Geotek Lereng PDF
Geotek Lereng PDF
Geotek Lereng PDF
PENDAHULUAN
Kemantapan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (oleh kerja
manusia), dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat dinyatakan secara sederhana
sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak yang bertanggung jawab terhadap
kemantapan lereng tersebut. Dalam keadaan gaya penahan (terhadap longsoran) lebih
besar dari gaya penggeraknya, maka lereng tersebut akan berada dalam keadaan yang
PENDAHULUAN | 1
mantap (stabil). Tetapi apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya
penggeraknya, maka lereng tersebut menjadi tidak mantap dan longsoran akan terjadi.
Sebenarnya, longsoran tersebut merupakan suatu proses alam untuk mendapatkan
kondisi kemantapan lereng yang baru (keseimbangan baru), di mana gaya penahan lebih
besar dari gaya penggeraknya.
Apabila harga F untuk suatu lereng > 1,0; yang artinya gaya penahan > gaya
penggerak, maka lereng tersebut berada dalam keadaan mantap/aman. Tetapi apabila
harga F < 1,0; yang artinya gaya penahan < gaya penggerak, maka lereng tersebut
berada dalam kondisi tidak mantap dan mungkin akan terjadi longsoran pada lereng
yang bersangkutan.
PENDAHULUAN | 2
Gambar 1.1 Jenis longsoran dan stereoplot
PENDAHULUAN | 3
Gambar 1.2 Informasi struktur geologi dan evaluasi jenis longsoran yang mungkin
terjadi dari suatu rencana open pit
PENDAHULUAN | 4
1.2. Macam - macam Ketidakmantapan
Beberapa hal yang perlu diketahui, dipelajari, dan dimengerti sebelumnya agar
dapat menghayati falsafah rancangan lereng tambang adalah klasifikasi gerakan massa
tanah atau batuan tahap-tahap pertambangan dan sasaran geoteknik, metoda
penambangan terbuka yang diterapkan, rancangan teknik secara umum.
Gerakan tanah atau dapat didefinisikan sebagai berpindahnya massa tanah atau
batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukannya semula (M.M. Purbo
Hadiwidjoyo, 1992). Adapun jenis gerakan tanah atau batuan menurut pendapat beliau
dan telah dilengkapi oleh saya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Longsoran (sliding)
2. Runtuhan (falling)
Dapat terjadi pada bidang diskontinu suatu lereng yang tegak
Rayapan lapisan lunak atau gulingan blok.
3. Amblasan (subsidence)
Gerakan vertikal berupa penurunan relatif muka tanah karena kompaksi atau
hilangnya air tanah.
4. Rayapan (creep)
Gerakan yang kontinu dan relatif lambat disertai bidang rayapan yang tidak
terlihat jelas.
5. Aliran (flow)
Gerakan yang berasosiasi dengan transportasi material air atau udara dan
dipicu oleh gerakan longsoran sebelumnya disertai kecepatan yang bisa sangat
tinggi
PENDAHULUAN | 5
6. Nendatan (slump)
PENDAHULUAN | 6
Longsoran Baji
PENDAHULUAN | 7
BAB II
Dilihat dari jenis material, ada 2 macam lereng, yaitu lereng batuan dan lereng
tanah. Dalam analisis dan penentuan jenis tindakan pengamanannya, lereng batuan
tidak dapat disamakan dengan lereng tanah, karena parameter material dan jenis
penyebab longsor di kedua lereng tersebut sangat jauh berbeda.
Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja
tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air pori. Ketiga hal di atas
mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng. Sedangkan tanah
atau batuan sendiri mempunyai sifat sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser alam
(angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang juga sangat berperan
dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng.
Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus
diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga
sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dianalisis
kelakuan tanah atau batuan tersebut jika dilakukan penggalian atau penimbunan. Baru
kemudian bisa ditentukan geometri dari lereng yang diperbolehkan atau cara-cara lain
yang berguna untuk membantu agar lereng tersebut menjadi stabil atau mantap.
Metoda penambangan terbuka tidak dibahas disini sedangkan untuk bab 2.4
dan 2.5 bahannya diambil dari Tim Sulivan “Mining Geotechnics Slope Stability for
Surface Mining” Key Centre for Mines, University of New South Wales, 1992.
- longsoran (sliding)
- runtuhan (falling)
- nendatan (slump)
- amblasan (subsidence)
- rayapan (creep)
- aliran (flow)
- gerakan kompleks (complex movement)
Disebut longsoran, jika bahan yang bergerak itu seakan akan dengan tiba-tiba
meluncur ke bawah. Runtuhan, jika bahan itu ibaratnya jatuh bebas, seperti massa
batuan pada dinding yang curam (mendekati tegak), yang sekonyong-konyong jatuh.
Kita berhadapan dengan nendatan jika tanah atau batuan yang tersangkut merupakan
massa yang belum terlepas dari ikatannya; jadi seakan akan masih merupakan
gumpalan-gumpalan besar. Amblasan sering dapat kita saksikan pada jalan yang
tadinya rata tiba-tiba menurun, entah karena di bawah ada rongga, entah karena di
bagian lain ada yang terdesak.
Rayapan, yaitu gerakan massa tanah atau batuan secara perlahan lahan.
Sedangkan aliran, yaitu campuran gerakan dan transportasi massa tanah atau batuan.
Istilah yang paling banyak digunakan untuk merancang gerakan tanah atau batuan
yang terjadi pada lereng-lereng alamiah adalah longsoran dalam arti yang luas.
1. Longsoran mewakili satu kategori dan suatu fenomena included under the
general heading of mass movement.
3. Gerakan harus cukup cepat, karena rayapan (creep) adalah begitu lambat
sebagai longsoran.
7. Material yang tetap di tempat mempunyai batas yang jelas dan biasanya
melibatkan hanya bagian terbatas dari punggung lereng.
8. Material yang tetap ditempat dapat meliputi sebagian dari regolith dan/ atau
bedrock.
Klasifikasi dari longsoran pada umumnya dapat didasarkan pada faktor faktor
sebagai berikut:
- karakteristik geomekanik
- mekanisme longsoran
Dihasilkan pada umumnya pada suatu material yang kurang rapuh. Gerakan
ini terjadi sepanjang satu atau beberapa bidang luncura. Gerakan ini bisa berupa rotasi
atau translasi yang tergantung pada keadaan material serta strukturnya. Kalau
luncurannya merupakan rotasi, maka biasanya akan menghasilkan longsoran busur
atau lingkaran. Tetapi bila gerakan ini merupakan translasi, maka akan menghasilkan
longsoran bidang. Gabungan kedua gerakan ini akan menghasilkan longsoran bidang
dan busur.
Jenis gerakan ini yang paling banyak terjadi, seperti yang dialami desa
Sukasari, Bogor Timur, pada tanggal 22 November 1992 yang lalu dan meminta
korban sembilan orang meninggal. Juga di desa Cikalong, Tasikmalaya yang terjadi
pada tanggal 11 Oktober 1992 dan meminta korban 56 orang meninggal (M.M.
PURBO HADIWIDJOYO, 1992).
Definisi runtuhan dapat dilihat pada awal tulisan ini. Runtuhan ini dapat
terjadi dari bidang-bidang diskontinu pada suatu lereng yang tegak, pada rayapan dari
lapisan lunak (misalnya marl lempung) atau gulingan blok ebagai contoh runtuhan
yang terjadi di Gunung Granier en Savoie pada tahun 1248 (HANTZ, 1988).
Keruntuhan dari jurang batukapur dengan ketinggian sekitar 1.000 m, mengikuti
gelinciran/longsoran dari marl (tanah bahan semen) dan menggerakkan suatu volume
yang sangat besar yaitu sekitar 500.000.000 m3, yang menyebar sepanjang 7 km
dengan luas 20 km, dan membunuh ribuan penduduk.
Gerakan yang kontinu dan relatif lambat, kita tidak dapat melihat dengan
jelas bidang rayapan. Contoh daerah pelanggan jenis gerakan ini adalah Pangadegang
di Cianjur Selatan. Di sana daerah yang bergerak mencakup sekitar 100 km. Selain itu
di daerah Ciamis Utara, Banjar negara di Jawa Tengah (M.M. PURBO
HADIWIDJOYO, 1992).
2.2.5. Aliran
Gerakan ini berasosiasi dengan transportasi material oleh air atau udara dan
dipicu oleh gerakan longsoran sebelumnya. Kecepatan gerakan bisa sangat tinggi.
Kedua istilah "pemicu" dan "pemacu" ini dipakai oleh M.M. PURBO
HADIWIDJOYO (1992). Pemicu itu misalnya adalah gempa bumi. Salah satu
gerakan tanah besar yang diduga kuat dipicu oleh gempa adalah terjadi di Cianjur
Selatan pada 13 Desember 1924. Gempa itu sendiri tidak bersumber di Jawa Barat.
Tempat yang sama lagi-lagi bergerak pada Desember 1964. Ketika itu sumbernya
kebetulan juga ada di Jawa Barat dan kebesarannya mencapai 6 pada skala Richter.
Getaran yang timbul karena lewatnya kereta api dapat pula memicu terjadinya
gerakan tanah. Hal itu rupanya telah menimbun kereta api Jakarta - Jogyakarta di
dekat Purwokerto waktu zaman revolusi 1947. Selain itu hujan juga dapat disebut
sebagai pemicu gerakan tanah seperti yang terjadi di jalan antara Sibolga dan Medan
bulan Januari 1993.
Selain terkena picu, gerakan massa tanah atau batuan, dapat juga dipacu.
Misalnya saja, lereng yang semula tahan terhadap gerakan, karena kakinya (toe)
dipotong untuk jalan atau untuk perumahan, akhirnya memiliki kecenderungan lebih
besar untuk bergerak.
Penyebab eksternal
1. Perubahan Geometri Lereng: pemotongan kaki lereng, erosi, perubahan
sudut kemiringan, panjang, dll
2. Pembebasan Beban : erosi, penggalian
3. Pembebanan : penambahan materian, penambahan tinggi
4. Shock dan vibrasi : buatan, pempa bumi, dll.
5. Penurunan permukaan air
6. Perubahan kelakuan air : hujan, tekanan pori, dll.
Penyebab internal
1. Longsoran, progresif : mengikuti ekspansi lateral, fissuring dan erosi
2. Pelapukan
3. Erosi seepage : solution, pemipaan (piping)
Rancangan dan susunan spesifik mengenai geotekniK dan program penelitian air
bawah tanah.
Memberi petunjuk pada teknik peledakan akhir dan peralatan yang sesuai.
- depressurisation lereng
Perencanaan
Penyebab sebenarnya
Memperkirakan resiko
Membuat keputusan
Tindakan pencegahan
Hal ini tidak umum untuk suatu proses deduktif dimana kesimpulan
didasarkan pada fakta yang diketahui atau prinsip yang ada. Merancang lereng
tambang didasarkan pada pengamatan kuantitatif dari sebagian kecil conto tanah atau
Pada tambang bawah tanah dengan batuan yang keras masalah teknik
mekanika batuan adalah pengontrolan bawah tanah (BRADY, 1986); pengontrolan
atas deformasi dan displacement untuk memastikan kestabilan secara keseluruhan,
melindungi jalan masuk, memelihara kondisi kerja yang aman dan cadangan bijih
(BRADY & BROWN, 1985). Masalah teknik dalam menrancang lereng tambang
terbuka adalah tidak dapat mengontrol bawah tanah dan dengan asumsi yang implisit
sehingga lereng dapat runtuh. Sasaran pokok dalam perancangan lereng tambang
terbuka adalah : "Tercapainya desain yang optimum adalah kompromi antara lereng
yang ekonomis dan cukup aman" (Hoek and Bray, 1973).
Salah satu pelopor mekanika tanah dan geoteknik adalah R.B. PECK. Ia yang
pertama kali merumuskan teori dan praktek mekanika tanah. Ia cenderung tidak
langsung ke masalah persoalan teknisnya tetapi : “ pengetahuan yang ada dapat
diaplikasi lebih efektif.”
e. Perhitungan nilai pada kuantitas yang sama pada kondisi yang paling
tidak menguntungkan sesuai dengan data yang ada mengenai kondisi
bawah permukaan.
Bagaimanapun juga metoda ini potensial untuk aplikasi yang limited vision,
tidak jelas pengetahuan dan kriteria perancangannya. Tabel 2.3 diatas menunjukkan
perbandingan dari kedua metoda. Bila metoda ini diketahui dan dipakai sebagai
bagian yang penting dalam geoteknik untuk tambang, maka perlu diperhatikan proses
dalam mengintegrasikan pada perencanaan tambang, karena biasanya menghasilkan :
Tabel 2.4 Metoda pengamatan dan penerapannya pada pertambangan (Peck, 1983)
PENYELIDIKAN LAPANGAN
Peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu daerah /
wilayah / kawasan dengan tingkat kualitas yang tergantung pada skala peta yang
digunakan dan menggambarkan informasi sebaran, jenis dan sifat batuan, umur,
stratigrafi, struktur, tektonika, fisiografi dan potensi sumber daya mineral serta energi
yang disajikan dalam bentuk gambar dengan warna, simbol dan corak atau gabungan
ketiganya.
Ada beberapa istilah geologi yang sering digunakan dalam penerapan teknologi
penginderaan jauh untuk studi inventarisasi sumber daya mineral antara lain:
Skala peta adalah perbandingan jarak yang tercantum pada peta dengan jarak
sebenarnya yang dinyatakan dengan angka atau garis atau gabungan keduanya.
Peta geologi dapat dibedakan atas peta geologi sistematik dan peta geologi
tematik.
Peta geologi sistematik adalah peta yang menyajikan data geologi pada peta
dasar topografi atau batimetri dengan nama dan nomor lembar peta yang
mengacu pada SK Ketua Bakosurtanal No. 019.2.2/1/1975 atau SK
penggantinya.
Peta geologi tematik adalah peta yang menyajikan informasi geologi dan/atau
potensi sumber daya mineral dan/atau energi untuk tujuan tertentu.
Pemetaan geologi adalah pekerjaan atau kegiatan pengumpulan data geologi,
baik darat maupun laut, dengan berbagai metoda.
Sumber daya geologi adalah sumber daya alam yang meliputi sumber daya
mineral, energi, air tanah, bentang alam dan kerawanan bencana alam geologi.
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 24
Gambar 3.1 Contoh peta geologi Halmahera
(www.geocities.com)
Berasal dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat dan graphi yang berarti
menggambar. Peta topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang
berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu
garis kontur mewakili satu ketinggian. Peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri
permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang dapat
ditentukan pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi adalah ukuran
relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik (ukuran permukaan
bidang datar). Peta topografi menyediakan data yang diperlukan tentang sudut
kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola urbanisasi.
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 25
Peta topografi juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu
kawasan tertentu dalam batas-batas skala.
Secara umum, peta topografi adalah peta ketinggian titik atau kawasan yang
dinyatakan dalam bentuk angka ketinggian atau kontur ketinggian yang diukur terhadap
permukaan laut rata-rata.
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 26
terdiri dari seismik refraksi dan seismic, refleksi, resistivitas elektrik dan gravimetrik
serta pengukuran magnetik.
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 27
Dengan:
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 28
Gambar 3.4 Contoh uji seismik refraksi di tambang Air Laya hasil perekaman oleh
Bison Seismograph (Astawa Rai, Kramadibrata, & Wattimena, 1998)
Gabungan antara sifat dinamik batuan utuh dan sifat dinamik massa batuan akan
memberikan beberapa indeks yang berguna untuk menganalisa kemampugalian.
