Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Fungsi Iklan Sebagai Pemberi Informasi Dan Pembentuk Opini

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 2

Fungsi Iklan Sebagai Pemberi Informasi Dan Pembentuk Opini

a.       Fungsi Iklan Sebagai Pemberi Informasi


Iklan mempunyai andil besar dalam menciptakan citra bisnis baik secara positif maupun
negative. Iklan ikut menentukan penilaian masyarakat mengenai baik buruknya kegiatan
bisnis. Sayangnya, lebih banyak iklan justru menciptakan citra negative tentang bisnis,
seakan bisnis adalah kegiatan tipu-menipu, kegiatan yang menghalalkan segala cara demi
mencapai tujuan, yaitu keuntungan. Ini karena iklan sering atau lebih banyak memberi kesan
dan informasi yang berlebihan, kalau bukan palsu dan terang-terangan menipu, tentang
produk tertentu yang dalam kenyataannya hanya akan mengecoh dan mengecewakan
masyarakat konsumen. Karena kecendrungan yang berlebihan untuk menarik konsumen agar
membeli produk tertentu dengan cara memberi kesan dan pesan yang berlebihan tanpa
memperhatikan berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan citra bisnis
tercemar sebagai kegiatan tipu-menipu, dank arena itu seakan etika ada jurang yang tak
dijembatani.
b.      Iklan Sebagai Pembentuk Pendapat Umum (Opini)
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang lain
iklan dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang
sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang
berusaha mempengaruhi masa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik
massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang
manipulatif, persuatif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk
membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar
memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di
luar diri manusia. Iklan persuasive sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit
untuk dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-
terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
2.      Beberapa Persoalan Etis Periklanan
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya ikaln yang
manipulative dan persuasive non-rasional. Pertama, ikaln merongrong otonomi dan
kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat produk
tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilijan
iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan, khususnya ikalan
manipilatis dan persuasive yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan
imperative moral kan bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi
kepentingan lain dari luar dirinya. Manusia harus dihargai hanya sebagai yang mampu
menentukan pilihannya sendiri, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pada fenomena iklan manipulative, manusia benar-benar menjadi objek untuk membantunya
memilih produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulative dan persuasive non-rasional
menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara
ekonomis hal ini baik karena dengan demikian akan menciptakan permintaan dan ikut
menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan dapat memacu produktivitas kerja manusia hanya
demi memenuhi kebutuhan hidupnya yang terus bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak
lain muncul masyarakat konsumtif, di mana banyak daari apa yang dianggap manusia sebagai
kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga yang juga menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulasi dan
persuasive non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra diri manusia
modern. Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum memiliki barang
ditawarkan ikalan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak ramput seperti
diiklankan bintang film terkenal, identisas manusia modern lalu halnya identitas masal, serba
sama, serba tiruan,serba polesan dan serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan social
sangat tinggi, iklan merongrong rasa keadilan social masyarakat. Iklan yang menampilkan
yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan social di ,ama banyak anggota masyarakat
berjuang untuk sekedar hidup.
3.      Makna Etis Menipu Dalam Iklan
Jadi, karena konsumen adalah pihak yang berhak mengetahui kebenaran sebuah produk,
iklan yang membuat pernyataan yang menyebabkan mereka salah menarik kesimpulan
tentang produk itu tetap dianggap menipu dan dikutuk secara moral kendati tidak ada maksud
apa pun untuk memperdaya. Dengan kata lain, bahkan iklan yang hanya bohong, dan tidak
ada maksud untuk memperdaya sekalipun, sudah dikategorikan sebagain penipu dank arena
dianggap sebagai tidak etis, hanya karena alas an bahwa konsumen berhak mengetahui semua
informasi yang sebenarnya tentang produk yang ditawarkannya.
Pihak pengiklan dan produsen mungkin akan keberatan dengan mengatakan bahwa
konsumenlah yang salah dalam menafsirkan iklan tersebut. Jadi, mereka sama sekali tidak
menipu. Namun, iklan yang tampil dengan pernyataan sudah tidak netral. Soalnya, iklan itu
sendiri ditampilkan dengan cara sedemikian rupa sehingga pada dirinya sendiri sudah
mengandung penafsiran yang keliru. Jadi, kekeliruan itu sesungguhnya sudah terkandung
dalam iklan itu. Maka, secara tidak langsung sebenarnya sudah ada niat terselubung dan
samar-samar dari pihak pengiklan dan produsen untuk memperdaya konsumen, paling
dengan kurang membuat iklan yang dapat ditafsirkan secara keliru itu.
Secara singkat dapat disimpilkan bahwa iklan yang menipu dan karena itu secara
moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai
dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa
menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak
mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar.
Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral
adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
4.      Kebebasan Konsumen
Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan
antara produsen dengan konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan
penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula
menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini.
Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang antara lain: ahli
etika, konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama, dan
tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga
penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar
mempunyai komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun,
jika ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis dalam bentuk aturan
perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah
melalui departemen terkait untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi
masyarakat.
Sumber :

Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai