Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Mekanisme Produksi Eritrosit Dan Sistem Pengaturannya

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MEKANISME PRODUKSI ERITROSIT DAN SISTEM PENGATURANNYA

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi pada Program Studi Ilmu
Farmasi

Dosen Pembina
D. Saeful Hidayat Yusuf, M. Farm., Apt

Oleh
Ria Tamalia (A 181 034)
Reguler Pagi A 2018

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN KHAZANAH
BANDUNG
2020
ABSTRAK

Fungsi utama dari sel-sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit, adalah
mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai fungsi
lain. Contohnya, ia mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang
mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan
kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali lipat. Cepatnya reaksi ini membuat
air dalam darah bereaksi dengan banyak sekali karbon dioksida, dan dengan demikian
mengangkutnya dari jaringan menuju paru-paru dalam bentuk ion bikarbonakt
(HCO3-). Hemoglobin yang terdapat sel dalam sel juga merupakan dapar asam-basa
(seperti juga pada kebanyakan protein), sehingga sel darah merah bertanggung jawab
untuk sebagian besar daya pendaparan seluruh darah. Eritrosit dibentuk oleh
hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang terdapat di sumsum tulang. Sel ini akan
membentuk berbagai jenis leukosit, eritrosit, megakariosit (pembentuk keping darah).
Mebabolisme sel darah merah perlahan-lahan memburuk karena enzim tidak diganti,
sampai sel menjadi tidak mampu (non-viable), tetapi alasan yang tepat mengapa sel
darah merah mati tidak jelas

Kata Kunci : eritrosit, metabolism, kelainan


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah
yang warnanya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada
banyaknya kadar oksigen dan karbondioksida didalamnya. Darah yang banyak
mengandung karbon diogsida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah di
ambil dengan cara bernapas, dan zat tersebut sangat berguna pada peristiwa
pembakaran/ metabolisme di dalam tubuh. Vikositas/ kekentalan darah lebih kental
dari pada air yang mempunyai BJ 1,041-1,065, temperatur 38°C, dan PH 7,37-7,45.

Darah selamanya beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau
pompa jantung. Selama darah beredar dalam pembuluh maka darah akan tetap encer,
tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini
dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah tersebut sedikit obat anti-
pembekuan/ sitrus natrikus. Dan keadaan ini akan sangat berguna apabila darah
tersebut diperlukan untuk transfusi darah.

Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira
1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap
orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung, atau pembuluh
darah.
A.Fungsi
a.Sebagai alat pengangkut yaitu:

 Mengambil oksigen/ zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan


keseluruh jaringan tubuh.
 Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-
paru.
 Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke
seluruh jaringan/ alat tubuh.
 Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.

b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh
dengan perantaraan leukosit dan antibodi/ zat–zat anti racun.
c.Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

b. Kandungan Darah

Kandungan dalam darah: 

 Air    : 91%
 Protein    : 3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinigen)
 Mineral   : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam
fosfat,magnesium, kalsium, dan zat besi).
 Bahan organik  : 0,1% (glukosa, lemak asam urat, kreatinin, kolesterol, dan
asam amino).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Eritrosit

Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap mm kubiknya


darah pada seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah
dan pada seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah. Sel darah
merah (eritrosit) bentuknya seperti cakram/ bikonkaf dan tidak mempunyai inti.
Ukuran diameter kira-kira 7,7 unit (0,007 mm), tidak dapat bergerak. Banyaknya
kira–kira 5 juta dalam 1 mm3 (41/2 juta). Warnanya kuning kemerahan, karena
didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin, warna ini akan
bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung oksigen.

Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin.


Hemoglobin (Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa besi
hemin. Hemoglobin mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan
mengedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paruparu
terjadi reaksi antara hemoglobin dengan oksigen.

 2 Hb2+ 4 O2 ==> 4 Hb O2 (oksihemoglobin)


Setelah sampai di sel-sel tubuh, terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh
Hb.

