Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Terumbu Karang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

SPESIES KARANG : ACROPORA CERVICORNIS

Acropora cervicornis

Acropora adalah genus karang scleractinian di Cnidaria Filum. Beberapa


spesies yang dikenal sebagai meja karang, karang dan bercabang Elkhorn karang.
Saat ini ada 149 spesies dijelaskan . Acropora salah satu bangunan utama terumbu
karang, bertanggung jawab untuk membangun kalsium karbonat substruktur besar
mendukung kulit hidup tipis karang.
Tergantung pada spesies dan lokasi, dapat tumbuh sebagai Acropora piring
atau langsing atau cabang yang luas. Seperti karang lainnya, karang Acropora
koloni individu yang dikenal sebagai polip, yang sekitar 2 mm dan jaringan
berbagi dan jaring saraf. Polip dapat menarik kembali ke karang sebagai respon
terhadap gerakan atau gangguan oleh predator mungkin, tapi ketika mereka
terganggu sedikit menonjol. Polip biasanya memperpanjang lebih lanjut di malam
hari untuk membantu menangkap plankton dan bahan organik terlarut dari air.
Acropora paling umum di lingkungan terumbu dangkal dengan cahaya terang dan
moderat dengan gerakan air yang tinggi. Banyak ikan karang kecil yang tinggal di
dekat koloni Acropora dan mundur ke semak cabang jika terancam.
Karang ini memiliki zooxanthellae, simbiosis alga yang hidup dalam sel
karang dan menghasilkan energi untuk hewan melalui fotosintesis. Perusakan
lingkungan telah menyebabkan berkurangnya populasi Acropora, bersama dengan
jenis karang lainnya. Acropora terutama rentan terhadap pemutihan ketika stres.
Pemutihan ini disebabkan hilangnya zooxanthellae karang, yang merupakan
warna cokelat keemasan. Karang dikelantang putih mencolok dan bisa mati jika
zooxanthellae baru tidak dapat berasimilasi. Penyebab umum pemutihan dan
kematian karang termasuk polusi, suhu air normal hangat, pengasaman laut
meningkat, sedimentasi, dan eutrofikasi.
Acropora Kebanyakan coklat atau hijau tetapi beberapa berwarna cerah
dan mereka karang langka dihargai oleh aquarists. Propagasi Captive Acropora
tersebar luas dalam komunitas karang-menjaga. Mengingat kondisi yang tepat,
banyak Acropora spesies tumbuh dengan cepat dan koloni individu dapat melebihi
1 meter di seberang di alam liar. Dalam akuarium terumbu terawat dengan baik,
jari-ukuran fragmen dapat tumbuh menjadi basket berukuran koloni dalam 1
sampai 2 tahun. Spesimen penangkaran yang terus mengalami perubahan akibat
seleksi yang memungkinkan mereka untuk berkembang di akuarium rumah.
Dalam beberapa kasus, fragmen spesimen penangkaran digunakan untuk terisi
kembali terumbu tandus di alam liar. Spesies Acropora menantang untuk simpan
di akuarium rumah. Mereka membutuhkan cahaya terang, suhu stabil, dan air
bergolak. Menyediakan elemen-elemen ini dapat terlalu mahal untuk hobi rata-
rata.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai salah satu spesies karang
acropora yaitu Acropora cervicornis. Berikut adalah klasifikasi dan deskripsi dari
spesies ini :

Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter. Ciri-ciri :
Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari
cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat
dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang
jernih.
 Anatomi
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari :
1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari
perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan
(gastrovascular).
3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut
gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua
lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri
dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang,
epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang.
Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).Bertempat di gastrodermis,
hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan
warna coklat atau coklat kekuning-kuningan.
 Reproduksi
a. Reproduksi Aseksual
Dalam membahas reproduksi aseksual, perlu dipisahkan antara
pertumbuhan koloni dengan pembentukan koloni baru. Pertunasan Terdiri dari:
— Intratentakular yaitu satu polip membelah menjadi 2 polip; jadi polip baru
tumbuh dari polip lama
— Ekstratentakular yaitu polip baru tumbuh di antara polip-polip lain. Jika polip
dan jaringan baru tetap melekat pada koloni induk, ini disebut pertambahan
ukuran koloni. Jika polip atau tunas lepas dari koloni induk dan membentuk
koloni baru, ini baru disebut reproduksi aseksual.
b. Reproduksi Seksual
Karang memiliki mekanisme reproduksi seksual yang beragam yang
didasari oleh penghasil gamet dan fertilisasi. Berdasar individu penghasil gamet,
karang dapat dikategorikan bersifat:
1. Gonokoris
2. Hermafrodit
 Habitat dan Cara Hidup
Pertumbuhan karang dan penyebaran terumbu karang seperti jenis
acropora tergantung pada kondis lingkungannya, Dahuri, dkk. (2004). Kondisi
ini pada kenyatannya tidak selalu tetap tetapi seringkali berubah karena adanya
gangguan baik yang berasal dari alam atau aktifitas manusia. Faktor kimia dan
fisik yang diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan karang antara lain cahaya
matahari. Suhu, salinitas dan sedimen, sedangkan faktor biologis biasanya berupa
predator atau pemangsa (Supriharyono, 2000). Faktor- Faktor Lingkungan yang
Mempengaruhi Perkembangan Ekosistem Terumbu Karang
a. Suhu
Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan
laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang
berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang
optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi
suhu sampai dengan 36-40 °C.
Pada permukaan laut, air murni berada dalam kedalaman cair pada suhu
tertinggi 100ºC dan suhu terendah 0ºC. karena adanya salinitas dan densitas maka
air laut dapat cair pada suhu dibawah 0ºC. Suhu air laut berkisar antara
suhu dibawah 0ºC sampai 33ºC. Perubahan suhu dapat berpengaruh kepada sifat-
sifat laut lainnya dan kepada biota laut (romimohhtarto dan Juanaa,2001).
Selanjutnya Nontji (2002) menyatakan bahwa hewan laut hidup dalam batas-batas
suhu yang tertentu, ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan
suhu, sebaliknya adapula yang mempunyai toleransi kecil.
Suhu merupakan factor penting yang menetukan kehidupan karang,
Supriharyono (2000), selanjutnya ditambahkan oleh Wells,
(1959) dalam Supriharyono (2000) bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan
karang adalah berkisar antara 25-29ºC, dengan perkembangan paling optimal pada
perairan yang memiliki rata-rata suhu tahunannya antara 23 - 25ºC (Tomascik,
1991 dalam Yusuf 2005).
b. Salinitas
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas air
yang tetap di atas 30 ‰ tetapi di bawah 35 ‰ Umumnya terumbu karang tidak
berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai
besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai
Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah
bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %. Salinitas secara
umum dapat disebut sebagai jumlah kandungan garam dari suatu perairan, yang
dinyatakan dalam permil (‰). Kisaran salinitas air laut berada antara 0 – 40 g/kg
air laut. Secara umum, salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar
antara 32 – 34 ‰ (Dahuri dkk, 2004). Nybaken, (1988) menyatakan bahwa karang
hermatipik adalah organism lautan yang tidak dapat bertahan pada salinitas yang
menyimpang dan salinitas yang normal yaitu 32 – 35 ‰ (Nybaken, 1988).
c. Cahaya dan Kedalaman
Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses
fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang
dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal
50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik
kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada
kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
Sinar matahari merupakan hal yang sangat penting dalam melengkapi
cahaya yang di butuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.tumbuhan tidak
dapat hidup terus tanpa adanya cahaya mataari yang cukup,sehingga
penyabarannya di batasi pada daera kedelaman dimana cahaya matahari masi
dapat dijumpai. Penyinaran matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan
makin tinggi kedalaman laut (Hutabarat dan Evas, 1984).
Karang hermatipik membutukan cahaya yang cukup untuk kegiatan
fotosintesa dari alga yang berada dalam jaringannya. Dalamnya penetrasi cahaya
yang menentukan jangkauan kedalaman yang dapat dihuni oleh
karang hermatipik (Lalamentik, 1991).
Berkaitan dengan pengaruh cahaya terhadap karang, maka
faktor kedalaman juga membatasi kehidupan binatang karang. Pada perairan yang
jernih mungkin penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam,
namum secara umum karangt tumbuh lebih baik pada kedalaman kurang dari 20
m (Kinsman, 1964 dalam supriharyono, 2000).
d. Kecerahan
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan
tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas
perairan yang tinggi pula.
e. Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu
besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami.
Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang
memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air
segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan
pada koloni atau polip karang.
f. Arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila
membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan
zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di
perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat
pada kematian karang.
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas terjadi pada seluruh dunia,
Hutubarat dan Evans (1984). Kemudian Nontji, (2002) menyatakan bahwa arus
merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan
angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau pula dapat di sebabkan oleh
gerakan gelombang panjang.
Karang Acropora Menurut Bengen (1995) tergolong sensitive karena
membutuhkan kecerahan perairan yang tinggi dan perairan terbuka dengan
sirkulasi air yang bebas. Karakteristik lingkungan seperti ini diperlukan karena
tipe karang ini tidak dapat membersikan diri sendiri sebab memiliki polib yang
relative kecil sehingga memerlukan ombak dan arus yang sesuai.
Smith dalam Lalamentik, (1991) menambahkan bahwa semakin cepat arus dapat
membantu karang dalam menghalau sedimen yang terjadi dalam proses
pembeersihan diri.
g. Sedimen
Karang umumnya tidak tahan terhadap sedimen. Karena sedimen
merupakan faktor pembatas yang potensial bagi sebaran karang di daerah dimana
suhu cocok untuk hewan ini.
Sedimentasi menurut Supriharyono, (2000) merupakan masalah yang umum di
daerah tropis, pembangunan di daerah pantai dan aktifitas manusia seperti
pengerukan dan pembukaan hutan menyebabkan pembebesan sedimen ke perairan
pantai atau ke daerah terumbu karang. Selanjutnya Lalamentik, (1991)
menyatakan bahwa banyak tipe sedimen yang muncul pada dan sekitar terumbu
karang, termasuk didalamnya hancuran karang yang kasar, berbagai tipe pasir dan
lumpur yang halus.
Menurut Dahuri dkk. (2001) sedimentasi dapat menyebabkan kematian
pada karang baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedimentasi yang dapat
langsung mematikan binatang karang mempunyai ukuran yang besar atau banyak
sehingga dapat menutupi polib karang (Hubbard dan Pocock, 1972; bak dan
Elgersuizen, 1976 dalam Supriharyono, (2000). Sedangkan pengaruh tidak
langsung adalah terjadinya penurunan penetrasi cahaya matahari ayng penting
untuk fotosintesis alga simbiot atau zooxanthellae, dan banyaknya energy yang
dikeluarkan untuk menghalau sedimen yang berakibat turunnya laju pertumbuhan
karang (Pastorok dan Bilyard, 1985 dalam Supriharyono, 2000).