Knill (1970): nisbah antara kecepatan gelombang seismic longitudinal (yang
diukur di lapangan VF atau V2) dengan kecepatan gelombang sonik yang diukur
di laboratorium (VLab) sebagai indeks kualitas massa batuan (F = VF/VLab) dan
Fraktur Indeks.
King & McConnel (Braybrooke, 1988) menggunakan sebuah indeks yang
diturunkan dari Fraktur Indeks dan disebut dengan Indeks Kecepatan (VI) :
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 29
Gambar 3.5 Metode Geoseismik
3.4. Pemboran
- genesa endapan
- kedalaman
- tipe batuan
Untuk endapan alluvial, pengambilan conto dapat dilakukan dengan bor Bangka
(timah alluvial di Bangka, Billiton, dan Singkep). Pemboran dilakukan secara manual
dan sample diambil dengan mempergunakan bailer.
Untuk suatu endapan primer yang terletak jauh di bawah permukaan, sampling
dilakukan dengan memakai pemboran inti (diamond drilling). Conto yang diperoleh
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 30
berupa inti (core) dan sludge. Inti sebagai conto yang tidak terganggu terdapat dalam
core barrel ; sludge ditampung di permukaan di dalam sludge tank.
Core sampling diperoleh dari pemboran inti. Core biasanya dibelah dua; 1
bagian untuk assay dan 1 bagian untuk dokumentasi geologi. Cutting biasanya
dikumpulkan melalui pembilasan lubang dengan fluida bor menghasilkan sludge.
Tingkat ketelitian drill core tergantung pada core recovery. Tingkat ketelitian cutting
pemboran relatif lebih rendah, baik kadar akibat salting maupun posisi kedalaman akibat
lifting capacity.
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 31
Gambar berikut memperlihatkan contoh pemboran dan contoh Drill Core.
(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/1a/Drilling_machine.jpg)
(Notosiswoyo, 2000)
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 32
Gambar 3.8. Drill core
(http://www.maaamet.ee/docs/geoloogia/kast_th.jpg)
Jarak pisah antar diskontinuiti atau kekar adalah jarak tegak lurus antara dua
bidang diskontinuiti yang berurutan sepanjang sebuah garis pengamatan yang disebut
scan-line, dan dinyatakan sebagai intact length. Panjang scan-line minimum untuk
pengukuran jarak diskontinuiti sekitar 50 kali jarak rata-rata diskontinuiti yang hendak
diukur. Sedangkan menurut ISRM (1981) panjang ini cukup sekitar 10 kali, tergantung
kepada tujuan pengukuruan scan-line-nya.
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 33
Moderately widely spaced Medium bedded 200 - 600
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 34
Keterangan gambar :
Garis bentangan
Membentuk dip
Setinggi mata pengamat
Panjang minimum garis pengukuran yang tersedia
10 kali jarak rata-rata kekar/panjang minimum 30 m
Variasi orientasi keluarga kekar
Kerataan permukaan singkapan massa batuan
Ketersedian muka singkapan massa batuan lain yang saling tegak lurus
Diukur 2 kali, maju-mundur
Variasi jenis batuan
Keadaan air tanah
Cuaca
Ketersedian peralatan
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 35
3.6. Uji Mekanika Batuan In-Situ
Uji mekanika batuan in-situ untuk analisis kemantapan lereng adalah uji geser
atau dikenal dengan blok shear test terutama disepanjang permukaan diskontinuitas
untuk mendapatkan kuat geser dari bidang-bidang diskontinuitas. (Gambar 1
memperlihatkan peralatan untuk “blok shear test” yang dilakukan di dalam galian
bawah tanah) uni in-situ ini diperlukan pada saat rancangan rinci (detailed design)
lereng batuan alamiah atau artificial, penggalian batuan di pertambangan.
τ = n . tan + C
dimana :
C = kohesi batuan
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 36
Gambar 3.11 Block shear test
(http://tecservices.com/Portals/0/TileBondShearTest800.jpg)
Untuk mendapatkan modulus deformasi massa batuan dilakukan uji in-situ yang disebut
rock loading test dan untuk mendapatkan kekuatan massa batuan dilakukan In-situ
Triaxial Compression Test.
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 37
Gambar 3.12 Jacking test
(http://www.jirizar.com/Imagens_Website/Jack%20Test.png)
E 2a 1 2 WF
dimana :
E = modulus deformasi/elastisitas.
= poisson’s ratio.
Gambar 3 memperlihatkan contoh kurva tekanan dan perpindahan dari jacking test dan
Gambar 4 memperlihatkan contoh diagram regangan pada kedalaman tertentu dari
jacking test.
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 38
3.6.3. Insitu Triaxial Compression Test
Pembebanan ke arah vertikal dilakukan oleh jack hidrolik, sedangkan untuk arah
horisontal oleh flat jack. Dudukan flat jack dibuat dengan cara menggali bagian lantai.
Ruang antara flat jack dengan dinding batuan yang akan ditekan diisi oleh semen. Agar
dapat diperoleh nilai deformasi, maka dipasang tiga buah bore hole extensometer
sepanjang masing-masing 1,0 m dan dan electric displacement transducer untuk
mengukur perpindahan (displacement) vertikal. Sedangkan untuk arah horisontalnya,
perpindahan diukur dengan deflectometer dan electric displacement transducer.
(http://www.groundscience.com.au/library/content/triaxial.jpg)
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 39
Gambar 3.14 Diagram pressure - displacement dari jacking test
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 40
Tabel 3.2 Pengujian In-situ Triaxial Compression
PENYELIDIKAN LAPANGAN | 41
BAB IV
UJI LABORATORIUM
1. Sifat fisik batuan seperti bobot isi, spesific garvity, porositas, absorpsi,
void ratio.
2. Sifat mekanik batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas,
Poisson’s ratio.
UJI LABORATORIUM | 42
4.1. Penentuan Sifat Fisik Batuan di Laboratorium
1. Di laboratorium
2. Di lapangan
Dari hasil pemboran inti (core drilling) langsung ke dalam batuan yang
akan diselidiki di lapangan di dapat inti yang berbentuk silinder. Inti
tersebut langsung dapat digunakan untuk engujian di laboratorium dengan
syarat tinggi contoh dua kali diameternya.
Gambar 4. 2 Alat coring lab, blok batuan setelah di-coring, dan sampel hasil coring.
UJI LABORATORIUM | 43
4.1.2 Penimbangan Berat Contoh
2. Berat contoh jenuh (sesudah dijenuhkan dengan air selama 24 jam) : Ww.
Wn
1. Bobot isi asli (natural density) =
Ww Ws
Wo
2. Bobot isi kering (dry desity) =
Ww Ws
Ws
3. Bobot isi jenuh (saturated density) =
Ww Ws
Wo
4. Apparent specific gravity = / bobot isi air
Ww Ws
Wo
5. True specific gravity = / bobot isi air
Wo Ws
Wn Wo
6. Kadar air asli (natural water content) = x100%
Wo
Ww Wo
7. Saturated water content (absorption) = x100%
Wo
Wn Wo
8. Derajat kejenuhan = x100%
Ww Wo
Ww Wo
9. Porositas ( n ) = x100%
Ww Ws
n
10. Void ratio ( e ) =
1 n
UJI LABORATORIUM | 44
Gambar 4.3 Neraca (kiri), desikator & pompa vakum (tengah) dan oven (kanan)
Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh mempengaruhi nilai
D
kuat tekan batuan. Untuk perbandingan = 1 kondisi tegangan triaxial saling
D
bertemu (Gambar 4.3) sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan batuan. Untuk
pengujian kuat tekan digunakan 2 < < 2,5.
D
Makin besar maka kuat tekannya akan bertambah kecil seperti ditunjukkan
oleh persamaan di bawah ini :
menurut ASTM
UJI LABORATORIUM | 45
c
c 1
D 0,222
0,778 +
D
menurut PROTODIAKONOV
UJI LABORATORIUM | 46
Displacement dari contoh batu baik axial (1) maupun lateral (D) selama
pengujian berlangsung dapat diukur dengan menggunakan dial gauge / electric
strain gauge.
Gambar 4.5 Penyebaran tegangan di dalam contoh batu dan bentuk pecahannya pada
pengujian kuat tekan (Astawa Rai, Kramadibrata, & Wattimena, 1998)
UJI LABORATORIUM | 47
Dari hasil pengujian kuat tekan, dapat digambarkan kurva tegangan-regangan
(stress-strain) untuk tiap contoh batu. Kemudian dari kurva ini dapat ditentukan sifat
mekanik batuan (Gambar 4.6) :
1. Kuat tekan =
2. Batas elastik = E
3. Modulus Young : E =
a
1
4. Poisson’s ratio : pada tegangan 1.
a1
(http://www.biggles.net/images/cam/TDC_DG.JPG)
Gambar 4.8 Pengujian kuat tekan dengan menggunakan electric strain gauge
(http://www.biggles.net/images/cam/)
UJI LABORATORIUM | 48
Gambar 4.9 Kurva tegangan - regangan
Et
a
Di ukur dari rata-rata kemiringan kurva atau bagian linier yang terbesar dari
kurva.
Eav
a
Di ukur dari tegangan = 0 sampai nilai tegangan tertentu, yang biasanya = 50%
c.
Es
a
UJI LABORATORIUM | 49
Gambar 4.10 Kurva modulus untuk berbagai kriteria
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tarik (tensile strength) dari
contoh batu berbentuk silinder secara tidak langsung. Alat yang digunakan adalah
mesin tekan seperti pada pengujian kuat tekan.
UJI LABORATORIUM | 50
Gambar 4.12 Kurva tegangan-regangan contoh batu kapur
Gambar 4.14 Bentuk contoh batu sebelum dan sesudah point load test
UJI LABORATORIUM | 51
Gambar 4.15 Peralatan untuk point load test
(http://www.ibf.uni-karlsruhe.de/felslabor/images/punktlast.jpg)
P
IS =
D2
Dimana :
Hubungan antara “index Franklin” (IS) dengan kuat tekan (c) menurut
BIENIAWSKI adalah sebagai berikut : c = 23 IS untuk diameter contoh = 50
mm. Jika IS = 1 Mpa maka index tersebut tidak lagi mempunyai arti sehingga
disarankan untuk menggunakan pengujian lain dalam penentuan kekuatan (strength)
batuan.
UJI LABORATORIUM | 52
Gambar 4.16 Kriteria Indeks Kekakuan Batuan (Franklin Index)
Pengujian ini adalah salah satu pengujian yang terpenting di dalam mekanika
batuan untuk menentukan kekuatan batuan di bawah tekanan trixial. Percontoh yang
digunakan berbentuk silinder dengan syarat-syarat sama pada pengujian kuat tekan.
kohesi (C)
UJI LABORATORIUM | 53
Gambar 4.17 Pengujian triaxial
Gambar 4.18 Lingkaran Mohr dan kurva Intrinsic dari hasil pengujian Triaxial
UJI LABORATORIUM | 54
Gambar 4.19 Lima tipe pecahnya sampel pada uji Triaxial
UJI LABORATORIUM | 55
Memungkinkan kita untuk menentukan tegangan normal σ dan tegangan
geser τ pada setiap bidang yang didefenisikan oleh θ untuk setiap kombinasi nilai σ x,
σy, dan τxy.
UJI LABORATORIUM | 56
& adalah tegangan efektif maksimum & minimum saat batuan runtuh, adalah
nilai konstanta Hoek & Brown m untuk massa batuan S & a adalah konstanta
Hubungan antara tegangan prinsipal saat suatu batuan runtuh diberikan oleh &
Pengujian ini untuk mengetahui kuat geser (shear strength) dari contoh batu
secara langsung. Percontoh berbentuk silinder tipis yang ukurannya sesuai dengan
UJI LABORATORIUM | 57
alat punch test dengan tebal t cm dan diameter d cm (Gambar 20). Sesudah contoh
dimasukkan ke dalam alat punch test kemudian ditekan dengan mesin tekan sampai
contoh pecah (P kg).
P
Kuat geser (shear strength) = ( kg / cm2 )
d.t
Pengujian ini untuk mengethai kuat geser batuan pada tegangan normal
tertentu. Dari hasil pengujian dapat ditentukan (Gambar) :
kohesi (C)
UJI LABORATORIUM | 58
Gambar 4.21 Grafik hasil pengujian kuat geser (shear strenght test)
Modulus Young (E) dan Poisson’s ratio () dapat juga ditentukan secara
tidak langsung (dinamis) dengan ultrasonic velocity test yaitu mengukur cepat
rambat gelombang ultrasonic pada contoh batu.
Dari hasil pengujian ini akan didapat nilai-nilai cepat rambat gelombang
primer (Vp) dan cepat rambat gelombang sekunder (VS). Kemudian dapat dihitung
modulus Young dan Poisson’s ratio dari batuan yang diuji.
L
Vp m / det ik
tp
dimana :
L = panjang contoh (m)
UJI LABORATORIUM | 59
tp = waktu yang dibutuhkan gelombang primer merambat
sepanjang percontoh (detik)
L
VS m / det ik
ts
dimana :
G = . VS 2
dimana :
V 2
S
12
V p
V 2
21 S
V
p
E = 2 ( 1 + ) G (kg/cm2)
UJI LABORATORIUM | 60
f. Konstanta LAME
V p 2 2 VS 2
g. “Bulk modulus”
K
3
3V p
2
4VS (kg / cm 2 )
2
UJI LABORATORIUM | 61
BAB V
STEREONET
(http://en.wikipedia.org/wiki/File:StrikeDipPlungeRake.jpg)
Keterangan gambar :
Strike : Arah garis horizontal yang terletak pada suatu bidang lemah yang
miring.
STEREONET | 57
Dip Direction : Arah Kemiringan bidang lemah miring, diukur pada bidang
horisontal dan tegak lurus strike.
Trend : Arah dan garis pada bidang horisontal yang terbentuk dari proyeksi
suatu garis miring.
Tahap III : Titik utama (N) yang sudah ditandai pada tahap I, kemudian
dikembalikan pada arah semula sehingga bidang dengan orientasi
N 40o E / 50o sudah tergambar.
Dengan cara yang sama, bidang-bidang (struktur batuan) dengan orientasi yang
lain dapat digambarkan.
STEREONET | 58
Gambar 5.2 Penggambaran struktur bidang pada jaring Schmidt
Tahap III : memutar titik perpotongan kedua bidang di atas sampai berhimpit
sumbu W-E, kemudian mengukur sudutnya dari luar lingkaran.
Sudut tersebut merupakan sudut penujaman perpotongan dua
bidang (20,5o).
STEREONET | 59
C. Sudut Perpotongan Dua Bidang
Sebagai contoh, akan digambarkan dua bidang A dan D, dengan orientasi N 300o
E / 50o N dan N 230o E / 36o N (lihat Gambar 3) :
Tahap II : memutar kedua bidang tersebut sehingga berhimpit pada satu busur
lingkaran besar. Sudut antara kedua kutub tersebut merupakan
sudut perpotongan kedua bidang di atas (64o).
Sudut geser dalam digmbrkan sebagai sebuah lingkaran pada jaring Schmidt
dengan pusatnya berhimpit dengan pusat jaring. Besar sudut tersebut diukur
(digambarkan) dari luar jaring ke arah pusat jaring. Sebagai contoh akan
digambarkan sudut geser dalam (f) sebesar 30o (lihat Gambar 4).
STEREONET | 60
Gambar 5.4 Sudut perpotongan dua bidang (Hoek & Bray, 1981)
STEREONET | 61
BAB VI
LONGSORAN BIDANG
- jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang gelincir harus muncul
di muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil
daripada kemiringan lereng
- harus ada bidang release yang menjadi pembatas di kanan kiri blok yang
menggelincir
LONGSORAN BIDANG | 62
Gambar 6.1 Kondisi umum longsoran bidang (Hoek and Bray, 1981)
Posisi rekahan tarik perlu diperhatikan dalam analisis ini, yaitu di belakang
crest lereng atau di muka lereng (gambar 6.2) sedangkan asumsi-asumsi yang
digunakan dalam analsis ini adalah sebagai berikut:
LONGSORAN BIDANG | 63
Gambar 6.2 Posisi rekahan tarik (tension crack) pada lereng batuan
a. bidang gelincir dan rekahan tarik memiliki strke yang sejajar dengan strike
lereng
b. rekahan air pada bidang adalah vertical dan terisi air sedalam Z w
c. air membasahi bidang gelincir lewat bagian bawah bidang rekahan tarik dan
merembes sampai di jejaknya di permukaan lereng
LONGSORAN BIDANG | 64
d. gaya W (berat blok yang menggelincir), U (gaya angkat oleh air), dan V
(gaya tekan air di dalam rekahan tarik) bekerja di titik pusat blok. Sehingga
diasumsikan tidak ada momen akibat rotasi
e. kuat geser (τ) dari bidang gelincir adalah τ = c + σ.tanø, dimana c = kohesi,
Dimana :
A ( H z ) cos ec p
U 1
2 w Z w ( H Z ) cos ec p
V 1
2 wZ w2
W 1
2 H 2 {(1 ( z / H 2 ) cot p cot f (rekahan tarik di belakang crest)
W 1
2 H 2 {(1 ( z / H 2 ) cot p (cot p tan f 1)} (rekhan tarik di muka lereng)
Dimana :
P (1 z / H ) cos ec p
LONGSORAN BIDANG | 65
Q {(1 ( z / H ) 2 ) cot p cot f }sin p (rekahan tarik di belakang crest)
wZwZ
R
ZH
ZwZ
S sin p
ZH
LONGSORAN BIDANG | 66
Gambar 6.4 Nilai perbandingan Q untuk bermacam-macam geometri lereng
Bila lereng batuan tersebut berada di daerah rawan gempa dan percepatan
yang ditimbulkan gempa dapat dimodelkan menjadi statis αW, maka peritungan
factor keamaan dapat dilakukan dengan memesaukkan pengaruh gempa dengan cara
memodifikasi persamaan (3-1) menjadi sebagai berikut :
LONGSORAN BIDANG | 67
6.3. Soal Latihan
Diketahui sebuah lereng batuan dengan posisi muka lereng N0450E/500S dan
tinggi (h) 60 m. Pada lereng tersebut dijumpai bidang lemah yang bisa menyebabkan
terjadinya longsoran bidang. Posisi bidang tersebut terukur dengan kompas adalah
N0450E/350S. Di belakang crest lereng ternyata berkembang rekahan tarik sedalam
14 m. Dari data laboratorium diperoleh bahwa γbatuan = 2.6 t/m3, sedangkan
parameter kuat geser bidang lemah adalah ø = 300 dan c = 11 t/m2. Bila terjadi hujan
lebat sehingga rekahan tarik penuih terisi oleh air (γ w = 1 t/m3 ) dan di daerah
tersebut sering terjadi gempa dengan α = 0.08g, mantapkah lereng tersebut ?
LONGSORAN BIDANG | 68
BAB VII
Berbeda dengan longsoran bidang, longsoran baji akan terjadi bila ada 2
bidang lemah atau lebih berpotongan sedemikian rupa sehingga membentuk baji
terhadap lereng (gambar 4.1). persyaratan lain yang harus terpenuhi untuk terjadinya
longsoran baji adalah bila sudut lereng lebih besar dari pada sudut garis potong
kedua bidang lemah tersebut (Ψfi > Ψi), dan sudut garis potong kedua bidang lemah
lebih besar daripada sudut geser dalamnya.
( R A RB ) tan
F ……………………………………………(7-1)
W sin i
W cos i sin
R A RB …………………………………….(7-4)
sin 12
LONGSORAN BAJI | 69
sin tan
F ……………………………………………..(7-5)
sin 12 tan i
LONGSORAN BAJI | 70
Gambar 7.2 Gaya-gaya pada longsoran baji
3
F (c A X c BY ) ( A W X ) tan A ( B W Y ) tan B …(7-6)
H 2 2
LONGSORAN BAJI | 71
Dimana :
CA, CB = kohesi bidang lemah A dan B
Bidang C pada soal latihan sub-bab 2.3 adalah muka lereng dimana lereng
tersebut mempunyai tinggi 70 m. Baji yang terbentuk dari perpotongan bidang A dan
B serta muka lereng memiliki 50 m. Hitung faktor keamanan lereng tersebut bila γ
batuan = 2.6 t/m3, γw = 1 t/m3 cjoint = 11 t/m2 dan øjoint = 300 .
LONGSORAN BAJI | 72
Gambar 7.3 Geometri baji untuk analisis kemantapan dengan memperhitungkan
kohesi air
Keterangan:
LONGSORAN BAJI | 73
Gambar 7.4 Stereoplot geometri baji dari gambar 7.3 untuk keperluan analisis
LONGSORAN BAJI | 74
BAB VIII
LONGSORAN GULING
a1 x. tan( )
a 2 x. tan( u)
LONGSORAN GULING | 75
Gambar 8.1 Kondisi untuk tergelincir atau tergulirnya sebuah blok diatas bidang
miring
LONGSORAN GULING | 76
Gambar 8.2 Bentuk longsoran guling (sesudah Goodman)
Berdasarkan model pada gambar 8.3, terlihat ada tida grup blok yang
mempunyai tingkat kemantapan yang berbeda yaitu:
LONGSORAN GULING | 77
- satu set blok yang aan terguling (di bagian tengah)
Dengan geometri yang berbeda mungkin saja set blok yang mantap dan yang
akan tergelincir berubah menjadi terguling semua.
Gambar 8.4 Kondisi kesetimbangan batas blok ke-n yang akan terguling dan
tergelincir
LONGSORAN GULING | 78
Selanjutnya, kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja di setiap blok
ditunjukkan pada gambar 8.4. dari gambar tersebut terlihat bahwa gaya-gaya yang
bekerja di dasar blok ke-n adalah Rn dan Sn, sedangkan gaya-gaya yang berkerja di
interface (dengan blok terdekat) adalah P n, Qn, Pn-1, Qn-1. konsatanta Mn, Ln, dan Kn,
yang terdapat pada gambar tersebut dihitung sebagai berikut:
sementara untuk gaya-gaya Qn, Qn-1, Rn, dan Sn dihitung dengan persamaan berikut
ini :
Qn = Pn tanø
Rn = Wn cosα + (Pn-Pn-1)tanø
Dimana :
Wn = yn.Δx
Sedangkan untuk gaya-gaya Pn dan Pn-1, perhitungannya dibedakan untuk blok yang
terguling dan blok yang tergelincir.
untuk blok ke-n yang terguling , dicirikan dengan yn/Δx > cotα bila ø>α, maka :
Untuk kontrol lebih lanjut dapat dilihat bahwa pada blok ini harga
LONGSORAN GULING | 79
Pn = Pn-1,t (untuk blok teratas dari set blok yang tergelincir)
= Pn-1,s (untuk blok terguling di bawahnya, disini akan terihat P n,t > Pn,s)
- jika Po>0, maka lereng berada pada kondisi tidak mantap untuk nilai ø yang
diasumsikan. Oleh karena itu disarankan untuk mengulang perhitungan
dengan meningkatkan nilai ø
- jika Po>0 tetapi cukup kecil, maka lereng dalam kondisi setimbang untuk
nilai ø yang diasumsikan
LONGSORAN GULING | 80
BAB IX
LONGSORAN BUSUR (CIRCULAR FAILURE)
LONGSORAN BUSUR | 81
Gambar 9.1 Langkah perhitungan faktor keamanan untuk longsoran busur dengan
menggunakan diagram Hoek dan Bray
(Hoek and Bray, 1981)
LONGSORAN BUSUR | 82
Gambar 9.2 Keadaan atau pola aliran air tanah utuk diagram 1 sampai 5
LONGSORAN BUSUR | 83
Gambar 9.3 Circular filure chart no.1
LONGSORAN BUSUR | 84
Gambar 9.4 Circular filure chart no.2
LONGSORAN BUSUR | 85
Gambar 9.5 Circular filure chart no.3
LONGSORAN BUSUR | 86
Gambar 9.6 Circular filure chart no.4
LONGSORAN BUSUR | 87
Gambar 9.7 Circular filure chart no.5
( X /(1 Y / F ))
F
( Z Q )
LONGSORAN BUSUR | 88
Dimana :
Q 1
2 w Z 2 / R
LONGSORAN BUSUR | 89
a
Fg = ................................................................................... (9.1)
g
dimana :
a = percepatan yang timbul sehubungan dengan adanya beban
dinamis/gempa, dapat berupa a h yang arah kerjanya mendatar atau
av yang arah kerjanya vertikal.
g = percepatan gravitasi.
x
[1 + (y / FK)]
FK = fo x ............................................................ (9.2)
(z) + Q
dengan y, Q dan fo seperti semula, sebesar :
y = tan (a) tan (f’) .......................................................................... (9.3)
Q = (1/2) gw zw2 ............................................................................... (9.4)
d d
2
Faktor koreksi : fo = 1 + K - 1.4 .................................... (9.5)
L
L
Jika c’ = 0 ; K = 0,31
c’ > 0 dan f’ > 0 ; K = 0,50
LONGSORAN BUSUR | 90
BAB X
LONGSORAN BUCKLING
Dimensi longsoran :
Gambar 10.1 Longsor di Low-wall Pit Gaharu Blok 49 (Berau Coal 2007)
LONGSORAN BUCKLING | 91
10.1 Identifikasi Penyebab Failure
Tabel 10.1. Karakteristik batuan di Low-wall Pit Gaharu Blok 49 (Berau Coal 2007)
LONGSORAN BUCKLING | 92
10.1.2 Faktor Eksternal
1. Karakteristik batuan highly weathered yang mudah teroksidasi terutama
pada litologi mudstone dan shale sehingga menyebabkan berkurangnya
kekuatan massa batuan
2. Infiltrasi air permukaan pada batas laminasi (bidang diskontinu) serta
karakteristik material sandstone, shale dan mudstone yang tergolong ke
dalam kelas permeable dan semi-permeabel. Hal ini berperan sebagai
tambahan gaya penggerak terjadinya failure
3. Gangguan yang cukup tinggi dan kontinyu pada struktur massa batuan
karena aktivitas penambangan (vibrasi pada lereng karena peledakan,
penggalian, dsb).
LONGSORAN BUCKLING | 93
• Slab (lapisan tipis) dengan panjang l dan tebal d akan terjadi pada suatu
lereng low-wall dengan tinggi H dan kemiringan J
• Bagian yang akan mengalami penekukan (buckling) adalah dengan panjang
lbu, dimana lbu = 0,5l
• lbu akan mengalami buckling atau tertekuk apabila ada gaya per unit tebal
(tegak lurus bidang kertas) yang melewati kuat tekuknya.
Tabel 10.2. Hasil analisa geoteknik buckling failure (Berau Coal 2007)
1. Indikasi potensi bahaya dan kondisi tidak aman terjadi karena faktor internal
dan eksternal pada lereng low-wall yang dapat menyebabkan kondisi kritis
dan tidak aman. Hal ini ditunjukkan dengan seringnya terjadi failure secara
tiba-tiba dengan ukuran failure s/d 1.5 meter.
2. Failure yang terjadi sesuai dengan hasil kajian geoteknik yang telah
dilakukan sebelumnya.
3. Failure akan terus terjadi dan menerus pada blok-blok selanjutnya ke arah
utara selama pada permukaan lereng low-wall masih terdapat material
laminasi dan belum dilakukan pekerjaan penanganan dengan melakukan
penggalian pada material laminasi di bawah bottom seam H (sampai dengan
saat ini penggalian hanya dilakukan sampai dengan floor batubara seam H).
Hal ini teramati pada permukaan lereng low-wall pada kondisi aktual.
LONGSORAN BUCKLING | 94
10.3. Kajian Dan Rekomendasi
10.3.1 Rekomendasi
Gambar 10.4 Pekerjaan penanganan untuk Low-wall Pit Gaharu tambang Sambarata
(Berau Coal 2007)
LONGSORAN BUCKLING | 95
Mengacu kepada Instruksi dan Pedoman Kerja untuk low-wall Pit Gaharu
yang terkait dengan operasional di low-wall Pit Gaharu, direkomendasikan hal-hal
sbb :
LONGSORAN BUCKLING | 96
BAB XI
MODEL NUMERIK
Istilah “sistem” dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari beberapa elemen
yang beroperasi secara bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan
(FORRESTER J. W., 1968).
Pendekatan sistem adalah suatu cara berpikir dari suatu sistem global dan
seluruh komponen-komponennya. Pendekatan sistem untuk modelisasi dalam bidang
mekanika batuan adalah suatu cara mengorganisasikan elemen-elemen yang diamati
(seringkali terpisah-pisah) di bawah suatu bentuk yang mengintegrasikannya ke
dalam suatu konsepsi umum dari obyek-obyek, fenomena dan mekanisme yang
dipelajari (PIGUET J. P., 1990).
Sangat banyak penulis yang telah mendefinisikan “model” dalam arti umum,
sebagai contoh :
- Suatu substitusi untuk suatu obyek atau suatu sistem (FORRESTER, 1968)
- Suatu simplifikasi atau lebih mengarah ke suatu imitasi dari suatu kenyataan
(STARFIELD A.M. dan CUNDALL P. A., 1988)
Di dalam bidang mekanika batuan, definisi dari model dapat diartikan antara
lain, sebagai berikut (PIGUET J. P., 1983) :
- Suatu representasi skematik, lebih kurang abstrak dari obyek-obyek riil yang
dipelajari.
MODEL NUMERIK | 97
- Suatu refleksi (sering difromulasikan secara matematik) dari suatu mekanisme
karakteristik dari perilaku suatu batuan/tanah.
- Suatu formulasi dari perilaku yang sama (atau dari beberapa bagian dari aspek
ini) dengan suatu hubungan matematik, sering difromulasikan secara statistik.
MODEL NUMERIK | 98
Model Numerik
Pada metoda diferensial, daerah nyata yang dipelajari (suatu massa kontinu,
misalnya) digantikan oleh suatu representasi skematik pada ukuran yang sama,
dengan kondisi batas yang sama, dan dibentuk oleh suatu gabungan elemen-elemen
dari ukuran terbatas.
MODEL NUMERIK | 99
gaya-gaya yang diaplikasikan pada titik simpul, semua ini dilakukan oleh suatu
pendekatan numerik.
Pendekatan ini, seperti halnya pada elemen hingga (finite element), adalah
satu butir kunci di dalam metoda. Butir kedua adalah penggunaan hubungan klasik
yang mengizinkan menentukan tegangan dan perpindahan pada suatu media tak
terhingga, isotrop dan elastik yang dikenai suatu gaya ponktuel (solusi Kelvin) atau
gaya yang teralokasi.
Untuk kedua metoda yang diaplikasikan pada model kontinu, adalah sangat
penting, pada suatu tahap tertentu, menyelesaikan sistem linier dari tipe F = K U
(gambar 11.2) untuk suatu elemen batas. Modifikasi suatu koefisien mempunyai
refleksi terhadap hasil secara keseluruhan.