 4 Hb O2 ==> 2 Hb2+ 4 O2
Kandungan hemoglobin inilah yang membuat darah berwarna merah.
Amatilah Gambar 5.2 untuk mengenal struktur hemoglobin.
2.2 Struktur Eritrosit

Eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah


7,5 uM dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat
berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah
berupa hemoglobin. Sel darah merah (eritrosit) diproduksi di dalam sumsum
tulang merah, limpa dan hati. Proses pembentukannya dalam sumsum tulang
melalui beberapa tahap. Mula-mula besar dan berisi nukleus dan tidak berisi
hemoglobin kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya
dan siap diedarkan dalam sirkulasi darah yang kemudian akan beredar di dalam
tubuh selama kebih kurang 114 - 115 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin
yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin
yang mengandung Fe yang berguna untuk membuat eritrosit baru dan
hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat didalam eritrisit yang berguna untuk
mengikat oksigen dan karbon dioksida.

Jumlah normal pada orang dewasa kira- kira 11,5 – 15 gram dalam 100 cc
darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan laki-laki 13,0 mg%. Sel darah merah
memerlukan protein karena strukturnya terdiri dari asam amino dan
memerlukan pula zat besi, sehingga diperlukan diit seimbang zat besi.
Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian
juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila kedua-duanya
berkurang maka keadaan ini disebut anemia, yang biasanya disebabkan oleh
perdarahaan yang hebat, penyakit yang melisis eritrosit, dan tempat pembuatan
eritrosit terganggu.

2.3 Fisiologi Eritrosit

Sel darah merah atau lebih dikenal sebagai eritrosit memiliki fungsi utama
untuk mengangkut hemoglobin, dan seterusnya membawa oksigen dari paru-paru
menuju jaringan. Jika hemoglobin ini bebas dalam plasma, kurang lebih 3
persennya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau
melalui membran glomerolus pada ginjal terus masuk dalam saringan glomerolus
setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada
dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam sel darah merah. Dalam
minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang
berinti diproduksi dalam yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi,
hepar dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi eritrosit, walaupun
terdapat juga eritrosit dalam jumlah cukup banyak dalam limpa dan limfonodus.
Lalu selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah
hanya diproduksi sumsum tulang.
Pada sumsum tulang terdapat sel-sel yang disebut sel stem hemopoietik
pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Sel
pertama yang dapat dikenali dari rangkaian sel darah merah adalah proeritroblas.
Kemudian setelah membelah beberapa kali, sel ini menjadi basofilik eritroblas
pada saat ini sel mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada tahap
selanjutnya hemoglobin menekan nukleus sehingga menjadi kecil, tetapi masih
memiliki sedikit bahan basofilik, disebut retikulosit. Kemudian setelah bahan
basofilik ini benar-benar hilang, maka terbentuklah eritrosit matur (Guyton&Hall
Fisiologi Kedokteran Edisi 9:529).

Hemoglobin terdiri dari 4 rantai polpeptida globin yang berikatan secara


non-kovalen, yang masing-masing mengandung sebuah grup heme (molekul yang
mengandung Fe) dan sebuah “oxygen binding site”. Dua pasang rantai globin yg
berbeda membtk struktur tetramerik dengan sebuah “heme moiety” di pusat
(center). Molekul heme penting bagi RBC untuk menangkap O2 diparu-paru dan
membawanya keseluruh tubuh. Protein Hb lengkap dapat membawa 4 molekul
O2 sekaligus. O2 yang berikatan dengan Hb memberi warna darah merah cerah.
Konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah pada pria normal 4,6-6,2 juta/mm3,
pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3, pada anak-anak 4,5-5,1 juta/mm3. Dan
konsentrasi hemoglobin pada pria normal 13-18 g/dL, pada perempuan 12-16
g/dL, pada anak-anak 11,2-16,5 g/dL (Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29).

Dalam keadaan normal, sel darah merah atau eritrosit mempunyai waktu
hidup 120 hari didalam sirkulasi darah, Jika menjadi tua, sel darah merah akan
mudah sekali hancur atau robek sewaktu sel ini melalui kapiler terutama sewaktu
melalui limpa. penghancuran sel darah merah bisa dipengaruhi oleh faktor
intrinsik seperti :genetik, kelainan membran, glikolisis, enzim, dan
hemoglobinopati, sedangkan faktot ekstrinsik : gangguan sistem imun, keracunan
obat, infeksi seperti akibat plasmodium Jika suatu penyakit menghancurkan sel
darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha
menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru,
sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi
pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.

