Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Metode Konversi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

1 Tugas Individu Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen PROSES KONVERSI SISTEM

INFORMASI DI DALAM PERUSAHAAN Dosen : Dr. Ir. Arif Imam Suroso, MSc Disusun
Oleh : Desi Maryanti (E47) P PROGRAM PASCA SARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR Februari 2014

2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Proses Konversi Sistem Informasi di Dalam Perusahaan sebagai tugas mata kuliah
sistem informasi menajemen (SIM) pada program pasca sarjana manajemen dan bisnis, Institut
Pertanian Bogor. Melalui pelaksanaan tugas ini, penulis bisa memahami bahwa metode konversi
yang digunakan dapat mempengaruhi kegagalan atau keberhasilan implementasi suatu sistem
informasi di dalam suatu perusahaan. Dengan landasan pengetahuan tersebut diharapkan, ilmu
yang diperoleh dari kegiatan perkuliahan ini tidak hanya sekedar menjadi prasyarat untuk
menyelesaikan jenjang pendidikan pada program pasca sarjana MB IPB saja, namun dapat
menjadi bekal yang berharga bagi jenjang karir penulis selanjutnya. Penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc selaku dosen mata kuliah
Sistem Informasi Manajemen atas segala bimbingan dan arahannya dalam perkuliahan. Tidak
ada gading yang tak retak, tidak ada karya manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik
Allah SWT semata. Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan untuk
berkarya dengan lebih baik. Terakhir, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Bogor, Februari 2014 Penulis

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sistem informasi di dalam suatu
organisasi mutlak dilakukan untuk meningkatkan daya saingnya di lingkungan bisnis yang sangat
dinamis dewasa ini. Kemampuan sistem informasi untuk meningkatkan proses bisnis yang
berjalan telah disadari sepenuhnya oleh para pengambil keputusan di dalam organisasi, sehingga
mereka berani untuk melakukan investasi pada proyek-proyek TI (teknologi informasi). Namun
sayangnya implementasi sistem informasi tersebut tidak selalu berjalan sesuai harapan meskipun
perusahaan telah mengeluarkan dana investasi yang sangat besar. Beynon-Davies dan Lloyd-
Williams menyatakan bahwa 60% hingga 70% software sistem TI gagal beroperasi (dalam
Chowdhury et. al, 2007). Pada penelitian yang lain Conference Board Survey melaporkan bahwa
40% proyek TI gagal untuk mencapai tujuannya dalam 1 tahun pertama sesudah implementasi
(IT Cortex dalam Chowdhury et. al, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa sistem informasi
berbasis teknologi tidak selalu berjalan efektif dan bermanfaat bagi perusahaan/organisasi yang
menggunakannya. Kegagalan tersebut tidak bisa sepenuhnya ditimpakan pada sistem
informasinya semata-mata, karena banyak sekali faktor yang berpengaruh pada keberhasilan atau
kegagalan implementasi sistem TI. Dengan demikian top executive perusahaan harus memahami
benar apa sistem TI yang dibutuhkan, bagaimana mengkomunikasikan kebutuhan tersebut
kepada pengembang sistem dan merencanakan dengan baik proses konversi sistem TI ke dalam
sistem yang telah berjalan di perusahaan. Hal ini diperlukan agar investasi yang telah ditanamkan
ke dalam sistem TI tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas operasional perusahaan. Setelah sistem TI selesai dibuat maka perusahaan harus
melalui proses yang cukup kritis di dalam implementasi sistem TI, yaitu konversi sistem TI yang
lama ke sistem yang baru. Murdick et. al. (1984) menyatakan dalam bentuk kurva kumulatif
bahwa proses implementasi sistem TI membutuhkan biaya yang paling tinggi dibandingkan
proses perencanaan dan perancangan sistemnya itu sendiri.

4 Oleh karena itu, perlu dibuat perencanaan yang matang sebelumnya tentang bagaimana
konversi sistem yang akan dilakukan oleh perusahaan, sehingga proses implementasi sistem
informasi yang baru dapat berlangsung mulus tanpa mengganggu aktivitas operasional yang
berjalan di dalam perusahaan Tujuan Makalah ini bertujuan untuk : 1. Memahami proses
konversi sistem informasi di dalam perusahaan 2. Menganalisa proses konversi sistem informasi
berdasarkan real case di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Ferens Primary Care Trust