Satu model pasangan (hybrid) antara metoda elemen batas dan elemen distinct telah
dikembangkan oleh LORIG (1984) dan direalisasikan ke dalam program UDEC.
Ada empat fungsi prinsipal dari modelisasi dalam bidang mekanika batuan
(PIGUET J. P., 1990) :
1. Fungsi deskriptif
2. Fungsi eksplikatif
Untuk memperjelas pengertian dari fenomena suatu objek. Model ini tidak
hanya membidik ke suatu refleksi dari kenyataan, tetapi juga
memperhitungkan secara teliti proses atau mekanisme yang mengenai
batuan dan lubang bukaan dalam keadaan yang berbeda.
Tidak memerlukan
pemecahan secara matriks,
jadi tidak memerlukan tempat
yang banyak di “memory”
Dapat menghitung
perpindahan yang besar
3. Fungsi peramalan
4. Fungsi operasional
ANALISIS NUMERIK
Konsep dasar pada metoda elemen hingga adalah membagi suatu sistem
struktur menjadi elemen-elemen kecil yang disebut finite element dalam bentuk
geometri tertentu dimana masing-masing elemen dianalisis secara terpisah
selanjutnya diadakan penggabungan (summation) berdasarkan prinsip Continuity,
Compatibility, Equilibrium, Boundary Condition dan Convergence. Sasaran pokok
perhitungan adalah menentukan perpindahan dan tegangan yang terjadi pada
setiap titik dalam struktur.
Yaitu memilih sebuah pola atau bentuk fungsi untuk distribusi perpindahan
setiap titik sembarang yang berlaku pada setiap elemen, dipengaruhi oleh
nilai titik nodalnya.
r = k q ............................................................................................ (12.1)
dimana :
R = K Q ......................................................................................... (12.2)
dimana :
Pada langkah ini dilakukan perhitungan regangan dan tegangan serta reaksi
perletakan.
Pada sembarang kontinum elastis linier akan terdapat frekuensi alami dan
ragam getar yang dapat dicari dengan menggunakan massa benda tersebut beserta
kekakuannya. Sebuah elemen sangat kecil yang dinyatakan dalam koordinat
Cartesius. Pada elemen ini bekerja gaya tubuh bx(t)dV, by(t)dV, dan bx(t)dV yang
besarnya bergantung pada waktu t.
Gaya tubuh inersia ru dV, rv dV, dan rw dV; dua titik di atas notasi
menunjukkan turunan kedua u, v, dan w terhadap waktu. Lambang r dalam rumus ini
adalah kerapatan massa (mass density) yang didefinisikan sebagai gaya inersia per
satuan percepatan per satuan volume.
PERMODELAN LERENG
13.1 Pendahuluan
Suatu media diskontinu dibebankan dari media kontinu oleh adanya rekahan
ini atau disebut suatu kontrak (bisa berupa 2 atau dimensi) antara blok diskret yang
ada di dalam sistem (gambar 13.1). Kontak ini mempunyai karakteristik mekanik yang
lemah. Metode diskontinu dapat dikategorikan oleh presentasi bidang kontak dan blok
diskret dalam formulasi numerik.
Suatu media diskontinu dibedakan dari media kontinu oleh adanya bidang
kontak interface antara blok diskret yang ada dalam sistem. Metoda diskontinu dapat
dikategorikan oleh presentasi blok diskret dalam formulasi numerik.
Assumsi material kaku adalah tepat bila kebanyakan dari regangan di dalam
sistem fisik disebabkan oleh gerakan dari bidang diskontinu. Kondisi yang
diapliaksikan, sebagai contoh, di dalam suatu gabungan blok-blok batuan tanpa
tekanan (unconfined) pada tegangan yang rendah, seperti suatu lereng dangkal pada
suatu batuan yang terkekarkan. Gerakan umumnya adalah glinciran dan rotasi dari
blok, dan terbuka atau tertutupnya bidang diskontinu.
Regangan pada material padat tidak dapat diabaikan, dua metoda utama dapat
digunakan untuk memperhitungkan regangan. Pada metoda langsung dari pengalaman
regangan, material dapat dibagi menjadi elemen internal atau elemen batas agar supaya
menambah derajat kebebasan. Kemungkinan kompleksan dari regangan tergantung
pada jumlah elemen di dalam model. Sebagai contoh program UDEC secara otomatis
mendiskretisasi setiap blok menjadi segitiga, zona regangan konstan. Dalam hal
elastik, formulasi dari zona ini identik dengan regangan elemen hingga konstan. Zona
dapat juga mengikuti suatu keputusan, hukum konstitutif non-linier. Kerugian dari
Suatu pola regangan kompleks dapat dicapai dalam suatu blok dengan
superposisi dari beberapa bentuk untuk keseluruhan dari blok. Sebagai contoh,
WILLIAMS dan MUSTOE (1987) menulis kembali persamaan matriks dari gerakan
untuk satu elemen yang berkenan satu set dari jenis ortogonal yang dapat atau tidak
menjadi eigen-mode. Setiap jumlah dari jenis ini dapat ditambahkan agar dapat
menemukan pola regangan untuk suatu masalah dalam bentuk yang rumit yang
teregangkan secara sederhana karena hanya sedikit jenis yang diperlukan. Walaupun
demikian, adalah tidak mudah untuk memasukkan material non-linier karena
kebutuhan superposisi.
(b) Mampu megenali secara otomatis bidang kontak yang baru, sesuai
kemajuan perhitungan.
2. Metoda modal adalah sama seperti metoda elemen distinct di dalam hal blok
kaku, tetapi untuk benda yang teregangkan, superposisi model digunakan
(mis. : WILLIAMS dan MUSTOE, 1987), metoda ini tampaknya lebih cocok
untuk kumpulan diskontinu yang jarang (loosely-packed discontinua); pada
simulasi dinamik dari kumpulan yang padat eigen mode nampaknya tidak
direvisi untuk emnghitung kendala dari bidang kontak tambahan, contoh
program adalah CICE (HOCKING, et.al., 1985).
Pendekatan ini tidak diuji perilaku berikutnya dari sistem blok atau
pendistribusian dari beban. Semua blok iasumsikan kaku. Blok kunsi (key block) oleh
GOODMAN dan SHI (1980) dan analisis stabilitas vektor oleh WARBURTON
(1981) adalah contoh dari metoda ini.
Blok-blok terdiri dari elemen dasar dari model dinamik untuk tiap blok. Blok
ini dalam program UDEC dapat berupa blok kaku dan blok yang dapat terdeformasi.
Sementara itu tiap blok diproses secara sendiri-sendiri seperti suatu media
kontinu dengan hipotesa dapat terdeformasi. Dalam program UDEC, blok dibagi ke
dalam elemen-elemen kontinu intern untuk memperbesar derajat kebebasan dari blok,
kekompleksan dari deformasi tergantung pada jumlah elemen yang terdapat dalam
blok (gambar 13.4). Blok secara otomatis didiskretisasi menjadi elemen-elemen
segitiga (zone) dimana deformasi adalah konstan. Suatu repartisi dari perpindahan
linier dari elemen akan dijamin dalam hal ini.
Aplikasi dari elemen beda hingga pada tingkat dari tiap blok mengijinkan
penentuan dari tegangan, regangan, dan perpindahan pada tingkat dari titik-titik
simpul dari mes. Rotasi dan deformasi dihubungkan dengan perpindahan titik simpul
sebagai berikut :
1
Ui,j + Uj,i
1
Ui, j - Uj,i
ij ij
2 2
Tegangan dan regangan pada tingkat titik simpul dihitung dari hubungan linier
ζ = K ε atau non linier.
dimana :
λ = konstanta Lame
Δ Fn = Kn Δ Un …………………………………….. (13.1)
Δ Fs = Ks Δ Us }
dimana Kn dan Ks adalah kekakuan normal dan tangensial pada level kontak : Un dan
Pada permodelan dua dimensi, kontak antara dua blok pada umumnya berupa garis
lurus, hubungan antara gaya dan tegangan dapat dinyatakan :
f fs
ζn = n ζn =
1 1
Sistem persamaan menjadi :
Δ ζn = Kn Δ Un …………………………………….. (13.2)
Δ ζs = Ks Δ Us }
Kn dan Ks dinyatakan dalam satuan tegangan per satuan panjang (misalnya MPa/m).
Meskipun blok-blok adalah blok yang secara total terdeformasi, titik-titik simpul yang
terletak pada permukaan dari kontak disimulasikan pada titik-titik ujungnya. Setiap
ujung dipengaruhi oleh suatu panjang dari kontak dan gaya dari kontak. Setiap ujung
dihitung dengan persamaan (2) (gambar 13.4).
keadaan gaya awal untuk menghitung keadaan tegangan yang baru pada waktu (t0
+ Δt).
dimana c dan ø adalah kohesi dan sudut geser dalam dari kekar (kriteria yang lebih
kompleks dapat diaplikasikan).
Dalam hal dimana kontak tidak linier (sisi-puncak), presentasi dari kontak di
bawah bentuk interpenetrasi memunculkan suatu problem yang mendasar. Disatu
pihak ketidakstabilan lokal diintroduksikan oleh sudut dari kontak (permukaan dari
kontak didefinisikan secara tidak benar), dilain pihak perubahan minimum dari
geometri kontak. Persoalan ini diselesaikan oleh CUNDALL 91980) dengan
membulatkan secara sistematis dari titik-titik puncak blok. Dalam aspek praktisnya,
pembulatan ini berhubungan dengan penghapusan sistematik dari titik-titik puncak
blok.
Gambar 13.4 Kontak dan daerah diantara dua blok yang dapat terdeformasi
Setiap titik simpul i yang terletak pada kontur dari blok dikenal suatu gaya
resultan Fi, ditulis dalam bentuk :
dimana :
dimana :
Ui F
+ Ui = i + gi …………………………………. (13.3)
t m
dimana :
Ui = komponen dari vektor kecepatan dari titik simpul i.
U t + t / 2 Ui t - t / 2
U (t) = ....................... (13.4)
t t
Ui t + t / 2 Ui t - t / 2
Ui (t) = ............................ (13.5)
2
Ui t - t / 21 - t / 2 Fi / m + gi t
U t + t / 2 (13.6)
1 + t / 2
Persamaan (6) menunjukkan bahwa jika kita mengetahui vektor kecepatan dari
titik simpul pada waktu (t - Δt/2), maka kecepatan pada waktu (t + Δt/2) akan dengan
mudah dihitung dengan mengetahui gaya resultan yang beragitasi pada titik simpul I.
ΔUi = U i t
Δθi = i t
dimana :
Dari dua besaran ΔUi dan Δθi ini dapat diperoleh posisi yang baru dari titik
Xi (t + Δt/2) = Xi (t) + U (t + Δt/2) Δt
θi (t + Δt/2) = θi (t) + (t + Δt/2) Δt
1 Ui Uj
ij = t
2 xj xi
Posisi yang baru dari blok dan keadaan tegangan-regangan dari kontak dan
dari blok, mengijinkan untuk kita menghitung gaya-gaya resultan dan momen yang
beragitasi dari siklus perhitungan berikutnya (Δt). Prosedur ini diulangi beberapa
siklus sampai tercapai keadaan keseimbangan atau failure dari sistem blok (gambar
13.6).
Langkah waktu yang paling kecil menjamin konvergensi atau langkah waktu
kritik berhubungan dengan frekuensi maksimal (atau perioda minimal) dari sistem
yang diamati.
1. Dalam hal blok kaku, langkah waktu adalah fungsi dari kekakuan antara blok
dan massa batuan (untuk masalah sederhana dari satu massa saja yang
dihubungkan dengan suatu pegas K, Δtc = M/K); karena kekompleksan dari
sistem blok dan dari perbedaan dari massa antara blok, penentuan dari langkah
waktu menjadi cukup sulit. Dalam program UDEC, solusinya adalah :
1
tbc = Frac x 2 Mmin /
Kmax 2
Frac = satu parameter kontak antar blok; pada umumnya bernilai antara
0,05 dan 0,1.
2. Dalam hal blok yang dapat terdeformasi persoalannya agak berbeda, langkah
waktu berhubungan erat dengan frekuensi maksimal dari mes terdiskretasi yang
diamati.
Langkah waktu kritik haruslah lebih kecil dari waktu gelombang P untuk
menjalani suatu jarak antara 2 titik simpul. Aturan ini berhubungan dengan
kondisi dari arus Frieidrich-Levy yang mengatakan bahwa Δt hanya dapat lebih
besar dari waktu yang membawa informasi untuk menyeberangi satu elemen dari
sistem.
dimana :
Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk mencegah blok yang berdimensi kecil
dan membuat mes yang sehomogen mungkin.
C = α.M+β.K
Jika sistem adalah elastis, kita dapat menerima bahwa hubungan kritik dari
peredaman Vi dari suatu getaran dengan frekuensi alamiah ωi adalah :
/ i i
υi =
2
V2min = α β
ω2min = α / β
UDEC dan berawal dari hal tersebut akan dihitung koefisien α dan β.
Fi
FiV =
t
ij
ζijV =
t
- Pertama, berhubungan dengan mes dan dimensi dari daerah-daerah (zone) dan
Jika suatu gelombang dengan frekuensi maksimum 100 Hz yang merambat dalam
suatu media dengan modulus Young 1 GPa, modulus geser 0,15 GPa dan berat
jenis 2610 Kg/m3, kecepatan gelombang tekan adalah 664 m/detik, panjang
gelombang yang berhubungan dengan satu frekuensi 100 Hz adalah 6,64 m. Pada
kondisi ini dimensi maksimum dari daerah (zone) dari mes haruslah sama dengan
0,83 m. Untuk problem dinamik dimana kita menggarap kecepatan yang
mempunyai pics yang sangat tinggi dalam suatu interval waktu yang pendek
sekali, sangatlah penting untuk membuat mes yang sangat halus dan mengadopsi
langkah waktu yang sangat kecil. Kadang-kadang diperlukan suatu saringan
spektra (metoda transformasi Fourrier) untuk mengeliminasi frekuensi yang tinggi
dan memudahkan interpretasi (gambar 13.7a dan b).
b. Kondisi batas.
Permodelan dinamik dari suatu perilaku dari satu model semi-tak terhingga oleh
suatu model hingga mempunyai dua problem khusus pada batas :
- Pertama, berhubungan dengan refleksi gelombang pada batas model; hal ini
diselesaikan dengan memasukkan elemen viskos (batas tak terrefleksikan pada
tingkat dari elemen batas.
Elemen viskos ini, a\pada tingkat titik simpul yang terletak pada kontur, satu
gaya normal dan satu gaya tangensial ditulis sebagai berikut :
tn = - ρCp Vn
ts = - ρCs Vs
dimana :
kontur model.
Perhitungan ini dapat menghitung kecepatan Vfx dan Vfy pada titik-titik
simpul yang terletak pada batas dan tegangan ζfxx dan ζfxy pada tingkat daerah
(zone) di kontur.
Vfx dan Vfy adalah komponen dari kecepatan dari titik-titik simpul yang terletak
Tegangan ini dihitung pada tiap langkah waktu dan dipandang sebagai satu
pembebanan luar pada mode.
13.5.7 Catatan
Pada presentasi ringkas inim yaitu metoda elemen distinct yang diaplikasikan
pada program UDEC, belum disentuh permodelan yang melibatkan hidrodinamik dari
air tanah, demikian juga efek panas pada suatu media terkekarkan. Namun harus
diingat bahwa kedua aspek tersebut dapat dimodelkan dalam program UDEC di
bawah bentuk tegangan panas/termik dan tegangan hidrolik yang diprovokasi oleh
aliran.
Paket program yang digunakan untuk pelatihan ini adalah paket program
“UDEC” (Universal Distinct Elemen Code) yang dibuat oleh ITASCA Consulting
Group, Inc., 1992.
- Menciptakan suatu model konseptual dari sistem fisik dan perilaku yang
diharapkan di bawah suatu kondisi tertentu.
Kekar (joint) tersebut dapat berupa kekar yang sebenarnya dan kekar fiktif.
Batas dalam yang dimaksud adalah bentuk lubang bukaan atau batas luar
seperti untuk bendungan atau lereng.
Kondisi batas di dalam suatu model numerik dapat berupa tegangan dan
perpindahan, dimana tegangan dapat bervariasi secara linier (gradient).
Apabila metode elemen distinct digabungkan dengan metode elemen batas, khusus
untuk material elastik linier dan isotropik, maka kondisi batas elemen batas adalah
suatu batas buatan yang mensimulasikan efek dari suatu batas tak hingga atau semi-
hingga (LORIG dan BRADY, 1983). Kondisi batas viscous-non reflecting digunakan
untuk analisis dinamik.
Pada semua sipil dan pertambangan, akan selalu ada suatu keadaan tegangan
awal, sebelum penggalian suatu lubang bukaan dilakukan. Tegangan awal ini dapat
berupa tegangan vertikal maupun tegangan horizontal.
- Null
- Elastik, isotrop
- Plastik Mohr-Coulomb
- Ubiquitous joint
- Strain hardening/softening
- Double yield
- Continously-yielding
- Bobot isi massa, tidak termasuk percepatan gravitasi. Pada banyak kasus,
bobot isi dari suatu material yang diberikan adalah (gaya/volume), maka
nilai ini harus dibagi dengan percepatan gravitasi sebelum dimasukkan
sebagai masukan dalam program UDEC.
- Modulus elastisitas.
- Modulus ruah.
- Modulus geser.
- Koefisien Poisson.
- Kuat tarik.
- Kohesi.
- Panas spesifik.
- Kohesi kekar.
- Permeabilitas (permeability).
I) Material reinforce
- kekakuan aksial
- faktor reversal
- kekakuan tangensial
- kohesi interface
-
13.6.10 Keluaran Dari Program
Selain dalam bentuk file hasil berupa tegangan, perpindahan, dan lain-lain,
seluruh hasil dapat dilihat dalam bentuk gambar dan grafik yang sangat representatif
misalnya:
- Iso-tegangan.
- dan lain-lain.
14.1. Pendahuluan
Agar dapat dipergunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa batuan
harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut;
• Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif pada
suatu prooyek.
Beberapa klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau modifikasi untuk
kepentingan kemantapan lereng antara lain;
batuan UCS (MPa) > 250 100 - 250 50 - 100 25 - 50 5-25 1-5 <1
utuh
Bobot 15 12 7 4 2 1 0
Bobot 20 17 13 8 3
Bobot 20 15 10 8 5
4 Kondisi kekar muka sgt muka agak muka agak muka gouge lunak
kasar, tak kasar kasar slikensided > 5 mm
menerus, tak pemisahan< 1 pemisahan< 1 gouge < 5 mm, pemisahan >
terpisah, mm, dinding mm, dinding pemisahan 1-5 5 mm,
dinding tak agak lapuk sangat lapuk mm, menerus menerus
lapuk
Bobot 30 25 20 10 0
5 Air Tekanan 0 < 0.1 0.1 - 0.2 0.2 - 0.5 > 0.5
tanah air/tegangan
utama major
Bobot 15 10 7 4 0
Tunnel 0 -2 -5 - 10 - 12
Bobot Fondasi 0 -2 -7 - 15 - 25
Lereng 0 -5 - 25 - 50 - 60
Stand up time rata-rata & 20 th, 15 1 th, 10 1 minggu, 5 10 jam, 2.5 30 menit, 1 m
span m m m m span
Kohesi massa batuan (kPa) > 400 300 - 400 200 - 300 100 - 200 < 100
Sudut gesek dalam massa > 450 35 0- 450 25 0- 350 150 - 250 < 15
batuan
Karena isian kekar bisa terdiri dari kuarsa, lempung, karbonat, kaolin, khlorit
atau sedimen dan kekasarannya juga berbeda maka evaluasi kondisi kekar harus
Gambar 14.1 Tipikal profil kekasaran kekar dan rekomendasi penamaannya (ISRM,
1981). Panjang profil antara 1 hingga 10 m; skala vertikal dan horizontal sama
Kondisi air tanah yang ditemukan pada survey kekar harus diidentifikasi sesuai
dengan penjelasan pada Tabel 14.1 yaitu, kering (completely dry), lembab (damp),
basah (wet), menetes (dripping) dan mengalir (flowing). Pengaruh orientasi kekar
terhadap arah penggalian dievaluasi dengan cara mencari arahan umum kekar pada
proyeksi stereonet dan pembobotannya disesuaikan dengan penjelasan pada Tabel
14.1.
Dip lereng
Kekar
Steffen (1976) menggunakan nilai rata-rata kohesi dan sudut gesek dalam
yang diberikan dari RMR untuk mengevaluasi kemantapan dari 35 lereng yang diduga
mengikuti longsoran busur. Menurut hasil penelitiannya ternyata bahwa lereng yang
mempunyai Faktor Keamanan (FK) hingga 1.2 longsor, sedangkan lereng yang
mempunyai nilai FK 0.7, yang dihasilkan dari perhitungan metoda keseimbangan
batas, tetap mantap (lihat Gambar 14.3). Jelas disini bahwa metoda statistik
diperlukan untuk menduga kemantapan suatu lereng saat menggunakan cara
klasifikasi massa batuan sebagai masukan data.
Gambar 14.3 Distribusi frekuensi kemantapan lereng longsoran busur menurut grafik
Hoek (Steffen, 1976)
Gambar 14.4 Tipe-tipe utama longsoran pada massa batuan menurut kriteria geologi
struktur dan stereonet (Hoek & Bray, 1981)
Nilai SMR diperoleh dari perhitungan bobot menurut klasifikasi RMR dan
pengertian serta besarnya bobot F1, F2, F3 dan F4 diberikan berikut ini pada Tabel
14.2.
f
i
B idang A
A rah longsoran
M uka lereng
f
i
F1 tergantung pada paralelisme antara kekar dan kemiringan muka lereng (strike)
F4 tergantung pada kondisi apakah lereng alamiah, digali dengan peledakan presplit,
peledakan smooth, penggalian mekanis atau peledakan buruk
Tabel 14.2 Bobot pengatur untuk kekar, F1, F2 dan F3 (Romana, 1980)
T |aj - as - 180|
T F2 1 1 1 1 1
Lereng alamiah = 15
Peledakan presplitting = 10
Peledakan smooth =8
Peledakan normal =0
Peledakan buruk = -8
Penggalian mekanis =0
Lereng alamiah 4 0 0 15
Dari penjelasan di atas tampak bahwa tidak ada faktor khusus untuk
penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji. Maka untuk menganalisis
longsoran baji adalah dengan cara menghitung RMR untuk masing-masing sistem
kekar. Cara langsung penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji dapat
menggunakan metoda Hoek & Bray (1981). Cara ini menggunakan analisis stereonet.
(Selby, 1980)
Batuan utuh 20 18 14 10 5
Pelapukan 10 9 7 5 3
Jarak kekar 30 28 21 15 8
Orientasi kekar 20 18 14 9 5
Lebar kekar 7 6 5 4 2
Kemenerusan kekar 7 6 5 4 1
Tabel 14.5 Bobot dan klasifikasi Geomorphic rock mass strength (Selby, 1980)
Kelas 1 2 3 4 5
Schmidt r : 20 r : 18 r : 14 r : 10 r:5
hammer
r : 30 r : 28 r : 21 r : 15 r:8
r : 20 r : 18 r : 14 r:9 r:5
Kemenerusan tak ada, beberapa menerus tak menerus, isian menerus, isian
kekar menerus menerus ada isian tipis tebal
Aliran air kering sangat kecil kecil < 25 sedang 25 - 125 besar > 125
Lt/men/m2 Lt/men/m2 Lt/men/m2
Dengan menggunakan batasan bahwa RMR lebih besar dari 20 dan tinggi
lereng lebih dari 20 m, Hall (1985) memberikan persamaan untuk menduga sudut
lereng mantap yang digali bagi jalur kereta api di Afrika Selatan,
21 - 40 IV Batuan buruk
61 - 80 II Batuan baik
Orr (1992) menggunakan hubungan RMR dan RMS untuk membuat grafik
RMR dengan sudut lereng mantap (lihat Gambar 14.7). Selanjutnya dia juga membuat
persamaan sudut lereng mantap yang merupakan fungsi dari RMR, pada kondisi RMR
diantara 20 dan 80.
Gambar 14.7 Hubungan antara RMR dengan sudut lereng (Orr, 1992)
PERKUATAN LERENG
15.1. Pendahuluan
Berdasarkan jenis material yang dihadapi, ada dua jenis lereng, yaitu lereng
tanah dan lereng batu. Tindakan perkuatan dan proteksi harus memperhatikan jenis
material yang dihadapi, jenis keruntuhan yang mungkin timbul dan faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya keruntuhan lereng.
15.2.1. Bronjong
(www.water.gov.my)
Sumuran (0,1 - 2 m) dapat digunakan untuk menahan gerakan tanah dari tipe
longsoran yang relatif tidak aktif, sumuran ini terdiri dari cincin-cincin beton
pracetak dan dimasukkan pada sumuran yang digali sampai mencapai kedalaman di
bawah bidang longsorannya. Cincin ini kemudian diisi dengan beton tumbuk, beton
cyclop atau material berbutir tergantung dari kuat geser yang dikehendaki.
15.2.4. Tiang
Tiang pancang tidak disarankan untuk jenis tanah yang sensitif, karena dapat
menimbulkan pencairan massa tanah sebagai akibat getaran pada saat pemancangan.
Turap baja tidak efektif untuk menahan massa longsoran yang besar, karena
mempunyai modulus perlawanan yang kecil. Walaupun demikian turap baja dapat
diperbesar modulus perlawanannya dengan dipasang ganda.
Gambar 15.7 Perkuatan dengan penopang isian batu (Mitcel and Villet, 1987)
- Alas isian batu diletakkan di bawah bidang longsoran sedalam 1,5 - 3,0 m.
a. Jenis jangkar
- Punctual anchor
- Distributed anchor
Untuk menahan gerakan (deformasi) yang besar dipilih distributed anchor, karena
jenis jangkar ini mempunyai kemampuan mengikat batuan lebih besar
dibandingkan dengan punctual anchor. Distributed anchor juga baik digunakan
pada batuan yang banyak mengandung air, karena bahan pengikatnya (grouting)
sekaligus sebagai pelindung jangkar terhadap korosi.
Jenis jangkar juga dapat dibedakan dalam bentuk kabel dan batang baja (rock
bolt). Jika pada penguatan lereng diperlukan jangkar yang panjang (lebih dari 15
m), maka dipilih yang berbentuk kabel, karena lebih luwes (flexible) dalam
pemasangannya.
b. Panjang jangkar
c. Kerapatan jangkar
Pada prinsipnya jangkar batuan harus dapat mengikat (menahan) setiap beban
(massa batuan) yang akan longsor. Kerapatan jangkar tergantung pada kuat tarik
(tensile strength) jangkar, struktur bidang lemah dan massa batuan yang akan
longsor.
e. Diameter jangkar
Diameter jangkar ditentukan oleh besar beban yang akan longsor. Semakin besar
beban yang akan longsor, maka diperlukan jangkar dengan diameter yang lebih
besar pula.
f. Orientasi jangkar
Tarikan mula-mula pada jangkar bertujuan untuk mengikat batuan yang lepas
sebelum mengalami gerakan (deformasi) lebih lanjut. Dengan demikian, batuan
tersebut masih dapat menyangga dirinya sendiri.
a. Kekuatan
Kekuatan beton tembak dinyatakan dalam kuat tekan dan kuat geser. Kekuatan
tersebut merupakan fungsi campuran bahan pembentuk beton tembak, yaitu : air,
semen, pasir dan 'aggregat'. Pada prinsipnya beton tembak harus dapat menahan
beban (massa batuan yang akan longsor).
b. Ketebalan
Ketebalan suatu beton tembak untuk menahan longsoran pada suatu lereng
batuan belum dapat dihitung (ditentukan) secara matematis. Ketebalan beton
tembak terutama ditentukan oleh struktur batuannya, kemudian berdasarkan
pengalaman dipilih ketebalan yang sesuai (di proyek PLTA Cirata dipilih setebal
10 cm).
Baut batuan dipasang untuk memperkuat massa batu yang terbentuk oleh
adanya diskontinuitas antara lain : kekar, retakan, agar lereng menjadi mantap
(Gambar 15.11).
Cara ini ditempuh untuk mengurangi jumlah baut batuan (Gambar 15.11).
Jala kawat dipasang pada lereng untuk menjaga agar agar tidak terjadi
runtuhan batu atau bongkah-bongkah batu yang berpotensial runtuh/jatuh dapat
ditahan (Gambar 15.13).
Tembok penahan batu dipasang pada bagian kaki lereng untuk menahan
fragmen batuan yang runtuh dari atas, agar tidak menimbulkan bahaya (Gambar
15.14).
Dinding penahan biasanya dibuat dari tembok pasangan batu biasa atau beton
bertulang yang dipasang pada muka lereng sebagai penahan lereng. Penguatan
dengan cara ini hanya cocok diterapkan pada batuan yang sangat lapuk atau batuan
yang bersifat seperti tanah. Gambar bentuknya dapat dilihat pada tembok penahan
pada lereng tanah.
Tindakan proteksi lereng yang bertujuan untuk melindungi lereng dari faktor-
faktor yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya keruntuhan serta menjamin
kelestarian lingkungan antara lain : kontrol pada saat penggalian, penanaman
rumput, pemasangan dinding tipis (shotcrete), penirisan lereng.Sebetulnya masih ada
3. Membuang material yang tidak stabil atau yang berpotensial untuk runtuh.
Dengan adanya dinding (beton tipis) yang melapisi muka lereng tersebut
maka lereng akan terhindar dari erosi baik oleh air maupun udara serta terhindar dari
pengaruh perubahan cuaca yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan.
Bronjong (gabion) adalah isian batu dalam keranjang baja yang sangat kuat,
berat, fleksibel dan permeabel.
- Menyediakan jalan air agar air mengalir ke daerah yang tidak berbahaya atau
keluar dari tubuh lereng.
Salah satu bahaya yang berhubungan dengan lereng batuan adalah jatuhan
batu atau bongkah yang lepas dari lereng. Jatuhan batu ini bisa berbentuk
gelindingan (roll), pentalan (bounce) dan jatuh bebas (fall) seperti terlihat pada
Gambar 15.17a. Energi yang dilepaskan oleh jatuhan batu (boulder) tadi tentunya
dapat menimbulkan kerusakan atau kecelakaan, khususnya bila lereng tadi di tepi
jalan umum.
Hoek dan Bray memberikan patokan untuk lebar dan kedalaman saluran ini
supaya aman adalah lebar 25 ft, dalam 6 ft untuk lereng dengan tinggi 100 ft.
- Pemasangan jaring kawat (wire mesh), seperti terlihat pada Gambar 15.18b juga
bisa digunakan untuk melokalisasi jatuhan batu tadi, atau justru dapat mencegah
terjadinya jatuhan batu, seperti yang sudah disebutkan dalam perkuatan tadi.
PEMANTAUAN
16.1. Pendahuluan
Walaupun telah berusaha untuk merancang suatu lereng yang stabil atau untuk
memperbaiki kestabilan dari suatu lereng yang berpotensial runtuh, tetapi ketika
insinyur tersebut harus menerima kenyataan bahwa keruntuhan itu tidak terelakkan
lagi, apakah tindakan tertentu, selain menyerah (bagaimana nanti), masih terbuka
untuknya ?
Sepertinya insinyur harus melihat kenyataan bahwa lereng itu jarang yang
langsung runtuh tanpa memberikan tanda-tanda yang luas mengenai
keakanruntuhannya sebelum benar-benar runtuh, oleh karena itu tanda-tanda ini
sebaiknya diperhatikan benar-benar, karena sebelum benar-benar runtuh tentunya
lereng tersebut masih berfungsi sepenuhnya (Hoek dan Bray, 1974).
Sebagai alat kontrol dari proses desain adalah pemantauan. Seperti diketahui,
karena terbatasnya sarana-prasarana dan dana, maka penyediaan data guna proses
desain menjadi terbatas pula, sehingga berbagai asumsi terpaksa digunakan untuk
menutupi kekurangan data. Dalam hal ini, pengalaman seorang Insinyur perancang
sangat mempengaruhi proses desain. Oleh karena itu, proses penyelidikan lapangan,
uji laboratorium, desain, konstruksi atau pelaksanaan dan pemantauan sebaiknya
merupakan suatu kesatuan proses rekayasa.
PEMANTAUAN | 176
Dalam tambang terbuka, pemantauan selalu digunakan dalam hal gerakan
yang disebabkan oleh keruntuhan dinding skala besar, tetapi meskipun demikian,
pemantauan dapat pula digunakan untuk rentang yang lebih luas dari beberapa
masalah, termasuk :
- Kestabilan lereng
- Peledakan
- Air tanah
- Lingkungan
- Penyanggaan batuan
Pada subbab-subbab berikut dalam diktat ini dapat diikuti uraian mengenai
Peranan Pemantauan, Instrumen Pemantauan Lereng, Pergerakan Lereng, Kunci
Suksesnya Program Instrumentasi Pemantauan dan Studi Kasus.
16.2.1. Umum
Pemantauan lereng dalam pengertian yang luas secara murni merupakan alat
untuk mendapatkan, mengolah dan mengatur informasi. Tujuannya adalah untuk
memperoleh data yang konkrit dari perilaku lereng dalam skala yang luas akibat dari
kegiatan penambangan dan kondisi lingkungan. LAROQUE (1977) menyatakan :
Tetapi hal ini dirasa terlalu berdiri sendiri sebagai suatu definisi, karena
pertambangan erat kaitannya dengan pertimbangan ekonomi, dimana seseorang yang
PEMANTAUAN | 177
tidak ahli akan berfikir sebagai sesuatu yang "beresiko tinggi" dan lingkungan yang
"berbahaya".
Suatu survey yang baru dilakukan terhadap 54 open pit yang sedang
beroperasi di Australia Barat menunjukkan bahwa sekitar 44% dari semua
pertambangan itu mengalami keruntuhan dinding yang besar. Contoh ini kebanyakan
disebabkan oleh kelainan geologi lokal, pelapukan dan pada beberapa kasus karena
kegiatan penambangan yang tidak hati-hati, tapi meskipun demikian sebuah studi
yang matang menunjukkan bahwa kerusakan-kerusakan dalam skala besar maupun
sedang merupakan hal yang umum dan banyak terjadi.
Interpretasi yang detail serta pendugaan dari data pemantauan yang jelas dan
pasti memerlukan ahli yang trampil dan beberapa konsultan. Tetapi, pada akhirnya
kenyataan dari beberapa pemantauan ditujukan untuk tindakan pengaturan tambang
dengan suatu pendugaan dari :
- Luas / besar
- Skala
- Waktu
- Potensial hancuran dari beberapa kelainan, seperti pergerakan yang non-
elastik
"Pelajaran dari contoh ini adalah bahwa dengan mengetahui apa yang
dilihat dan menggunakan data dengan sepenuhnya, suatu perangkat dari keputusan
rekayasa dapat dibuat dan akibat yang fatal yang dihasilkan dari kerusakan yang
serius dapat dihindari".
PEMANTAUAN | 178
Pada tambang terbuka, masalah yang penting adalah yang berhubungan
dengan perancangan lereng dan kestabilan dimana akan dipantau selama tahap
operasi adalah:
- Displacement
- Vibrasi (getaran)
- Tekanan air tanah (level)
- Aliran air tanah
Keperluan untuk memantau lereng dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
pemantauan untuk pekerjaan perbaikan untuk memantapkan lereng yang aktif dan
pemantauan pencegahan yang mana lereng kritis menjadi tidak mantap karena
pekerjaan-pekerjaan rekayasa.
- Eksplorasi bawah tanah tujuannya untuk menentukan dasar dari massa yang
bergerak dan lokasi dari satu atau beberapa bidang luncur. Pada saat yang
sama penyelidikan ini bertujuan untuk mengambil contoh tanah dan material
batuan untuk pengukuran kekuatan di laboratorium. Lubang bor biasanya juga
digunakan untuk mamantau air tanah dan untuk memasang peralatan
pemantauan pergeseran.
PEMANTAUAN | 179
- Informasi permukaan dan bawah tanah digabung untuk membentuk gambaran
tiga dimensi geometri dari longsoran yang kemudian disederhanakan untuk
keperluan analisis. Kekuatan geser dan tekanan air tanah digunakan untuk
mengatakan bahwa faktor keamanan terhadap bidang longsor, benar-benar
mendekati 1,0 atau kurang, sebagai cek untuk ketepatan asumsi dan data.
PEMANTAUAN | 180
- Kemudian memungkinkan untuk mendasari sistem pemantauan, pemilihan
lokasi, kedalaman dan jumlah peralatan dalam hubungan dengan perilaku
tanah yang diperkirakan. Kepekaan peralatan tergantung sekali pada tingkat
peringatan bahaya yang dianggap sesuai untuk pekerjaan/proyek tersebut.
Hal ini adalah dasar dimana perilaku lereng dipantau sebagai suatu bagian
integral dari filosofi perancangan. Gambar 16.1 menunjukkan komponen utama dari
program mekanika batuan (BRADY & BROWN, 1984). Meskipun pada prinsipnya
dirumuskan untuk tambang dalam, namun konsep dan logikanya dapat digunakan
dimana saja dalam rekayasa geoteknik.
Jika rancangan lereng berbeda dengan cara konservatif, maka dibutuhkan lebih
dari sekedar pemantauan observasi sederhana dari perilaku lereng. Bagaimanapun
dalam kasus ini, pengambilan waktu yang tepat dapat membuat penghematan yang
berarti terhadap biaya penggalian. Pemantauan sebagai bagian dari proses
perancangan merupakan tindakan yang tepat untuk membuat keseimbangan antara
ekonomi dan resiko untuk memperoleh keuntungan yang besar.
PEMANTAUAN | 181
adanya kepercayaan terhadap interpretasi data pemantauan selama penggalian untuk
merampungkan perancangan.
Pit percobaan, penggalian atau lereng merupakan contoh yang nyata dimana
pemantauan merupakan tahapan kunci dalam proses perancangan. Keputusan untuk
melakukan suatu penggalian percobaan dari berbagai kemungkinan selalu dibuat
karena tidak mungkin untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam perancangan dan
perilaku peralatan tanpa pemantauan dalam skala yag luas.
PEMANTAUAN | 182
khusus, padahal pemantauan meliputi spektrum yang lengkap dari peralatan elektronik
sampai pemeriksaan sederhana secara visual.
Kestabilan lereng Displacement - Surface prism Pengukuran dalam tiga arah untuk
- permukaan - Tension crack memperkira-kan besar, kecepatan,
- bawah permukaan - Monitor kedalaman dan arah pergerakan.
- Wire extensometer
- Inclinometer
- Slip indicator
Rekahan dislocation Visual Awal keruntuhan dan kondisi
yang tidak stabil
Settlementdan heave Surface prism Pengukuran pergerakan di dalam
exten-someteran dan sekitar tambang dengan
pengeringan, depressureisation
Tegangan Stress cell Untuk memperkirakan besar dan
arah tegangan insitu
Tekanan atau levels Piezometer - Depressurisation lereng
- Pengeringan akuifer
PEMANTAUAN | 183
Air tanah Rembesan atau jumlah V-notch weir - Pergerakan lereng
aliran - Depressurisation lereng
- Pengeringan akuifer
Sifat kimia air (eh, pH, Multimeter - Aspek lingkungan dari pem-
konduktivitas) buangan
- Korosi peralatan
Peledakan Vibrasi Seismograf - Pergerakan longsoran yang
ada
- Awal longsoran
Tekanan gas Rekahan dari tusaknya massa
batuan sampai ujung dinding pit.
Lingkungan Curah hujan - Rain gauge Pengaruh curah hujan, buang-an,
- intensitas - Pluviograph lereng pit, dan pengisian akuifer
- durasi
Limpasan curah hujan Visual
- intensitas
Penyanggaan Kabel/bolt load Load cell Memeriksa sistem penyangga-an.
batuan Memperkirakan kerusakan karena
korosi pada kabel.
Cable grout dan rock Pull out test with Meemriksa kapasitas desain
grout bonde jack
Pekerjaan Gerakan bawah tanah atauGeofisik, seismic Keselamatan manusia dan
Bawah Tanah keruntuhan stope yangray trancing, peralatan
lama dan pekerjaan lain. sonar
PEMANTAUAN | 184
Gambar 16.2
Contoh peralatan untuk pengukuran (1) pemetaan dengan edm, (2) pengukuran line
of site, (3) pemantauan kekar arik, (4) pengukuran penurunan, (5)
inclinometer, (6) ekstensometer, (7) piezometer, (8) sel beban jangkar
(John Dunicliff, 1988)
Metoda ini sering digunakan untuk memantau penurunan pada puncak lereng,
atau sekitar pertengahan dari muka lereng. Kontrol pergeseran horisontal umumnya
kurang presisi, dan lebih lama dibandingkan dengan kontrol vertikal dengan levelling.
Mungkin yang paling memadai dari metoda ini adalah dengan kordinasi sebuah
PEMANTAUAN | 185
jaringan dari monumen pemetaan. Dulu dikerjakan dengan sistem triangulasi
menggunakan theodolit. Sekarang diperbaharui dengan metoda trilaterasi
menggunakan pengukuran optik-listrik.
Alat ini menggunakan sinar yang dimodulasi atau pancaran laser dijatuhkan
pada terget pemantul yang dipasang pada muka lereng. Waktu yang dibutuhkan
berkas cahaya bergerak dari peralatan ke target bisa dihitung jarak antara peralatan
yang tetap dan stabil dengan target pada muka lereng bisa digunakan langsung
sebagai ukuran pergeseran lereng atau koordinat target bisa ditentukan dengan
perhitungan trilaterasi. Akurasi peralatan ini umumnya antara 1 - 10 mm, ketelitian
yag lebih tinggi bisa menggunakan peralatan EDM tipe Mekometer, dengan
ketelitian 0,1 mm walaupun memang jauh lebih mahal.
(www.gmat.unsw.edu.au/.../f_pall/jpeg/0207.jpg)
PEMANTAUAN | 186
Gambar 16.4 Theodolit model wild T4
(www.scg.ulaval.ca/.../Artefacts/T4bmini.JPG)
PEMANTAUAN | 187
Gambar 16.5 Edm, topcon model gts-2b
(www.scg.ulaval.ca/.../Artefacts/T4bmini.JPG)
16.4.1.3. Photogrametry
PEMANTAUAN | 188
Gambar 16.6 Rangkaian photometri, menggunakan pasangan stereo
Pola dari rekahan tarik, yang terbentuk pada bagian atas lereng, yang
berpotensi tidak mantap, dapat memberikan informasi berguna tentang mekanisme
dan arah pergeseran. Beberapa rancangan dari 'gage portable' tersedia untuk
pengukuran perubahan dalam bukaan rekahan. Klinometer yang portable bisa
digunakan untuk mengukur perubahan elevasi kedua sisi rekahan.
PEMANTAUAN | 189
16.4.1.5. Surface-Mounted Extensometer
Gambar 16.7 Gage rekahan mekanik menggunakan pins dan kawat tarik
PEMANTAUAN | 190
Gambar 16.8 Gage rekahan elektrik (contery of had. gage a division of klem ass)
Gambar 16.9 Gage rekahan mekanik menggunakan pins dan ekstensometer mekanik
(after Yu, 1983; courtesy of Canadian Mining Journal and Kidd Creek Mines Ltd.).
PEMANTAUAN | 191
Gambar 16.10 Ekstensometer pita (Wartery of Slegre Ind.Comp, Seattle, USA)
PEMANTAUAN | 192
Gambar 16.11 Contoh klinometer dan ekstensometer yang didesain untuk mengukur
pergerakan pada joint dan sesar (John Dunicliff, 1988)
PEMANTAUAN | 193
16.4.1.7. Ekstensometer Lubang Bor
PEMANTAUAN | 194
16.4.1.8. Inklinometer Lubang Bor
Gambar 16.13 Skema pemasangan ekstensometer lubang bor tetap untuk memantau,
kenaikan pada dasar penggalian (John Dunnicliff, 1988)
PEMANTAUAN | 195
Gambar 16.14 Rangkaian ekstensometer lubang bor tetap dengan magnetostrictive
PEMANTAUAN | 196
16.4.2. Alat Pemantauan Beban Dan Regangan
PEMANTAUAN | 197
16.4.2.1. Load Cells
Alat ini terdiri dari torsion lever system atau elastic cup spring yang akan
terdeformasi selama dikenai beban. Deformasi akan dideteksi oleh dial indikator
dan dikalibrasi menjadi beban. Kelebihan dari jenis ini adalah tahan dan handal,
sedangkan kekurangannya adalah pembacaan harus langsung pada cell.
Pada Gambar 16.17a dapat dilihat contoh mechanical load cells yang dibuat oleh
Proceq SA.
Alat ini terdiri dari ruangan yang terisi fluida yang dihubungkan ke pressure
transducer. Kelebihan dari jenis ini adalah sederhana dan memungkinkan
pembacaan dari jarak jauh. Sedangkan keterbatasannya adalah memerlukan
bearing plates yang kaku dan luas.
Pada Gambar 16.17b dapat dilihat contoh hydraulic load cells yang dibuat oleh
Gl”tzl GmbH.
Alat ini terdiri dari tabung yang terbuat dari paduan baja atau aluminium yang
dilengkapi dengan electrical resistance strain gages pada sisi luar tabung tepat di
setengah tingginya. Kelebihan dari jenis ini adalah pembacaan dapat dilakukan
jarak jauh dan dapat diotomatisasi. Sedangkan kekurangannya adalah keluaran
(output) listrik yang kecil, pengaruh lead wire, error akibat kelembaban dan
kemungkinan terjadinya hubungan singkat dan harus terlindung dari petir.
Pada Gambar 16.17c dapat dilihat contoh dari electrical resistance load cells
buatan Geokon.
PEMANTAUAN | 198
4. Cable tension meter
Pada Gambar 16.17d dapat dilihat contoh dari cable tension meter yang dibuat
Fulmer.
Seperti terlihat pada Gambar, gaya yang dialami kabel akan diterima oleh
Eccentric wheel, sehingga frame mengalami pelendutan (bending) yang diukur
oleh dial indikator dan dikalibrasikan menjadi tarikan di dalam kabel. Kelebihan
dari jenis ini adalah dapat dilepas-lepas sehingga satu alat dapat dipakai diberbagai
tempat. Sedangkan kekurangannya harus selalu dikalibrasi untuk setiap jenis dan
ukuran kabel.
