresi
BAB II
ISI

Definisi Depresi

Kecemasan dan gangguan depresi sangat lazim terjadi pada orang tua,
sering muncul sebagai komorbiditas gangguan dan keduanya memiliki konsekuensi
yang merugikan seperti mengurangi kualitas hidup dan tingginya tingkat kematian,
Selain itu, gejala kecemasan dan depresi yang umum dan serius, menyebabkan
gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun depresi adalah kondisi
yang dapat diobati (Vink, 2007)
Kelainan depresi mayor dan kelainan distimik merupakan dua tipe kelainan
depresi yang tercantum pada diagnostic and statistical manual of mental disorder,
4th ed, text revision (DSM-IV-TR). Gambaran penting pada kelainan depresi mayor
adalah keadaan klinis yang ditandai dengan satu atau lebih episode depresi tanpa
riwayat mania, gabungan depresi mania, atau hipomania, kelainan distimik adalah
gangguan suasana (mood) hati kronis yang melibatkan depresi suasana hati dan
sekurangnya dua gejala yang lain, dan kelainan ini pada umumnya labih ringan
dibandingkan kelainan depresi mayor (Adnyana, 2008)

Patofisiologi Depresi

Beberapa tahun sebelum diperkenalkannya antidepresan, penyebab


depresi dikaitkan dengan penurunan kadar neurotransmiter otak
NE, 5-HT, dan DA, meskipun penyebab sebenarnya tetap
tidak diketahui (Dipiro, 2011)

 Hipotesis amina biogenik: Penurunan kadar neurotransmiter norepinefrin


otak,
serotonin (5-HT), dan dopamin dapat menyebabkan depresi.

3
4

 Perubahan postsinaptik dalam sensitivitas reseptor: Penelitian telah


menunjukkan desensitisasi itu atau regulasi norepinefrin atau reseptor 5-
HT1A yang turun mungkin berhubungan dengan onset efek antidepresan.
 Hipotesis disregulasi: Teori ini menekankan kegagalan regulasi homeostatis
sistem neurotransmitter, daripada peningkatan absolut atau penurunan
kerjanya. Antidepresan yang efektif dapat mengembalikan regulasi yang
efisien.
 5-HT dan norepinefrin memiliki kinerja yang saling terkait, kedua sistem
serotonergik dan noradrenergik terlibat dalam respons antidepresan.
 Peran dopamin: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
aktivitas dopamin di jalur mesolimbik berkontribusi terhadap aktivitas
antidepresan.
 Gangguan ekspresi faktor neurotropik turunan otak di hippocampus
dapat dikaitkan dengan depresi (Dipiro,2015)

Faktor Penyebab

a. Faktor Biologis
Banyak faktor risiko dari penyakit kronis, faktor vaskular, status
kesehatan, penggunaan obat-obatan, kecacatan dan kebiasaan (seperti
penggunaan alkohol berat atau merokok) diidentifikasi dari studi cross-
sectional dan longitudinal pada depresi gejala dan gangguan. Temuan pada
faktor genetik untuk depresi tidak meyakinkan.
b. Faktor Psikologis
ciri-ciri kepribadian, disfungsional koping, selfimage negatif dan
psikopatologi dikaitkan dengan gejala depresi dan gangguan
c. Faktor Sosial
Kebanyakan penelitian cross-sectional dan longitudinal pada faktor-
faktor risiko depresi menunjukkan asosiasi dengan aspek kuantitatif dan
kualitatif dari jaringan sosial (kecuali status perkawinan), peristiwa stres
dan kondisi hidup. Banyak inkonsistensi ditemukan sehubungan dengan
faktor ' yang lebih tua '. Meskipun beberapa studi diidentifikasi orang tua
sebagai faktor risiko depresi, yang lain melaporkan tidak ada tren yang
5

signifikan atau bahkan melaporkan penurunan dengan bertambahnya usia.


Hanya bagian dari penelitian terbukti tingkat pendidikan yang lebih rendah
dan pendapatan yang lebih rendah menjadi faktor risiko depresi dan
meskipun tidak selalu menunjukkan hal demikian, jenis kelamin perempuan
lebih berpotensi untuk mengalami depresi. praktik keagamaan diidentifikasi
sebagai faktor protektif untuk depresi dalam berbagai sampel penelitian
(Vink, 2007)

Gejala Penyakit

Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara
spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi.