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Manajemen Saat ini manusia sebagai
pengguna informasi sangat bergantung pada berbagai sistem informasi yang tersedia mulai dari
sistem informasi manual yang sederhana hingga sistem informasi berbasis komputer yang rumit
dan menggunakan saluran telekomunikasi canggih. Di dalam organisasi, apapun jenis dan
bentuknya, sistem informasi bahkan telah memainkan peran penting dalam mendukung kegiatan
operasional, mendukung pengambilan keputusan hingga mendukung organisasi mencapai
keunggulan kompetitif yang strategis. a. Sistem Sistem adalah kelompok elemen yang saling
berhubungan dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu melalui sebuah proses yang
terorganisasi. Menurut O brien (2005), setiap sistem setidaknya terdiri dari tiga komponen atau
fungsi dasar yang saling berinteraksi, yaitu : 1. Masukan (input) meliputi kegiatan penangkapan
(capturing) dan pengumpulan (assembling) elemen yang akan dimasukkan ke dalam sistem
untuk diproses. Masukan dapat dibedakan menjadi maintenance input yang memungkinkan
sistem dapat beroperasi dan signal input yang nantinya akan diolah menjadi produk. Contohnya,
bahan baku, data, dan energi. 2. Pemrosesan (processing) meliputi proses pengubahan masukan
menjadi keluaran. Contohnya, proses pembuatan mobil. 3. Keluaran (output) meliputi proses
pemindahan elemen yang telah melewati tahap pemrosesan ke tujuan akhir yang ditetapkan.
Keluaran dari sebuah sistem selalu berupa keluaran yang berguna dan sisa pembuangan. b.
Sistem Informasi Sistem informasi dapat merupakan kombinasi teratur apapun dari orangorang,
hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan,
mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi (O Brien, 2005). Komponen
sistem informasi tersebut secara lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 1.

6 Gambar 1. Komponen Sistem Informasi Menurut O Brien (2005), terdapat 3 peran utama
sistem informasi dalam bisnis yaitu : Mendukung proses bisnis dan operasional Mendukung
pengambilan keputusan Mendukung strategi untuk keunggulan kompetitif Gambar 2. Tiga Peran
Utama Sistem Informasi Mengembangkan solusi sistem informasi yang berhasil baik mengatasi
masalah bisnis adalah tantangan utama untuk para manajer dan praktisi bisnis saat ini. Sebagai
seorang praktisi bisnis bertanggungjawab untuk mengajukan atau mengembangkan teknologi
informasi baru atau meningkatkannya bagi perusahaan. Adapun untuk seorang manajer
bertanggungjawab untuk mengelola usaha pengembangan yang dilakukan para spesialis sistem
informasi dan para pemakai akhir bisnis. Mengembangkan solusi sistem informasi untuk
mengatasi masalah bisnis dapat diimplementasikan dan dikelola sebagai beberapa proses
bertahap atau beberapa siklus seperti ditunjukkan pada Gambar 3 di bawah ini (O Brien, 2005).

7 Gambar 3. Siklus Pengembangan Sistem Informasi Namun demikian, ada berberapa faktor
yang perlu dipertimbangkan pada perencanaan dan pengembangan suatu sistem informasi,
diantaranya adalah : 1) Lingkungan dimana organisasi harus melakukan fungsi 2) Struktur
organisasi, Hirarki, spesialisasi, standart prosedur operasi 3) Budaya dan politik organisasi 4)
Tipe organisasi 5) Kemampuan mendukung dan memahami top manajemen 6) Level organisasi
dimana sistem diadakan 7) Kelompok kepentingan utama yang dipengaruhi sistem 8) Jenis tugas
dan keputusan dalam mana sistem informasi didesain 9) Sentimen dan sikap karyawan dalam
organisasi yang akan menggunakan sistem informasi 10) Riwayat organisasi; berkaitan dengan
investasi dalam bidang teknologi informasi yang telah dilakukan, skill yang dimiliki, program-
program penting, dan sumber daya manusia.

