Laporan KP Tita Dwi Ermayanti
Laporan KP Tita Dwi Ermayanti
Laporan KP Tita Dwi Ermayanti
Oleh :
Tita Dwi Ermayanti
NIM 15.01.013.012
1
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LAPANGAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. AMMAN NUSA TENGGARA
Mengetahui,
Pembimbing Lapangan
Haryandi
A036209
Mengesahkan,
Manajer Training and Development
PT. Amman Nusa Tenggara
Sunarto Suwito
2
A030889
KATA PENGANTAR
3
4. Bapak Alwi Yakub selaku Penanggungjawab Program Kerja Lapangan PT AMNT
yang telah memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis selama
melaksanakan Kerja Praktek di tempat ini.
5. Ibu Fahmi Putri selaku Admin Coordinator Departemen Training and Development
6. Bapak Ronald J. Timbuleng selaku Manager departemen Health Safety and Loss
Prevention yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung ke
dalam departemen HSLP.
7. Bapak Haryandi selaku pembimbing lapangan, Bapak M. Riadus Sholihin, Bapak
Tantawi Jauhari, Bapak Fredy T, Bapak Taufik Setiawan, Ibu Siti Aminin, Ibu Dewi
Mesapita, Ibu Martika, beserta rekan-rekan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Terimakasih telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, informasi, dan
bantuannya selama kegiatan kerja praktek ini.
8. Orang Tua dan Keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam
kelancaran Kerja Praktek ini.
9. Berry Firmansyah selaku partner kerja praktek di Safety Health and Loss
Prevention beserta teman-kerja praktek batch Desember dan Februari 2019 yaitu
Wirda, Indria, Rangga, Arthur, Lenga, Huda, Sandi, dan sJo yang selalu berbagi ilmu,
dukungan, masukan, serta memberikan kritik dan saran selama proses kerja praktek
berlangsung.
10. Seluruh pihak yang telah membantu dalam melaksanakan kegiatan kerja praktik serta
penyelesaian penulisan laporan kerja praktik ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-
persatu.
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dan bagi penulis khususnya. Penulis menyadari bahwa keterbatasan
ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga dalam laporan kerja
praktik ini masih terdapat kekurangan ataupun kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan, perbaikan, dan
4
proses pembelajaran selanjutnya agar lebih baik lagi. Atas perhatian dan kerjasama
dari semua pihak, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
5
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 6
BAB I PENDAHULUAN 8
2.2 Tujuan, Visi dan Misi PT. Amman Mineral Nusa Tenggara 14
6
BAB IV TUGAS KHUSUS 56
4.3 Tujuan 58
BAB V PENUTUP 93
5.1 KESIMPULAN 93
7
BAB I
PENDAHULUAN
8
juga mempelajari bagaimana perilaku konsumen terhadap suatu produk yang
dihasilkan oleh suatu instansi atau perusahan. Diketahui bahwa dalam sebuah sisem
terdapat banyak subsistem dan elemen-elemen sistem yang menuntut mahasiswa
untuk befikir secara lintas bidang keilmuan.
Selain kemampuan yang sifatnya hard skill atau kemampuan yang bersifat
teknis, mahasiswa jurusan teknik industri diharuskan untuk memiliki kemampuan
soft skill atau kemampuan pendekatan personal dalam menghadapi setiap
permasalahan dan kondisi di sekitar. Kedua kemampuan tersebut memiliki
keterkaitan yang erat dan saling mendukung sehingga keduanya harus seimbang
guna menciptakan lulusan mahasiswa teknik industri yang dapat bersaing di era
globalisasi pada saat ini.
Dengan adanya Kerja Praktek, mahasiswa dapat mengimplementasikan ilmu
yang telah didapatkan di perguruan tinggi dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada di perusahaan. Selain itu mahasiswa juga akan mendapatkan pengalaman yang
berharga untuk kedepannya ketika memasuki dunia kerja yang sesungguhnya. Hal
lain yang didapatkan adalah melatih kemampuan sosialisasi di lingkungan baru dan
memberikan pelajaran bagi mahasiswa dalam memposisiskan diri pada saat berada
di lingkungan baru.
PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) adalah perusahaan tambang
Indonesia yang mengoperasikan tambang Batu Hijau. AMNT memiliki beberapa
prospek lain yang sangat menjanjikan di area konsesi tembaga dan emas yang
terletak di Kabupaten Sumbawa Barat, Propinsi Nusa Tenggara. Tambang Batu
Hijau adalah tambang tembaga dan emas terbesar kedua di Indonesia dan merupakan
aset berkelas dunia.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari Kerja Praktek yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Mengaplikasikan pengetahuan dan pemahaman tentang keilmuan Teknik
Industri pada perusahaan.
9
2. Mengenal dunia kerja dengan cara ikut terlibat langsung dalam dunia
kerja.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang penerapan ilmu dan
pengetahuan teknologi yang ada di perusahaan.
4. Mengaplikasikan ilmu mata kuliah dan melatih diri untuk bersosialisasi
dan berinteraksi secara langsung dengan lingkungan dunia kerja.
5. Sebagai pelaksanaan mata kuliah wajib Kerja Praktek
1.3 BatasanKerja Praktek
Batasan dalam melakukan Kerja Praktek di PT Amman Mineral Nusa
Tenggara yaitu sebagai berikut :
1. Mahasiswa melakukan Kerja Praktek wajib masuk setiap hari kerja
terhitung sejak tanggal 26 Desember 2018 sampai dengan 26 Februari 2019, tidak
termasuk hari libur dan sabtu minggu.
2. Pada saat pelaksanaan Kerja Praktek mahasiswa dapat menyesuaikan
peraturan yang ada pada perusahaan.
3. Penelitian Kerja Praktek dilaksanakan pada Departemen Health Safety and
Loss Prevention PT. Amman Mineral Nusa Tenggara Site Batu Hijau, Sumbawa
Barat
4. Pelaksanaan Kerja Praktek dapat dilakukan secara individu atau kelompok
dengan ketentuan maksimal 2 orang atau satu kelompok.
Manfaat yang dapat diambil dari pelaksanaan Kerja Praktek baik bagi
mahasiswa, lembaga pendidikan maupun perusahaan yaitu sebagai berikut :
10
b. Mahasiswa mendapatkan gambaran umum tentang perusahaan nyata mengenai
sistem industri terkait sehingga mahasiswa dapat menerapkan konsep teori yang telah
didapatkan apabila hendak melamar pekerjaan nanti.
e. Menaruh pengetahuan dan wawasan dalam hal keilmuan industri yang tidak
didapatkan di bangku kuliah dengan keadaan nyata di lapangan.
f. Mendapatkan pengalaman awal untuk melatih sikap serta pola berpikir dan
bertindak di dalam masyarakat industri.
Adapun manfaat kerja praktek bagi pergurun tinggi adalah sebagai berikut :
a. Terjadi hubungan baik antara Program Studi Teknik Indsutri khususnya dan
Fakultas TeknikUniversitas Teknologi Sumbawaa dengan PT Amman Mineral Nusa
Tenggara sehingga memungkinkan kerjasama ketenaga kerjaan dan bentuk kerja
sama lainnya.
11
1.4.3 Manfaat Bagi Perusahaan
a. Membina hubungan baik dengan pihak institusi perguruan tinggi dan mahasiswa
terhadap perusahaan.
12
BAB II PROFIL PERUSAHAAN
Luas konsensi areal awal berdasarkan Kontrak Karya (KK) generasi ke-4
yang ditandatangani oleh PT. NNT pada tahun 1986 adalah 1.127.134 Ha, pada tahun
2017 PT. Amman Mineral Nusa Tenggara merubah ijin menjadi Ijin Usaha
Penambangan Khusus (IUPK). Wilayah tersebut mencakup bagian Barat Pulau
Sumbawa tepatnya daerah Batu Hijau dan Rinti. Sesuai dengan KK dan berdasarkan
hasil eksplorasi, daerah-daerah yang tidak layak untuk ditambang akan dikembalikan
kepada pemerintah. Setelah perusahan melakukan beberapa kali penciutan wilayah
13
dan mengembalikan wilayah tersebut kepada pemerintah, luas wilayah IUPK
produksi saat ini adalah sekitar 25.000 Ha.
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara saat ini mempekerjakan lebih dari 3.400
pekerja dan 3.100 pekerja sub-kontraktor. Lebih dari 64% pekerja berasal dari
provinsi NTB. Karyawan PT Amman Mineral Nusa Tenggara memiliki peluang
berkelanjutan untuk mengikuti pelatihan peningkatan keterampilan serta kemampuan
masyarakat lokal di berbagai bidang keterampilan yang biasa digunakan di industry
14
pertambangan modern. Selain itu, kehadiran operasi tambang menyebabkan banyak
masyarakat sekitar tambang, secara langsung maupun tidak langsung, dapat meraih
peluang kerja antara lain sebagai pemasok perlengkapan, material bangunan, bahan
makanan, atau kebutuhan lain bagi perusahaan.
15
pembongkaran material dengan metode peledakan (blasting), pemuatan (loading),
dan pengangkutan (hauling).
Berikut adalah tahapan-tahapan yang dilakukan di area mining :
a. Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi dilakukan sebagai tahapan awal, dimana akan
dilakukan pencarian untuk menemukan area yang memiliki kandungan
mineral berharga untuk diproses. Dimana kandungan mineral berharga
tersebut mengandung tembaga dan emas namun lebih banyak mengandung
tembaga atau disebut dengan ore. Sedangkan untuk hasil tambang yang tidak
berharga disebut sebagai waste yang nantinya akan disimpan atau diangkut
menuju waste dumping. Sedangkan untuk ore akan diangkut menuju stockpile
atau primary crusher.
b. Pengambilan Bibit Tanaman
Pengambilan bibit tanaman ini dilakukan sebelum pelaksanaan land
clearing dilakukan. Dimana fungsi pengambilan bibit tanaman yakni sebagai
cadangan bibit yang akan digunakan dalam proses reklamasi tambang.
c. Land Clearing
Land clearing dilakukan setelah didapatkan area yang sesuai lalu telah
diambil bibit tanaman yang akan digunakan untuk penanaman kembali atau
disebut reklamasi area tambang. Land clearing ini bertujuan untuk
membersihkan seluruh area sebelum dilakukan kegiatan pengeboran dan
peledakan.
d. Pengeboran (Driling)
Kegiatan pengeboran atau drilling berfungsi untuk menyediakan
lubang tembak pada proses peledakan serta pembuatan presplit pada batas-
batas jenjang tambang. Selain itu juga dilakukan untuk membuat lubang drain
hole atau lubang bor untuk saluran air pada dinding serta digunakan untuk
pengambilan sampel sebagai perhitungan kadar untuk mengetahui kandungan
mineral berharga yakni termasuk dalam ore atau waste.