2.4 Pembentukan Eritrosit

Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong


kuning telah saat embrio pada minggu-minggu pertama. Proses pembentukan
eritrosit disebut eritropoisis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk
di dalam hati, limfa, dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang
oleh hormon eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang
membranosa. Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum
tulang semakin turun.

Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang
terdapat di sumsum tulang. Sel ini akan membentuk berbagai jenis leukosit,
eritrosit, megakariosit (pembentuk keping darah). Rata-rata umur sel darah merah
kurang lebih 120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan dihancurkan dalam
sistem retikulum endotelium terutama dalam limfa dan hati.

Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan


sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin
dikeluarkan untuk dibuang dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem
dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (warna kuning empedu) dan biliverdin,
yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna
hemoglobin yang rusak pada luka memar.

2.5 Masa Hidup Eritrosit


Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian
dirombak di dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin
dan biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil
penguraian hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk
membentuk eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang
dibentuk dan dirombak. Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara
keseluruhan.

2.6 Metabolisme Sel Darah Merah


A. Jalan Embden-Meyerhof
Eritrosit tidak mempunyai mitokondria atau organel lainnya dan juga
metabolisme di dalam sitoplasmanya sangat berkurang. Yang diperlukan
untuk fungsinya tentu saja adalah penambahanglukosa yang dipecahkan
melalui glikolisis menjadi laktat. Untuk setiap molekul glukosa yang
digunakan, dihasilkan dua molekul ATP dan dengan demikian dua ikatan
fostat berenergi tinggi. ATP ini menyediakan energi untuk pemeliharaan
volume, bentuk dan kelenturan (flexibility) sel darah merah. ATP juga
berfungsi menyediakan energi bagi Na+/K+ -ATPase, yang menjaga
lingkungan ion di dalam eritrosit, dan ini memakai satu molekul ATP untuk
menggerakkan tiga ion natrium

ke luar dan dua ion kalium ke dalam sel. BPG (2,3-Bifosfogliserat) juga
berasal dari pemecahan glukosa.Jalan Embden-Meyerhof juga menghasilkan
NADH yang diperlukan oleh enzim methhemoglobin reduktase untuk
mereduksi methemoglobin yang tidak berfungsi (hemoglobin teroksidasi)
yang mengandung besi Ferri (Fe3+OH)-yang diproduksi oleh oksidasi sekitar
3% hemoglobin setiap hari- untuk menjadi aktif berfungsi sebagai bentuk
hemoglobin tereduksi (mengandung besi ferro, Fe2+).
B. Jalan Heksosa Monofosfat (Pentosa Fosfat)
Kira-kira 5% glikolisis terjadi dengan cara oksidatif ini di mana
glukosa 6-fosfat dikonversi menjadi 6-fosfoflukonat dan terus menjadi
ribulosa 5-fosfat. NADPH dihasilkan dan berikatan dengan glutation (GSH)
yang menjaga keutuhan gugus sulfidril (-SH) dalam sel termasuk yang di
dalam hemoglobin dan membran sel darah merah. NADPH yang digunakan
oleh methemoglobin reduktase lainnya memelihara besi hemoglobin dalam
keadaan Fe2+ yang fungsional aktif. Selain itu dengan adanya O2 selalu
terbentuk peroksida yang sangat reaktif, yang juga harus dimusnahkan. Hal ini
terjadi secara enzimatik dengan bantuan glutation (GSH). Tripeptida (-Glu-
Cys-Gly) yang atipikal ini membawa satu gugus

2.7 Membran Sel Darah Merah

Ini merupakan lapisan lipid bipolar yang mengandung protein structural


dan kontraktil dan banyak enzim serta antigen permukaan. Kira-kira 50%
membran adalah protein, 40% lemak dan sampai 10% karbohidrat. Lipid terdiri
dari 60% fosfolipid netral (terutama kolesterol) dan 10% glikolipid. Fosfolipid
dan glikolipid adalah structural dengan gugus polar pada permukaan eksterna dan
interna dan gugus nonpolar pada tengah membran. Karbohidrat terdapat hanya
pada permukaan eksterna sedangkan protein diduga baik sebagai bagian tepi
(perifer) ataupun integral, yang menembus bilamina lipid (lipid bilayer). Satu dari
protein tersebut –spektrin – diduga structural pada permukaan dalam, yang
memperthankan bentuk bikonkaf. Cacat protein ini dapat menerangkan
abnormalitas bentuk membran sel darah merah, misalnya sferositosis herediter
dan elliptositosis, sedangkan perubahan dalam komposisi lipid yang disebabkan
abnormalitas congenital atau akuisita dalam kolesterol atau fosfolipid plasma
dapat berkaitan dengan abnormalitas membran lain. Gambar 13 : Unit membran
eritrosit dengan simpanan protein.
2.8 Pembentukan Eritrosit

