Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Laporan Modul Viii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di dalam pelaksanaan proses produksi dari perusahaan-perusahaan pada
umumnya, maka kelancaran pelaksanaan proses produksi merupakan suatu hal yang
sangat diharapkan di dalam setiap perusahaan. Kelancaran dalam pelaksanaan proses
produksi dari suatu perusahaan ini disamping dipengaruhi oleh sistem produksi yang
ada didalam perusahaan tersebut, maka pengendalian proses produksi dalam
perusahaan yang bersangkutan akan menentukan pula. Sistem produksi pada
umumnya sudah dipersiapkan sebelum perusahaan tersebut melaksanakan proses
produksinya. Baik buruknya sistem produksi dalam suatu perusahaan akan
mempengaruhi pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan
tersebut. Namun demikian sistem produksi yang baik belum tentu dapat
menghasilkan pelaksanaan proses produksi yang baik pula apabila tidak diikuti
dengan pengendalian yang memadai. Untuk dapat melaksanakan proses produksi
dengan baik maka disamping diperlukan adanya sistem produksi yang baik, sangat
diperlukan pula terdapatnya pengendalian proses produksi yang tepat pula. Dengan
terdapatnya sistem produksi yang baik serta diikuti dengan pengendalian proses yang
tepat maka akan dapat diharapkan terdapatnya kelancaran pelaksanaan proses
produksi dalam perusahaan (Ahyari,1986:3).
Untuk dapat melaksanakan pengendalian proses produksi dengan baik, perlu
diketahui fungsi pengendalian proses produksi didalam perusahaan yang
melaksanakan proses produksi tersebut. Adapun yang dimaksud dengan fungsi
pengendalian proses ini adalah perencanaan, penentuan urutan kerja, penentuan
waktu kerja, pemberian perintah kerja dan tindak lanjut dalam pelaksanaan proses
produksi (Ahyari, 1986:4).
Pengendalian produksi dilakukan untuk mempelajari prinsip-prinsip dan
teknik-teknik mendapatkan rancangan sistem dan tata kerja yang paling efektif dan
efisien. Prinsip atau teknik-teknik tersebut diaplikasikan guna mengatur komponen-
komponen kerja yang terlibat dalam sebuah sistem kerja seperti manusia, bahan
baku, mesin, dan lain-lain, sehingga dicapai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja
yang tinggi (Mulyadi, 1998:284).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan, maka perumusan masalahnya adalah
:
1. Bagaimana proses perencanaan dan pengendalian produksi yang akan
dilakukan?
1.3. Tujuan
Tujuan dalam praktikum ini adalah :
1. Mampu mengetahui perencanaan dan pengendalian produksi
2. Mengetahui tujuan utama perencanaan dan pengendalian produksi
3. Mampu mengetahui tentang pengertian, tujuan dan metode aggregate
planning
4. Mampu mengetahui MPS, RCCP, MRP, PAC DAN CRP
5. Mampu mengetahui teknik teknik penetapan ukuran LOT
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dilakukannya praktikum tersebut adalah :
1. Dapat mengetahui defenisi perencanaan dan pengendalian produksi
2. Dapat mengetahui tujuan utama perencanaan dan pengendalian produksi
3. Dapat mengetahui tentang pengertian, tujuan dan metode aggregate
planning
4. Dapat mengetahui defenisi MPS, RCCP, MRP, PAC DAN CRP
5. Dapat mengetahui teknik teknik penetapan ukuran LOT
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan


Pengertian mengenai Production Planning and Inventory control (PPIC) akan
dikemukakan berdasarkan konsep sistem. Produksi adalah suatu proses pengubahan
bahan baku menjadi barang jadi. Sistem produksi adalah sekumpulan aktivitas untuk
pembuatan suatu produk, dimana dalam pembuatan ini melibatkan tenaga kerja,
bahan baku, mesin, energi, informasi, modal dan tindakan manajemen. Dalam
Praktik, aktivitas dalam sistem produksi ini dapat dikelompokan ke dalam dua
kategori yaitu “Perencanaan Produksi” dan “Pengendalian Persediaan” dikutip dari
(Everett, 1998).
Proses produksi adalah aktivitas bagaimana membuat produk jadi dari bahan
baku yang melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis, dan lainlain. Proses
produksi merupakan tindakan nyata dan dapat dilihat. Proses produksi ini terdiri atas
beberapa subproses produksi misalnya proses pengolahan bahan baku menjadi
komponen, proses perakitan komponen menjadi sub-assembly dan proses perakitan
sub-assembly menjadi produk jadi, dikutip dari (Adegoke, 2012).
2.1.1. Perancanaan Produksi
Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output
manufaktur secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan
dan inventori yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan tingkat
manufacturing, biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode satu
tahun lebih, untuk setiap kelompok produk. Rencana produksi harus konsisten
dengan rencana bisnis. (Brown, 1996).
2.1.2. Pengendalian Persediaan
Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan
dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah komponen,
material atau produk jadi yang tersedia di tangan, menunggu untuk digunakan atau
dijual. (Groebner. (1992).Introduction to Management Science. USA : Macmillan.)
Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya
persediaan adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme pemenuhan atas persediaan.
2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian.
3. Keinginan untuk melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan
keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang. (Smith, 1989).
2.1.3. Tujuan utama perencanaan dan pengendalian produksi
1. Memaksimalkan pelayanan terhadap konsumen
• MTO: waktu delivery yang sesuai dengan jadwal
• MTS: pemenuhan order konsumen
2. Meminimalkan investasi pada persediaan (bahan baku, WIP, parts,
assembly, dan produk).
3. Memaksimalkan efisiensi penggunaan resources.
2.2. Aggregate Planning
Aggregate Planning merupakan pernyataan rencana produksi yang dinyatakan
dalam kelompok produk atau family (aggregate). Satuan unit yang digunakan
bergantung pada produk yang dibuat (ton, liter, kubik, jam mesin, atau jam orang).
Faktor konversi harus ditetapkan, selain sebagai alat komunikasi dengan departemen
lainnya, juga digunakan untuk menerjemahkan perencanaan produksi ke jadwal
produksi.
Beberapa strategi murni Aggregate Planning antara lain: mengendalikan
jumlah persediaan, mengendalikan jumlah tenaga kerja, sub kontrak, dan memenuhi
demand.
2.2.1. Tujuan Aggregate Planning
Terdapat beberapa tujuan aggregate planning yaitu
1. Sebagai langkah awal untuk melakukan aktivitas produksi, yaitu sebagai
referensi perencanaan lebih rinci menjadi item-item dalam jadwal produksi
induk.
2. Sebagai masukan perencanaan sumber daya (Resource Requirement
Planning) sehingga perencanaan sumber daya dapat dikembangkan untuk
mendukung perencanaan produksi.
3. Meredam fluktuasi demand melalui perencanaan produksi dan tenaga kerja
2.2.2. Kategori Pendekatan Aggregate Planning Strategi Produksi
Pada pendekatan aggregate planning statregi produksi memiliki beberapa
kateegori yaitu
1. Penambahan jam kerja contohnya lembur
2. Pengurangan jam kerja
3. Penambahan tenaga kerja seperti cocok untuk bukan tenaga ahli