16
e. Peledakan (Blasting)
Kegiatan peledakan atau blasting dilakukan untuk pembongkaran
material. Dimana kegiatan peledakan ini dapat dilakukan untuk memudahkan
dalam memperdalam area tambang yang telah dilakukan pengeboran.
Peledakan akan dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Setelah
persiapan peledakan selesai, seluruh alat dan pekerja yang berada di sekitar
wilayah peledakan akan dievakuasi ke zona aman, dengan radius 200 m untuk
alat dan 500 m untuk bekerja dari wilayah peledakan. Setelah kegiatan
peledakan selesai, selanjutnya dilakukan pembatasan release polygon pada
area broken muck, hal ini bertujuan untuk membatasi daerah yang tergolong
sebagai high grade, medium grade, low grade, acid waste dan neutral waste.
f. Pemuatan (Loading) dan Pengangkutan (Hauling)
Material hasil peledakan diangkut menuju lokasi yang berbeda-beda,
tergantung dari jenis material yang dibawa oleh haul truck, diantaranya
material high grade ore diangkut ke primary crusher, medium grade ore dan
low grade ore diangkut ke stockpile, sedangkan waste material diangkut ke
waste dumping. Sistem penggalian, pemuatan, dan pengangkutan diatur oleh
dispatcher yang menggunakan sistem dispatch monitoring dan GPS secara
otomatis, sehingga semua kegiatan lalu lintas dan operasional dapat diawasi
dari ruang kontrol.
2. Proses Pengolahan
Proses pengolahan material berharga akan diolah melalui beberapa tahapan
sebagai berikut :
a. Primary Crusher
Tahapan awal yang dilakukan yakni material yang telah diangkut dengan haul
truck akan dibawa menuju primary crusher dan stockpile. Fungsi dari primary
crusher adalah untuk mengecilkan ukuran dari material sesuai dengan ukuran
yang telah ditentukan. Fasilitas primary crushing dirancang untuk mengolah
17
material dengan kapasitas 6.000-9.000 ton per jam pada kondisi kesediaan alat
(availability) 80%.
b. Conveyor Belt
Conveyor belt berfungsi untuk membawa material dari primary crusher
menuju stockpile di area process. Dimana panjang conveyor belt ini yakni
sepanjang 6 km.
3. Stockpile
Conveyor belt akan mengirimkan material dari primary crusher menuju ke
stockpile. Dimana stockpile ini berada di area process yang merupakan daerah
untuk menyimpan sementara material yang akan diproses.
4. Grinding
Material dari stockpile selanjutnya akan menuju bagian grinding atau
penggerusan. Grinding berfungsi untuk menggerus material menjadi ukuran yang
cukup kecil agar partikel mineral yang mengandung tembaga dan emas terpisah
dari gangue dan host rock. Tujuan dari pengecilan ukuran ini adalah agar pada
proses flotasi lebih mudah apabila ukuran material lebih kecil.
5. Klasifikasi
Material berukuran kecil dari proses SAG mill selanjutnya akan dilakukan
proses klasifikasi. Proses klasifikasi yakni berfungsi untuk memisahkan partikel
dengan berbagai ukuran menggunakan cyclone. Cyclone adalah alat yang
memisahkan hasil dari grinding menjadi dua bagian, yakni finished product
(produk akhir) yang telah digerus sesuai dengan ukuran yang diinginkan dan over
size material atau material yang ukurannya lebih besar.
6. Flotasi
Proses flotasi bertujuan untuk memperoleh mineral berharga untuk
dikumpulkan dan diubah menjadi konsentrat. Dimana konsentrat ini lebih banyak
mengandung tembaga daripada emas. Pada tahap flotasi, slurry akan dicampurkan
dengan bahan kimia serta injeksi udara. Proses flotasi memiliki beberapa tahapan
yang dilakukan antara lain :
18
1) Tahapan Rougher and Scavenger
Tahapan rougher flotation and scavenger memiliki dua fungsi utama
yaitu untuk menghasilkan tailing dengan kandungan tembaga yang rendah dan
menghasilkan konsentrat dengan kandungan pengotor yang rendah. Dalam
tahapan ini diusahakan untuk mendapatkan percent recovery setinggi
mungkin tetapi dengan kadar yang masih rendah. Dalam tahapan rougher &
scavenger terdapat 5 row rougher scavenger dimana setiap row-nya terdapat
10 cell flotasi.
2) Cone Settler dan Regrind Screen
Cone settler memiliki dua fungsi, yaitu membantu menstabilkan aliran
yang bergelombang pada sirkuit regrind dan cleaner flotation meningkatkan
densitas slurry dengan membiarkan partikel mengendap di dalam cone dan
kelebihan air mengaliir ke settler overflow launder.
3) Regrind Mill
Regrind mill memilik tiga bagian, salah satunya yakni polishing mill
dan lebih kecil dari dua mill lainnya. Polishing mill memiliki fungsi yakni
untuk membebaskan partikel guna memisahkan mineral berharga.
4) Tahapan Cleaning
Tahapan ini merupakan kelanjutan dari tahapan sebelumnya dimana
tahapan ini merupakan upaya untuk meningkatkan kadar atau grade
konsentrat setinggi mungkin. Tahapan yang dilakukan adalah 1st cleaner and
cleaner scavenger, 2nd cleaner, dan 3rd cleaner. Ada juga pembilasan
konsentrat yang dilakukan pada column untuk membebaskan konstentrat dari
mineral hydrophylic.
7. Pencucian Kosentrat
Pencucian konsentrat atau thickening dilakukan dengan cara mengalirkan
konsentrat berlawanan arah dengan aliran air pencuci. Proses ini dilakukan
dalam tangki CCD yang berdiameter 25 m sebanyak tiga tangki. Dalam tangki
19
CCD konsentrat dicuci menggunakan air laut yang digunakan dalam proses
flotasi.
8. Filter Plant
Produk hasil pencucian yang berupa slurry selanjutnya akan dikirim
menuju ke filter plant di daerah Benete. Dimana akan dilakukan pengurangan
kadar air dan akan menghasilkan konsentrat yang mengandung mineral
berharga berupa tembaga dan emas dalam bentuk konsentrat. Selain
konsentrat, area filter plant juga menghasilkan air dimana untuk mengolah air
tersebut agar jernih yakni dengan cara menambahkan flokulan ke dalam air
sehingga tidak mencemari lingkungan.
9. Proses Pengapalan
Hasil produk berupa konsentrat selanjutnya akan dikirimkan ke
perusahaan smelter di dunia untuk mengolah konsentrat tersebut agar dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum dikapalkan, konsentrat
diolah terlebih dahulu agar kelembabannya sesuai dengan standar dimana
tidak boleh terlalu kering dan terlalu basah.
10. Tailing
Tailing mengalir secara gravitasi tanpa menggunakan pompa dan
dihasilkan dalam bentuk 24%-40% padatan yang akan dibuang ke dasar laut.
Kestabilan aliran dicapai dengan mempertahankan level Deaeration Box pada
80% menggunakan sistem control otomatis laju aliran Make up Water. Dari
konsentrator, tailing diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan
kandungan udara pada tailing, sehingga ketika ditempatkan di laut dalam,
tidak terjadi pergerakan-pergerakan tailing ke atas akibat dorongan udara
tersebut. Setelah itu tailing ditempatkan di palung laut dengan kedalaman 3-4
km.
11. Reklamasi Tambang
PT Amman Mineral Nusa Tenggara tidak hanya melakukan aktivitas
tambang melainkan melakukan reklamasi terhadap tambang untuk tetap
20
menjaga lingkungan. Bibit tanaman yang sebelumnya telah diambil akan
digunakan dalam program reklamasi tambang. Program ini telah dikembangkan
untuk membangun ulang vegetasi setempat yang pada akhirnya akan memiliki
struktur dan keragaman yang menyerupai dengan masa sebelum kegiatan
penambangan berlangsung.
21
yang didokumentasikan dalam bentuk matriks kompetensi, dan mempunyai tugas,
wewenang dan tanggung jawab yang jelas.
22
Gambar 1.2 Struktur Organisasi Pengelolaan Lingkungan Kerja PTAMNT
General Manager
Operation
Wudi Raharjo
Manager SHLP
Ronald J.
Timbuleng
23
BAB III
24
kerjanya sebagaimana diamanatkan dalam UU Minerba, KepMen 1827 K 30
MEM 2018.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 K 30 MEM 2018 menyatakan
bahwa program kesehatan kerja dibuat dan dilaksanakan untukmencegah
kejadian akibat penyakit tenaga kerja dan penyakitakibat kerja serta
menciptakan budaya sehat di tempat kerja.Program kesehatan kerja dibuat dan
dilaksanakan melaluipendekatan 4(empat) pilar yaitu promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.Program kesehatan kerja disusun dengan mengacu
kepadaperaturan perundang-undangan, kebijakan, kebutuhan, danproses
manajemen risiko.
Sesuai dengan keputusan tersebut, penyelanggaraan pelayanan
kesehatan kerja harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu
(komprehensif), meliputi upaya kesehatan preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif yang hasilnya dilaporkan kepada instansi yang membidangi
ketenagakerjaan. Melalui upaya kesehatan preventif dan promotif
(pencegahan dan peningkatan), sebagian besar kasus kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (PAK) serta gangguan kesehatan lainnya seperti kelelahan dan
ketidaknyamanan dapat dicegah. Dengan upaya kesehatan kuratif dan
rehabilitatif (pengobatan dan pemulihan), dampak yang ditimbulkan akibat
kecelakaan dan penyakit yang terjadi dapat ditekan seminimal mungkin. Pada
akhirnya dengan upaya kesehatan kerja yang komprehensif akan
meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerjanya.