8 2.3 Pengembangan Sistem Pengembangan sistem dilakukan secara terus menerus karena
beberapa hal yaitu : adanya perubahan yang tidak bisa dihindari (misal perkembangan
perusahaan, perkembangan lingkungan, adanya pesaing baru, adanya peraturan pemerintah baru)
adanya perubahan manajemen baru yang meminta informasi lebih banyak adanya perkembangan
teknologi informasi Menurut O Brien dan Markas (2006) siklus pengembangan sistem atau
System Development life Cycle (SDLC) terdiri dari lima tahapan yaitu : 1) Sistem Investigasi
Tahap ini meliputi pertimbangan dari usulan yang dihasilkan oleh proses perencanaan IT/bisnis.
Tahap investigasi juga meliputi pembelajaran awal dari solusi sistem informasi yang diusulkan
untuk menemukan prioritas dan kesempatan bisnis sebuah perusahaan yang diidentifikasi dalam
proses perencanaan. 2) Sistem Analisis Sistem analisis menggambarkan apa yang harus
dilakukan sistem untuk menemukan informasi yang dibutuhkan oleh pemakai. Pembelajaran
sistem analisis pada umumnya meliputi: o Informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dan
pemakai akhir o Aktivitas, sumber daya, dan produk dari satu atau lebih sistem informassi yang
digunakan saat ini o Kemampuan sistem informasi yang dibutuhkan untuk menemukan informasi
yang diperlukan dan pemegang saham bisnis lainnnya yang menggunakan sistem 3) Sistem
Perancangan Sistem perancangan menjelaskan bagaimana sistem akan menyelesaikan tujuan ini.
Sistem perancangan terdiri aktivitas perancangan (hardware, software, people, network, dan data
resources) yang menghasilkan spesifikasi sistem yang memenuhi kebutuhan fungsional yang
dikembangkan dalam proses sistem.

9 4) Sistem Impelementasi Ketika sistem informasi yang baru telah selesai dirancang, maka
harus diterapkan dan dipelihara agar dapat beroperasi dengan baik. Tahap ini meliputi pengujian
sistem, pelatihan user untuk mengoperassikan sistem barum mengubah sistem lama ke sistem
bisnis yang batu, dan mengatur akibat dari perubahan sistem pada pemakai akhir. Impelementasi
adalah tahap penting dalam pengembangan teknologi informasi untuk mendukung karyawan,
pelanggan, dan pemegang saham perusahaan bisnis lainnya. Implementasi merupakan proses
yang sulit dan memakan waktu. Bagaimanapun tahap ini penting dalam memastikan kesusksesan
dari pengembangan sistem yang baru, bahkan sistem yang dirancang dengan baik sekalipun
dapat gagal jika tidak diterapkan dengan baik. 5) Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan
meliputi pengawasan, evaluasi dan modifikasi sistem operasional bisni untuk membuat
peningkatan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pemeliharaan juga penting bagi masalah lain yang
timbul selama pengoperasian sistem. Aktivitas pemeliharaan meliputi proses peninjauan sesudah
tahap implementasi untuk memastikan bahwa sistem baru yang diimplementasikan memenuhi
tujuan bisnis yang dibangun. Pemeliharaan juga meliputi pembauatan modifikasi untuk
membangun sistem selama perubahan dalam lingkungan bisnis. Gambar 4 System Development
Life Cycle
10 2.2 Konversi Sistem Informasi Konversi sistem merupakan tahapan yang digunakan untuk
mengoperasikan sistem baru dalam rangka menggantikan sistem yang lama atau proses
pengubahan dari sistem lama ke sistem baru. Proses ini umum terjadi di semua organisasi yang
mengaplikasikan sistem informasi di dalam fungsi bisnisnya. Derajat kesulitan dan kompleksitas
dalam pengkonversian dari sistem lama ke sistem baru tergantung pada sejumlah faktor. Dari sisi
teknologi informasi, proses konversi dapat melibatkan perubahan pada hardware, operating
system (OS), sistem pengelolaan database (database management system) maupun database-nya
itu sendiri (Mallach, 2009). Sedangkan dari sisi sumber daya manusia (SDM), konversi sistem TI
akan mengubah prosedur (SOP) yang harus dijalankan oleh operator sistem (end user).
Pengelolaan proses konversi yang efektif merupakan hal yang sangat vital bagi kesuksesan
implementasi sistem TI pada jangka panjang. Memilih strategi konversi yang tepat bukan hal
yang mudah, karena proses tersebut akan mempengaruhi empat komponen TI sebagaimana
halnya dengan SDM dan prosedur aplikasi sistem TI secara keseluruhan. Metode untuk
mengkorversi sistem informasi Menurut literatur, termasuk text book standar seperti Baltzan &
Phillips dan Stair & Reynolds (dalam Mallach, 2009), ada empat metode yang dapat digunakan
dalam proses konversi sistem informasi : 1. Konversi Langsung (Direct Cutover) Konversi ini
dilakukan dengan cara menghentikan sistem lama dan menggantikannya dengan sistem baru
sesegera mungkin. Cara ini merupakan metode konversi yang paling beresiko, namun relatif
lebih murah. Konversi langsung adalah pengimplementasian sistem baru dan pemutusan
jembatan sistem lama, yang kadang-kadang disebut pendekatan cold turkey. Apabila konversi
telah dilakukan maka tak ada cara untuk balik ke sistem lama. Pendekatan atau cara konversi ini
akan bermanfaat apabila : Sistem tersebut tidak mengganti sistem lain Sistem yang lama
sepenuhnya tidak bernilai Sistem yang baru bersifat kecil atau sederhana atau keduanya