4. Pengurangan tenaga kerja seperti cocok untuk bukan tenaga ahli
5. Sub kontrak
a) produksi oleh pihak lain atas nama perusahaan
b) Spesifikasi ditentukan perusahaan
2.2.3. Metode Perencanaan Agregat
Perencanaan agregat memiliki beberapa metode yaitu
1. Trial and error (heuristic)
2. Linear programming cost minimization (LP)
3. Linear decision rules (LDR)
4. Search decision rules (SCR)
5. Simulasi
2.3. Master Production Schedule (MPS)
Jadwal produksi induk atau Master Production Schedule (MPS) adalah
pernyataan produk akhir (end item). MPS merupakan disagregasi dari aggregate
planning. Secara garis besar aktivitas MPS terdiri dari tiga tahap yaitu perancangan,
pembuatan, serta pengendalian MPS dengan horizon waktu antara 1 sampai dengan 3
tahun.
MPS memiliki empat fungsi penting, yaitu sebagai berikut:
1. Menjadwalkan produksi dan pembelian material untuk produk (item).
2. Menjadi masukkan data sistem Material requirement Planning (MRP).
3. Sebagai dasar penentuan resources, seperti tenaga kerja dan jam mesin,
melalui perhitungan Rough-cut Capacity Planning (RCCP).
4. Sebagai dasar untuk memenuhi janji pengiriman produk kepada konsumen.
2.4. Rough-Cut Capacity Planning (RRCCP)
Masalah yang biasa ditemui dalam pengoperasian sistem MRP adalah adanya
overstated MPS, yaitu kondisi jadwal produksi induk yang memiliki kuantitas lebih
besar dari kualitas yang dimiliki. Hal ini menyebabkan persediaan bahan baku dan
WIP meningkat.
MPS perlu dilakukan verivikasi fasibilitas melalui proses validasi terhadap
kapasitas yang dimiliki, proses ini dinamakan Rough-cut Capacity Planning (RCCP).
Horizon waktu dari RCCP sama dengan horizon waktu MPS.
Tahap pertama melakukan RCCP adalah mengidentifikasi sumber daya yang
utama, seperti work center, tenaga kerja, atau material kritis, kemudian menentukan
kebutuhan setiap sumber daya untuk memenuhi MPS setiap periode. Tahap
selanjutnya penghitungan kapasitas nominal (calculate capacity) sumber daya yang
tersedia setiap periode lalu melakukan perbandingan terhadap beban sumber daya,
apakah terjadi underload atau overload. Penyesuaian revisi kapasitas atau jadwal
(MPS) harus dilakukan ketika sumber daya overload.
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam RCCP adalah (Forgaty, P410-
422): pendekatan Bill of labor, Capacity Planning Using Overall Factor, dan
Resource Profile.
2.5. Material Requirements Planning (MRP)
Sistem MRP adalah suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik
transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menerjemahkan jadwal induk
produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk semua item.(Gasperz, 2001). Sistem
MRP dirancang untuk membuat pesananpesanan produksi dan pembelian untuk
mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan
jadwal produksi untuk produk akhir.
Material Requirements Planning (MRP) menjamin agar item yang dibuat tepat
waktu dan tepat jumlahnya melalui proses exploding kebutuhan produk akhir
menjadi kebutuhan komponen dan bahan baku dengan memerhatikan time-phase.
Input utama MRP dan MPS, produk struktur file, dan inventory master file
sedangkan output dari aktivitas MRP adalah Planned Order Releases Material
Requirements Planning (MRP) menjamin agar item yang dibuat tepat waktu dan
tepat jumlahnya melalui proses exploding kebutuhan produk akhir menjadi
kebutuhan komponen dan bahan baku dengan memerhatikan time-phase.
Kelemahan MRP yaitu, sebagai berikut:
1. MRP mengasumsikan kapasitas produksi infinite,
2. sistem MRP deterministik (lead time, supply, demand),
3. diasumsikan kualitas semua produk baik, system nervousness, dan
membutuhkan integritas data yang tinggi
2.5.1. Langkah-Langkah MRP
MRP memiliki beberapa langkah-langkah yaitu sebagai berikut:
1. Netting. Proses perhitungan Net Requirements yang digunakan sebagai
acuan kebutuhan level dibawahnya. Net Requirements = Gross
Requirements – On hand inventory – Schedule receipts
2. Lotting. Penentuan ukuran batch pembelian atau produksi.
3. Time phasing/offsetting. Penentuan waktu order di-releases dengan
memperhatkan lead time produksi atau lead time pemesanan sehingga net
requirements dapat dipenuhi pada waktunya.
4. Exploding. Perhitungan lebih lanjut untuk item pada struktur dibawahnya.
2.6. Teknik-Teknik Penetapan Ukuran Lot
Pada penetapan ukutran lot memiliki bebrapa teknik penetapan ukuran yaitu
sebagai berikut:
1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat (single level) dengan kapasitas tak
terbatas. Teknik-teknik yang sering digunakan antara lain Fixed Order
Quantity, Economic Order Quantity, Period Order Quantity, Lot for lot,
Fixed Order Period, Least Unit Cost, Least Total Cost, Economic Part
Period, Metode Silver Meal dan Algoritma Wagner Within.
2. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat (single level) dengan kapasitas
terbatas. Teknik yang digunakan umumnya bersifat heuristik tetapi dapat
juga digunakan metode optimisasi.
3. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat (multiple level) dengan kapasitas
tak terbatas. Metode yang digunakan antara lain: Programa Integer, Metode
Mc Laren, Metode Blackburn & Millen, Metode Carlson & Kropp, Metode
Graves.
2.7. Capacity Requirements Planning (CRP)
CRP sebagai fungsi unuk menentukan, mengukur, dan menyesuaikan tingkat
kapasitas atau proses untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan sumber daya mesin
yang diperlukan untuk melaksanakan produksi. CRP merupakan teknik perhitungan
kapasitas rinci untuk memverifikasi apakah kapasitas yang tersedia adapat memenuhi
Planned Order Releases.
Hasil Planned Releases dilakukan simulasi deterministik untuk menentukan
waktu setiap order melaui setiap stasiun kerja dengan menggunakan lead time offset.
Simulasi juga harus memasukkan relases order (order yang telah di releases ke lantai
produksi).
Simulasi ini akan menghasilkan laporan beban mesin kemudian dibandingkan
dengan kapasitas yang tersedia pada stasiun tersebut. Jika beban kerja melebihi
kapasitas yang tersedia maka perlu dilakukan tindakan penyesuaian. Tindakan ini
dapat berupa revisi MPS, peningkatan kapasitas, perubahan load sizing policy, dan
lain-lain.
Input yang dibutuhkan untuk melakukan CRP antara lain Bill Of Material, Item
Master Record Files, Work Center Master Files, dan Planned Order releases.
2.8. Production Activity Control (PAC)
PAC merupakan pengendalian pada level operasional melalui sistem closed
loop yang berisi aktivitas pengukuran output actual, membandingkan dengan
rencana, serta melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan.
PAC memilki fungsi untuk menjamin semua aktivitas berjalan seperti yang
direncanakan, memberikan laporan tentang hasil pelaksanaan operasional,
melakukan proses revisi terhadap rencana sehingga hasil yang diinginkan dapat
dicapai.
Sistem PAC terdiri dari elemen-elemen yaitu, sebagai berikut:
1. Scheduling: mengembangkan rencana berbasis informasi real time yang
menjamin selurih kebutuhan produksi terpenuhi.
2. Dispatching: menjalankan rencana tersebut dengan mempertimbangkan
status sitem produksi saat dispatching.
3. Monitor: mengawasi status komponen vital dalam sistem selama aktivitas
dispatching dijalankan.
4. Mover: melakukankoordinasi fungsi material handling.
5. Producer: melakukan koordinasi operasi yang dijalankan stasiun kerja
Beberapa teknik yang digunakan dalam PAC antara lain: dispatching rules,
input output control, operation overlapping, operation splitting, rereouting, queue
management, knowledge base, peningkatan kapasitas dan lain-lain.
BAB III