Dalam hal ini, fokus utama dalam kesehatan kerja dikelompokan dalam 3
tujuan yaitu :
1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerjanya;
2. Peningkatan lingkungan dan kondisi kerja untuk menciptakan situasi
keselamatan dan kesehatan kerja yang kondusif; dan
25
3. Pengembangan organisasi dan budaya kerja yang mendukung keselamatan
dan kesehatan kerja, peningkatan situasi sosial yang positif, kelancaran proses
kerja dan peningkatan produktivitas.
Kondisi yang terjadi di lapangan, masih banyak perusahaan yang
belum menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja secara komprehensif.
Perusahaan yang sudah menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja pada
umumnya baru berupa pengobatan terhadap tenaga kerja yang sakit (kuratif)
saja, sedangkan upaya kesehatan yang bersifat pencegahan (preventif),
peningkatan (promotif) dan pemulihan (rehabilitatif) masih kurang mendapat
perhatian. Pelayanan kesehatan kerja yang hanya bersifat kuratif tersebut
bertolak belakang dengan prinsip dan tujuan kesehatan kerja tersebut di atas,
sehingga manfaat pelayanan kesehatan kerja yang diperoleh baik oleh
pengusaha, tenaga kerja maupun masyarakat kurang optimal.
26
1. Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja (penanggung jawab
merangkappelaksana),
2. Dokter perusahaan dan atau
3. Paramedis perusahaan.
c. Teknis penyelenggaraan program/kegiatan pelayanan kesehatan kerja
mengacu pada prinsip-prinsip:
1. Program/kegiatan kesehatan kerja berupa upaya kesehatan secara
menyeluruhdan terpadu, dengan lebih menitik beratkan pada
upaya kesehatan preventif danpromotif tanpa mengurangi upaya
kesehatan kuratif dan rehabilitatif.
2. Upaya kesehatan yang bersifat preventif dan promotif disesuaikan
dengan hasilpenilaian risiko potensi bahaya yang ada di
perusahaan.
3. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif minimal
berupa pelayanankesehatan kerja yang bersifat dasar yaitu:
a. pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
dan
b. pengobatan (rawat jalan tingkat pertama);
4. Perencanaan program dan kegiatan pelayanan kesehatan kerja
dibuat dengan skalaprioritas dan mempertimbangkan kondisi
perusahaan, permasalahan kesehatan diperusahaan maupun
masalah kesehatan umum lainnya.
5. Program/kegiatan pelayanan kesehatan kerja terutama ditujukan
untuk pencegahanpenyakit akibat kerja (PAK), peningkatan
derajat kesehatan tenaga kerja danpeningkatan kapasitas kerja
melaui program/kegiatan :
1. Pemeriksaaan kesehatan tenaga kerja;
2. Penempatan tenaga kerja disesuaikan dengan status
kesehatannya;
27
3. Promosi/peningkatan kesehatan tenaga kerja;
4. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK) melalui perbaikan
lingkungan kerja(program higiene industri);
5. Pencegahan PAK melalui perbaikan kondisi kerja (program
ergonomi kerja);
6. P3K, medical emergency respon, pengobatan, rehabilitasi,
rujukan kesehatan,pemberian kompensasi akibat kecelakaan
dan PAK.;
7. Pengembangan organisasi, program dan budaya kesehatan
kerja.
28
f. pengelolaan iklim kerja;
g. pengelolaan radiasi;
h. pengelolaan faktor kimia;
i. pengelolaan faktor biologi; dan
j. pengelolaan kebersihan lingkungan kerja.
Pengukuran dan penilaian lingkungan kerja dilakukanoleh Tenaga Teknis
Pertambangan yang Berkompeten danmengacu kepada ketentuan peraturan
perundangundangan.Pengelolaan Lingkungan Kerja juga meliputi manajemen risiko,
pendidikan dan pelatihan, administrasi,manajemen keadaan darurat, inspeksi, dan
kampanyepengelolaan lingkungan kerja yang pedomanpelaksanaannya menyesuaikan
dengan pedomanpengelolaan keselamatan kerja.
Pada peraturan tersebut disebutkan jugabahwa KTT harus menetapkan
prosedur pengelolaan tatagraha (housekeeping) tempat kerja.Pengelolaan tatagraha
(housekeeping) tempat kerja sekurang-kurangnyaterdiri atas kebersihan, kerapihan,
keteraturan tata letak,penataan, dan sanitasi.Pemantauan pengelolaan tatagraha
(housekeeping) tempat kerja dilaksanakan secara berkala dan hasilnya
didokumentasikan. Kemudian, perusahaan wajib menyusun,
menetapkan,menerapkan, dan mendokumentasikan prosedur pemantauan dan
pengukuran kinerja KeselamatanPertambangan. Pemantauan/pengukuran lingkungan
kerja dilaksanakan secara berkala dan hasilnya didokumentasikan serta digunakan
untuk penilaian dan pengendalian risiko.Untuk melengkapinya, perusahaan juga
harus membuatrencana dan pelaksanaan perbaikan/tindak lanjutberdasarkan hasil
pemantauan dan pengukuranpengelolaan lingkungan kerja.Pemantauan/ pengukuran
lingkungan kerja tersebutdilakukan oleh petugas industrial hygiene yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan proses pemantauan dan pengukuran
pada aspek lingkungan kerja serta menyediakan pelatihan yang sesuai apabila
dibutuhkan.
Sanitasi memiliki arti yang mirip dengan higiene. Hanya saja bedanya jika
higiene fokus pada aktivitas manusia, jika sanitasi fokus ke lingkungan manusia,
29
sebagai contohnya yaitu tersedianya air bersih untuk cuci tangan sebelum dan
sesudah makanan. Menurut WHO, sanitasi merupakan salah satu usaha untuk
mengawasi faktor-faktor yang berasal dari lingkungan fisik yang akan berpengaruh
kepada manusia, terutama hal-hal yang dapat memberikan efek merusak
perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup.
Higiene dan sanitasi memiliki hubungan yang sangat erat dan saling
berhubungan satu sama lain. Apabila higiene seseorang baik akan tetapi sanitasinya
tidak mendukung maka resiko terjadinya penyakit atau efek lainnya akan lebih tinggi,
sebagai contoh yang diberikan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada
Tahun 2004 yaitu seseorang mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, akan tetapi
air yang tersedia tidak cukup sehingga cuci tangan yang dilakukan menjadi tidak
sempurna. Higiene dan sanitasi memiliki tujuan untuk mencegah timbulnya penyakit
dan keracunan serta gangguan kesehatan lainnya yang diakibatkan dari adanya
interaksi faktor-faktor lingkungan hidup manusia1. Kata “hygiene” berasal dari
bahasa yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth,
J.A. and Southgate,H.A, 1986). Dalam sejarah yunani, hygiene berasal dari nama
seorang dewi yaitu Hygea (dewi pencegah penyakit).
Manfaat Higiene Sanitasi ada 5yaitu:
1. Mencegah penyakit menular
2. Mencegah kecelakaan
3. Mencegah timbulnya bau tidak sedap
4. Menghindari pencemaran
5. Lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman
30
disuatu industri sangatlah penting untuk dikaji. Hal ini menyangkut keamanan
dan kenyamanan dalam bekerja, yang menentukan baik atau buruknya
performansi kerja disuatu industri. Pendekatan ergonomi merupakan suatu upaya
dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan peralatan, mesin,
pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan kemampuan dan batasan
manusia, sehingga tercapai suatu kondisi dan lingkungan yang sehat, aman,
nyaman, efisien dan produktif, melalui pemanfaatan fungsional tubuh manusia
secara optimal dan maksimal. Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergo
(kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Jadi ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu
biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu teknik dan teknologi untuk
mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal antara manusia dengan
lingkungan kerjanya, yang manfaatnya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan
kerja (Zander, 1972). Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu kondisi
yang bebas dari gangguan secara fisik dan psikis yang disebabkan oleh
lingkungan kerja serta selamat dari penderitaan dan kerusakan atau kerugian di
tempat kerja yang berupa penggunaan mesin, peralatan, bahan-bahan dan proses
pengolahan, lantai tempat bekerja dan lingkungan kerja, serta metode kerja.
Pengkajian terdiri dari : (1) General induksi, kegiatan ini bertujuan
untuk memperkenalkan profil perusahaan. (2) Observasi, dilakukan untuk
memfokuskan perhatian pada masalah ergonomi yang meliputi Pemilihan tema,
Analisis kondisi yang ada, Fish bone dan Rencana perbaikan. (3)
Diskusi,dilakukan sebagai sarana untuk menuangkan ide-ide perbaikan dan
meminta masukan-masukan dari pembimbing lapang dan manajer PVD terkait
dengan perbaikan yang akan dilakukan. Dengan menggunakan perhitungan
Evaluasi Risiko Kerja OSHMS (Occupational Safety and Health Management
System) yang dmiliki oleh Toyota. Diperoleh potensi cidera akibat bahaya
ergonomi di stacking sebesar 2053 point, di picking sebesar 780 point dan binding
376 point. Perbaikan difokuskan pada stacking dengan menggunakan
31
mendahulukan aspek 4M (Mesin, Metode, Material dan Manusia). Perbaikan
mesin akan menurunkan potensi bahaya sebesar 1483 point (72.23%), perbaikan
metode kerja menurunkan potensi bahaya ergonomi sebesar 917 point (44.66%)
dan jika kedua perbaikan ini dilakukan akan menurunkan potensi bahaya ergonomi
sebesar 1661 point (80.90%). Perbaikan dari sisi manusia dilakukan dengan
memberikan pelatihan tentang teori ergonomi dan aplikasi ergonomi kepada
pekerja.
32
Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun berbagai
hidangan dengan variasi dan komposisi yang serasi seimbang untuk
memenuhi pelaksanaan manajemen pelayanan makanan institusi. Menu
disusun untuk menampilkan daftar makanan dan minuman yang ditawarkan
kepada klien/konsumen (Depkes 1991a). Menurut Moehyi (1992) penyusunan
menu dalam penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga harus
memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Kebutuhan gizi penerima makanan.
