Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Sop Hipermetropi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

HIPERMETROPI

No. ICPC-2 : F91 Refractive error


No. ICD-10 : H52.0 Hypermetropia
ringan
No. Dokumen :
SOP/C.VII/UKP/ /IX/2018
No. Revisi : 01
SOP
Tanggal Terbit :
3 September 2018
Halaman : 1/5

Puskesmas dr. Catur Yuni M, MM


Karanglewas NIP197306152002122006

1. Pengertian Hipermetropia (rabun dekat) merupakan keadaan gangguan


kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup
kuat dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia
dan jenis kelamin.
2. Tujuan Sebagai acuan dalam penanganan pasien dengan kasus
Hipermetropi di Puskesmas Karanglewas.
3. Kebijakan Keputusan Kepala Puskesmas Karanglewas Nomor: 440/131/2018
tentang Pelayanan Klinis Puskesmas Karanglewas
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Prosedur/ 1. Petugas menanyakan keluhan pasien (subjective), apakah
Langkah- terdapat :
langkah 1. Penglihatan kurang jelas untuk objek yang dekat.
2. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada
penggunaan mata yang lama dan membaca dekat.
Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain)
terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan
penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya
menonton TV dan lain-lain.
3. Mata sensitif terhadap sinar.
4. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan
pseudomiopia. Mata juling dapat terjadi karena akomodasi
yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan
pula.
2. Petugas melakukan ;
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan visus dengan snellen chart
c. Pemeriksaan refraksi dengan trial lens dan trial frame .
3. Petugas menentukan diagnosis Penegakan diagnosis dengan
anamnesis dan pemeriksaan refraksi
4. Petugas melakukan penatalaksanaan Koreksi dengan lensa sferis
positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik
5. Petugas melakukan konseling dan edukasi dengan memberitahu
keluarga jika penyakit ini harus dikoreksi dengan bantuan kaca mata.
Karena jika tidak, maka mata akan berakomodasi terus menerus dan
6. Petugas merujuk pasien apabila terdapat komplikasi antara lain
1. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien
selamanya melakukan akomodasi
2. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada
badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata
3. Ambliopia
7. Petugas menulis hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosis,
dan terapi di rekam medis pasien
6. Bagan Alir
Subjective

Objective

Assessment

Plan

7. Hal-hal yang
perlu
diperhatikan
8. Unit terkait Pemeriksaan Umum, R.Tindakan, KIA-KB-Imunisasi
9. Dokumen
Rekam Medis
terkait
10. Rekaman historis perubahan
Tanggal Mulai
No Yang Diubah Isi Perubahan
Diberlakukan
1 Kop SPO 3 September 2018
2 No. Dokumen SPO/C.VII/UKP/149/IV/2016 3 September 2018
3 Pengertian No. ICPC-2 : F91 Refractive error 3 September 2018
No. ICD-10 : H52.0 Hypermetropia ringan
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan
Hipermetropia (rabun dekat) merupakan
keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup
kuat dibiaskan sehingga titik fokusnya
terletak di belakang retina. Kelainan ini
menyebar merata di berbagai geografis,
etnis, usia dan jenis kelamin.
4 Tujuan Semua pasien yang datang ke Puskesmas 3 September 2018
Karanglewas mendapatkan pelayanan yang
sesuai dengan prosedur
5 Kebijakan Keputusan Kepala Pusat Kesehatan 3 September 2018
Masyarakat Karanglewas nomor :
440/C.VII/SK/06/I/2016 Tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis Puskesmas Karanglewas
6 Prosedur Hasil Anamnesis (Subjective) 3 September 2018
Keluhan
5. Penglihatan kurang jelas untuk objek
yang dekat.
6. Sakit kepala terutama daerah frontal
dan makin kuat pada penggunaan
mata yang lama dan membaca dekat.
Penglihatan tidak enak (asthenopia
akomodatif = eye strain) terutama bila
melihat pada jarak yang tetap dan
diperlukan penglihatan jelas pada
jangka waktu yang lama, misalnya
menonton TV dan lain-lain.
7. Mata sensitif terhadap sinar.
8. Spasme akomodasi yang dapat
menimbulkan pseudomiopia. Mata
juling dapat terjadi karena akomodasi
yang berlebihan akan diikuti
konvergensi yang berlebihan pula.
9.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart
Pemeriksaan refraksi dengan trial lens dan
trial frame
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis dengan anamnesis
dan pemeriksaan refraksi.
Komplikasi
4. Esotropia atau juling ke dalam terjadi
akibat pasien selamanya melakukan
akomodasi
5. Glaukoma sekunder terjadi akibat
hipertrofi otot siliar pada badan siliar
yang akan mempersempit sudut bilik
mata
6. Ambliopia

Penatalaksanaan Komprehensif(Plan)
Penatalaksanaan
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat
yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.
Konseling dan Edukasi
Memberitahu keluarga jika penyakit ini
harus dikoreksi dengan bantuan kaca mata.
Karena jika tidak, maka mata akan
berakomodasi terus menerus dan
menyebabkan komplikasi.
Kriteria rujukan
Rujukan dilakukan jika timbul komplikasi.

Peralatan
1. Snellen chart
2. Satu set trial frame dan trial frame
Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

Anda mungkin juga menyukai