Siklus Keuangan Pemerintah Pusat
Siklus Keuangan Pemerintah Pusat
Siklus Keuangan Pemerintah Pusat
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
10.1 Proses Penyusunan Rencana dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga
Penganggaran (budgeting) adalah suatu cara atau metode yang sistematis untuk
mengalokasikan sumber-sumber daya keuangan. Berkaitan dengan organisasi
pemerintahan, penganggaran berarti proses pengalokasian sumber daya keuangan
negara yang terbatas untuk digunakan membiayai pengeluaran oleh unit pemerintahan
yaitu kementerian dan lembaga sebagai pengguna anggaran. Penganggaran
memainkan peran penting di dalam perencanaan, pengendalian, dan pembuatan
keputusan.
Tahap Perencanaan
4. Pelaksanaan Trilateral Meeting. Trilateral Meeting adalah pertemuan tiga pihak yang
merupakan forum koordinasi yang melibatkan:
Tahap Penyusunan
1. Penyusunan KEM, PPKF (Pokok Pokok Kebijakan Fiskal), kebijakan makro dan
RKP (Rencana Kerja Pemerintah) serta pembicaraan pendahuluan oleh
Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas
2. Penetapan KEM dan PPKF (Pokok Pokok Kebijakan Fiskal) oleh Presiden.
Tahap Penetapan
Tahap Penetapan adalah tahapan terakhir yang pada tahapan ini dilakukan:
2. Penyesuaian RKA-K/L, Review RKA-K/L oleh APIP K/L (Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga)
4. Penetapan Keppres RABPP dan DHP RDN BUN (Dokumen Hasil Penelaahan
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara) oleh DPR dan Presiden
A. PERENCANAAN
Untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan
bersasaran maka diperlukan Perencanaan Pembangunan Nasional serta keseragaman
peraturan yang berlaku guna tercapainya tujuan bernegara dan menghindarkan dari
ketimpangan antar wilayah. Ketentuan mengenai sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, yang mencakup penyelenggaraan perencanaan makro atau perencanaan
yang berada pada tataran kebijakan nasional atas semua fungsi pemerintahan dan
meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik
Indonesia diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara
pemerintahan di pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat, yang mana antara
lain bertujuan untuk: mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar
waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; Menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan; Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan Menjamin tercapainya
penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam UU No. 25 Tahun 2004 didefenisikan
bahwa Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Setidaknya terdapat dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional, yaitu:
Arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan
bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan
dalam rencana pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk
mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan
dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya,
serta pertahanan dan keamanan. Yang kedua yaitu arahan bagi pemerintah dalam
menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui
intervensi langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar, yang mana
mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik pada
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Selain dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional diatas, pada pasal 8 UU No. 25 Tahun 2004 juga dijelaskan empat tahapan
perencanaan pembangunan, yaitu terdiri dari:
1. Penyusunan rencana
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap dari
suatu rencana yang siap untuk ditetapkan, yang terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu:
a. Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh,
dan terukur.
b. Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan
berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan.
c. Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan
yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan.
d. penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2. Penetapan rencana
Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang Nasional/Daerah
ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Daerah, sedangkan rencana
pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah dan rencana pembangunan tahunan
Nasional/ Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah.
3. Pengendalian pelaksanaan rencana
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui
kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana.
4. Evaluasi pelaksanaan rencana
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah mengumpulkan dan menganalisis data dan
inforrnasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan.
Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum
dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup
masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak
(impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, pemerintah, baik Pusat maupun
daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang
merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya.
Perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah diatas harus dilakukan secara
terpadu, dengan memperhitungkan kebutuhan rakyat dan memanfaatkan ketersediaan
sumber daya, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan dunia
global, yang semata-mata ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
B. PENGANGGARAN
Penganggaran merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dalam
perencanaan. Penganggaran dalam sistem pengelolaan keuangan negara tergambarkan
pada penyusunan APBN dan APBD. Anggaran adalah alat akuntabilitas,
pengendalian manajemen dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan
ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Tahap perencanaan pada pemerintah pusat dikoordinir oleh Bappenas sedangkan
pada pemerintah daerah dikoordinir oleh satuan kerja perencanaan daerah. Tahap
penganggaran dipimpin oleh Kementerian Keuangan pada Pemerintah Pusat,
sedangkan pada pemerintah daerah dikelola oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD). Setiap tahun, penyusunan APBN/APBD dimulai dari penyusunan RKP
dengan menyiapkan rancangan kebijakan umum, program indikatif, dan pagu
indikatif. Rancangan RKP/RKPD ini selanjutnya disampaikan ke DPR/DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan. Setelah disepakati bersama dengan
DPR/DPRD, maka kebijakan umum anggaran, program prioritas dan plafon anggaran
sementara, akan menjadi dasar bagi Kementrian/Lembaga/SKPD untuk menyusun
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA ini selanjutnya digunakan untuk
menyusun Rancangan APBN/RAPB yang wajib disampaikan ke DPR/DPRD untuk
dibahas dan diperbaiki sebelum disetujui untuk ditetapkan menjadi APBN/APBD.
DPR/DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan APBN/APBD. Proses pengesahan
Rancangan APBN dilakukan setelah ada persetujuan oleh DPR, sedangkan pada
pengesahan Rancangan APBD ada tambahan proses evaluasi. Evaluasi atas RAPBD
yang telah disetujui oleh DPRD dilakukan oleh gubernur untuk RAPBD
kabupaten/kota dan Mendagri untuk RAPBD provinsi. Proses evaluasi tersebut
bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah
lainnya.
10.3 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
KOMPONEN LKPP
Kasus Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara (APBN atau APBD) dalam lima
tahun terakhir
Kronologis kasus "Kasus Korupsi Tambang Sultra, Nur Alam Akui Terima Rp40 M"
Terdakwa Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif Nur Alam mengakui
menerima uang setara Rp40.268.792.850 dari pengusaha pertambangan asal Tiongkok, Mr
Chen. Pengakuan tersebut disampaikan Nur Alam saat menjalani pemeriksaan sebagai
terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin. Perkara Nur Alam
terbagi dua bagian.
Pertama, Nur Alam selaku gubernur Sultra periode 2008- 2013 dan periode 2013-
2018 secara melawan hukum memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan,
Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan Persetujuan Peningkatan IUP
Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Dari korupsi ini akibatnya merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar
Rp4.325.130.590.137 atau setidak-tidaknya sebesar Rp1.596.385.454.137. Nur Alam
menguntungkan diri sendiri sebesar Rp2,781 miliar.
Kedua, Nur Alam selaku gubernur Sultra dua periode menerima gratifikasi sebesar
USD4.499.900 atau setara saat itu Rp40.268.792.850. Penerimaan gratifikasi berasal dari
Richorp International Ltd yang ditransfer dengan rekening Chinatrust Commercial Bank.
Adapun, hasil penjualan nikel oleh PT AHB dijual pada Richcorp International. Menurut
jaksa, karena bukan dari sumber yang sah, maka uang tersebut harus dianggap sebagai suap.
Analisis Kasus:
Nur Alam dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1
KUHP.
Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi, tidak hanya merugikan keuangan
negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Selain itu, untuk lebih menjamin
kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan
terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam
memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dasar Hukum :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419.
Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
dipidana (3) dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
DAFTAR PUSTAKA
https://andichairilfurqan.wordpress.com/tag/siklus-pengelolaan-keuangan-negara/ (Diakses
pada tanggal 16 Oktober 2020)
https://www.academia.edu/12173167/LAPORAN_KEUANGAN_PEMERINTAH (Diakses
pada tanggal 16 Oktober 2020)
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/28/23102391/gubernur-sultra-nur-alam-divonis-
12-tahun-penjara (Diakses pada tanggal 16 Oktober 2020)