11 Rancangan sistem baru sangat berbeda dari sistem lama dan perbandingan antara sistem-
sistem tersebut tidak berarti Apabila konversi langsung akan digunakan, maka aktivitas-aktivitas
pengujian dan pelatihan akan sangat diperlukan agar sistem informasi yang baru dapat
diimplementasikan secara optimal. 2. Konversi Pilot (Pilot Conversion) Pendekatan ini dilakukan
dengan cara menerapkan sistem baru pada satu bagian tertentu, sedangkan sisanya tetap
menggunakan sistem yang lama. Jika konversi ini dianggap berhasil maka akan diperluas ke
tempat-tempat yang lain. Metode ini dilakukan untuk melokalisasi masalah terbatas pada bagian
yang dipilih sebagai pilot/pelopor saja, sehingga resikonya dapat lebih rendah dibandingkan
direct conversion. Segala kesalahan dapat dilokalisir dan dikoreksi sebelum dilakukan
implementasi yang lebih jauh. Metode pilot sangat cocok untuk digunakan apabila sistem baru
yang dikembangkan melibatkan prosedur baru dan perubahan yang drastis dalam hal perangkat
lunaknya. Selain berfungsi sebagai tempat pengujian, sistem pilot juga digunakan untuk melatih
pemakai seluruh organisasi dalam menghadapi lingkungan live sebelum sistem tersebut
diimplementasikan di lokasi mereka sendiri. 3. Konversi Bertahap (Phased Conversion) Konversi
dilakukan dengan menggantikan suatu bagian dari sistem lama dengan sistem baru. Jika terjadi
sesuatu, bagian yang baru tersebut akan diganti kembali dengan yang lama. Jika tidak terjadi
masalah, modul-modul baru akan dipasangkan lagi untuk mengganti modul-modul lama yang
lain. Dengan pendekatan seperti ini, akhirnya semua sistem lama akan tergantikan oleh sistem
baru. Cara seperti ini lebih aman daripada konversi langsung. Dengan metode konversi Phased
sistem baru diimplementasikan beberapa kali, sedikit demi sedikit mengganti yang lama. Metode
ini mampu menghindarkan resiko yang ditimbulkan oleh konversi langsung dan memberikan
waktu yang banyak kepada pemakai untuk mengasimilasi perubahan. Selain itu kecepatan
perubahan dalam organisasi tertentu bisa diminimalisir dan sumber-sumber pemrosesan data
dapat diperoleh sedikit demi sedikit selama periode waktu

12 yang lebih luas. Namun sayangnya metode ini memerlukan biaya lebih untuk
mengembangkan interface sementara dengan sistem lama dan daya terapnya terbatas. 4.
Konversi Paralel (Parallel Conversion) Pada konversi ini, sistem baru dan sistem lama sama-
sama dijalankan. Setelah melalui masa tertentu, jika sistem baru telah bisa diterima untuk
menggantikan sistem lama, maka sistem lama segera dihentikan. Cara seperti ini merupakan
pendekatan yang paling aman namun merupakan cara yang paling mahal karena pemakai harus
menjalankan dua sistem sekaligus. Konversi paralel adalah suatu pendekatan dimana sistem lama
dan sistem baru beroperasi secara serentak untuk beberapa periode waktu. Dalam mode konversi
paralel, output yang dihasilkan dari masing-masing sistem dibandingkan, dan perbedaannya
direkonsiliasi. Konversi ini mempunyai kelebihan dalam hal tingkat proteksi yang tinggi kepada
organisasi dari kegagalan sistem yang baru. Namun perlu biaya yang besar untuk menduplikasi
fasilitas-fasilitas dan biaya personal yang memelihara sistem rangkap tersebut. Ketika proses
konversi suatu sistem baru melibatkan operasi paralel, maka orang-orang pengembangan sistem
harus merencanakan untuk melakukan peninjauan berskala dengan personal operasi dan pemakai
untuk mengetahui kinerja sistem tersebut. Mereka harus menentukan tanggal atau waktu
penerimaan dalam tempo yang wajar dan memutus sistem lama. Gambar 5 berikut ini
menyajikan representasi grafik metode konversi yang dapat dipilih oleh perusahaan untuk
mengimplementasikan sistem informasi yang baru. Direct Conversion Parallel Conversion
Phased Conversion Pilot Conversion Gambar 5. Metode Konversi Sistem Informasi Untuk
mengurangi resiko kegagalan dalam proses konversi sistem TI, Palvia et. al. (dalam Mallach,
2009) mengenalkan metode kombinasi dari metode-metode