 Gejala emosional: berkurangnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,


kehilangan minat kegiatan yang biasa, kesedihan, pesimisme, menangis,
keputusasaan, kecemasan (dalam ~ 90% pasien rawat jalan depresi), rasa
bersalah, dan fitur psikotik (misalnya, halusinasi pendengaran dan delusi).
 Gejala fisik: kelelahan, nyeri (terutama sakit kepala), gangguan tidur, menurun
atau nafsu makan meningkat, kehilangan minat seksual, dan gastrointestinal
(GI) dan keluhan kardiovaskular (terutama palpitasi).
 Gejala intelektual atau kognitif: penurunan kemampuan berkonsentrasi atau
memperlambat berpikir, memori buruk untuk peristiwa baru-baru ini,
kebingungan, dan keraguan
 Gangguan psikomotorik: keterbelakangan psikomotorik (gerakan fisik yang
melambat, proses berpikir, dan ucapan) atau agitasi psikomotor (Dipiro, 2015)

Proses Terjadinya Depresi

Tercatat bahwa reserpin obat antihipertensi menghabiskan granula


penyimpanan neuron NE, 5-HT, dan DA dan menghasilkan depresi signifikan
secara klinis pada 15% atau lebih dari pasien. Meskipun reuptake blokade
monoamina (mis., NE, DA, dan 5-HT) terjadi segera setelah pemberian
antidepresan, efek antidepresan klinis (mis., dapat diukur perbaikan) umumnya
tertunda beberapa minggu. Penundaan ini mungkin
6

menjadi hasil dari kaskade reseptor ke gen transkripsi. Keterlambatan onset


tindakan ini telah menyebabkan para peneliti untuk fokus pada perubahan adaptif
yang disebabkan oleh antidepresan.

Penjelasan tentang dasar biologis dari gangguan depresi


besar berfokus pada NE dan 5-HT; Namun, sebagian besar bukti yang bergabung
menjadi hipotesis amina biogenik dari depresi tidak secara jelas membedakan
antara NE dan DA. Transmisi dopamin menurun pada depresi dan agen yang
meningkatkan dopaminergik (Dipiro, 2011)

Diagnosa Depresi

Gangguan depresi mayor ditandai dengan satu atau lebih episode depresi
mayor, suasana hati yang depresi akan kehilangan minat atau kesenangan pada
orang dewasa [atau suasana hati yang mudah marah pada anak-anak dan remaja]):
suasana hati tertekan; minat atau kesenangan berkurang di hampir semua kegiatan;
penurunan atau kenaikan berat badan; insomnia atau hipersomnia; agitasi
psikomotor atau penghambatan; kelelahan atau kehilangan energi; perasaan tidak
berharga atau rasa bersalah yang berlebihan; konsentrasi berkurang atau keraguan;
pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri, percobaan bunuh diri, atau rencana
bunuh diri. Episode depresi tidak boleh dikaitkan dengan efek fisiologis suatu zat
atau kondisi medis.

Diagnosis memerlukan review obat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status mental,


hitung darah lengkap dengan diferensial, tes fungsi tiroid, dan elektrolit penentuan.

Banyak penyakit kronis dan penyalahgunaan zat serta gangguan ketergantungan


dikaitkan dengan depresi. Obat-obatan yang berhubungan dengan depresi seperti
antihipertensi, kontrasepsi oral, isotretinoin, interferon-β1a, dan banyak
lainnya(Dipiro, 2015)

Terapi non Farmakologi

 Psikoterapi dapat menjadi terapi lini pertama untuk depresi berat ringan
hingga sedang. Kemanjuran psikoterapi dan antidepresan dipertimbangkan
menjadi aditif. Psikoterapi saja tidak dianjurkan untuk perawatan akut
gangguan depresi mayor berat dan / atau psikotik. Terapi kognitif, terapi
7

perilaku, dan psikoterapi interpersonal tampaknya juga akan sangat


membantu
 Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah pengobatan yang aman dan efektif
untuk depresi berat, kekacauan. Ini dipertimbangkan ketika respon cepat
diperlukan.
 Stimulasi magnetik transkranial berulang telah menunjukkan kemanjuran
dan tidak memerlukan anestesi seperti halnya ECT(Dipiro, 2015)

Terapi Farmakologi

Antidepresan dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, termasuk oleh


struktur kimia dan mekanisme yang diduga memiliki aktivitas antidepresan.
Meskipun hubungan antara mekanisme yang diduga aksi obat dan respon
antidepresan lemah. Antidepresan dan dosis awal yang tersedia saat ini memiliki
kemanjuran yang setara dalam kelompok pasien ketika diberikan dalam dosis yang
sebanding. Karena seseorang tidak dapat memprediksi antidepresan mana yang
paling efektif pada individu pasien, pilihan awal dibuat secara empiris. Faktor-
faktor yang sering memengaruhi pilihan antidepresan termasuk riwayat respons
pasien, farmakogenetik (riwayat) respon antidepresan keluarga), riwayat pasien,
gejala yang timbul (mis., kelelahan dibandingkan dengan psikomotorik agitasi),
potensi interaksi obat-obat, merugikan profil peristiwa, preferensi pasien, dan biaya
obat. Meskipun patofisiologi depresi berat tetap sulit dipahami, dokter sekarang
dapat memilih dari beberapa obat yang disetujui terapi dengan mekanisme aksi
yang berbeda. Sekitar 65% hingga 70% pasien dengan berbagai jenis depresi
membaik dengan terapi obat, dibandingkan dengan 30% hingga 40% yang
membaik dengan plasebo (Dipiro, 2011)