REFERENSI :

Bengen, D.G.1995. Sebaran Spasial Karang (Scleratinia) dan Asosiasinya Dengan


Karakteristik Habitat di Pantai Blebu dan Pulau Sekapal Lampung Selatan.
Prosindings Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang. LIPI

Dahuri, R. J. Rais, S.P Ginting dan M.J sitepu, 2004. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Laut Secara Terpadu. Pranya Paramita Jakarta

Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007, Pedoman


Penangkaran/Transplantasi Karang Hias Yang Diperdagangkan

Hari Sutanta. 2006. Kualitas Karang Indonesia Turun Hingga 50%. Satu Dunia.

Hutabarat, S dan S.M evans, 1984. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia

Kaleka Deslina, 2004 Transplantasi Karang Batu Marga Acropora Pada Substrat Buatan di
Perairan Toblolong Kabupaten Kupang, Makalah Perorangan Semester Ganjil
2004 Falsafah Sains (PPS 702) Program S3

Lalamentik, L.T.X.1991.Karang dan Terumbu Karang. Fakultas Perikanan Universitas


Sam Ratulangi, Manado

Munasik dan Widjatmoko, W. Reproduksi karangAcropora asperadi Pulau Panjang, Jawa


Tengah: II. Waktu spawning (Sexual reproduction of coral Acropora asperafrom
Panjang Island, Central Java: II. Spawning Time). Indonesian Journal of Marine
Sciences. 10(1): 30-34. (2005).

Nontji,A. 2002, Laut Nusantara. Djambata, Jakarta

Nybaken, J.W, 1988 Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologi, Gramedia. Jakarta

Romimohtarjo. K dan Juana. 2001 Biologi Laut, Djambatan, Jakartta

Suharsono,1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. Lembaga


Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi,
Proyek Penelitian dan Pengembangan Daerah Pantai, Jakarta

Suharsono. 2004. Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi –


LIPI.

Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan Jakarta

Timotius, S. 2003. “Biologi Karang”. Makalah Training Course: Karakteristik Biologi


Karang. PSK – UI; Yayasan Terangi.

Taher, M.S. 2004 Inventarisasi Karang Batu di Perairan sulamadaha Kota Ternate. Skripsi
fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate.

Tomascik, T. 1991. Coral Reef ecosystem environmental Managemen Guild. KLH/EMDI.


Jakarta

Yusuf rusli, 2005, Laju Pertumbuhan Alami Karang (Acropora formasa) di Perairan Kota
Tidore Kepulauan (Studi Kasus Perbandingan Dengan Perairan Sulamadaha Kota
Ternate), Skripsi, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun
Ternate.
TERUMBU KARANG

Hanya beberapa meter di bawah permukaan laut, kita akan menemukan


suatu dunia yang penuh dengan warna dan bentuk. Dunia terumbu karang yang
indah merupakan rumah bagi ribuan jenis binatang dan tumbuhan laut yang
memiliki nilai ekonomi dan estetika tinggi. Setiap mahluk hidup yang tinggal di
ekosistem terumbu karang ini memiliki fungsi yang berbeda dan saling
bergantung satu dengan lainnya. Namun menurut penelitian, inilah ekosistem
yang akan cepat musnah, bila kita tidak menjaganya sekarang.

Terumbu karang (coral reef)merupakan masyarakat organism yang hidup


di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat
menahan gaya gelombang laut. Seangkan organism-organisme yang hidup
dominan disini adalah binatang-binatang karangyang mempunyai kerangka kapur.
Berkaitan dengan terumbu karang di atas dibedakan antara binatang karang atau
karang (reef coral) sebagai individu organism atau komponen dari masyarakat dan
terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem(Sorokin,1993).