2. Kebiasaan makan penerima.
3. Masakan harus bervariasi.
4. Biaya yang tersedia.
5. Iklim dan musim.
6. Peralatan untuk mengolah makanan.
7. Ketentuan-ketentuan lain yang berlaku pada institusi.
2. Perencanaan Bahan Pangan
Perencanaan kebutuhan bahan pangan dalam suatu institusi pelayanan
makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam/jenis, dan
kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu. Salah
satu tahap dari kegiatan ini adalah taksiran kebutuhan bahan pangan yang
sangat diperlukan untuk kegiatan pembelian bahan pangan (Uripi et al 1997).
33
persiapan dan pemasakan bahan pangan. Persiapan adalah suatu proses
kegiatan dalam rangka menangani bahan pangan dan bumbu sehingga siap
atau layak untuk dilanjutkan dengan kegiatan pemasakan. Proses ini dimulai
dari saat dibeli atau diambil di ruang penyimpanan, kemudian disiangi, dicuci,
dipotong, diiris, digiling, ditumbuk, dibentuk, atau dicetak, dan diberi bumbu-
bumbu sampai siap untuk dimasak. Pemasakan adalah suatu proses perubahan
dari bahan pangan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap
dimakan (Wirakusumah 1991).
Gizi merupakan salah satu aspek kesehatan kerja yang memiliki peran
penting dalam peningkatan produktivitas kerja. Hal ini perlu menjadi
perhatian semua pihak, terutama pengelola tempat kerja mengingat para
pekerja umumnya menghabiskan waktu sekitar 8 jam setiap harinya di tempat
kerja. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat kurangnya motivasi
kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi pekerja. Perbaikan dan
peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat penting dalam upaya
mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi serta meningkatkan
produktivitas kerja. Berat ringannya beban kerja seseorang ditentukan oleh
lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis pekerjaan itu sendiri. Semakin
berat beban kerja, sebaiknya semakin pendek waktu kerjanya agar terhindar
dari kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya
34
KaIT. KTT, PTL atau Inspektur Tambang segera melakukan penyelidikan
terhadap semua penyakit akibat kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam.
Pengelolaan Kesehatan Kerja juga meliputi manajemen risiko,pendidikan
dan pelatihan, administrasi, manajemen keadaandarurat, inspeksi, dan kampanye
pengelolaan kesehatan kerja yangpedoman pelaksanaannya menyesuaikan dengan
pedoman pengelolaan keselamatan kerja.
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui. Diagnosis penyakit akubat kerja memerlukan hal
khusus dalam pemeriksaannya. Baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan yang
menunjang yang pada prinsipnya ada kaitannya dengan pekerjaan.
Kriteria umum penyakit akibat kerja :
1. Adanya hubungan antar seseorang, benda atau tempat yang spesifik dengan
penyakit
2. Adanya fakta bahwa frekwensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih
tinggi daripada masyarakat umum.
Selain itu penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah dengan melakukan
tindakan preventif ditempat kerja.
Penyebab penyakit akibat kerja:
Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dapat dibagi atas 5 golongan, yaitu:
1. Golongan Fisik: Bising, Vibrasi, Radiasi pengion, radiasi non pengion,
tekanan udara, Suhu ekstrem,dan pencahayaan
2. Golongan Kimiawi: Ada kurang lebih 100.000 bahan kimia yang sudah
digunakan dalam proses industri, namun dalam daftar penyakit ILO, baru
dapat diidentifikasi 31 bahan kimia sebagai penyebab, sehingga dalam
daftar ditambah 1 penyakit, untuk bahan kimia lainnya.
3. Golongan Biologik: Bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain
35
4. Golongan Fisiologik (Ergonomik): Disain tempat kerja yang kurang
ergonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi manusia, alat kerja
yang tidak sesuai dan cara kerja yang banyak menggunakan posisi janggal
dalam waktu lama dan atau gerakan-gerakan berulang.
5. Golongan Psikososial: Beban kerja terlalu berat, monotoni pekerjaan dan
lain sebagainya.
36
37
3.2 Pelaksanaan Program Kesehatan Kerja
Tabel 1.
Cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan sendiri oleh
perusahaan
Jenis Pelayanan Kegiatan
No
Kesehatan Pembinaan kesehatan kerja kepada tenaga
1. Pelayanan
preventif dan promotif kerja minimal 1 bulan sekali
Pengawasan dan pembinaan lingkungan
kerjaminimal 2 bulan sekali
Memberikan
2. Pelayanan kesehatan pelayanan kuratif dan
kuratif dan rehabilitatif rehabilitative selama hari kerja dan selama
ada shift kerjadengan 500 orang tenaga kerja
atau lebih
Pelayanan oleh dokter perusahaan setiap
harikerja
Pelayanan oleh paramedis/perawat
dapatdilakukan untuk shift kerja ke 2 dan
38
seterusnya.
39
7. Program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dan Narkoba di tempat kerja
Tabel 2.
Topik Promosi Kesehatan PTAMNT Tahun 2018
Bulan Topik
Februari Cancer
April Hepatitis B
September Stress
Desember Gatroenteritis
40
Sistem ini membutuhkan keterlibatan aktif dari fasilitas layanan kesehatan di sekitar area
penambangan untuk mengirimkan jumlah mingguan penyakit menular tertentu di bawah
pengawasan. Empat fasilitas kesehatan secara teratur menyerahkan hasil pengawasan
penyakit mingguan pada tahun 2018 yang meliputi BBC, Puskesmas Tongo, Puskesmas
Sekongkang, Puskesmas Maluk. Penyakit menular di bawah pengawasan adalah umum,
endemik dan berbahaya, memiliki tingkat kematian yang tinggi dan dipantau secara
nasional; secara total, 31 penyakit (ditunjukkan pada Tabel 3 di bawah) dimasukkan di
bawah pengawasan mingguan.
Tabel 4
Penyakit Menular Dibawah Pengawasan
8 Suspected Chikungunya 24 TB
41
12 Suspected Pertussis 28 Herpes Simplex
16 Suspected Leptospirosis
Dengan menggunakan sistem ini, setiap peningkatan penyakit menular yang diamati
dapat dideteksi lebih awal, sehingga peringatan kepada karyawan dan masyarakat dapat
diumumkan pada tahap awal, koordinasi antar pemangku kepentingan dapat dipertahankan dan
tindakan lebih lanjut untuk mencegah penyebaran penyakit dapat dilakukan terlebih dahulu. Data
dianalisis setiap minggu. Jika ada indikasi peningkatan jumlah penyakit, ada pemberitahuan e-
mail tentang situasi ke semua fasilitas layanan kesehatan di sekitar area penambangan, dan
peringatan buletin disebarkan ke komunitas lokal, komunitas Townsite dan karyawan. Selain itu,
dokter dapat memiliki perspektif epidemiologi yang lebih luas dari penyakit menular di sekitar
area tersebut untuk mendukung diagnosis.
Selain itu, PTAMNT mencanangkan program Balanced Life. Balanced Life adalah
program yang dimulai pada 2013; dikelola langsung oleh AMNT. SOS Internasional, Bali Health
dan Prasmanindo Boga Utama (PBU) telah bekerja sama untuk membangun program
berdasarkan keahlian. International SOS telah menangani layanan medis dan promosi kesehatan,
Bali Health di bidang aktivitas fisik, dan PBU untuk intervensi nutrisi. Pada tahun 2017,
International SOS terus mengimplementasikan program dengan 2pendekatan:
a. Pendekatan Populasi
42
karyawan. Untuk situasi ini, morbiditas, kecacatan dan biaya yang disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular (CVD) terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia karyawan. Disarankan
untuk mengambil lebih banyak tindakan untuk mengelola situasi ini, dan International SOS
memiliki cukup kemampuan untuk meningkatkan program yang lebih komprehensif untuk
mengendalikan masalah ini.
43
2. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (awal, berkala dan khusus)
10. Pengaturan waktu kerja (rotasi, mutasi, pengurangan jam kerja terpapar factor risiko
dll);
Tindakan perawatan jika telah ditemukan suatu perubahan atau gangguan terkait
kesehatan untuk mengembalikannya pada keadaan sebelumnya. Tindakan perawatan
mencakup :
4. Tindakan operatif,
44
1. Fisio therapi
3. Orthose dan prothese (pemberian alat bantu misalnya : alat bantu dengar,tangan/kaki
palsu dll)
4. Penempatan kembali dan optimalisasi tenaga kerja yang mengalami cacat akibatkerja
disesuaikan dengan kemampuannya.
5. Rehabilitasi kerja.
Salah satu acuan dari MSHA (Mine safety and Health Administration) Mine, minimal
5% dari keseluruhan tempat kerja wajib melakukan pengelolaan lingkungan kerja
tahunan. Kita bisa pertimbangkan juga berdasarkan hasil penilaian risiko mana yang
45
paling prioritas terhadap bahaya kesehatan untuk dilakukan pengelolaan lingkungan
kerja.
Inspeksi dilakukan oleh Foreman langsung sebelum pekerjaan dimulai pada Shift
kerja masing-masing, kemudian dicatat pada lembar Inspeksi Sebelum Shift Kerja.
Keadaan bahaya yang ditemukan dibahas dalam safety talk 5 menit sebelum Shift
kerja dimulai dicatat pada lembar Inspeksi Sebelum Shift Kerja di mulai. Formulir
Inspeksi Sebelum Shift Kerja harus disimpan di Departemen yang bersangkutan dan
dapat digunakan sebagai bahan untuk audit berkala oleh Pihak Loss Control (Kendali
Rugi). Jika memungkinkan, lakukan perbaikan atas kekurangan yang ditemukan
dalam observasi. Jika kekurangan tersebut tidak dapat segera diperbaiki, pihak yang
bertanggung jawab untuk melakukan tindakan perbaikan atas keadaan bahaya yang
telah teridentifikasi selanjutnya adalah Foreman, General Foreman, Superintendent
dan Manajer Area.
46
kendaraan yang aman. Lembar inspeksi sebelum menggunakan peralatan diserahkan
kepada Bagian Maintenance untuk ditindaklanjuti dan untuk upaya perbaikan.
Laporan inspeksi sebelum menggunakan peralatan harus disimpan dalam arsip
departemen dan dapat di-audit berkala.