 Secara umum, antidepresan setara dalam kemanjuran pada kelompok pasien


ketika diberikan dalam dosis yang sebanding.
 Individu yang mengalami depresi psikis umumnya membutuhkan ECT atau
kombinasi terapi dengan antidepresan dan antipsikotik.
 Percobaan antidepresan selama 6 minggu dengan dosis maksimum dianggap
memadai.
8

 Fase akut pengobatan berlangsung 6 hingga 12 minggu, dan tujuannya adalah


remisi (yaitu, tidak ada gejala). Fase lanjutan (4-9 bulan setelah remisi)
berupaya untuk dihilangkan gejala sisa atau mencegah kekambuhan. Fase
pemeliharaan (12-36 bulan atau lebih) memiliki tujuan untuk mencegah
terulangnya episode baru depresi.
 Berikan setengah dari dosis awal kepada pasien usia lanjut yang diberikan
kepada orang dewasa, dan tingkatkan dosisnya lebih lambat. Lansia mungkin
membutuhkan 6 hingga 12 minggu perawatan untuk mencapai respons
antidepresan yang diinginkan.
 Beberapa dokter merekomendasikan terapi seumur hidup untuk orang yang
berusia kurang dari 40 tahun dua atau lebih episode sebelumnya dan untuk
semua orang dengan tiga episode sebelumnya atau lebih.
 Mendidik pasien dan sistem pendukung tentang keterlambatan antidepresan
respon (biasanya 2-4 minggu) dan pentingnya kepatuhan sebelum memulai
terapi dan seluruh perawatan (Dipiro, 2015)

Mekanisme Kerja Obat Sintesis

 Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) menghambat reuptake 5-HT


ke dalam neuron presinaptik. Mereka umumnya dipilih sebagai antidepresan
lini pertama karena relatif aman dalam overdosis dan peningkatan tolerabilitas
dibandingkan dengan agen sebelumnya.
 Penggunaan antidepresan trisiklik (TCA) telah berkurang karena ketersediaan
sama-sama terapi efektif yang lebih aman pada overdosis dan ditoleransi
dengan lebih baik. Mekanisme menghambat reuptake norepinefrin dan 5-HT,
mereka memiliki afinitas terhadap adrenergik, reseptor kolinergik, dan
histaminergik.
 Inhibitor monoamine oksidase (MAOI) fenelzin dan tranylcypromine
meningkatkan konsentrasi norepinefrin, 5-HT, dan dopamin dalam
sinaps neuronal melalui penghambatan monoamine oxidase (MAO). Kedua
obat itu inhibitor nonselektif dari MAO-A dan MAO-B.
 Triazolopyridines trazodone dan nefazodone memusuhi reseptor 5-HT2
dan menghambat reuptake 5-HT. Mereka juga dapat meningkatkan
9

neurotransmisi 5-HT1A. Mereka memiliki afinitas untuk reseptor kolinergik


dan histaminergik.
 Bupropion aminoketon menghambat pengambilan kembali dopamin, dan pada
tingkat yang lebih rendah, norepinefrin.
 Inhibitor reuptake serotonin-norepinefrin termasuk venlafaxine,
desvenlafaxine, dan duloxetine.
 Vilazodone menghambat 5-HT reuptake dan merupakan agonis parsial 5-
HT1A.
 Mirtazapine meningkatkan aktivitas noradrenergik dan serotonergik sentral
dengan memusuhi autoreceptor dan heteroreseptor sentral presinaptik α2-
adrenergik sentral. Juga memusuhi reseptor 5-HT2 dan 5-HT3 dan memblokir
reseptor histamin (Dipiro, 2015)

Pendekatan Obat Herbal

Obat-obat antidepresan sintetik memiliki sembilan mekanisme farmakologi,


antara lain yaitu Monoamine Oxidase Inhibitor (MAOI) dan Tricyclic
Antidepressant (TCA), Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), Dual
Serotonin and Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI), Serotonin-2 Antagonist
and Reuptake Inhibitors (SARIs), Norepnephrine and Dopamine Reuptake Inhibitor
(NDRI), Noradrenergic and Specific Serotonergic Antidepressant (NaSSAs),
Noradrenalin Specific Reuptake Inhibitor (NRI), dan Serotonin Reuptake
Enhancer. Contoh obat-obat antidepresan adalah fluoksetin, imipramin,
venlafaksin, bupropion, trazodon, moklobemid, amoksapin, dan tianeptin.
Walaupun obat-obat sintetik telah digunakan untuk penanganan standar bagi pasien
antidepresan namun obat sintetik ini memiliki efek samping yang dapat
memberikan efek tidak nyaman (beberapa efek samping tersebut meliputi mulut
kering, kaku otot, masalah pernapasan dan pencernaan, perasaan gelisah,
mengantuk, dan aritmia jantung). Kondisi-kondisi inilah yang menciptakan
peluang bagi tanaman obat sebagai penanganan alternatif bagi penyakit depresi
dengan menjadikannya suatu formula atau racikan. (Rosa Adelina, 2013)
Di sisi lain, penggunaan bahan alami sebagai obat tradisional telah lama
diterima di hampir seluruh negara di dunia. Satu dari tiga orang Amerika telah
10