Dalam ekosistem terumbu karang terdapat karang yang keras dan lunak.
Karang Batu adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang
dihasilkan oleh binatang karang. Melalui proses yang sangat lama, binatang
karang yang kecil (polyp) membentuk koloni karang yang kental, yang
sebenarnya terdiri atas ribuan individu polyp. Karang batu ini menjadi pembentuk
utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat kuat dan kokoh, karang
sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat renta terhadap perubahan
lingkungan.

Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organism laut


yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan yang bsedikit nitrien
(oligotrofik). Menurut Sumich (1992) dan Burke et al(2002) sebagian besar
spesies karang merupakan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae
yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan
oksigen dan senyawa organic melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh
karang, sedangkan karang menghasislkan komponen anorganik berupa
nitrat,fosfor, dan karbondioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae.

Selanjutnya Sumich menjelaskan adanya proses fotosintesis oleh alga


menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan
karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:

Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2

Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu


menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10
kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik)
dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae.

Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya


pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun.
Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah
satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya.
Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah
lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia
sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang
di perairan Maluku dan Nusa Tenggara.

Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia
dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

A.Jenis-Jenis Terumbu Karang

1. Acropora cervicornis
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora cervicornis
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens,
tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit
dapat dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.

2. Acropora elegantula
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora elegantula
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni korimbosa seperti semak. Cabang horisontal tipis dan menyebar.
Aksial koralitnya jelas.
Warna : Abu-abu dengan warna ujungnya muda.
Kemiripan : A. aculeus, dan A. elseyi.
Distribusi : Perairan Indonesia, Srilanka.
Habitat : Fringing reefs yang dangkal.

3. Acropora acuminata

Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora acuminata
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2
ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan
Philipina.Habitat : Pada bagian atas atau bawah lereng karang yang jernih atau
pun keruh.

4. Acropora micropthalma
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora micropthalma
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu
spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.Habitat :
Reef slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.

5. Acropora millepora

Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora millepora
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek
yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera
dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.Habitat :
Karang ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.

6. Acropora rosaria

Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora rosaria
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : koloni seperti semak, cabang utama mempunyai cabang sekunder, aksial
koralit besar dan berbentuk kubah tetapi tidak panjang. Radial koralit seperti
kantung dan semua koralit mempunyai dinding tebal.
Warna : Umumnya berwarna krem, coklat, biru dan merah muda.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. loripes.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan
Australia.
Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.

7. Acropora latistella

Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora latistella
Kedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk korimbosa atau bergumpal. Aksial koralit biasanya
terpisah. Radial koralit melingkar. Tentakel biasanya setiap hari bertambah
panjang.
Warna : Umumnya berwarna krem, keabu-abuan, coklat, hijau dan kuning.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. subulata, A. valid, A. nana dan
A. dendrum.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan
Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.

B. Sumber Nutrisi pada Karang


Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik
secara ekologi maupun ekonomi.Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam
terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat
tidak langsung.
Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah:

 sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang
pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
 pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
 penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di
dalamnya.

Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan
abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber
keanekaragaman hayati.

Manfaat Terumbu Karang untuk kita

1. Sumber ikan dan makanan laut lainnya yang mengandung protein tinggi.
2. Melindungi pantai dan penduduk dari hantaman ombak dan arus.
3. Sumber penghasilan bagi nelayan (tangkapan ikan).
4. Kekayaan pariwisata bahari yang berdaya jual tinggi (memancing,
menyelam, snorkeling).
5. Sumber kekayaan laut yang bisa digunakan sebagai obat-obatan alami.
6. Sebagai laboratorium alam untuk pendidikan dan penelitian.

Karang memiliki dua cara medapatkan makanan yaitu menerima


pemindahan (translocated) produk fotosintesis dari zooxanthella dan menangkap
zooplankton dengan polypnya (Muller-Parker dan D’Ellia, 1997),dan sebagian
besar coral makan pada malam hari (Barnes, 1987).
Terumbu karang (coral reef) adalah gambaran terbaik dalam cara adaptasi
polytrophic, yang berarti dapat memperoleh energi dari bermacam-macam
sumber. Data jumlah energi yang dapatkan coral secara autotropik dan
heterotropik tidak pasti/tidak jelas. Tetapi diduga bahwa bagian energi
keseluruhan yang dihasilkan dari fotosisntesis berkisar dari lebih dari 95% dalam
coral-coral autotropik sampai sekitar 50% dalam spesies heterotropik. (Barnes dan
Hughes, 1997). Hampir 95% karbon organic yang dibentuk oleh zooxanthella
yang dipindahkan kedalam coral inang dalam bentuk gliserol (Anominus, 2003 a),
Energi yang coral inang peroleh melalui proses metabolism gliserol ini dilengkapi
oleh pemangsaan organisme heterotropik yang ada disekitarnya.
Coral dapat menangkap makanan melalui phagotrophy (tentakel yang
menangkap makanan yang lewat dan memasukkannya dalam mulut dimana
makanan itu dicerna), dan melalui cilliary feeding (pengeluaran lapisan mucus
yang menjebak partikel organik kecil yang dihembuskan ke mulut oleh rambut-
rambut kecil yang disebut cilia). Coral mungkin mungkin juga mengambil bahan
organic terlarut dari air laut untuk digunakan sebagai energi dasar. Sebaliknya
zooxanthella menerima nutrien organic penting dari coral inang yang dilewatkan
ke zooxanthella sebagai produk kotoran hewan. Beberapa nutrien anorganik juga
diperoleh dari air laut.