3. Inspeksi Bulanan:
Inspeksi bulanan dilakukan dalam setiap bulan sesuai dengan tanggung jawab
yang tercantum dalam prosedur ini dengan menggunakan lembar Laporan Hasil
Inspeksi Umum Batu Hijau. Langkah-langkah khusus yang harus diikuti pada waktu
melakukan inspeksi, yaitu:
Mulai dengan sikap positif, ketahuilah apa yang harus diperhatikan, jangan hanya
melihat hal-hal yang negatif saja.
Perhatikan benda-benda yang ada di lantai dan di luar jalur jalan, seperti, di kabinet,
di kloset, di belakang rak dll. Jangan hanya melihat barang yang tampak.
Ambil tindakan sementara dengan segera pada waktu ditemukan keadaan berisiko
tinggi atau berbahaya dengan memperbaiki atau mengisolasikan sumber bahaya
tersebut hingga tindakan perbaikan permanen dapat dilakukan.
Catat dan uraikan setiap keadaan bahaya yang ditemukan pada lembar laporan.
BAHAYA KELAS A: Suatu kondisi atau praktek yang secara langsung dapat
menimbulkan kerugian terhadap orang, properti, proses, atau lingkungan - Bahaya
kelas A harus segera diatasi.
BAHAYA KELAS B: kondisi atau praktek yang sifatnya tidak secara langsung
mengakibatkan gangguan terhadap orang, properti, proses, atau lingkungan, tetapi
harus dikontrol selama inspeksi dan diperbaiki dalam waktu 72 jam, dimana hal
tersebut dapat dipraktekkan.
47
BAHAYA KELAS C: Suatu kondisi atau praktek yang tidak menimbulkan bahaya
terhadap orang, properti, proses atau lingkungan. Kondisi harus diperbaiki dalam
waktu 2 minggu, dimana hal tersebut dapat dipraktekkan.
Balanced
Life
International
PT. PBU Bali Health
SOS
Karyawan yang terdiagnosis low back pain menjadi perhatian khusus International SOS.
International SOS secara berkala mengirimkan data karyawan yang terdiagnosis low back
pain kepada PT. PBU dan Bali Health beserta rekomendasi tindakan yang harus dilakukan.
PT. PBU kemudian akan memberi menu makanan khusus untuk karyawan tersebut,
sedangkan Bali Health menyusun program drill khusus untuk karyawan tersebut. Khusus
untuk program drill khusus, Bali Health bahkan berkoordinasi dengan supervisor karyawan
48
yang bersangkutan untuk memastikan karyawan yang terdiagnosis low back pain disiplin
dalam menjalankan programnya.
49
Gambar 3.3 Menu Makanan Diet Bagi Karyawan Overweight
Selain itu aspek Material Handlingdan pengaturan shift kerja menjadi perhatian khusus
PTAMNT untuk menghindari resiko ergonomis ditempat kerja dengan memastikan
praktek kerja yang benar serta waktu kerja yang sesuai dengan beban kerja.
50
Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Makanan di PTAMNT
Proses pengolahan bahan makanan diawali dengan penerimaan bahan mentah dari
pemasok, pemeriksaan dilakukan dengan memastikan kualitas dan kuantitas bahan baku yang
berupa bahan beku, bahan segar, dan bahan kering yang dilakukan oleh tim Quality Control
(QC). Selanjutnya tahap persiapan bahan mentah di dalam dapur yang dilakukan oleh cook
dan helper sesuai menu harian yang meliputi proses pemotongan, pencucian, sanitasi, dan
label harian. Tahap selanjutnya adalah proses masak dan penyimpanan makanan sesuai
dengan tipe makanan dan waktu saji.
Untuk memastikan kualitas makanan dilakukan uji makanan berupa uji organoleptic
tes yang dilakukan oleh supervisor atau eksekutif chef guna memastikan makanan aman dan
nyaman. Selain itu pengambilan sampel makanan siap saji dilakukan untuk memastikan
terhindar dari kontaminasi bahan kimia dan bakteri berbahaya. Pengambilan sampel
dilakukan 2 kali per bulan dengan pengujian dilakukan internal dan eksternal di Badan POM.
51
Gambar 3.5Kampanye Gizi di PTAMNT
Pengelolaan penyakit akibat kerja merupakan salah satu program untuk melindungi
kesehatan karyawan terhadap berbagai masalah kesehatan yang bisa ditimbulkan dari proses
kerja, lingkungan kerja, dan perilaku karyawan. Sesuai dengan definisi dari Permenkes Nomor
56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja, penyakit akibat kerja
didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja
termasuk penyakit terkait kerja. Penyakit terkait kerja adalah penyakit yang mempunyai
beberapa agen penyebab dengan faktor pekerjaan dan atau lingkungan kerja memegang peranan
bersama dengan faktor resiko lainnya.
Penyebab penyakit akibat kerja pada umumnya dibagi menjadi 5 golongan bahaya
potensial. Identifikasi bahaya potensial yang ada di tempat kerja dilakukan dengan kerjasama
antara berbagai pihak. Identifikasi bahaya potensial tersebut adalah :
1. Golongan Fisika
- Suhu panas
- Kebisingan
- Vibration / getaran meliputi getaran pada tangan dan getaran seluruh tubuh
- Radiasi
- Tekanan udara
52
2. Golongan Kimia : meliputi semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, dan
partikel.
- debu silica
- fume
- VOC
- Logam Berat
3. Golongan Biologi
4. Golongan Ergonomi
- Gerakan repetitive
- Manual handling
5. Golongan Psikososial
- Stress Kerja
- Kerja Shift
- Lokasi kerja
53
Penerapan 7 langkah diagnosis PAK yang diterapkan adalah sebagai berikut :
1. Menegakkan diagnosa klilnis
- Penegakkan diagnosa klinis dilakukan oleh dokter di klinik perusahaan melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus.
- Pemeriksaan khusus yang dilakukan di klinik seperti pemeriksaan spirometri dan
pemeriksaan audiometri.
- Apabila diperlukan untuk penegakkan diagnosis dapat dilakukan rujukan kepada dokter
spesialis.
Hubungan antara pajanan dengan diagnosis klinis berdasarkan evidence based dengan
mempertimbangkan waktu timbulnya gejala setelah terpajan dan hasil pemeriksaan pra
kerja dan berkala.
4. Menentukan besarnya pajanan
Besarnya pajanan di tempat kerja dilakukan oleh Tim Industrial Hygiene. Besarnya
pajanan dapat dilakukan secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
5. Menentukan faktor individu yang berperan
Anamnesa kepada karyawan terkait faktor individu yang berperan merupakan hal yang
penting untuk menilai faktor lain di tempat kerja yang berpotensi mempengaruhi
timbulnya penyakit. Faktor individu tersebut di antaranya : Usia, jenis kelamin,
kebiasaan, riwayat penyakit keluarga, riwayat atopi, serta penyakit penyerta
6. Menentukan pajanan di luar tempat kerja
Informasi mengenai pajanan yang sama di luar tempat kerja dapat mempengaruhi
penegakkan diagnosis PAK. Sehingga perlu informasi dari karyawan terkait kegiatan
yang dilakukan di luar tempat kerja seperti hobi, pekerjaan rumah dan pekerjaan
sampingan.
54
7. Menentukan Diagnosis Penyakit Akibak Kerja
Berdasarkan langkah di atas maka dibuat kesimpulan penyakit yang diderita oleh pekerja
adalah penyakit akibat kerja atau bukan penyakit akibat kerja.
Tabel 4
55
3.3 EVALUASI DAN TINDAK LANJUT KESEHATAN KERJA
3.3.1 Monitoring
3.3.2 Evaluasi
1. Data hasil monitoring pencatatan tersebut di atas dilakukan analisa dan evaluasi
terhadap kasus-kasus penyakit dan kecelakaan yang sering terjadi dikaitkan dengan
faktor-faktor bahaya di tempat kerja dan data-data lainnya.
2. Hasil analisa dan evaluasi tersebut digunakan sebagai dasar untuk penyusunan
program pengendalian terhadap faktor bahaya kesehatan serta penetapan metode/cara
56
kerja yang lebih sehat dan aman, sehingga produktifitas perusahaan tetap
tinggi/meningkat.
1. Bagi perusahaan, data laporan pelayanan kesehatan kerja menjadi masukan yang
sangat berharga untuk mengevaluasi upaya dan program kesehatan kerja yang sudah
dilakukan dan kaitannya dengan produktifitas kerja.
2. Bagi pemerintah, data dari laporan tersebut akan menjadi masukan dalam membuat
kebijakan nasional dalam pengawasan ketenagakerjaan umumnya dan kesehatan kerja
khususnya. Bentuk dan tata cara pelaporan penyelengaraan pelayanan kesehatan kerja
mengacu pada pedoman dan peraturan perundangan yang berlaku.
3.3.4 Pengawasan
57
c. Pengawasan khusus : pengawasan yang dilakukan berdasarkan hasil monitoring,
evaluasi dan pelaporan perusahaan dan pengaduan kasus dari pekerja atau masyarakat
berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja.
3. Apabila dalam pengawasan tersebut ditemukan hal – hal yang belum sesuai
58
BAB IV
TUGAS KHUSUS
4.1 Latar Belakang
59
pendekatan antropometri dapat diperoleh rancangan sistem kerja yang lebih
ergonomis yang disesuaikan dengan ukuran tubuh manusia, sehingga diperoleh suatu
sistem kerja yang mendukung pekerja untuk beraktivitas secara lebih efektif dan
efisien.
Rumusan masalah yang dibahas dalam praktek kerja lapangan ini adalah
bagaimana mngoptimalkan ilmu ergonomic dalam dunia kerja
4.3 Tujuan
. 4.4.1 Ergonomi
Secara harfiah kata “ergonomi” berasal dari bahasa Yunani : ergo (kerja) dan
nomos(peraturan, hukum). Jadi ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis
tentang manusia bersama-sama dengan ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai
penyesuaian satu sama lain secara optimal antara manusia dengan lingkungan
kerjanya, yang manfaatnya diukur dengan efisien dan kesejahteraan kerja (Zander,
1972).
60
dengan posisi dan dimensi kursi meja yang kurang sesuai secara antropometri, serta
pencahayaan yang tidak ergonomis sehingga mengakibatkan membungkuknya
badan dan iritasi indera pengelihatan. Disamping itu juga mengamati para pekerja
yang berada pada lingkungan kerja dengaan temperatur tinggi, kurangnya ventilasi,
jam kerja yang panjang, dan gerakan kerja yang berulang-ulang (repetitive work).