13 tersebut di atas, seperti pilot-phased, pilot-parallel, phased-parallel dan pilotphasedparallel.


Dari keeempat metode konversi sistem TI yang dikenal, Mallach (2009) berpendapat bahwa
metode parallel coversion tidak relevan lagi untuk digunakan di abad 21 setidaknya karena dua
alasan, yaitu : 1. Aplikasi dua sistem informasi (sistem lama dan sistem baru) secara bersamaan
dinilai tidak praktis bagi user (terutama customer), karena harus melakukan dua kali input. 2.
Perbedaan waktu akan menimbulkan resiko perbedaan output yang dihasilkan oleh kedua sistem
yang diimplementasikan tersebut. Murdick et. al. (1984) menyatakan bahwa proses implementasi
sistem TI memerlukan tiga fase yaitu instalasi sistem, pengujian sistem secara keseluruhan dan
yang terakhir adalah evaluasi, maintenance dan pengendalian sistem. Berikut ini adalah tahapan
proses implementasi yang dilakukan untuk mengkonversi suatu sistem baru ke dalam sistem
yang sudah ada sebelumnya : 1. Perencanaan implementasi 2. Menyediakan fasilitas dan kantor
untuk proses implementasi 3. Organisasi personal yang akan melakukan implementasi 4.
Mendevelop prosedur instalasi dan pengujian 5. Mendevelop program pelatihan untuk operator
sistem 6. Melengkapi pembuatan software 7. Menyediakan hardware 8. Generate file-file 9.
Membentuk desain 10. Menguji keseluruhan sistem 11. Menyempurnakan konversi sistem baru
ke dalam sistem lama 12. Melakukan dokumentasi 13. Melakukan evaluasi 14. Melakukan
maintenance sistem

14 Metode Untuk Mengkonversi File Data Keberhasilan konversi sistem sangat tergantung pada
seberapa jauh profesional sistem menyiapkan penciptaan dan pengkonversian file data yang
diperlukan untuk sistem baru. Dengan mengkorversi suatu file, maksudnya adalah bahwa file
yang telah ada {existing) harus dimodifikasi setidaknya dalam : Format file tersebut Isi file
tersebut Media penyimpanan dimana file ditempatkan dalam suatu konversi sistem,
kemungkinan beberapa file bisa mengalami ketiga aspek konversi tersebut secara serentak. Ada
dua metode dasar yang bisa digunakan untuk menjalankan konversi file : Konversi File Total
dapat digunakan bersama dengan semua metode konversi file sistem di atas. Konversi File
Gradual (sedikit demi sedikit) terutama digunakan dengan metode paralel dan phase-in. Dalam
beberapa contoh, ia akan bekerja untuk metode pilot. Umumnya konversi file gradual tidak bisa
diterapkan untuk konversi sistem langsung. 1. Konversi File Total Jika file sistem baru dan file
sistem lama berada pada media yang bias dibaca komputer, maka bisa dituliskan program
sederhana untuk mengkonversi file dari format lama ke format baru. Umumnya pengkonversian
dari satu sistem komputer ke sistem yang lain akan melibatkan tugas-tugas yang tidak bisa
dikerjakan secara otomatis. Rancangan file baru hampir selalu mempunyai fieldfield record
tambahan, struktur pengkodean baru, dan cara baru perelasian itemitem data (misalnya, file-file
relasional). Seringkali, selama konversi file, kita perlu mengkonstruksi prosedur kendali yang
rinci untuk memastikan integritas data yang bisa digunakan setelah konversi itu. Dengan
menggunakan klasifikasi file berikut, perlu diperhatikan jenis prosedur kendali yang digunakan
selama konversi : File Master. Ini adalah file utama dalam database. Biasanya paling sedikit satu
file master diciptakan atau dikonversi dalam setiap konversi sistem.