Gambar 1. Pola aliran nutrisi pada simbiosis mutualistik coral-algae


( sumber Muller- parker dan D’Ellia, 1997 )
Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthella memfiksasi sejumlah besar
karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam
bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini
digunakan oleh polyp untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai
pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat.
Zooxanthella juga meningkatkan kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium
karbonat (Lalli dan Parsons, 1995).
Fiksasi karbon (produktivitas Primer) pada terumbu karang menempatkan
ekosistem ini sebagai ekosistem paling produktif (reef flats menghasilkan sekitar
3.5 kgC/m2/tahun, dibandingkan dengan seagrass beds dan hutan hujan torpis 2
kgC/m2/tahun dan hutan gugur didaerah temperate 1 kgC/m2/tahun)(Anonimus,
2003 a) Sangat ketatnya siklus nutrien dalam simbiosis terumbu karang
menjelaskan mengapa mereka sangat mampu beradaptasi terhadap lingkungan
dengan nutrisi yang rendah. Mereka berkompetisi dengan kehidupan bentik dalam
memperoleh ruang pada terumbu (dimana terumbu karang sendiri secara aktif
membangun seperti berkompetisi satu dengan yang lain). Penambahan jumlah
nutrien pada lingkungan terumbu dapat memiliki pengaruh yang merusak yang
mempengaruhi terumbu karang.
Tingkat kebutuhan coral pada makanan heterotropik sebagai tambahan
karbon yang dipindahkan dari simbion bergantung pada bagaimana simbion-
simbion secara aktif berfotosintesis. Jika fotosintesis (P) oleh zooxantella
melebihi kebutuhan untuk respirasi (R) baik oleh coral inang maupun
zooxanthella (Jika P : R > 1) maka coral autotropik penuh dan tidak
membutuhkan makanan tambahan. Ketika fotosintesis menurun (P:R<1) coral
membutuhkan tambahan sumber makanan. Hasilnya coral pada perairan dalam
membutuhkan makan lebih dibandingkan pada air dangkal (Muller-Parker dan
D’Elia, 1997; Anonimus, 2003a).
Leletkin (2003), menyatakan bahwa hasil sumbangan energi dalam
simbiosis coral-zooxantellae terdiri dari produksi autotrop dari zooxanthellae dan
heterotrop dari suatu polyp. Pengurangannya berupa ekskresi, respirasi,
perkembangan dan pertumbuhan baik pada hewan maupun algae.
Acropora adalah genus karang berbatu polip kecil di
filum Cnidaria . [3] Beberapa spesiesnya dikenal sebagai karang meja, karang
elkhorn , dan karang staghorn . Lebih dari 149 spesies
dijelaskan. [4] Spesies Acropora adalah beberapa terumbu karang utama yang
bertanggung jawab untuk membangun substruktur kalsium karbonat besar yang
mendukung kulit karang yang tipis.
Acropora
Kisaran temporal: Late Paleocene -
baru-baru ini [1]
PreЄ
Є
HAI
S
D
C
P
T
J
K
Hal
N
Acropora pulchra

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Divisi: Cnidaria

Kelas: Anthozoa

Memesan: Scleractinia

Keluarga: Acroporidae

Marga: Acropora
Oke , 1815 [2]

Jenis

Lihat teks

Sinonim
Daftar
 Heteropora Ehrenberg, 1834
 Madrepora (Conocyathus) Brook,
1893
 Brook Madrepora
(Distichocyathus) , 1893
 Madrepora (Eumadrepora) Brook,
1893
 Madrepora (Lepidocyathus) Brook,
1893
 Brook Madrepora
(Odonthocyathus) , 1893
 Madrepora (Polystachys) Brook,
1893
 Madrepora
(Rhabdocyathus) Brook, 1893
 Madrepora (Trachylopora) Brook,
1893
 Madrepora (Tylopora) Brook, 1893

Contents

Anatomi dan distribusi

Putar media
Tergantung pada spesies dan lokasi, spesies Acropora dapat tumbuh sebagai
lempeng atau cabang ramping atau lebar. Seperti karang lainnya,
karang Acropora adalah koloni dari polip individu, yang sekitar 2 mm dan
berbagi jaringan dan jaring saraf . Polip dapat menarik kembali ke dalam karang
sebagai respons terhadap gerakan atau gangguan oleh predator potensial, tetapi
ketika tidak terganggu, mereka sedikit menonjol. Polip biasanya meluas lebih jauh
di malam hari untuk membantu menangkap plankton dan bahan organik dari air.
Acropora paling umum di lingkungan terumbu dangkal dengan cahaya terang dan
gerakan air sedang sampai tinggi. Banyak ikan karang kecil hidup di dekat koloni
mereka dan mundur ke rumpun cabang jika terancam.
Ancaman