2. F.W. Taylor, U.S.A., 1898.
Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan
metoda ilmiah untuk menentukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu
pekerjaan. Beberapa metodanya merupakan konsep ergonomi dan manajemen
modern.
3. F.B. Gilbreth, U.S.A., 1911.
Gilbreth juga mengamati dan mengoptimasi metoda kerja, dalam hal ini lebih
mendetail dalam Analisa Gerakan dibandingkan dengan Taylor. Dalam bukunya
Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia menunjukkan bagaimana postur
membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang dapat diatur
naik-turun (adjustable).
4. Menurut Openshaw (2006), ergonomi adalah suatu ilmu pengetahuan yang
terfokus mempelajari kecocokan/kesesuaian dengan manusia dan mengurangi
kelelahan dan ketidaknyamanan melalui desain produk. Ergonomi dapat pula
menjadi suatu bagian dari desain, pabrikasi, dan pendayagunaan. Pengetahuan
tentang cara mempelajari antropometri, ukuran tubuh, gerakan berulang, dan desain
ruang kerja menyebabkan pengguna (user) menjadi bersikap kritis dalam
memahami lebih baik tentang ergonomi sesuai dengan kebutuhan pengguna (user).
Sebagai contoh, ergonomi yang diaplikasikan pada desain furnitur kantor
membutuhkan pertimbangan kita yaitu bagaimana produk yang didesain cocok
dengan manusia yang menggunakannya. Keika di tempat kerja, sekolah, atau
rumah, jika produk hasil desain cocok dengan pengguna (user), hasilnya akan lebih
nyaman, produktivitas menjadi tinggi, dan mengurangi tingkat stress.
61
5. Menurut Bridger (2003), ergonomi adalah interaksi antara manusia dan mesin
dan faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi mesin-manusia. Tujuannya adalah
untuk memperbaiki/meningkatkan performa dari sistem dengan memperbaiki
interaksi mesin-manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan“desain internal“ dari suatu
interaksi mesin-manusia atau “desain eksternal” dari faktor-faktor yang ada di
lingkungan kerja saat bekerja atau saat organisasi kerja menurunkan performa
interaksi mesin manusia.
Menurut International Ergonomics Association (IEA), ergonomika dapat
diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara manusia
dan elemen lainnya dalam system yang berhubungan dengan perancangan,
pekerjaan, produk, dan lingkungannya untuk mendapatkan kesesuaian antara
kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan manusia (Syuaib, 2003). International
Ergonomics Association (IEA) (2000) dalam Helander (2006), menyatakan bahwa
para ahli ergonomic menyokong dalam hal mendesain dan mengevaluasi tugas,
kerja, produk, lingkungan dan sistem agar dapat membuat hal tersebut sesuai
dengan kebutuhan, kemampuan, dan keterbatasan manusia.
62
4. Memaksimalkan performansi kerja yang meyakinkan
Konsekuensi situasi kerja yang tidak ergonomis adalah kondisi tubuh menjadi
kurang optimal, tidak efisien, kualitas rendah dan seseorang bisa mengalami gangguan
kesehatan seperti nyeri (low back pain), gangguan otot rangka dan lain-lain. Oleh karena
itu, ergonomi penting karena pendekatan ergonomi adalah membuat keserasian yang baik
antara manusia dengan mesin atau lingkungan.
4.4.2 Antropometri
Istilah Antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”
yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi
yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya
akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya), berat dan lain–lain
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan
sebagai pertimbangan–pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi
manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas
antara lain dalam hal :
63
untuk memastikan terhindarinya ketidakcocokan antara dimensi alat dengan dimensi
pengguna. Menurut Mc. Cormick (1970),
64
terjadi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi penurunan
ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahun.
b. Jenis Kelamin (sex), Dimensi tubuh laki–laki pada umumnya lebih besar
dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu
seperti pinggul dan sebagainya.
c. Suku/Bangsa (ethnic), setiap suku bangsa ataupun kelompok ethnic akan
memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.
d. Posisi Tubuh (posture), sikap (posture atau posisi tubuh akan berpengaruh
terhadap ukuran tubuh oleh sebab itu posisi tubuh standar harus diterapkan untuk
survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran
yaitu :
(1) Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension) Disini tubuh
diukur dalam berbagai posisi standar tidak bergerak (tetap tegak sempurna).
Istilah lain dari pengukuran tubuh dengan cara ini adalah “static antropometri”.
Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan,
tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang
lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya. Ukuran dalam hal
ini diambil dengan percentile tertentu seperti 5𝑡ℎ dan 95𝑡ℎ persentil.
(2) Pengukuran dimensi fungsional tubuh (funcional body dimensions) Disini
pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan
gerakan–gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus dilakukan.
Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini
adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan
gerakan–gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan–
kegiatan tertentu. Cara pengukuran kali ini dilakukan pada saat tubuh melakukan
gerakan-gerakan kerja atau dalam posisi yang dinamis. Cara pengukuran
semacam ini akan menghasilkan data “dynamic antropometry”. Antropometri
65
dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak
diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja.
Selain faktor–faktor di atas masih ada pula beberapa faktor lain yang
mempengaruhi variabilitas ukuran tubuh manusia seperti :
a) Cacat tubuh, dimana data antropometri ini akan diperlukan untuk merancangan
produk bagi orang–orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan sebagainya).
b) Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang
berbeda akan memberikan variasi yang berbeda–beda pula dalam bentuk
rancangan dan spesifikasi pakaian.
c) Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi
bentuk dan ukuran tubuh (khususnya perempuan).
3. Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri.
Data antropometri jelas diperlukan supaya rancangan suatu produk bisa sesuai
dengan orang yang akan mengoperasikannya. Permasalahan yang akan timbul
adalah ukuran ukuran siapakan yang nantinya akan dipilh sebagai acuan untuk
mewakili populasi yang ada? Mengingat ukuran individu yang berbeda–beda satu
dengan populasi yang menjadi target sasaran produk tesebut.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya problem adanya variasi ukuran
sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana kita mampu merancang produk
yang memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu sesuai” (adjustable) dengan suatu
rentang ukuran tertentu.
Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan
umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat formulasikan
berdasarkan harga rata–rata (mean, X ) dan simpangan standarnya (standa
deviation, X) dari data yang ada. Dari nilai yang ada maka “percentiles” dapat
ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Dengan percentile,
maka yang dimaksud disini adalah suatu nilai yang menunjukan persentase
tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut.
Sebagai contoh 95-th percentile akan menunjukan 95% populasi akan berada pada
66
atau dibawah ukuran tersebut; sedangkan 5-th percentile akan menunjukan 5%
populasi akan berada pada atau di bawah ukuran itu. Dalam antropometri ukuran
95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang “terbesar” dan 5-th percentile
sebaliknya akan menunjukan ukuran “terkecil”. Pemakaian nilai–nilai percentile
yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antopometri dapat dijelaskan
dalam tabel sebagai berikut :
Percentil Perhitungan
1-St X – 2.325σX
2.5 – th X – 1.96 σX
5- th X– 1.645σX
10- th X– 1.28Σx
50-th X
90-th X + 1.28σX
95-th X + 1.645σX
97.5- th X + 1.96σX
99-th X +2.325σX
67
pekerja selalu berada pada postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka
waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, adanya keluhan sakit
pada bagian tubuh, cacat produk bahkan cacat tubuh. Untuk menghindari postur kerja
yang demikian, pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal
sebagai berikut:
kursi dan lain-lain yang sesuai dengan data anthropometri agar pekerja dapat menjaga
postur kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama sekali ditekankan
bilamana pekerjaan harus dilaksanakan dengan postur berdiri.
c. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama,
dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam postur kerja miring.
d. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekwensi atau periode waktu yang
lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level siku yang normal.
Postur duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal ini
dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang bekerja
dalam postur duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif.
Sedangkan postur berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga
aktifitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Berdiri lebih melelahkan
daripada duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10-15% dibandingkan duduk.
68
Beberapa masalah berkenaan dengan postur kerja yang sering terjadi sebagai berikut :
Kerja seseorang dihasilkan dari tugas pekerjaan, rancangan tempat kerja dan
karakteristik individu seperti ukuran dan bentuk tubuh. Pertimbangan untuk semua
komponen dibutuhkan analisis postur dan perancangan tempat kerja.
Otot adalah organ yang terpenting dalam sistem gerak tubuh. Otot dapat bekerja
secara statis (postural) dan dinamis (rythmic). Pada kerja otot dinamis, kontraksi dan
relaksasi terjadi silih berganti sedangkan pada kerja otot statis otot menetap dan
berkontraksi untuk suatu periode tertentu.
Pada kerja otot statis, pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot
akibat kontraksi sehingga mengakibatkan peredaran darah dalam otot terganggu. Otot
yang bekerja statis tidak memperoleh oksigen dan glukosa dari darah dan harus
menggunakan cadangan yang ada. Selain itu sisa metabolisme tidak dapat diangkut
keluar akibat peredaran darah yang terganggu sehingga sisa metabolisme tersebut
menumpuk dan menimbulkan rasa nyeri. Pekerjaan statis menyebabkan kehilangan
energi yang tidak perlu.
69
kerusakan inilah yang dinamakan dengan keluhan muskulosletal disorders (MsDS) atau
keluhan pada sistem muskulosletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu:
Yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian
keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan
Yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan,
namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Keluhan otot skeletal pada ummnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat
pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.
Salah satu faktor yang menyebabkan keluhan moskuloskeletal adalah sikap kerja yang
tidak alamiah. Di Indonesia, postur kerja yang tidak alami ini lebih banyak disebabkan
oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja denga ukuran tubuh
pekerja maupun tingkah laku pekerja itu sendiri. Postur kerja yang tidak alami tersebut
juga dapat disebabkan oleh hal-hal berikut.
2. Aktivitas Berulang
70
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti
pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dansebagainya. Keluhan
otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secar terus-menerus tanpa
memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat,
punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi
bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya
keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik
tuntutan tugas, alat kerja dan satasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja.
Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh tidak
adanya kesesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja.