PEMANTAUAN | 199
16.4.2.2. Strain Gages
Contoh portable dial indicator strain gages yang dibuat oleh Cement and
Concrete Association dapat dilihat pada Gambar 16.18a. Kelebihan dari jenis ini
adalah sederhana, tidak mahal, tidak harus tahan air, kalibrasi dapat dilakukan
kapan saja. Sedangkan kekurangannya adalah pengukuran harus menyentuh
struktur tersebut dan pembacaannya perlu cara-cara yang ekstrim.
Ada 5 jenis, yaitu bonded wire, unbonded wire, bondid foil, semiconductor, dan
weldable. Yang paling sering digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan geoteknik
adalah bonded foil (Gambar 16.18b) dan weldable (Gambar 16.18c). Kelebihan
jenis ini adalah pembacaan bisa dilakukan dari jarak jauh dan dapat
diotomatisasikan serta cocok untuk memantau regangan dinamik. Sedangkan
kerugiannya adalah keluaran (output) listrik yang kecil, efek lead wire, terpengaruh
kelembaban dan temperatur, pemasangannya memerlukan keahlian khusus, dan
membutuhkan perlindungan dari petir.
PEMANTAUAN | 200
Gambar 16.18 Strain gages (Courtesy of W. H. Mayes & Son, Windsor Ltd.,
Windsor England), (Courtesy of Measurements Group, Inc., Raleigh, NC), (Courtsey
of Eaton Corporation, Los Angeles, CA)
Ini adalah suatu istilah yang diberikan kepada suatu lubang bor yang telah
dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga air tanah pada level-level tertentu atau
keseluruhan dapat masuk kedalamnya sehingga fluktuasinya dapat teramati. Dari
PEMANTAUAN | 201
sumur observasi ini dapat juga dilakukan uji pumping test sehingga parameter
hidrolika seperti k (koefisien permeabilitas), Qmax dan Qopt (debit maksimum dan
debit optimum), T (transmibilitas) akifer setempat dapat terukur. Kebanyakan sumur
observasi ini digunakan pada saat investigasi lapangan.
16.4.3.2. Piezometer
Piezometer ini sama dengan sumur observasi tetapi ukurannya lebih kecil dan
hanya cenderung untuk memantau air di level-level tertentu dan selanjutnya digunakan
sebagai sumur pengamat. Contoh piezometer dapat dilihat pada Gambar 16.17.
Piezometer ini juga dapat dikembangkan untuk mengukur tekanan air pori bila
dilengkapi instrumen tertentu.
Yang sering digunakan adalah jenis electrical dip meter (Gambar 16.18).
Instrumen ini terdiri dari 2 kabel konduktor yang dilengkapi ukuran satuan panjang
dan pada ujung bawahnya terdapat tabung baja yang bertindak sebagai probe dan
sekaligus pemberat. Sirkuit yang terpasang di dalam gulungan kabel tadi akan aktif
bila probe menyentuh air.
Runtuhan lereng dapat terbentang dari bidang lereng yang terdiri dari satu
blok joint sampai runtuhan yang berskala besar dari keseluruhan lereng. Hal ini
seharusnya dilihat sebelum dilanjutkan dengan diskusi untuk memperkirakan
kejelasan dari runtuhan dan keruntuhan lereng secara umum dalam rangka
perekayasaan. Seperti disoroti oleh yang lain (CALL, 1981), untuk material yang
PEMANTAUAN | 202
elastik, beberapa displacement dapat diperbaiki dengan kaidah runtuhan regangan.
Meskipun demikian definisi yang "kaku" ini tidak memuaskan karena banyak
pertambangan yang berhasil beroperasi dengan lereng yang "rusak". CALL (1981)
membedakan antara teori runtuhan dengan kenyataannya, yaitu :
"Laju dari displacement lebih besar dari pada laju dimana material yang
longsor dapat ditambang secara ekonomis, atau gerakan menghasilkan kerusakan
yang tidak dapat diterima untuk suatu fasilitas yang permanen (atau peralatan), ini
suatu kenyataan dari runtuhan".
Suatu kriteria yang sama juga digunakan untuk membedakan antara rayapan
dan gerakan yang besar dari longsoran tanah dimana batas atas dari gerakan rayapan
diberikan sebagai suatu laju dengan pengukuran yang baik (VARNES, 1958).
PEMANTAUAN | 203
16.5.2. Gerakan Runtuhnya Lereng Skala Besar
Gambar 16.19 Ciri-ciri perilaku waktu displacement untuk keruntuhan lereng pit
PEMANTAUAN | 204
Tipe 1 (kurva A) Tipe regresif dicirikan dengan suatu seri dari gerakan yang
lambat untuk mencapai kemantapan yang optimal.
Tipe 2 (kurva B) Tipe progresif dicirikan oleh percepatan gerakan runtuhan yang
menyeluruh.
Tipe 3 (kurva C) Tipe transisi dimana permulaannya seperti tipe regresif dan
diakhiri seperti tipe progresif. Hal ini biasanya terjadi akibat dari
perubahan kondisi eksternal dari air tanah atau hujan yang lebat,
atau perubahan kuat geser.
Tipe 4 (kurva D) Tipe Stick-slip dari gerakan yang dicirikan oleh gerakan yang
tiba-tiba kemudian diikuti oleh gerakan yang kecil atau tidak ada
sama sekali. Tahap gerakan ini biasanya berhubungan dengan
hujan yang lebat, salju yang mencair atau peledakan.
1. Elastik
2. Rayapan
3. Rekahan dan dislocation
4. Collapse
PEMANTAUAN | 205
lunak (LEARMONTH, 1985). Gerakan elatik tidak umum terjadi pada operasi
pertambangan.
Rayapan biasanya merupakan gerakan yang relatif kecil dan bergantung pada
waktu dimana terjadi pada beberapa massa batuan. Di belahan bumi yang lain rayapan
merupakan rheology dan pengertiannya kadang-kadang dihubungkan dengan gerakan
yang berhubungan dengan pegunungan yang tinggi. Yang penting pegunungan ini
dapat dibandingkan dengan penggalian lereng di pertambangan. Di Australia banyak
contoh dari pegunungan yang tinggi yang menunjukkan adanya gerakan rayapan yang
diyakini dimulai pada jaman es. Gerakan ini biasanya tidak menpengaruhi seluruh
operasi Pertambangan.
PEMANTAUAN | 206
Berdasarkan plot ini, dapat diamati bahwa gerakan secara normal dapat
dihubungkan dengan empat tahap dari gerakan dinding pit, yaitu :
Gambar 16.20 Displacement horisontal yang terjadi pada lerengpit yang ada di dunia
PEMANTAUAN | 207
Dari data displacement horisontal menunjukkan bahwa gerakan runtuh
tersebut dibagi menjadi dua zona, yaitu :
Salah satu cara konseptualisasi dari empat tahap potensial dari gerakan ini
disebut "kurva reaksi tanah" (ground reaction curve). Konsep dari kurva reaksi ini
dikembangkan untuk tambang dalam untuk memperkirakan beban, penyanggaan dan
timing.
PEMANTAUAN | 208
Gambar 16.21 Kurva reaksi tanah (SULLIVAN, 1986) dan (STACEY, 1990)
Salah satu kunci jawaban yang ditanyakan kapan lereng akan mulai bergerak
adalah ketika runtuhan terjadi. Salah satu dari prediksi yang berhasil dilakukan oleh
KENNEDY dan NIERMEYER (1970) yang memperkirakan dengan tepat saat
hancur 36 hari sebelumnya (Gambar 16.22).
PEMANTAUAN | 209
Gambar 16.22 Plot antara displacement kumulatif dengan waktu untuk lereng pit
sebelum runtuh di Chuquicamata (Kennedy dan Niermeyer, 1970)
Vmp
K , ........................................................................ (1)
Vo
dimana :
PEMANTAUAN | 210
Vmp = kecepatan pada titik tengah pada tahap runtuhan progresif
(Gambar 16.25).
Gambar 16.23 Kurva laju displacement sistem transisi liberty pit dan prediksi
kehancuran collapse (Broadbent & Zavodni, 1984)
PEMANTAUAN | 211
Persamaan umum untuk garis lurus semi-log berbentuk :
dimana :
V = kecepatan (ft/hari)
C = konstan
t = waktu (hari)
e = konstanta
PEMANTAUAN | 212
Gambar 16.24 Plot laju displacement semilog untuk sektor tenggara
Yang menjadi masalah dengan prediksi ini adalah bahwa untuk memantau
runtuhan yang besar diperlukan banyak stasiun pemantau. Jika mekanisma runtuhan
dan geologi sangat komplek maka lereng juga akan bergerak secara tidak seragam.
Perbedaan bagian dari lereng ditunjukkan, secara terpisah (per bagian) dihubungkan
dengan mekanisme yang berbeda. Hal ini tidak praktis, karena kadang-kadang terjadi
dalam kasus bahwa pemantauan tidak diletakkan pada lokasi dimana gerakan akan
dimulai. Lebih dari itu, salah satu dari gerakan yang penting, pendugaan kadang-
kadang sangat sulit atau terlalu berbahaya. Sebagai akibatnya stasiun pemantau yang
seragam tidak dapat tercapai, hal ini menjadi pengecualian dari kaidah di atas. Dengan
demikian, tidak sulit untuk melihat bagaimana saat hancur yang diprediksi dengan
menggunakan grafik semi-log atau rumus empiris yang salah. Dengan adanya
PEMANTAUAN | 213
pemahaman di atas, jika mekanisme runtuhan adalah relatif maju dan tahap percepatan
gerakan dari runtuhan terlihat jelas maka teknik sederhana dapat digunakan dengan
catatan untuk memprediki saat hancur umumnya antara 2 sampai 50 hari sebelum
hancur.
Meski demikian jika laju dari gerakan pada saat awal runtuh lebih besar,
katakanlah 10 cm/detik, maka waktu maksimum yang dapat terjadi kemungkinan lebih
kecil dari 30 hari. Gambar 16.26 adalah kesimpulan dari frekuensi histogram dari
suatu jumlah dinding pit skala besar yang runtuh. Data ini menunjukkan bahwa ada
satu gerakan yang tidak biasa (aneh) terjadi, maka setengahnya dari runtuhan total
akan terjadi dalam tiga bulan. Setelah itu lebih dari 75% dari runtuhan terjadi. Pada
'collapse' yang lengkap, terjadi dalam dua bulan.
PEMANTAUAN | 214
Gambar 16.25 Laju dari gerakan (Sullivan, 1987)
PEMANTAUAN | 215
Gambar 16.26 Runtuhan dinding pit pada skala sedang sampai besar
(Sullivan, 1987)
Bagaimanapun, beberapa lereng tambang yang berada pada tahap lanjut dari
gerakan (tahap 3), rekahan dan dislocation, untuk sepuluh tahunan. Demikian pula
beberapa lereng alami (pegunungan) pada daerah batuan keras dimana gerakannya
adalah rayapan (tahap 2) serta rekahan dan dislocation (tahap 3) mulai mengikuti
pada jaman es yang lampau.
PEMANTAUAN | 216
pemantauan beberapa kabel penyangga lereng dan beberepa kejadian alam yang
umum.
Secara garis besar kesimpulannya dapat digambarkan dari data di bawah ini:
- Kelajuan lebih dari 10 cm/detik (1 m/hari) secara wajar akan collapse (tahap 4).
- toppling 10 - 10 cm/detik
- longsoran 10 - 10 cm/detik
- Kabel penyangga lereng dapat memperlambat laju gerakan lereng dari pada
tidak disangga, umumnya lebih kecil dari 10 cm/detik.
- Lereng belum stabil dengan baik dengan laju gerakan lebih dari 10 cm/detik.
PEMANTAUAN | 217
dihubungkan dengan satu atau lebih dari mata rantai tersebut. Disini, mata rantai
utama didefinisikan sebagai urut-urutan kronologi dan petunjuk yang diberikan untuk
memaksimalkan kekuatan dari masing-masing kelemahan, dan jumlahnya ada 25 buah.
17 mata rantai ditekankan pada saat tahap perencanaan dan 8 mata rantai lagi
ditekankan pada saat tahap eksekusi (pelaksanaan).
Satu atau lebih hipotesa harus dikembangkan untuk mekanisme yang sepertinya
mengontrol perilaku.
Setiap instrumen pada pekerjaan tersebut harus diseleksi dan ditempatkan untuk
membantu menjawab pertanyaan khusus. Jika tidak ada, disitu tidak usah dipasang
instrumentasi. Sebelum meletakkan suatu metode pengukuran itu sendiri,
seseorang harus membuat daftar pertanyaan-pertanyaan geoteknik yang timbul
selama tahap rancangan, tahap konstruksi atau operasi.
Pertanyaan "parameter mana yang paling perlu ?" harus dijawab. Sering ditemukan
bahwa pengukuran deformasi adalah yang paling sederhana (simple), paling handal,
dan sedikit kesalahan.
PEMANTAUAN | 218
Perkiraan atau penaksiran dibuat untuk memantapkan rentang dan akurasi yang
diperlukan dari tiap instrumen. Bilamana pengukuran digunakan untuk mengontrol
selama konstruksi atau tujuan keselamatan, penentuan awal dari "tingkat tanda
bahaya yang diinginkan" harus dibuat.
7. Tetapkan tugas-tugas untuk tahap rancangan, tahap konstruksi, dan tahap operasi.
8. Pilih instrumen.
Pada saat instrumen dipilih, hal yang tidak boleh dikesampingkan adalah
kehandalan. Terkandung dalam kehandalan adalah segampang (sesederhana)
mungkin dan selanjutnya bila nanti terjadi penurunan kehandalan maka suatu
penyelaras (transducers) dapat dipasang, baik itu dalam hal optik, mekanik,
hidraulik, pneumatik, elektrik atau yang lainnya. Instrumen dengan harga murah
jangan digunakan sebagai acuan dalam pemilihan alat, sebaiknya agak sedikit
mahal tetapi menghasilkan biaya total termurah itulah yang dipilih.
PEMANTAUAN | 219
Pengetahuan dalam merancang hardware sebaiknya disesuaikan dengan
pengetahuan pemakai teknologi itu. Hal ini menjadi tanggung jawab dari pemakai
untuk mengembangkan pengetahuannya akan instrumen yang dipilihnya. Pemakai
(users) akan sering diuntungkan jika pada saat akan memilih instrumen telah
melakukan diskusi terlebih dahulu dengan Sarjana-Sarjana Geoteknik atau
Geologis dari staf pembuat alat, tentang pemakaian, keterbatasan serta jalan
keluarnya.
a. Daerah yang perlu perhatian khusus ditentukan dan tentunya instrumen yang
tepat pula yang nantinya ditempatkan disini.
PEMANTAUAN | 220
Penggunaan instrumen pada umumnya meliputi pengukuran yang dihubungkan
dengan penyebab, oleh karena itu pencatatan yang lengkap dan catatan harian
harus dijaga dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
- Pengamatan visual.
Anggaran harus disiapkan untuk meyakinkan bahwa dana yang cukup sudah
tersedia untuk tugas-tugas pemantauan.
Metoda "tawaran terendah" sebaiknya jangan diambil kecuali kalau ada aturan-
aturan yang mengijinkannya selama tidak ada alternatif lain, dan metoda yang
disarankan adalah sebagai berikut (silahkan dipilih) :
PEMANTAUAN | 221
Perancang mengadakan instrumen secara langsung bernegosiasi sendiri dengan
supplier.