Putar media
Simbiodinium , alga simbiotik , hidup di sel - sel karang dan menghasilkan energi
untuk hewan melalui fotosintesis . Kerusakan lingkungan telah menyebabkan
berkurangnya populasi Acropora , bersama dengan spesies karang
lainnya. Acropora sangat rentan terhadap pemutihan saat stres. Pemutihan
disebabkan oleh hilangnya zooxanthellae karang, yang berwarna coklat
keemasan. Karang yang memutih berwarna putih pucat dan dapat mati jika sel-
sel Symbiodinium baru tidak dapat berasimilasi. Penyebab umum pemutihan dan
kematian karang meliputi polusi, suhu air hangat yang tidak normal,
peningkatan pengasaman laut , sedimentasi, dan eutrofikasi.
Pada tahun 2014, Dinas Ikan dan Margasatwa AS telah mendaftarkan 10
spesies Acropora sebagai Terancam. Spesies ini didistribusikan di Indo-Pasifik
(lebih dari 100 spesies) dan Karibia (3 spesies). Namun, jumlah sebenarnya
spesies tidak diketahui: pertama, validitas banyak spesies ini dipertanyakan karena
beberapa telah terbukti mewakili hibrida, misalnya Acropora prolifera [6] ; dan
kedua, beberapa spesies telah terbukti mewakili kompleks spesies samar [7] .
Pemeliharaan terumbu

Tampilan dekat jaringan polip Acropora

Sebagian besar spesies Acropora berwarna coklat atau hijau, tetapi beberapa
berwarna cerah, dan karang langka itu dihargai oleh aquarists. Perbanyakan
Captive Acropora tersebar luas di komunitas pemelihara terumbu. Mengingat
kondisi yang tepat, banyak spesies Acropora tumbuh dengan cepat, dan koloni
individu dapat melebihi satu meter di alam liar. Dalam akuarium terumbu yang
terawat baik, fragmen seukuran jari dapat tumbuh menjadi koloni seukuran bola
obat dalam satu hingga dua tahun. Spesimen Captive terus mengalami perubahan
karena seleksi yang memungkinkan mereka untuk berkembang di akuarium
rumah. Dalam beberapa kasus, fragmen spesimen tawanan digunakan untuk
menghuni kembali terumbu tandus di alam liar. [8]
Spesies Acropora sulit untuk disimpan di akuarium rumah. Mereka membutuhkan
cahaya terang, suhu stabil, penambahan kalsium dan alkalinitas secara teratur, dan
air yang bersih dan bergolak.
Parasit umum koloni di akuarium terumbu adalah "Cacing pipih pemakan
Acropora" Amakusaplana acroporae [9] , dan "kutu merah" ( Tegastes
acroporanus ).
Spesies
Acropora (Acroporidae) di French Frigate Shoals, Kepulauan Hawaii barat laut

Spesies berikut ini dikenali dalam genus Acropora : [10]