Dalam minggu-minggu pertama dari kehidupan embrio, eritrosit primitif yang


berinti dihasilkan dalam kantong kuning telur (yolk sac). Selama tiga bulan kedua
(trimester pertengahan) dari kehamilan (gestasi), hati merupakan organ yang utama
membentuk eritrosit dan pada saat yang sama eritrosit juga dibentuk di limpa (lien)
dan kelenjar limfe (limfe-nodus). Selanjutnya dalam tiga bulan terakhir kehamilan
dan setelah lahir, eritrosit semata-mata dibentuk oleh sumsum tulang.

Pada dasarnya semua sumsum tulang membentuk eritrosit sampai usia 5


tahun, tapi pada sumsum tulang panjang (kecuali pada proksimal humerus dan tibia)
menjadi sangat berlemak, sehingga pada usia kira-kira 20 tahun sumsum tulang
panjang tidak lagi menghasilkan eritrosit. Diatas usia 20 tahun, sebagian besar
eritrosit dihasilkan oleh sumsum tulang membranosa, seperti vertebra, sternum,
costae dan pelvis.

Ada kalanya sumsum tulang dapat dirangsang oleh berbagai jenis faktor
sehingga dapat membentuk eritrosit dalam jumlah yang banyak, demikian pula
sumsum tulang yang telah berhenti menghasilkan eritrosit dapat menjadi produktif
kembali. Limpa dan hati juga dapat mengaktifkan kembali fungsi hemopoietiknya
jika ada rangsangan yang ekstrem dan berkepanjangan yang menghendaki
pembentukan eritrosit dalam jumlah yang banyak.

Di dalam sumsum tulang terdapt banyak sel pluripoten stem yang dapat
membentuk berbagai jenis sel darah. Sel ini akan terus menerus diproduksi selama
hidup manusia, walaupun jumlahnya akan semakin berkurang sesuai bertambahnya
usia. Sesungguhnya ada stem sel yang lainyang bersifat unipoten yang hanya mampu
membentuk satu jenis sel saja, missal eritrosit atau leukosit. Tetapi cirri-ciri sel-sel
unipoten ini sulit dibedakan satu sama lain dan juga dengan sel pluripoten.

Pembentukan eritrosit disebut juga eritropoiesis. Pembentukan eritrosit diatur


oleh suatu hormon glikoprotein yang disebut eritropoietin. Sel pertama yang
diketahui sebagai rangkaian pembentukan eritrosit disebut proeritorblas.
Proeritorblas kemudian akan membelah beberapa kali. Sel-sel baru dari generasi
pertama ini disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat dicat dengan warna basa.
Sel-sel ini mengandung sedikit sekali hemoglobin.

Pada tahap berikutnya akan mulai terbentuk cukup hemoglobin yang disebut
polikromatofil eritroblas. Sesudah terjadi pembelahan berikutnya, maka akan
terbentuk lebih banyak lagi hemoglobin. Sel-sel ini disebut ortokromatik erotroblas
dimana warnanya menjadi merah. Akhirnya, bila sitoplasma dari sel-sel ini sudah
dipenuhi oleh hemoglobin sehingga mencapai kosentrasi lebih kurang 34%, maka
nukleus akan memadat sampai ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Sel-
sel ini disebut retikulosit. Retikulosit berkembang menjadi eritrosit dalam satu sampai
dua hari setelah dilepaskan dari sumsum tulang.