menggunakan pengobatan herbal, dan 50 juta orang menggunakan pengobatan


herbal selama berbulan-bulan. Di Indonesia pengobatan menggunakan tanaman
obat juga sering digunakan oleh masyarakat. Oleh karenanya, perlu ada data
saintifik yang lebih akurat untuk mendukung pengobatan menggunakan herbal agar
dosis yang diberikan kepada pasien lebih akurat dan efek samping yang
membahayakan dapat dihindari. (Rosa Adelina, 2013)
Beberapa tanaman obat asli Indonesia yang memiliki aktivitas antidepresan
adalah Valeriana javanica, Areca catechu Linn, Piper longum Bl., Curcuma longa
Linn, Momordica charantia,Clitoria ternatea, Morinda citrifolia,Myristica
fragrans, dan Ocimum basilicum.Tanaman-tanaman tersebut dalam dilihat pada
Gambar 1. (Rosa Adelina, 2013)

Gambar 1. Tanaman obat sebagai antidepresan


11

Dimana mayoritas mekanisme kerja antidepresan dari tanaman-tanaman


obat yang paling mirip ke mekanisme obat sintetis adalah penghambatan enzim
Mono Amine Oxidase (MAO). (Rosa Adelina, 2013)

Ada tiga kategori utama dalam farmakologis konvensional untuk


pengobatan depresi: monoamina inhibitor oksidase (MAO), antidepresan trisiklik,
dan antidepresan generasi kedua. Inhibitor MAO adalah bahan kimia yang
menghambat aktivitas monoamine keluarga enzim oksidase. MAO inhibitor
termasuk tranylcypromine, isocarboxazid, phenelzine, dan moclobemide sering
digunakan sebagai terapi lini pertama. Inhibitor MAO memblokir norepinefrin dan
transporter serotonin, yang meningkatkan tingkat sinaptik c dan dengan demikian
meningkatkan transmisi saraf. Baru-baru ini, antidepresan trisiklik semakin
meningkat dampak buruk. Antidepresan generasi kedua yang baru termasuk
inhibitor reuptake norepinefrin, selektif inhibitor reuptake serotonin, dan serotonin-
norepinefrin reuptake inhibitor. Meskipun pengembangan obat-obatan
konvensional, pengobatan depresi masih gagal menyebabkan remisi klinis dalam
banyak kasus. Dijelaskan oleh jumlah sistem yang saling berhubungan yang
berkaitan dengan depresi. (Lee, 2017)

Mekanisme kerja lainnya yaitu dengan penghambatan pelepasan glutamate,


penghambatan enzim pemecah GABA, agonis parsial reseptor 5-HT5a, mengatur
sistem serotonergik dan asetilkolin. (Rosa Adelina, 2013)

Contoh Penerapan

Senyawa aktif yang berperan sebagai antidepresan, bagian tanaman yang


bermanfaat, dan mekanisme kerja tercantum tercantum pada tabel 1. Dari tabel 1
diketahui tanaman obat yang paling berpotensi sebagai antidepresan adalah
Valeriana javanica atau Valeriana hardwickii Wall, Piper longumBl., Curcuma
longa Linn, dan Morinda citrifolia. (Rosa Adelina, 2013)
12

Tabel 1. Nama tanaman obat, bagian yang bermanfaat senyawa, dan


mekanisme kerja (Rosa Adelina, 2013)
13

Contoh Bahan Alam Untuk Obat Antidepresi

Nama tanaman yang bermanfaat sebagai antidepresi sebagai berikut : (Lee, 2017)
14

Uraian Saffron (Crocus sativus L.) Sebagai Obat Antidepresi

a. Tinjauan Botani
Deskripsi Tanaman
Crocus sativus L. (Iridaceae), umumnya dikenal sebagai saffron,
tanpa batang yang banyak dibudidayakan di Iran dan negara-negara lain
seperti India dan Yunani. Saffron terdiri dari stigma merah kering kecil
kekuningan. Saffron ditandai dengan rasa pahit dan iodoform atau aroma
seperti jerami, yang disebabkan oleh bahan kimia picrocrocin dan safranal.
(Srivastava, 2010)
Nilai saffron (dikeringkan stigma Crocus sativus L.) ditentukan oleh
adanya tiga metabolit sekunder utama: crocin dan turunannya yang
bertanggung jawab untuk warna; picrocrocin, bertanggung jawab atas rasa;
dan safranal bertanggung jawab untuk bau. Saffron digunakan untuk depresi
dalam pengobatan tradisional Persia. Putik saffron umumnya digunakan
dalam pengobatan tradisional India sebagai analgesik dan agen pelindung
jantung, serta dalam pengobatan berbagai macam penyakit mental. Ekstrak
putik kasar safron meningkatkan pemulihan cedera iskemia / reperfusi.
(Srivastava, 2010)
Bagian Obat dari tanaman ini adalah stigma dan style. Kelopak
bunga berwarna ungu pucat, kepala sari kuning dan filamen putih. Style
seperti benang panjang 10 mm. Sedangkan warna Stigma oranye terang.
Tanaman ini tidak berbuah. Tanaman ini seperti rumput abadi yang tumbuh
setinggi 8 hingga 30 cm. Ada umbi jongkok besar, dikelilingi oleh selubung
retikulat dan berserat. Daunnya terentang, sempit. Saffron diproduksi
dengan mengeringkan warna coklat-merah stigma di atas api. (PDR for
Herbal Medicines)