 Acropora abrolhosensis Veron, 1985
 Acropora abrotanoides (Lamarck, 1816)
 Acropora acervata (Dana, 1846)
 Acropora aculeus (Dana, 1846)
 Acropora acuminata (Verrill, 1864)
 Acropora alvarezi † Wallace, 2008
 Acropora anglica † (Duncan, 1866)
 Acropora anthocercis (Brook, 1893)
 Acropora arabensis Hodgson dan Carpenter, 1996
 Acropora arafura Wallace, Done & Muir, 2012
 Acropora aspera (Dana, 1846)
 Acropora austera (Dana, 1846)
 Acropora awi Wallace dan Wolstenholme, 1998
 Acropora bartonensis † Wallace, 2008
 Acropora batunai Wallace , 1997
 Acropora borneoensis † (Felix, 1921)
 Acropora branchi Riegl, 1995
 Acropora britannica † Wallace, 2008
 Acropora bushyensis Veron dan Wallace, 1984
 Acropora capillaris (Klunzinger, 1879)
 Acropora cardenae Wells, 1986
 Acropora carduus (Dana, 1846)
 Acropora caroliniana Nemenzo, 1976
 Acropora cerealis (Dana, 1846)
 Acropora cervicornis (Lamarck, 1816) - karang staghorn
 Acropora chesterfieldensis Veron dan Wallace, 1984
 Acropora clathrata (Brook, 1891)
 Acropora cytherea (Dana, 1846)
 Acropora darrellae † Santodomingo, Wallace & Johnson, 2015
 Acropora deformis † (Michelin, 1840)
 Acropora dendrum (Bassett-Smith, 1890)
 Acropora derawaensis Wallace, 1997
 Acropora desalwii Wallace, 1994
 Acropora digitifera (Dana, 1846)
 Acropora divaricata (Dana, 1846)
 Acropora donei Veron dan Wallace, 1984
 Acropora downingi Wallace, 1999
 Acropora duncani † (Reuss, 1866)
 Acropora echinata (Dana, 1846)
 Acropora elegans (Milne-Edwards dan Haime, 1860)
 Acropora elenae † Santodomingo, Wallace & Johnson, 2015
 Acropora elseyi (Brook, 1892)
 Acropora emanuelae † Santodomingo, Wallace & Johnson, 2015
 Acropora eurystoma (Klunzinger, 1879)
 Acropora fastigata Nemenzo, 1967
 Acropora fennemai † (Gerth, 1921)
 Acropora fenneri Veron, 2000
 Acropora filiformis Veron, 2000
 Acropora florida (Dana, 1846)
 Acropora gemmifera (Brook, 1892)
 Acropora glauca (Brook, 1893)
 Acropora globiceps (Dana, 1846)
 Acropora gomezi Veron, 2000
 Acropora grandis (Brook, 1892)
 Acropora granulosa (Milne-Edwards dan Haime, 1860)
 Acropora haidingeri † (Reuss, 1864)
 Acropora halmaherae Wallace dan Wolstenholme, 1998
 Acropora hasibuani † Santodomingo, Wallace & Johnson, 2015
 Acropora hemprichii (Ehrenberg, 1834)
 Acropora herklotsi † (Reuss, 1866)
 Acropora hoeksemai Wallace, 1997
 Acropora horrida (Dana, 1846)
 Acropora humilis (Dana, 1846)
 Acropora hyacinthus (Dana, 1846)
 Acropora indonesia Wallace, 1997
 Acropora intermedia (Brook, 1891)
 Acropora jacquelineae Wallace, 1994
 Acropora japonica Veron, 2000
 Acropora kimbeensis Wallace, 1999
 Acropora kirstyae Veron dan Wallace, 1984
 Acropora kosurini Wallace, 1994
 Acropora lamarcki Veron, 2000
 Acropora latistella (Brook, 1892)
 Acropora laurae † Santodomingo, Wallace & Johnson, 2015
 Acropora lavandulina † (Michelin, 1840)
 Acropora listeri (Brook, 1893)
 Acropora loisetteae Wallace, 1994
 Acropora lokani Wallace, 1994
 Acropora longicyathus (Milne-Edwards dan Haime, 1860)
 Acropora loripes (Brook, 1892)
 Acropora lovelli Veron dan Wallace, 1984
 Acropora lutkeni Crossland, 1952
 Acropora macrocalyx † Wallace & Bosselini, 2015
 Acropora microclados (Ehrenberg, 1834)
 Acropora microphthalma (Verrill, 1869)
 Acropora millepora (Ehrenberg, 1834)
 Acropora monticulosa (Brueggemann, 1879)
 Acropora mossambica Riegl, 1995
 Acropora multiacuta Nemenzo, 1967
 Acropora muricata (Linnaeus, 1758)
 Acropora nana (Studer, 1878)
 Acropora nasuta (Dana, 1846)
 Acropora natalensis Riegl, 1995
 Acropora ornata † (DeFrance, 1828)
 Acropora palmata (Lamarck, 1816) - karang elkhorn
 Acropora palmerae Wells, 1954
 Acropora paniculata Verrill, 1902
 Acropora papillare Latypov, 1992
 Acropora pectinata Veron, 2000
 Acropora pharaonis (Milne-Edwards dan Haime, 1860)
 Acropora pichoni Wallace, 1999
 Acropora piedmontensis † Wallace & Bosselini, 2015
 Acropora plumosa Wallace dan Wolstenholme, 1998
 Acropora polystoma (Brook, 1891)
 Acropora prolifera (Lamarck, 1816) - koral staghorn
 Acropora proteacea † Wallace, 2008
 Acropora proximalis Veron, 2000
 Acropora pulchra (Brook, 1891)
 Acropora renemai † Santodomingo, Wallace & Johnson, 2015
 Acropora retusa (Dana, 1846)
 Acropora ridzwani Ditlev, 2003
 Acropora robusta (Dana, 1846)
 Acropora roemeri † (Duncan, 1866)
 Acropora rongelapensis Richards & Wallace, 2004
 Acropora roseni Wallace, 1999
 Acropora rudis (Rehberg, 1892)
 Acropora rufa Veron, 2000
 Acropora russelli Wallace, 1994
 Acropora salentina † Wallace & Bosselini, 2015
 Acropora samoensis (Brook, 1891)
 Acropora sarmentosa (Brook, 1892)
 Acropora secale (Studer, 1878)
 Acropora selago (Studer, 1878)
 Acropora seriata (Ehrenberg, 1834)
 Acropora serrata Lamarck
 Acropora simplex Wallace dan Wolstenholme, 1998
 Acropora sirikitiae Wallace, Phongsuwan & Muir, 2012
 Acropora slovenica † Wallace & Bosselini, 2015
 Acropora solanderi † (Defrance, 1828)
 Acropora solitaryensis Veron dan Wallace, 1984
 Acropora sordiensis Riegl, 1995
 Acropora spathulata (Brook, 1891)
 Acropora speciosa (Quelch, 1886)
 Acropora spicifera (Dana, 1846)
 Acropora squarrosa (Ehrenberg, 1834)
 Acropora striata (Verrill, 1866)
 Acropora subglabra (Brook, 1891)
 Acropora subulata (Dana, 1846)
 Acropora suharsonoi Wallace, 1994
 Acropora sukarnoi Wallace, 1997
 Acropora tanegashimensi -s Veron, 1990
 Acropora tenella (Brook, 1892)
 Acropora tenuis (Dana, 1846)
 Acropora torihalimeda Wallace, 1994
 Acropora tortuosa (Dana, 1846)
 Acropora tuberculosa (Milne Edwards, 1860)
 Acropora turaki Wallace, 1994
 Acropora valenciennesi (Milne-Edwards dan Haime, 1860)
 Acropora valida (Dana, 1846)
 Acropora variolosa (Klunzinger, 1879)
 Acropora vaughani Wells, 1954
 Acropora verweyi Veron dan Wallace, 1984
 Acropora walindii Wallace, 1999
 Acropora willisae Veron dan Wallace, 1984
 Acropora wilsonae † Wallace, 2008
 Acropora yongei Veron dan Wallace, 1984