Pembentukan eritrosit dipengaruhioleh berbagai faktor, antara lain : vitamin


B12, asam folat, mineral besi (Fe), tembaga (Cu), cobalt (Co), protein, hormon
eritropeitin dan kadar oksigen di udara.
2.9 Penghancuran Eritrosit

Ini terjadi setelah umur rata-rata 120 hari ketika sel dipindahkan ke
ekstravaskular oleh makrofag system retikuloendotelial (RE), teristimewa dalam
sumsum tulang tetapi juga dalam hati dan limpa. Mebabolisme sel darah merah
perlahan-lahan memburuk karena enzim tidak diganti, sampai sel menjadi tidak
mampu (non-viable), tetapi alasan yang tepat mengapa sel darah merah mati
tidak jelas. Sel darah merah pecah membebaskan besi untuk sirkulasi melalui
transferin plasma ke eritroblas sumsum, dan protoporfirin yang dipecah menjadi
bilirubin. Bilirubin beredar ke hati dimana ia dikonjugasikan dengan
glukoronida yang dieksresi ke dalam usus melalui empedu dan dikonversi
menjadi sterkobilinogen dan sterkobilin (diekskresi dalam feses).
Sterkobilinogen dan sterkobilin sebagaian diserap kembali (reabsorpsi) dan
diekskresi dalam urin sebagai urobilinogen dan urobilin. Fraksi kecil
protoporfirin dikonversi menjadi karbon monoksida (CO) dan diekskresi
melalui paru-paru. Rantai globin dipecah menjadi asam amino yang dipakai
kembali (reutilisasi) untuk sintesis protein umum dalam tubuh. Hemolisis
intravaskular (pemecahan sel darah merah di dalam pembuluh darah)
memainkan peranan sedikit atau tidak sama sekali pada penghancuran sel darah
merah.

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit difagositosis dan dicernakan oleh


sel-sel makrofag terutama yang terdapat dalam limpa, hati (sel-sel Kupffer) dan
sumsum tulang. Besi (Fe) yang lepas diangkut kedalam sumsum tulang untuk
membentuk eritrosit baru, atau disimpan dihati dan jaringan lain dalam bentuk
ferritrin. Bagian hem-nya diubah sel-sel retikuloendotelium menjadi bilirubin
(pigmen empedu).
2.10 Kelainan Pada Eritrosit
A. Kelainan Warna Eritrosit
1) Normokrom
Normokrom adalah eritrosit dengan warna normal ( ada
pucat dibagian tengah dan lebih merah dibagian pinggirnya)
dan dengan konsentrasi hemoglobin yang normal juga. Dalam
keadaan tertentu eritrosit normokrom dapat detemukan pada
penderita anemia yang disebabkan karena pendarahan dan
hemolisis yang tidak mempengaruhi morfologi eritrosit.

Gambar. Eritrosit Normokrom


2) Hipokrom
Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi
Hb kurang dari  normal sehingga sentral akromia melebar 
(>1/2 sel) dan terjadi penurunan warna eritrosit yaitu
peningkatan diameter central pallor melebihi normal sehingga
tampak lebih pucat. Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi
sel sangat tipis disebut dengan eritrosit berbentuk cincin    
(anulosit). Distribusi normal sel ini adalah 10 % dalam darah.
Hipokromia ditemukan pada:

 Anemia defesiensi besi


 Anemia sideroblasti
 Penyakit menahun(mis. Gagal ginjal kronik)
 Talasemia
 Hb-pati (C dan E)

Gambar : kelainan eritrosit hipokrom

3) Polikrom
Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan
lebih biru dari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan
yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada preparat
sediaan apus darah tepi, keadaan ini berkaitan dengan
retikulositosis.
4) Hiperkrom
Warna eritrosit tampak lebih tua karena terjadi penebalan
membran, bukan kelainan Hemoglobin (Hb) dan biasanya jarang
ditemukan.