Klasifikasi Crocus sativus L


Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
15

Ordo : Asparagales
Family : Iridaceae
Genus : Crocus
Species : C. sativus (Srivastava, 2010)

Ciri Spesifik Tanaman

1. Makroskopi
a) Warnanya yaitu stigma merah tua sampai coklat kemerahan dan
style kekuningan coklat sampai oranye kekuningan.
b) Baunya yaitu kuat, khas, dan aromatik.
c) Rasanya yaitu karakteristik dan pahit.
d) Ukurannya yaitu stigma panjangnya 25 mm, dan style sekitar
Panjang 10 mm.
e) Bentuknya yaitu stigma trifid dan style silindris.
(Srivastava, 2010)

2. Mikroskopi

Jika obat yang direndam diperiksa di bawah lensa atau mikroskop,


maka stigma akan ditemukan terpisah atau bersatu dalam tiga ke
puncak gaya kekuningan. Setiap stigma panjangnya sekitar 25 mm
dan memiliki bentuk corong ramping, yang tepinya berbentuk
dentate atau fimbricate. (Srivastava, 2010)

Kandungan Senyawa

1. Glikosida Apocarotinoid:
2. Picrocrocin
3. Minyak mudah menguap (0,4 hingga 1,3%): komponen 4,5-
dehydro-betacyclocitral (safranal), 4-hydroxy-beta-cyclocitral
(gangguan produk dari picrocrocin)
4. Karotinoid: likopen, alfa, beta-, gamma-karoten
5. Minyak berlemak
16

(PDR for Herbal Medicines)


Pencegahan Dan Reaksi Adverse

a. Kehamilan
Ramuan ini tidak digunakan selama kehamilan.
b. Overdosis
Keracunan mematikan dapat terjadi dengan overdosis atau melalui
penyalahgunaan dosis yang lebih besar sebagai aborsi (dosis gagal)
kira-kira 10 gram, dosis mematikan kira-kira 12 sampai 20 gram).
Gejala keracunan termasuk muntah, pendarahan rahim, kolik usus,
diare berdarah, hematuria, schwere parah purpura, pendarahan kulit
hidung, bibir dan kelopak mata, serangan pusing, pingsan,
menguningnya kulit dan selaput lendir dan kelumpuhan sentral.
c. Pencegahan
Terdiri dari pengosongan lambung dan usus (bilas lambung, natrium
sulfat) dan pemberian arang aktif; kejang-kejang yang diobati
dengan diazepam, kolik dengan atropin, dan asidosis dengan
natrium infus bikarbonat.
(PDR for Herbal Medicines)
Senyawa Bioaktif

Stigma safron mengandung empat senyawa bioaktif utama yaitu : (Lopresti,


2014)

1. Crocin (keluarga enam mono-glikosil atau ester di-glikosil poliena),


17

2. Crocetin (karotenoid alami prekursor asam dicarboxylic dari crocin),


picrocrocin (prekursor monoterpene glikosida dari safranal dan produk
degradasi zeaxanthin) dan
3. safranal.
(Lopresti, 2014)
Crocin dan crocetin bertanggung jawab atas warna, pricrocrocin
bertanggung jawab atas rasa dan safranal bertanggung jawab atas bau atau
aroma. Selain senyawa-senyawa ini, saffron mengandung lebih dari 150
volatile dan senyawa penghasil aroma dan yang tidak mudah menguap
komponen aktif, banyak di antaranya adalah karoten, termasuk zeaxanthin,
likopen, beta-karoten dan polisakarida. (Lopresti, 2014)
Akibat rasa pahitnya yang khas, pedas aroma seperti jerami dan
warna kuning-oranye bercahaya, saffron digunakan dalam wewangian,
perasa, agen pewarna dan obat-obatan. Obat tradisional, saffron telah
digunakan sebagai antikonvulsif, analgesik, afrodisiak, antispasmodik dan
ekspektoran. Studi farmakologis modern telah menunjukkan bahwa ekstrak
stigma saffron memiliki antikanker, efek anti-inflamasi, antioksidan dan
antiplatelet. Klinis terbaru percobaan juga menunjukkan potensi saffron
sebagai pengobatan dan pencegahan penyakit Alzheimer. Safron juga
memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan mental melalui
antidepresannya. Saffron memiliki mekanisme aksi antidepresan yang
potensial. (Lopresti, 2014)