Jika kedua metoda tersebut tidak ada yang dapat dipilih dan metoda "penawaran
terendah" dengan atau yang sudah memenuhi persyaratan terpaksa dipilih, maka
mengenai kejelasan, kekonsistenan, kelengkapan dan spesifikasi yang benar harus
ditulis. Spesifikasi harus menunjukkan seluruh gambaran yang menonjol/penting
untuk menjamin terhindarnya kesalahan substitusi barang. Pada saat menulis
spesifikasi pengadaan barang, seseorang harus menentukan permintaan akan
kalibrasi pabrik dan uji coba pada saat diterima untuk meyakinkan berfungsi dan
tidaknya instrumen tersebut pada saat diterima.
Prosedur instalasi dan jadwal harus direncanakan dengan baik. Tulisan mengenai
prosedur instalasi, langkah demi langkah sebaiknya dipersiapkan, termasuk daftar
material dan perkakas yang diperlukan serta form (lembar catatan) instalasi.
Kalibrasi dan perawatan yang teratur dari unit baca dan terminal-terminal
dilapangan sangat diperlukan selama umur instrumen tersebut.
Rencana yang dibuat sebaiknya meliputi prosedur dan jadwal yang teratur.
PEMANTAUAN | 222
16. Perencanaan pengumpulan data, pemrosesan, tampilan, interpretasi, pelaporan
dan pelaksanaan.
PEMANTAUAN | 223
Negosiasi gaji atau biaya untuk pekerjaan tersebut tetap dilakukan oleh pemilik
dan konsultan tersebut, selanjutnya kontraktor nantinya yang melaksanakan
pembayaran. Pekerjaan pendukung tetap diselenggarakan oleh kontraktor.
Bila kedua metoda tersebut tidak dapat dilaksanakan dan metoda dengan
"penawaran terendah" untuk pekerjaan lapangan tersebut terpaksa diambil, maka
kejelasan, kekonsistenan, kelengkapan dan spesifikasi yang benar harus ditulis untuk
memaksimalkan kualitas dari tugas lapangan tersebut.
1. Pengadaan instrumen.
Instrumen harus dikalibrasi, diperiksa dan di tes sebelum dikirim ke pamakai. Pada
saat diterima oleh si pemakai, maka uji unjuk laku sebaiknya dilakukan untuk
meyakinkan berfungsi atau tidaknya instrument tersebut.
2. Instalasi instrumen.
Unit baca (read out) dan terminal-terminal harus dikalibrasi dan di "rawat" sesuai
dengan yang sudah dijadwalkan, khususnya pada terminal-terminal, tidak hanya
yang terlihat, tetapi sebaiknya yang tertanam padanya juga diberlakukan demikian.
4. Pengumpulan data.
Perhatian khusus harus diberikan pada saat menentukan bacaan awal, karena data
selanjutnya akan mengacu padanya, dan pertimbangan-pertimbangan rekayasa yang
PEMANTAUAN | 224
diambil nantinya akan lebih banyak didasarkan pada "perubahan relatif"
terhadapnya daripada nilai-nilai absolut.
Personil pengumpul data, pertama kali yang dilakukan adalah mendeteksi apakah
instrumen tersebut berfungsi dengan baik atau tidak, dengan cara
membandingkannya dengan pengukuran sebelum-sebelumnya. Bila sudah diyakini
valid, langkah selanjutnya adalah segera mengidentifikasi beberapa perubahan
penting, dan jika "tingkat tanda bahaya yang diinginkan" tercapai, maka hal
tersebut segera diinformasikan pada pengawas.
Personil pengumpul data ini juga harus mencatat hal-hal yang mungkin
mempengaruhi data pengukuran dan harus berhati-hati dengan kemungkinan
terjadinya perusakan, penurunan kualitas pengukuran atau perubahan fungsi dari
alat tersebut.
Form khusus untuk preparasi data sebaiknya ada, dan data harus di plot, biasanya
vs waktu, agar memudahkan proses analisa.
6. Interpretasi data.
Data pemantauan harus di-file-kan dengan baik karena data-data yang sudah
diperoleh akan sangat bermanfaat. Jika tujuan program pemantauan ini sudah
dijabarkan secara rinci, misal dalam suatu proposal yang rinci, maka interpretasi
data akan sangat mudah sekali karena sudah di "guide" dengan proposal tadi.
Tanpa tujuan yang jelas, maka interpretasi akan sukar sekali.
PEMANTAUAN | 225
Jalur komunikasi antara perancang dan personil lapangan harus terjaga baik,
sehingga diskusi antara personil perancang (yang sudah dipenuhi dengan berbagai
pertanyaan/persoalan yang harus dijawab) dengan personil lapangan (yang
memberikan data) dapat terselenggara dengan baik.
Tahap awal dari interpretasi data adalah evaluasi data untuk menentukan betul
tidaknya pembacaan dan juga mendeteksi perubahan yang memerlukan penanganan
segera. Tahap interpretasi data yang mendasar selanjutnya adalah mengkorelasi
hasil pembacaan alat dengan faktor lain (penyebab dan pengaruh) dan mempelajari
deviasi pembacaan dengan taksiran yang sudah dibuat. Bila janggal, maka data
tersebut dapat di reject dan dianggap salah.
7. Pelaporan.
Final report adalah dukumen kunci dari program pemantauan dan merupakan
bank pengalaman dan seharusnya didistribusikan pada owner dan konsultan
perancang, karena dari sini akan banyak ditarik berbagai pelajaran untuk proses
rancangan berikutnya.
8. Penggunaan data.
Jika instrumentasi digunakan untuk memberi masukan pada tahap rancangan, baik
fasilitas ataupun perbaikan, data akan digunakan langsung selama tahap rancangan.
Jika instrumentasi digunakan selama tahap konstruksi, dan dengan adanya
bermacam-macam tindakan perbaikan yang sudah direncanakan, maka
pelaksanaannya harus mengikuti rencana tersebut.
PEMANTAUAN | 226
16.7. Studi Kasus
16.7.1.1. Geologi
Strike dari 'schist' adalah dalam arah utara selatan yang paralel sampai sumbu
pit yang panjang dan dip-nya ke arah timur pada sudut rata-rata 70. Meskipun
demikian lapisan yang berada pada arah selatan sejajar dengan sesar yang besar
dimana arah dip-nya 70 ke arah timur dan strike-nya berada pada arah utara timur,
miring sampai sumbu pit yang panjang (Gambar 16.27).
PEMANTAUAN | 227
Gambar 16.27 Geologi secara umum (haveluck gold mine, Meekatharra)
Batuan sangat lapuk serta kekuatan batuan intact mulai dari yang rendah
sampai yang sedang untuk ferruginous schist dan sangat rendah sampai rendah untuk
sheared schist. Batupasir yang bertumpuk dan konglomerat berkekuatan sedang. Air
tanah berada di bawah dasar pit dan mulai dari sini tidak ada bagian dalam highwall
atau kemantapan jenjang.
PEMANTAUAN | 228
16.7.1.2. Awal Dari Ketidakmantapan
Secara umum
Selanjutnya beberapa tension crack pada berm dan runtuhan jenjang yang
kecil adalah sebagai berikut :
2. Toppling yang hancur tidak beraturan dan komplek pada sheared schist.
Didasari pada pemikiran bahwa rekahan berada di belakang puncak lereng, dip
mengarah ke timur, struktur geologi serta tanda-tanda ketidakmantapan jenjang, maka
seluruh keruntuhan yang potensial tampaknya akan berbentuk toppling. Semua lereng
bersudut antara 48 sampai 51 dengan tinggi individual jenjang lebih dari 15 m dengan
sudut 70 .
PEMANTAUAN | 229
Gambar 16.28 Awal ketidakmantapan seksi (Sullivan, 1987)
1. Suatu kawat dengan trip swatch dan suara bahaya (warning horns) sepanjang
major tension crack.
PEMANTAUAN | 230
Pemantauan memperkirakan akan terjadi ketidakmantapan bertipe progresif
dengan kecepatan semua gerakan didapati di atasnya dalam suatu seri dari lingkaran
yang lebih kecil. Penambangan bijih pada kaki lereng dilanjutkan dan seluruh
kerusakan tejadi pada saat 2,5 bulan setelah rekahan pertama kali diketahui.
Secara umum
Ketidakmantapan selanjutnya
Hal ini telah terpikirkan, berdasarkan hasil pemantauan sepanjang highwall' bahwa
untuk highwall terakhir :
PEMANTAUAN | 231
1. Kerusakan menyeluruh akan terjadi dalam waktu beberapa bulan.
Pemantauan
PEMANTAUAN | 232
Gambar 16.30 Hasil pemantauan dari individual tension cracks dari daerah
ketidakmantapan pada final highwall (Sullivan, 1987)
Gambar 16.31 Gerakan kumulatif total pada garis normal di dinding pit
(Sullivan, 1987)
PEMANTAUAN | 233
16.7.1.4. Kesimpulan
PEMANTAUAN | 234
1. Bagaimana kondisi awal lapangan ?
Pada Gambar 16.32 dan Gambar 16.33 diberikan layout dari pemasangan
instrumentasi pemantauan.
PEMANTAUAN | 235
Tabel 16.2 Instrumentasi/metoda pemantauan kemantapan lereng selama penggalian
- Crack gages
- Tiltmeters
- Slope extensometers
- Multiple deflectometers
- In-place inclinometers
- Multipoint piezometers
PEMANTAUAN | 236
Gambar 16.32 Layout pemasangan instrumen pemantauan pada lereng tanah yang
sudah menunjukkan tanda-tanda ketidakmantapan (Dibiagio and Myrvoll, 1981)
PEMANTAUAN | 237
Gambar 16.33 Layout pemasangan instrumen pemantauan pada lereng batu yang
sudah menunjukkan tanda-tanda ketidakmantapan (Dibiagio and Myrvoll, 1981)
Tetapi ada kasus yang menerapkan pertanyaan ini pada lereng yang tidak
mengalami masalah ketidakmantapan selama penggalian hanya karena
merencanakan suatu konstruksi dikaki lereng.
PEMANTAUAN | 238
Secara umum, pilihan langkah-langkah yang dapat diambil adalah :
- Tidak melakukan apa-apa; dengan resiko dapat menerima hal yang diakibatkan
keruntuhan lereng (bila terjadi).
PEMANTAUAN | 239
GEOTEKNIK TAMBANG
(TA 3222)
Oleh:
Prof. Dr. Irwandy Arif
1.2. Informasi struktur geologi dan evaluasi jenis longsoran yang mungkin
3.4. Contoh uji seismik refraksi di tambang Air Laya hasil perekaman oleh
4.4. Pengujian kuat tekan dengan menggunakan electric strain gauge ................ 46
4.8. Bentuk contoh batu sebelum dan sesudah point load test ............................ 49
4.11. Lingkaran Mohr dan kurva Intrinsic dari hasil pengujian Triaxial .............. 51
6.2. Posisi rekahan tarik (tension crack) pada lereng batuan. .............................. 64
DAFTAR GAMBAR | ix
7.1. Geometri longsoran baji .............................................................................. 70
7.4. Stereoplot geometri baji dari gambar 7.3 untuk keperluan analisis ............... 74
8.4. Kondisi kesetimbangan batas blok ke-n yang akan terguling dan
tergelincir .................................................................................................... 78
9.2. Keadaan atau pola aliran air tanah utuk diagram 1 sampai 5 ....................... 83
DAFTAR GAMBAR | x
10.1. Longsor di Low Wall Pit Gaharu Blok 49 .................................................. 91
10.4. Pekerjaan penanganan untuk Low Wall Pit Gaharu tambang Sambarata .... 95
13.1. Model dari terowongan bulat di dalam batuan terkekarkan ...................... 111
13.4. Kontak dan daerah diantara dua blok yang dapat terdeformasi ................. 123
13.5. Representasi dari permukaan yang dipengaruhi oleh titik simpul ............. 124
14.1. Tipikal profil kekasaran kekar dan rekomendasi penamaannya ................ 144
DAFTAR GAMBAR | xi
14.5. Kriteria longsoran baji ............................................................................. 148
15.18a. Model jatuhan batu dan proteksinya dari Ritchie .................................. 174
16.1. Komponen dan logika dari program mekanika batuan ............................. 182
16.7. Gage rekahan mekanik menggunakan pins dan kawat tarik...................... 190
16.9. Gage rekahan mekanik menggunakan pins dan ekstensometer mekanik... 191
16.14. Rangkaian ekstensometer lubang bor tetap dengan magnetostrictive ...... 196
16.19. Ciri-ciri perilaku waktu displacement untuk keruntuhan lereng pit......... 204
16.20. Displacement horisontal yang terjadi pada lerengpit yang ada di dunia .. 207
16.22. Plot antara displacement kumulatif dengan waktu untuk lereng pit
16.23. Kurva laju displacement sistem transisi liberty pit dan prediksi
16.24. Plot laju displacement semilog untuk sektor tenggara ............................ 213
16.26. Runtuhan dinding pit pada skala sedang sampai besar ........................... 216
16.27. Geologi secara umum, haveluck gold mine, Meekatharra ....................... 227
16.31. Gerakan kumulatif total pada garis normal di dinding pit ....................... 233
Daftar Isi............................................................................................................. iv
Daftar Tabel....................................................................................................... xv
1 PENDAHULUAN
2.3. Pemicu dan Pemacu Gerakan Massa Tanah atau Batuan ................ 14
3 PENYELIDIKAN LAPANGAN
DAFTAR ISI | iv
3.5 Metode Scanline ............................................................................. 33
4 UJI LABORATORIUM
5 STEREONET
6 LONGSORAN BIDANG
7 LONGSORAN BAJI
8 LONGSORAN GULING
DAFTAR ISI | v
9 LONGSORAN BUSUR
10 LONGSORAN BUCKLING
11 MODEL NUMERIK
12 ANALISIS NUMERIK
13 PERMODELAN LERENG
DAFTAR ISI | vi
13.4. Representasi dari Kontak ........................................................... 121
15 PERKUATAN LERENG
16 PEMANTAUAN
Astawa, Rai, Suseno Kramadibrata dan Ridho Kresna Wattimena. “Slide Kuliah
Mekanika Batuan”. Institut Teknologi Bandung. 1998.
(http://egsc.usgs.gov/isb/pubs/gis_poster/gisgraphics/figure15.jpg)
(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/1a/Drilling_machine.jpg)
(http://web.mst.edu/%7Erogersda/landslide_hazards/felton/fel1.jpg)
(http://www.enviroment.uwe.ac.uk/geocal/SLOPES?GIFS/ROCKPLANE.GIF)
(http://www.biggles.net/images/cam/TDC_DG.JPG)
(http://www.geocities.com)
(http://www.groundscience.com.au/library/content/triaxial.jpg)
(http://www.ibf.uni-karlsruhe.de/felslabor/images/punktlast.jpg)
(http://www.jirizar.com/Imagens_Website/Jack%20Test.png)
(http://www.maaamet.ee/docs/geoloogia/kast_th.jpg)
(http://www.tecservices.com/Portals/0/TileBondShearTest800.jpg)
DAFTAR TABEL
penggalian......................................................................................................236
DAFTAR TABEL | xv
Kata Pengantar
Pertama-tama puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan bimbingannya maka diktat ini dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih
saya sampaikan kepada Sdr. Andik Mirta, Iqbal Nurman, Rizky Ayub Ginting,
Holfreend Siallagan, dan Maria Dewi Silalahi yang telah menyusun kembali bahan-
bahan sehingga menjadi diktat kuliah ini.