PENGOLAHAN DATA

3.1. Perhitungan Jadwal Induk Produksi (MPS)


Perhitungan jadwal induk produksi ini terdapat 4 metode yang dgunakan dalam
melakukan perhitungan, yaitu :
1. Metode Tenaga Kerja Tetap
2. Metode Tenaga Kerja Berubah
3. Metode Sub Kontrak
4. Metode Transportasi
Namun kali ini kami akan menggunkanan metode tenaga kerja tetap, berikut
penjelasannya :
3.1 Tabel Peramalan Metode Terpilih

Periode Permintaan Aktual Ramalan Permintaan

1 360 329
2 350 354
3 343 351
4 297 345
5 298 307
6 304 300
7 323 303
8 322 319
9 338 321
10 311 335
11 356 316
12 340 348

Diasumsikan bahwa:
a. Inventory awal = 50 unit
b. Waktu Baku = 4,5 jam
c. Jam kerja/hari = 8 jam/hari
d. Regular Time Cost = Rp 1.750/unit
e. Over Time Cost = Rp 1.875/unit
f. Sub Contract Cost = Rp 2.500/unit
g. Lay Off Cost = Rp 1.625.000/unit
h. Hiting Cost = Rp 1.625.000/unit
i. Under Time Cost = Rp 2.000/jam/orang
j. Holding Cost = Rp 100/unit
k. Kapasitas Sub kontak = 25% dari Kapasistas Perusahaan
Data pada tabel di atas menjelaskan hasil peramalan penjualan yang telah
dilakukan sebelumnya. Data penunjang lainnya yaitu mengenai jumlah hari kerja dari
setiap periodenya pada tahun 2020. Berikut ini adalah data mengenai ketentuan hari
kerja pada tahun 2020:
Tabel 3.2 Hari Kerja pada Tahun 2020
Period 1 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
e 0 1 2
1 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 1
HK
9 8 9 6 0 7 2 2 1 3 0 5

Tabel 3.3 Rencana Kebutuhan Produksi Agregat


Inventory Permintaan Safety Kebutuhan Inventory
Bulan
Awal (forecast) Stock Produksi Akhir
1 50 329 82 361 82
2 82 354 89 360 89
3 89 351 88 350 88
4 88 345 86 344 86
5 86 307 77 298 77
6 77 300 75 298 75
7 75 303 76 304 76
8 76 319 80 323 80
9 80 321 80 322 80
10 80 335 84 339 84
11 84 316 79 311 79
12 79 348 87 356 87
Total 945 3928 982 3965 982
Safety Stock = 25% x pemintaan (forecast)
= 0.25 x 329
= 82
Kebutuhan Produksi = Permintaan + Safety Stock – inventory awal
= 329 + 82 – 50
= 361
Inventory akhir = Inventory awal + kebutuhan produksi – permintaan
= 50 + 361 – 329
= 82
Perhitungan metode tenaga kerja tetap merupakan perhitungan berdasarkan
biaya produksi yang paling kecil dan tenaga kerja-nya yang dihitung. Berdasarkan
metode tenaga kerja tetap dapat ditentukan jumlah tenaga kerja. Selain itu juga dapat
diketahui jumlah biaya yang akan dikeluarkan. Berikut ini adalah hasil dari
perhitungan dengan menggunakan metode tenaga kerja tetap :
a)

Wb ( ∑ Demand−Inventory awal ) 4.5 (3965−50 ) 17617.5


∑ TK= = = =9.5 ≈ 10
( ∑ HK × JK ) ( 232 x 8 ) 1856
( TK × JK ×∑ HK ) 10 ×8 × 232
b) Total Produksi RT = = =4124.44 unit
Wb 4.5
≈ 4125
c) Kekurangan Produksi=∑ kebutuhan Produksi−Inventory awal−Total RT
¿ 3962−50−4125=0
d)
Ongkos RT=Total Produksi RT × Ongkos RTperunit=4125× 1750=Rp 7.218 .750
e) Ongkos OT =Kekurangan Produksi ×Ongkos OTperunit=0 ×1875=0
f) Total RT + 0=Rp 7.218 .750

Tabel 3.4 Perhitungan Metode Tenaga Kerja Tetap


Over Unit
UPR Sub Inventor
Periode Demand HK RMH Man Produce
T Kontrak y Akhir
Hour d OT
1 329 19 1520 338 380 0 0 9
2 354 18 1440 320 360 34 0 0
3 351 19 1520 338 380 13 0 0
4 345 16 1280 284 320 61 0 0
5 307 20 1600 356 400 0 0 49
6 300 17 1360 302 340 0 0 2
7 303 22 1760 391 440 0 0 88
8 319 22 1760 391 440 0 0 72
9 321 21 1680 373 420 0 0 52
10 335 23 1840 409 460 0 0 74
11 316 20 1600 356 400 0 0 40
12 348 15 1200 267 300 81 0 0
Total 3928 232 18560 4124 4640 189 0 386

Maka dapat diperoleh MPS ( Jadwal Induk Produksi) Produk Ragum Pipa
Sebagai Berikut :
Tabel 3.5 MPS ( Jadwal Induk Produksi) Produk Ragum Pipa
Periode 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Forecast  - 329 354 351 345 307 300 303 319 321 335 316 348
MPS  - 338 320 338 284 356 302 391 391 373 409 356 267
397 394 392 386 391 391 400 407 412 420 424
POH 3965 4161
4 0 7 6 5 7 5 7 9 3 3
3.2. Hasil Material Requirement Planning (MRP)
Berikut ini adalah tabel dari Hasil Material Requirement Planning (MRP) :
Tabel 3.6 Tabel Hasil Material Requirement Planning (MRP)
Lot For
Ragum Pipa Periode
Lot
Lead Time
Level 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
=1
Gr 329 354 351 345 307 300 303 319 321 335 316 348
SR 250
IOH 50 - - - - - - - - - - -
NR 279 104 351 345 307 300 303 319 321 335 316 348
POReceipts 279 104 351 345 307 300 303 319 321 335 316 348
POReleases 279 104 351 345 307 300 303 319 321 335 316 348

Lot For
Ragum Pipa Periode
Lot
Lead Time
Level 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
=1
Gr 329 354 351 345 307 300 303 319 321 335 316 348
SR 300
IOH 35 - - - - - - - - - - -
NR 244 - 155 345 307 300 303 319 321 335 316 348
POReceipts 244 - 155 345 307 300 303 319 321 335 316 348
POReleases 244 - 155 345 307 300 303 319 321 335 316 348

Lot For
Ragum Pipa Periode
Lot
Lead Time
Level 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
=1
Gr 329 354 351 345 307 300 303 319 321 335 316 348
SR 250
IOH 10 - - - - - - - - - - -
NR 249 - - 300 307 300 303 319 321 335 316 348
POReceipts 249 - - 300 307 300 303 319 321 335 316 348
POReleases 249 - - 300 307 300 303 319 321 335 316 348

3.3. Lot Sizing Policy Untuk Purchase Order


Lot sizing dengan menggunakan metode LFL sudah cukup baik dalam
menentukan lot sizing mengingat setiap detail harga serta pengujian hasil MRP
dengan POR juga terselesaikan sehingga dapat membuktikan kelayakan dari MPS
maupun MRP yang telah dibuat berdasarkan data permintaan awal yang telah
didapatkan.
3.4. Analisa
MPS adalah disagregasi dari aggregate planning. Secara garis besar aktivitas
MPS terdiri dari tiga tahap yaitu perancangan,pembuatan,serta pengendalian MPS
dengan horizon waktu antara 1 sampai dengan 3 tahun. Berdasarkan hasil,
perhitungan, diperoleh data jadwal induk untuk dua belas bulan adalah berturut-turut
sebesar 338, 320, 338, 284, 356, 302, 391, 391, 373, 409, 356 dan 267.
Untuk perhitungan Material requirement Planning (MRP), digunakan metode
Lot for Lot (LFL), berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (atau
memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan
seminimal mungkin. Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah sesungguhnya yang
diperlukan (lot-for-lot) ini menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan.
Sehingga, biaya yang timbul hanya berupa biaya pemesanan saja. Asumsi yang ada
di balik metode ini adalah bahwa pemasok (dari luar atau dari lantai pabrik) tidak
mensyaratkan ukuran lot tertentu, artinya berapapun ukuran lot yang dipilih akan
dapat dipenuhi.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikan dapat disimpulan bahwa:
1. Hasil, perhitungan, diperoleh data jadwal induk untuk dua belas bulan
adalah berturut-turut sebesar 338, 320, 338, 284, 356, 302, 391, 391, 373,
409, 356 dan 267.
2. Berdasarkan perbandingan antara data kapasitas yang dibutuhkan dan
kapasitas tersedia, dapat dikatakan bahwa MPS sudah valid.
3. Metode yang digunakan dalam perhitungan MRP adalh metode Lot for Lot
(LFL), atau juga dikenal sabagai metode persediaan minimal, berdasarkan
pada ide menyediakan persediaan (atau memproduksi) sesuai dengan yang
diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin.
4. Lot sizing dengan menggunakan metode LFL sudah cukup baik dalam
menentukan lot sizing mengingat setiap detail harga serta pengujian hasil
MRP dengan POR juga terselesaikan sehingga dapat membuktikan
kelayakan dari MPS maupun MRP yang telah dibuat berdasarkan data
permintaan awal yang telah didapatkan.

Anda mungkin juga menyukai