Penggunaan Terapi Tradisional

Penggunaan Safron tidak selalu trempah-rempah, melainkan


tanaman obat yang sangat bernilai, yang memiliki banyak kegunaan yang
telah dilaporkan. Safron secara tradisional digunakan melawan kram, asma
dan bronkospasme, gangguan menstruasi, penyakit hati dan nyeri. Saffron
juga dikatakan memiliki efek menenangkan. Penggunaan saffron juga
merupakan aplikasi sebagai stimulan, afrodisiak dan antidepresan. Saffron
juga sebagai aplikasi khas dalam perawatan suportif dari berbagai bentuk
kanker. Efek yang terakhir, terutama antidepresan dan efek perlindungan
tumor, telah dikonfirmasi dalam percobaan farmakologis. (Schmidt, 2007)
18

Efek Terapetik Obat Herbal

Penelitian menunjukkan mekanisme yang terlibat dalam efek


antidepresan saffron dapat meningkatkan neurotransmiter tertentu, terdiri
dari serotonin (neurotransmitter yang meningkatkan mood), dopamin dan
norepinefrin. Menurut penelitian efek terapetik saffron pada pengobatan
depresi sebanding dengan obat antidepresan sintetis dan efektif untuk
mengobati major depresive disorder (MDD). Selain itu saffron juga terbukti
sebagai obat yang aman, tidak menyebabkan efek samping yang serius.
(Xiangying, 2010)
Beberapa peneliti mengatakan efek antidepresan pada saffron
berpotensi karena serotonergik, antioksidan, antiinflamasi, neuroendokrin,
dan efek neuroprotektif. Dimana pada penelitian Mazidi et al. menunjukkan
bahwa pengobatan safron (PO 100mg / hari selama 12 minggu) memiliki
dampak signifikan pada pengobatan depresi dengan efek samping yang
jarang. (Lee, 2017)
Sedangkan pada penelitian lainnya hasil uji coba saat ini sejalan
dengan beberapa uji coba terkontrol acak terbaru yang telah dilaporkan efek
antidepresan pada saffron sebelumnya. Saffron 30 mg dibandingkan dengan
plasebo berdasarkan Skala Rating Depresi Hamilton (HAM-D). Dua uji
klinis menggambarkan respons terapeutik yang setara dengan obat sintetis
yaitu imipramine dan fluoxetine. Misalnya, Akhondzadeh et al. Pada
penelitian mendapatkan hasil bahwa ekstrak etanol saffron stigma 30 mg /
hari efektif mirip dengan imipramine obat antidepresan pengobatan depresi
ringan hingga sedang. Pada tahun 2005, penelitian lain dilakukan
membandingkan saffron dengan plasebo. Ditarik kesimpulan yang sama
yang menyatakan bahwa 30 mg / hari saffron selama enam minggu secara
statistik meningkatkan suasana hati pasien dibandingkan dengan plasebo.
Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan hal itu dimana efektivitas 30 mg
/ hari asupan ekstrak saffron untuk enam minggu mirip dengan fluoxetine
(antidepresan, Prozac) pada pasien dengan depresi ringan sampai sedang .
Studi ini mendeteksi tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengobatan
19

dengan fluoxetine atau saffron dan oleh karena itu data ini mendukung sifat
antidepresan saffron. (Mazidi, 2016)
Sedangkan pada penelitian Mazidi et al. menggunakan dosis per oral
100 mg/ hari selama 12 minggu. Dalam penelitian ini digunakan dosis yang
lebih tinggi dari yang ditentukan obat herbal karena digunakan untuk jangka
waktu yang lebih lama dari pada uji coba serupa sebelumnya. Namun Perlu
dicatat bahwa masing-masing saling melengkapi dan alternatif perawatan
obat harus diperiksa secara terpisah dalam uji klinis terkontrol yang
memadai. (Mazidi, 2016)

Farmakodinamik

Penelitian menunjukkan mekanisme yang terlibat dalam efek antidepresan


saffron dapat meningkatkan neurotransmiter tertentu, terdiri dari serotonin
(neurotransmitter yang meningkatkan mood), dopamin dan norepinefrin.
(Xiangying, 2010)

Uji klinis
20

Tujuan

Untuk membandingkan efektivitas stigma dari sativus crocus ( Saffron)


dengan obat sintesis imipramine dalam pengobatan depresi ringan sampai sedang
dengan uji coba secara acak double – blind selama 6 minggu. (Akhondzadeh, 2004)

Metode

Metode yang digunakan yaitu uji selama 6 minggu secara acak dan secara
double – blind. Penyelidikan dilakukan di rawat jalan klinik Rumah Sakit Jiwa
Roozbeh antara Januari 2002 dan Februari 2004. Tiga puluh pasien rawat jalan
dewasa yang memenuhi Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders.
Pasien harus bebas dari semua obat psikotropika setidaknya 4 minggu sebelum
masuk studi. Pasien dipilih untuk rentang usia dari 18 hingga 55 tahun. Karena
depresi adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam jiwa dan peserta adalah
pasien rawat jalan sehingga perlindungan yang luas dibutuhkan. (Akhondzadeh,
2004)