Gambar :
Kelainan eritrosit Hiperkrom
B. Penyebab Hipokrom dan Normokrom
 Kekurangan Besi (Fe)
Besi merupakan salah satu elemen penting dalam
metabolisme tubuh, terutama dalam pembentukan sel darah merah
(eritripoiesis). Selain itu juga terlibat dalam berbagai proses di
dalam sel (intraseluler) pada semua jaringan tubuh. Mitokondria
mengandung suatu system pengangkutan electron dari susbstrat
dalam sel ke mol O2 bersamaan dengan pembentukan ATP.
Dalam system ini turut serta sejumlah komponen besi yang
memindahkan atom. Kegagalan system ini dapat terjadi bila
pemasokan (suplai) O2 ke jaringan kurang dan mengakibatkan
produksi energi berkurang. Dalam proses pembentukan energi ini
terlibat enzim sitokrom.
Hemoglobin mempunyai berat molekul 64.500 terdiri dari
4 golongan heme yang masing-masing mengikat 1 atom besi dan
dihubungkan dengan 4 rantai polipeptid dan dapat mengikat 4 mol
oksigen. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang
sangat sempurna.
Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar
antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan
hemoglobin. Besi di dalam tubuh terdapat dalam hemoglobin
sebanyak 1,5-3,0 g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan
jaringan. Di dalam plasma besi terikat dengan protein yang
disebut transferin sebanyak 3-4 g. Sedangkan dalam jaringan
berada dalam suatu status esensial (non-available) dan bukan
esensial (available). Disebut esensial karena tidak dapat dipakai
untuk pembentukan hemoglobin maupun keperluan lainnya.
Dalam mioglobin terdapat enzim sitokrom, katalase, dan
peroksidase dalam jumlah lebih kurang 0,3 g sedangkan yang
esensial ditemukan dalam bentuk feritin dan hemosiderin siap
untuk dipakai baik untuk pembentukan sel darah merah maupun
keperluan lainnya dalm sel retikuloendotelial hati dan sumsum
tulang.
Besi diabsorbsi terutama di dalam duodenum dalam
bentuk fero dan dalam suasana asam. Absorbsi besi ini
dipengaruhi oleh factor endogen, eksogen dan usus sendiri. Faktor
endogen mengatur jumlah besi yang akan diabsorbsi dan
tergantung dari jumlah cadangan besi di dalam tubuh, aktivitas
eritopoiesis dan kadar Hb. Bila cadangan besi berkurang atau
aktivitas eritropoiesis meningkat, atau kadar Hb rendah, maka
jumlah besi yang diabsorbsi akan meningkat dan sebaliknya bila
cadangan besi cukup, aktivitas eritropoiesis kurang atau Hb
normal akan mengurangi absorbsi besi.

 Kekurangan Vitamin B12


Vitamin B12 (kobalamin) mempunyai struktur cincin yang
kompleks (cincin corrin) dan serupa dengan cincin porfirin, yang
pada cincin ini ditambahkan ion kobalt di bagian tengahnya.
Vitamin B12 disintesis secara eksklusif oleh mikroorganisme.
Dengan demikian, vitamin B12 tidak terdapat dalam tanaman
kecuali bila tanaman tersebut terkontaminasi vitamin B12 tetapi
tersimpan pada binatang di dalam hati temapat vitamin B12
ditemukan dalam bentuk metilkobalamin, adenosilkobalamin, dan
hidroksikobalamin.
Koenzim vitamin B12 yang aktif adalah metilkobalamin
dan deoksiadenosilkobalamin. Metilkobalamin merupakan
koenzim dalam konversi Homosistein menjadi metionin dan juga
konversi Metil tetrahidro folat menjadi tetrafidrofolat.
Deoksiadenosilkobalamin adalah koenzim untuk konversi
metilmalonil Ko A menjadi suksinil Ko A.
Kekurangan atau defisiensi vitamin B12 menyebabkan
anemia megaloblastik. Karena defisiensi vitamin B12 akan
mengganggu reaksi metionin sintase . anemia terjadi akibat
terganggunya sintesis DNA yang mempengaruhi pembentukan
nukleus pada ertrosit yang baru . Keadaan ini disebabkan oleh
gangguan sintesis purin dan pirimidin yang terjadi akibat defisiensi
tetrahidrofolat. Homosistinuria dan metilmalonat asiduria juga
terjadi .Kelainan neurologik yang berhubungan dengan defisiensi
vitamin B12 dapat terjadi sekunder akibat defisiensi relatif
metionin.
DAFTAR PUSTAKA

Kelainan Eritrosit: diakses pada 2 Mei 2020

https://www.academia.edu/13229948/Kelainan_Eritrosit?auto=download

Metabolisme Eritrosit: diakses pada 2 Mei 2020

http://pustaka.unpad.ac.id/archives/47719

Anda mungkin juga menyukai