Referensi
1. ^ Wallace, C. C; Rosen, B. R (2006-04-22). "Karang staghorn yang beragam
(Acropora) dalam kumpulan Eosen lintang tinggi: implikasi bagi evolusi pola
keanekaragaman karang terumbu modern" . Prosiding Royal Society B: Ilmu
Biologi . 273 (1589): 975–982. doi : 10.1098 / rspb.2005.3307 . ISSN 0962-
8452 . PMC 1560246 .
2. ^ WoRMS (2010). " Acropora Oken, 1815" . WoRMS . Daftar Dunia Spesies
Laut . Diperoleh 2012-02-10 .
3. ^ "Acropora" . Sistem Informasi Taksonomi Terpadu .
4. ^ Acropora di Ensiklopedia Kehidupan
5. ^ Layanan Ikan dan Margasatwa AS. "Satwa dan Tumbuhan Liar dan Terancam
Punah; Menambahkan 20 Spesies Karang ke Daftar Satwa Liar yang Terancam
Punah dan Terancam" (PDF) . Daftar Federal . 79 (219): 67356-67359.
6. ^ Vollmer, S .; Palumbi, S. (2002). "Hibridisasi dan Evolusi Keanekaragaman
Terumbu Karang". Sains 296 (5575): 2023–2025. doi : 10.1126 /
science.1069524 .
7. ^ Ladner, Jason T .; Palumbi, Stephen R. (2012). "Sympatry yang luas,
keanekaragaman cryptic dan introgressi di seluruh distribusi geografis dari dua
kompleks spesies karang". Ekologi Molekuler . 21 (9): 2224–2238. doi : 10.1111 /
j.1365-294X.2012.05528.x .
8. ^ "Restorasi" . Repositori Karang Global. 2011
9. ^ Rawlinson, KA; Gillis, JA; Billings, RE; Borneman, EH (2011). "Taksonomi
dan sejarah kehidupan cacing pipih yang makan Acropora Amakusaplana
acroporae nov. Sp. (Polycladida: Prosthiostomidae)". Terumbu
Karang . 30 (3). doi : 10.1007 / s00338-011-0745-3 .
10. ^ "WoRMS - Daftar Dunia Spesies Laut - Acropora Oken,
1815" . www.marinespecies.org . Diakses pada 2018-05-28 .

Bacaan lebih lanjut


 Reyes-Bermudez, Alejandro; Lin, Zhiyi; Hayward, David C .; Miller, David
J.; Ball, Eldon E. (2009). "Ekspresi diferensial dari tiga gen yang berhubungan
dengan galaxin selama pemukiman dan metamorfosis di karang scleractinian
Acropora millepora" . Biologi Evolusi BMC . 9 : 178. doi : 10.1186 / 1471-2148-
9-178 . PMC 2726143 .
 Shinzato, Chuya; Shoguchi, Eiichi; Kawashima, Takeshi; Hamada,
Mayuko; Hisata, Kanako; Tanaka, Makiko; Fujie, Manabu; Fujiwara,
Mayuki; Koyanagi, Ryo; Ikuta, Tetsuro; Fujiyama, Asao; Miller, David J.; Satoh,
Nori (2011). "Menggunakan genom Acropora digitifera untuk memahami respons
karang terhadap perubahan lingkungan". Alam . 476 (7360): 320–
323. doi : 10.1038 / nature10249 .

Anda mungkin juga menyukai