Sebagai negara berkembang, sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada
perkembangan teknologi negara-negara maju, khususnya dalam pengadaan peralatan
industri. Mengingat bahwa dimensi peralatan tersebut didesain tidak berdasarkan ukuran
tubuh orang Indonesia, maka pada saat pekerja orang Indonesia harus mengoperasikan
peralatan tersebut, terjadilah sikap kerja tidak alamiah.
71
4.4.5 Metode Penilaian Postur Kerja
Penilaian postur kerja diperlukan ketika didapati bahwa postur kerja pekerja
memiliki resiko menimbulkan cedera muskuleskeletal yang diketahui secara visual atau
melalui keluhan dari pekerja itu sendiri. Dengan adanya penilaian dan analisis perbaikan
postur kerja, diharapkan dapat diterapkan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko
cedera muskuluskeletal yang dialami pekerja.
Selain saat terjadi perubahan spesifikasi atau penambahan jenis produk baru,
penilaian kembali postur kerja juga diperlukan saat dilakukan rotasi kerja. Rotasi kerja
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa kebosanan pekerja karena melakukan
pekerjaan yang sama dan terus-menerus (monoton). Maka saat terjadi rotasi kerja, perlu
dilakukan penilaian postur kerja kembali. Hal ini dikarenakan pekerja tersebut akan
beradaptasi terlebih dahulu terhadap pekerjaannya, dan postur kerjanya dalam melakukan
pekerjaan tersebut akan berbeda dengan pekerjaan yang sebelumnya, sehingga perlu
dilakukan penilaian kembali postur kerja dari pekerja. Namun jika tidak terjadi
perubahan spesifikasiproduk, atau penambahan jenis produk baru, atau rotasi kerja, tidak
perlu dilakukan penilaian kembali postur kerja dari pekerja yang ada.
72
Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian
postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap pergerakan di beri skor yang telah
ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi postur kerja
yang merupakan faktor resiko. Metode didesain untuk menilai para pekerja dan
mengetahui beban musculoskletal yang kemungkinan menimbulkan gangguan pada
anggota badan atas.
Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan tiga tabel skor dalam
menetapkan evaluasi faktor resiko. Faktor resiko yang telah diinvestigasi dijelaskan oleh
McPhee sebagai faktor beban eksternal yaitu :
1. Jumlah pergerakan
3. Tenaga/kekuatan
Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot
statis, tenaga kekuatan dan postur), RULA dikembangkan untuk (Mc Atamney dan
Corlett, 1993):
1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi ketja dengan cepat, yang
berhubungan dengan kerja yang beresiko yang menyebabkan gangguan pada anggota
badan bagian atas.
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi
yaitu epidomiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.
73
Pengembangan dari RULA terdiri atas tiga tahapan yaitu :
3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko yang ada
dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang melebihi detail berkaitan dengan
analisis yang yang didapat.
Ada empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu untuk :
1. Mengukur resiko muskuluskeletal, biasanya sebagai bagian dari perbaikan yang lebih
luas dari ergonomi.
74
Gambar 4.1 Worksheet RULA
Gambar 4.2 Nilai akhir worksheet RULA yang merepresentasikan tingkatan resiko
MSD
4.4.5.2 Rapid Entire Body Assesment (REBA)
75
REBA dirancang oleh Lynn Mc Atamney dan Sue Hignett (2000) sebagai sebuah
metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh secara
keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh, kekuatan yang
digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan dan peganganSkor akhir REBA
dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat resiko dan tingkat keutamaan dari
sebuah tindakan yang harus diambil.
Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok utama atau grup yaitu
grup A yang terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh (trunk), leher
(neck) dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari
lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist).
Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala postur tubuh dan suatu pernyataan
tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan pegangan (coupling).
REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dan dalam sebuah
pekerjaan :
1. Keseluruhan bagian badan digunakan
2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil
3. Melakukan sebuah pembebanan seperti mengangkat benda baik secara rutin ataupun
sesekali.
4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang dilakukan dan
diawasi sebelum atau sesudah perubahan.
76
4.5 Metodologi Penelitian
Mulai
Studi literatur
Melakukan survey
Pengambilan data
Menarik Kesimpulan
Memberi Saran
Selesai
77
4.6 Hasil dan pembahasan
78
Hasil Perhitungan RULA pada Welder
79
pada Gambar 4.7 dan 4.8. Gambar 4.7 menunjukkan posisi operator yang tidak
seharusnya dan dalam prilakuyang tidak aman.
80
Gambar 4.9 Worksheet REBA pada welder menggunakan alat bubut
Dari hasil perhitungan pada worksheet RULA maka didapat Skor akhir untuk
kegiatan welding dengan postur berdiri berdasarkan gambar4.9 adalah =3
Berdasarkan skor tersebut maka level resiko dari kegiatan welding dengan
postur berdiri berada pada kategori level resiko kecil dan diperlukan tindakan
perbaikan postur kerja dalam beberapa waktu ke depan. Tetapi kebanyakan
dari operator tidak menggunakan postur yang dianjurkan dan lebih memilih
posisi yang tidak aman seperti pada gambar 4.7
4.6.1.3 Operator Welderdengan menggunakan alat Cutting
Postur kerja operator welding yang diamati adalah postur kerja untuk
elemen kegiatan mengunakan alat cutting. Elemen kegiatan tersebut dapat dilihat
pada Gambar 4.10
81
Gambar 4.10
82
Gambar 4.11 Worksheet REBA pada welder dengan menggunakan alat
Cutting
Dari hasil perhitungan pada worksheet RULA maka didapat Skor akhir untuk
kegiatan welding dengan postur jongkok berdasarkan gambar4.11 adalah =10
Berdasarkan skor tersebut maka level resiko dari kegiatan welding dengan
postur jongkok berada pada kategori level resiko tinggisehingga diperlukan
investigasi dan implementasi perubahan postur kerja. Perubahaan yang
direkomendasikan yaitu
83
4.6.2 Antropometri Office Worker
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Setiap posis kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap
tubuh. Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain; pembebanan
pada kaki; pemakaian energy dari keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi.
Namun demikian kerjadengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot
perut melembek dan tulang belakang akan melengkun sehingga cepat lelah.
Disamping itu, desain stasiun kerja dengan posisi duduk mempunyai derajat stabilitas
tubuh yang tinggi. Mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari
2 jam, tenaga kerja juga dapat mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan.
A. Hasil Pengukuran dan Perhitungan
1. Hasil Pengukuran Postur Tubuh
Nama : Karyawan 1
Umur : 34 TAHUN
Jenis Kelamin : Laki-laki
a. Posisi Duduk
Tinggi Badan Duduk 79 cm
22 cm
Tinggi Siku Duduk
84
35 cm
Lebar Pinggul
49 cm
Tinggi Lutut Duduk
35 cm
Panjang TungkaiAtas
42 cm
Lebar Bahu
68 cm
Panjang Lengan
50 cm
Tinggi sandaran duduk
Nama : Karyawan 2
Umur : 40 TAHUN
Jenis Kelamin : Perempuan
a. Posisi Duduk
Tinggi Badan Duduk 70 cm
23 cm
Tinggi Siku Duduk
40 cm
Lebar Pinggul
46 cm
Tinggi Lutut Duduk
44 cm
Panjang Tungkai Atas
39 cm
Lebar Bahu
Panjang lengan 62 cm
85
Tinggi sandaran duduk 46 cm
Nama : Karyawan 3
Umur : 40 TAHUN
Jenis Kelamin : Laki-laki
a. Posisi Duduk
Tinggi Badan Duduk 77 cm
37 cm
Tinggi Siku Duduk
36 cm
Lebar Pinggul
41 cm
Tinggi Lutut Duduk
42 cm
Panjang Tungkai Atas
43 cm
Lebar Bahu
71 cm
Panjang Lengan
47 cm
Tinggi sandaran duduk
86
74 cm
Lebar Meja
74 cm
Tinggi Meja
2 cm
Tebal Meja
B. Pengukuran Kursi
Tinggi Kursi 83 cm
46 Cm
Lebar Kursi
47 cm
Panjang Kursi
12cm
Tinggi Sandaran Kaki
2.Pengukuran Kelompok
Posisi Duduk
Xi Ẋ IXi - ẊI IXi - ẊI ²
X i X 44.67
4.73
N 1 3 1
PERSENTIL 90 = + 1.28 X
=81,35
87
PERSENTIL 10 = - 1.28 X
=69.25
Tinggi Siku Duduk
Xi Ẋ IXi - ẊI IXi - ẊI ²
PERSENTIL 50 =
= 27.3
Lebar Pinggul
Xi Ẋ IXi - ẊI IXi - ẊI ²
Karyawan 1 35 37.0 2 4
Karyawan 2 40 37.0 3 9
Karyawan 3 36 37.0 1 1
Jumlah 6 14
2
X i X 14
7
N 1 3 1
88
PERSENTIL 95 = + 1.64X
= 37 + 1.64 ( 7 )
= 48.48
PERSENTIL 5 = - 1.64X
= 37 - 1.64 ( 7 )
= 25.52
Tinggi Lutut
Xi Ẋ IXi - ẊI IXi - ẊI ²
X i X 12.7
2.52
N 1 3 1
PERSENTIL 50 =
= 48.7
Panjang Tungkai Atas
Xi Ẋ IXi - ẊI IXi - ẊI ²
89
Karyawan 2 44 40.3 3.7 13.4
Karyawan 3 42 40.3 1.7 2.8
Jumlah 10.7 44.7
2
X i X 44.7
4.73
N 1 3 1
PERSENTIL 10 = - 1.28 X
=34.25
PERSENTIL 90 = + 1.28 X
= 46.35
Lebar Bahu
Xi Ẋ IXi - ẊI IXi - ẊI ²
X i X 8.7
2.09
N 1 3 1
90
PERSENTIL 95 = + 1.64X
=44.73
PERSENTIL 5 = - 1.64X
=37.87
Panjang Lengan
Xi Ẋ IXi - ẊI IXi - ẊI ²
Karyawan 1 68 67.0 1 1
Karyawan 2 62 67.0 5 25
Karyawan 3 71 67.0 4 16
Jumlah 10 42
2
X i X 42
4.58
N 1 3 1
PERSENTIL 90 = + 1.28 X
=72.86
PERSENTIL 10 = - 1.28 X
91
= 67.0 - 1.28 (4.58)
=61,14
92
B. Hasil Kesesuaian alat keja
1. Karyawan 1
a. Kesesuaian Meja
Kriteria : Sesuai dengan antropometri tubuh objek dan jenis pekerjaan.