Bahan uji

Stigma kering saffron 120 g, lalu diekstraksi dengan 1800 ml etanol 80%
dengan metode perkolasi. Kemudian ekstrak etanol dikeringkan dengan penguapan
suhu 35-40 C, setelah kering dibuat kapsul 10 mg/kapsul), dan ditambahkan laktosa
(filler), magnesium stearate ( pelumas) dan natrium pati glikolat (disintegran).
(Akhondzadeh, 2004)

Parameter

Penilai menggunakan standar HAM-D. Dinilai oleh psikiatri pada awal dan
setelah 1, 2, 3, 4 dan 6 minggu pengobatan. Ukuran utama dari hasilnya adalah 17-
item HAM-D. Dimana penurunan rata-rata skor HAM-D dari baseline digunakan
sebagai ukuran hasil utama respon depresi terhadap pengobatan. (Akhondzadeh,
2004)

Analisis statistic
Analisis digunakan dengan variasi pengukuran dua arah yang berulang
(waktu- interaksi pengobatan). Analisis varians digunakan pengukuran dua arah
21

yang berulang (perawatan waktu interaksi). Dilakukan untuk mengetahui total


HAM-D skor. Selain itu, analisis pengukuran satu arah berulang varians dengan
perbandingan rata-rata Tukey post-hoc dua sisi Tes dilakukan dalam perubahan dari
awal untuk skor HAM-D di setiap kelompok. Untuk membandingkan keduanya
kelompok pada awal dan hasil dari dua kelompok di akhir persidangan, uji-t Student
yang tidak berpasangan dengan dua sisi Nilai P digunakan. Hasil disajikan sebagai
rata-rata ± S.E. Perbedaan dianggap signifikan dengan P < 0,05. Untuk
membandingkan data demografis dan frekuensi efek samping antara protokol, uji
eksak Fisher (dua sisi) dilakukan. Untuk dipertimbangkan, a = 0,05, β = 0,2,
perbedaan akhir antara kedua kelompok setidaknya skor 5 pada skor total HAM-D
yang dapat dideteksi secara klinis, S = 5 dan daya = 80%, ukuran sampel dihitung
setidaknya 15 di setiap kelompok. (Akhondzadeh, 2004)

Hasil
22

Dalam double-blind ini, single-center percobaan, pasien secara acak


menerima kapsul saffron 30 mg / hari (TDS) (Grup A) atau kapsul imipramine 100
mg / hari (TDS) untuk studi 6 minggu. (Akhondzadeh, 2004)

Saffron pada dosis ini dinyatakan efektif dan khasiatnya mirip dengan
imipramine dalam pengobatan depresi ringan hingga sedang. Dan efek imipramine
menimbulkan efek seperti mulut kering dan juga sedasi. Tidak ada perbedaan
signifikan yang diidentifikasi antara pasien yang secara acak ditugaskan untuk
kelompok 1 (saffron), dan kelompok 2 ( imipramine ). (Akhondzadeh, 2004)

Kesimpulan

Crocus sativus ternyata terbukti memiliki manfaat terapeutik dalam


pengobatan depresi ringan dan sedang. Kandungan saffron setara dengan
imipramine dan lebih minim efek samping . (Akhondzadeh, 2004)

Toksisitas/keamanan

Laporan tentang toksikologi dan keamanan . Dosis harian hingga 1,5 g


safron dianggap aman. Karena dosis terbukti manjur dalam uji depresi berhubungan
dengan sekitar 30 mg saffron, ada margin keamanan yang besar. Efek toksik
23

dilaporkan dengan 5 g ke atas, dengan dosis mematikan sekitar 20 g. Dilaporkan


juga Saffron telah digunakan untuk induksi aborsi dalam dosis> 10 g. Dosis ini
dikatakan menyebabkan muntah, pendarahan rahim, hematuria, pendarahan pada
mukosa saluran cerna serta vertigo dan pusing. Karena saffron menghambat adhesi
platelet. Oleh karna itu Saffron dianggap kontraindikasi untuk ibu hamil. (Schmidt,
2007)

Takaran obat herbal, penyusun formula herbal

 Untuk kapsul 30 mg/hari formulasinya setiap kapsul mengandung ekstrak


saffron kering (10 mg), laktosa (pengisi), magnesium stearat (pelumas), dan
natrium pati glikolat (disintegrant). (Akhondzadeh, 2004)
 Sedangkan untuk kapsul saffron 100 mg/hari diformulasikan sebagai kapsul
yang mengandung 50 mg kering stigma saffron. (Mazidi, 2016)

Kemungkinan Interaksi obat herbal

Obat untuk tekanan darah tinggi (obat antihipertensi) Peringkat Interaksi:


Sedang Hati-hati dengan kombinasi ini. Saffron bisa menurunkan tekanan darah.
Menggunakan saffron bersama dengan obat yang digunakan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dapat menyebabkan tekanan darah terlalu rendah. Beberapa
obat untuk tekanan darah tinggi termasuk captopril (Capoten), enalapril (Vasotec),
losartan (Cozaar), valsartan (Diovan), diltiazem (Cardizem), Amlodipine
(Norvasc), hydrochlorothiazide (HydroDiuril), furosemide (Lasix), furosemide.
Dengan golongan yang berbeda juga termasuk nifedipine (Adalat, Procardia),
verapamil (Calan, Isoptin, Verelan), diltiazem (Cardizem), isradipine (DynaCirc),
felodipine (Plendil), amlodipine (Norvasc), dan lainnya.

Aktivitas Saffron Lainnya

Saffron dianggap sangat baik untuk penyakit perut dan antiipasmodic,


membantu pencernaan, anti radang, anti kanker, antioksidan dan anti platelet. Serta
dalam jurnal lain juga disebutkan bahwa Saffron mampu menjadi antihipertensi,
pengobatan gangguan saraf, kejang dan asma, anti convulsant, stimulant,
ekspektorant dan anti tussive. (Srivastava, 2010)
24

Contoh produk
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nilai saffron (Crocus sativus L.) ditentukan oleh adanya tiga metabolit

sekunder utama: crocin dan turunannya yang bertanggung jawab untuk

warna; picrocrocin, bertanggung jawab atas rasa; dan safranal bertanggung

jawab untuk bau. Saffron digunakan untuk depresi dalam pengobatan

tradisional Persia. Putik saffron umumnya digunakan dalam pengobatan

tradisional India sebagai analgesik dan agen pelindung jantung, serta dalam

pengobatan berbagai macam penyakit mental. Ekstrak putik kasar safron

meningkatkan pemulihan cedera iskemia / reperfusi. (Srivastava, 2010)

3.2 Saran

Dari tugas tersebut, banyak hal yang dapat kita pelajari. Seperti halnya yang

sudah kami harapkan dan sampaikan pada kata pengantar tugas ini, yaitu

semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat menambah wawasan kita

dan pemahaman kita mengenai penggunaan tanaman herbal sebagai

pengobatan antidepresi khususnya tanaman saffron.

25
DAFTAR PUSTAKA
- Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008.
ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan: Jakarta
- Akhondzadeh, S., Fallah Pour, H., Afkham, K., Jamshidi, A.H., Khalighi-
Cigarodi, f., 2004. Comparison of Crocus sativus L. and imipramine in the
treatment of mild to moderate depression: a pilot double-blind randomized
trial [ISRCTN 45683816]. BMC Comp. Alt. Med. 4, 12
- DiPiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., and Posey
L.M., 2011, Pharmacotherapy: A Pathopysiologic Approach, 8th ed., Mc
Graw Hill, United Stade of America
- DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L., and DiPiro C.V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris
- Gilhyun Lee dan Hyunsu Bae. 2017. Therapeutic Effects of Phytochemicals
and Medicinal Herbs on Depression. BioMed Research International. 11
- Gruenwald, J., Brendler, T., & Jaenicke, C. 2000. PDR for Herbal
Medicines Montvale: Medical Economics Company
- Lopresti and Peter D. Drummond. 2014. Saffron (Crocus sativus) for
depression: a systematic review of clinical studies and examination of
underlying antidepressant mechanisms of action. Human
Psychopharmacology. 29: 517-527
- Mohsen Mazidi, Maryam Shemshian, Seyed Hadi Mousavi et al. 2016. A
double-blind, randomized and placebocontrolled trial of Saffron (Crocus
sativus L.) in the treatment of anxiety and depression. J Complement Integr
Med
- Rosa Adeliana. 2013. Kajian Tanaman Obat Indonesia yang Berpotensi
sebagai Antidepresan. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 3(1) : 9-18
- Schmidt Mathias, Georges Betti and Andreas Hensel. 2007. Saffron in
phytotherapy: Pharmacology and clinical uses. Wien Med Wochenschr.
157/13–14: 315–31
- Srivastava R, H. Ahmed, R. K. Dixit, Dharamveer, S. A. Saraf. 2010.
Crocus sativus L.: A comprehensive review. Pharmacognosy Reviews. 4(8)

26
- Vink Dagmar., Aartsen, M. J., Schoevers, R. A. 2007. Risk Factors for
Anxiety and Depression in the Elderly. 106: 29-44
- Xiangying Yang., Xiaolu Chen, Yixiao Fu, Qinghua Luo et. Al. 2010.
Comparative efficacy and safety of Crocus sativus L. for treating mild to
moderate major depressive disorder in adults: a meta-analysis of
randomized controlled trials. Neuropsychiatric Disease and Treatment. 14
: 1297–1305

27

Anda mungkin juga menyukai