1. Panjang Meja
Hasil : Panjang Mejasudah sesuai dengan panjang lengan objek. Karena
sudah melebihi panjang tangan objek yaitu 68cm dan rata-rata panjang
lengan objek, yaitu 67 cm, dan jika dihitung nilai persentil 90 % dari
panjang lengan objek mendapatkan nilai 72.86. Nilai ini menunjukkan
kesesuaian Panjang meja dan Panjang Lengan Para Objek, sehingga
Para Objek tidak perlu melakukan gerakan paksa untuk menjangkau
sesuatu di area kerja.
2. Lebar Meja
Diukur dari objek dari arah depan.
Hasil : Meja sudah sesuai dengan panjang lengan objek yaitu 74cm. Karena
sudah melebihi rata-rata panjang lengan objek, yaitu 67 cm, . sehingga
Para Objek tidak perlu melakukan gerakan paksa untuk menjangkau
sesuatu melebihi lebar meja.
3. Tebal Meja
Kriteria :
a. Dapat memberikan gerakan bebas pada kaki.
b. Terbuat dari bahan yang keras dan tidak mudah patah.
93
b. Kesesuaian Tempat Duduk
Kriteria :
Objek dengan sikap duduk mendapatkan sikap yang memberikan
relaksasi otot, dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang
mengganggu sirkulasi darah dan sensitifitas bagian tubuh.
1. Tinggi Tempat Duduk
Dari lantai sampai dengan permukaan atas bagian salas duduk.
Kriteria : harus lebih tinggi dari panjang lekuk lutut s/d telapak kaki.
Usulan : 48,7 cm
Hasil :Hasil pengukuran pada Kursi objek belumsesuai dengan ukuran tinggi
lutut duduk objek. Karena tinggi lutut duduk objek adalah 49 cm
sementara tinggi Kursi adalah 44 cm. Sehingga belumsesuai dengan
kriteria bahwa tinggi tempat duduk lebih tinggi dari tinggi lutut objek.
Saran untuk kursi dinaikkan 4cm menjadi 48 cm.
2. Panjang Alas Duduk
Kriteria : lebih pendek dari lekuk lutut sampai dengan garis punggung.
Usulan : 34-46 cm
Hasil : Sudah sesuai dengan ukuran antropometri minimal dan maksimal
panjang tungkai atas. Karena panajng tungkai atas objek adalah 35cm
sementara panjang alas duduk adalah 46 cm. sehingga sudah sesuai
dengan kriteria bahwa panjang tungkai atas berada pada kisaran 34
sampai 46 cm yaitu 35 cm.
94
sudah sesuai dengan kriteria bahwa lebar pinggul berada pada kisaran
25 sampai 48 cm yaitu 35 cm
2. Karyawan 2
b. Kesesuaian Meja
Kriteria : Sesuai dengan antropometri tubuh objek dan jenis pekerjaan.
1. Panjang Meja
Hasil : Panjang Mejasudah sesuai dengan panjang lengan objek. Karena
sudah melebihi panjang tangan objek yaitu 71cm dan rata-rata panjang
lengan objek, yaitu 67 cm, dan jika dihitung nilai persentil 90 % dari
panjang lengan objek mendapatkan nilai 72.86. Nilai ini menunjukkan
kesesuaian Panjang meja dan Panjang Lengan Para Objek, sehingga
Para Objektidak perlu melakukan gerakan paksa untuk menjangkau
sesuatu di area kerja.
2. Lebar Meja
Diukur dari objek dari arah depan.
Hasil : Meja sudah sesuai dengan panjang lengan objek. Karena sudah
melebihi rata-rata panjang lengan objek, yaitu 67 cm, . sehingga Para
Objek tidak perlu melakukan gerakan paksa untuk menjangkau sesuatu
melebihi lebar meja.
3. Tebal Meja
Kriteria :
a. Dapat memberikan gerakan bebas pada kaki.
b. Terbuat dari bahan yang keras dan tidak mudah patah.
95
b. Kesesuaian Tempat Duduk
Kriteria :
Objek dengan sikap duduk mendapatkan sikap yang memberikan
relaksasi otot, dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang
mengganggu sirkulasi darah dan sensitifitas bagian tubuh.
1. Tinggi Tempat Duduk
Dari lantai sampai dengan permukaan atas bagian depan alas duduk.
Kriteria : harus lebih tinggi dari panjang lekuk lutut s/d telapak kaki.
Usulan : 48,7 cm
Hasil :Hasil pengukuran pada Kursi objek belumsesuai dengan ukuran tinggi
lutut duduk objek. Karena tinggi lutut duduk objek adalah 46 cm
sementara tinggi Kursi adalah 49 cm. Sehingga belumsesuai dengan
kriteria bahwa tinggi tempat duduk lebih tinggi dari tinggi lutut objek.
Saran untuk memakai penyangga kaki yang tinggi 3 cm.
2. Panjang Alas Duduk
Kriteria : lebih pendek dari lekuk lutut sampai dengan garis punggung.
Usulan : 34-46 cm
Hasil : Sudah sesuai dengan ukuran antropometri minimal dan maksimal
panjang tungkai atas. Karena panajng tungkai atas objek adalah 44 cm
sementara panjang alas duduk adalah 46 cm. sehingga sudah sesuai
dengan kriteria bahwa panjang tungkai atas berada pada kisaran 34
sampai 46 cm yaitu 44 cm.
3. Lebar Tempat Duduk
Kriteria : harus lebih lebar dari lebar pinggul.
Usulan : 25-48 cm
96
sesuai dengan kriteria bahwa lebar pinggul berada pada kisaran 25 sampai 48
cm yaitu 40 cm
3. Karyawan 3
a. Kesesuaian Meja
Kriteria : Sesuai dengan antropometri tubuh objek dan jenis pekerjaan.
1. Panjang Meja
Hasil : Panjang Mejasudah sesuai dengan panjang lengan objek. Karena
sudah melebihi panjang tangan objek yaitu 71cm dan rata-rata panjang
lengan objek, yaitu 67 cm, dan jika dihitung nilai persentil 90 % dari
panjang lengan objek mendapatkan nilai 72.86. Nilai ini menunjukkan
kesesuaian Panjang meja dan Panjang Lengan Para Objek, sehingga
Para Objek tidak perlu melakukan gerakan paksa untuk menjangkau
sesuatu di area kerja.
2. Lebar Meja
Diukur dari objek dari arah depan.
Hasil : Meja sudah sesuai dengan panjang lengan objek. Karena sudah
melebihi rata-rata panjang lengan objek, yaitu 67 cm, . sehingga Para
Objek tidak perlu melakukan gerakan paksa untuk menjangkau sesuatu
melebihi lebar meja.
3. Tebal Meja
Kriteria :
a. Dapat memberikan gerakan bebas pada kaki.
b. Terbuat dari bahan yang keras dan tidak mudah patah.
97
b. Kesesuaian Tempat Duduk
Kriteria :
Objek dengan sikap duduk mendapatkan sikap yang memberikan
relaksasi otot, dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang
mengganggu sirkulasi darah dan sensitifitas bagian tubuh.
1. Tinggi Tempat Duduk
Dari lantai sampai dengan permukaan atas bagian depan alas duduk.
Kriteria : harus lebih tinggi dari panjang lekuk lutut s/d telapak kaki.
Usulan : 48,7 cm
Hasil : Hasil pengukuran pada Kursi objek belumsesuai dengan ukuran
tinggi lutut duduk objek. Karena tinggi lutut duduk objek adalah 51
cm sementara tinggi Kursi adalah 40 cm. Sehingga belumsesuai
dengan kriteria bahwa tinggi tempat duduk lebih tinggi dari tinggi
lutut objek. Saran untuk kursi dinaikkan 9 cm menjadi 49 cm.
2. Panjang Alas Duduk
Kriteria : lebih pendek dari lekuk lutut sampai dengan garis punggung.
Usulan : 34-46 cm
Hasil : Sudah sesuai dengan ukuran antropometri minimal dan maksimal
panjang tungkai atas. Karena panajng tungkai atas objek adalah 42 cm
sementara panjang alas duduk adalah 46 cm. sehingga sudah sesuai
dengan kriteria bahwa panjang tungkai atas berada pada kisaran 34
sampai 46 cm yaitu 42 cm.
3. Lebar Tempat Duduk
Kriteria : harus lebih lebar dari lebar pinggul.
Usulan : 25-48 cm
Hasil : Sudah sesuai dengan ukuran antropometriKarena lebar pinggul objek
adalah 36 cm sementara lebar tempat duduk adalah 52 cm. sehingga
98
sudah sesuai dengan kriteria bahwa lebar pinggul berada pada kisaran
25 sampai 48 cm yaitu 36 cm
99
BAB V
PENUTUP
1. Simpulan
Untuk Operator welder Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, Nilai skor
3-4 memiliki nilai level resiko yang kecil terhadap potensi cidera musculoskeletal
dan diperlukan beberapa waktu kedepan untuk perbaikan. Nilai skor 5-6
memiliki nilai level resiko yang sedang terhadap potensi cidera musculoskeletal
dan diperlukan tindakan dalam waktu dekat. Nilai skor 7 memiliki nilai level
resiko yang tinggi terhadap potensi cidera musculoskeletal dan diperlukan
tindakan sekarang juga.
Postur kerja yang baik untuk diterapkan oleh operator welder adalah
mengurangi membungkuk dengan membentuk sudut ≥ 20° serta jongkok
terutama pada kegiatan Cutting mill. Untuk operator welder yang menggunakan
alat las, postur kerja yang baik untuk diterapkan adalah hindari posisi badan yang
miring dalam waktu yang cukup lama serta hindari poisi bahu yang meninggi
dalam waktu yang cukup lama dan juga hindari posisi yang terlalu jauh dari
objek.
Untuk work Officehasil dari penelitian yang dilakukan,perlu adanya
penambahan tinggi kursi dan menggunakan penyangga kaki sehingga lekuk lutut
tidak membentuk sudut yang kecil dan dan membuat kaki membengkok.
100