15 File Transaksi. File ini selalu diciptakan dengan memproses suatu subsistem individual di
dalam sistem informasi. Akibatnya, ia harus dicek secara seksama selama pengujian sistem
informasi. File Indeks. File ini berisi kunci atau alamat yang menghubungkan berbagai file
master. File indeks baru harus diciptakan kapan saja file master yang berhubungan dengannya
mengalami konversi. File Tabel. File ini dapat juga diciptakan dan dikonversi selama konversi
sistem. File tabel bisa juga diciptakan untuk mendukung pengujian perangkat lunak. File
Backup. Kegunaan file backup adalah untuk memberikan keamanan bagi database apabila terjadi
kesalahan pemrosesan atau kerusakan dalam pusat data. Oleh karenanya, ketika suatu file
dikonversi atau diciptakan, file backup harus diciptakan. 2. Konversi File Gradual Beberapa
perusahaan mengkonversi file-file data mereka secara gradual (sedikit demi sedikit). Record-
record akan dikonversi hanya ketika mereka menunjukkan beberapa aktivitas transaksi. Record-
record lama yang tidak menunjukkan aktivitas tidak pernah dikonversi. Metode ini bekerja
dengan cara berikut: 1. Suatu transaksi diterima dan dimasukkan ke dalam sistem. 2. Program
mencari file master baru (misalnya file inventarisasi atau file account receivable) untuk record
yang tepat yang akan di update oleh transaksi itu. Jika record tersebut telah siap dikonversi,
berarti peng-updatean record telah selesai. 3. Jika record tersebut tidak ditemukan dalam file
master baru, file master lama diakses untuk record yang tepat, dan ditambahkan ke file master
baru dan di update. 4. Jika transaksi tersebut adalah record baru, yakni record yang tidak
dijumpai pada file lama maupun file baru (misalnya, pelanggan baru), maka record baru
disiapkan dan ditambahkan ke file master baru.

16 2.3 Edukasi dan Pelatihan bagi para End-User dan Spesialis Training atau pelatihan
merupakan aktivitas implementasi yang sangat vital. Sebagai contoh, IS merupakan user
consultant, yang harus memastikan bahwa para end-user harus telah terlatih untuk
mengoperasikan sistem yang baru, jika tidak, implementasi akan menjadi gagal. Pelatihan
terkadang hanya melingkupi aktivitas seperti data entry, atau terkadang juga melingkupi segala
aspek dari pengoperasian sistem baru. Sebagai tambahan, para manajer dan end-user harus
dididik bagaimana mengetahui efek dari pengimplementasian sistem baru bagi kegiatan operasi
dan manajemen bisnis perusahaan. Pengetahuan ini harus diimplementasikan dari program
training untuk semua hardware baru, software, dan kegunaannya untuk pekerjaan yang lebih
spesifik.

17 BAB III. PEMBAHASAN Proses konversi sistem informasi yang dilakukan oleh perusahaan
diketahui tidak selalu berjalan dengan mulus. Kegagalan tersebut dapat diakibatkan oleh banyak
faktor, baik faktor teknis maupun karena human error. Berikut ini disampaikan dua kasus
kegagalan implementasi sistem informasi yang berkaitan dengan proses konversi sistem lama ke
sistem baru. 1. Kasus Direct Conversion di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Aplikasi
integrated operational control system (IOCS) di maskapai penerbangan Garuda Indonesia adalah
salah satu proses konversi sistem informasi yang menggunakan metode direct coversion. Sistem
tersebut merupakan gabungan dari beberapa sistem operasional Garuda seperti jadwal
penerbangan, pengaturan jadwal kru pesawat yang bertugas, pergerakan pesawat dan lain lain.
Sebagaimana diketahui, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak di
bidang transportasi udara komersial untuk penumpang yang menangani rute penerbangan
nasional dan internasional. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menerbangkan armadanya ke 31
tujuan domestik dan 19 tujuan internasional. Saat ini, PT Garuda Indonesia memiliki 49 branch
office dengan total karyawan sekitar 5500 orang. Selain itu PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
juga memiliki 3 SBU yaitu Citilink, usaha Cargo dan GSM, serta 4 anak perusahaan
(Aerowisata, Asyst, GMF, Abacus) yang saling berkoordinasi untuk meningkatkan performa
perusahaan. Sebelum menerapkan sistem IOCS, Garuda telah berhasil mengaplikasikan sistem
online ticketing yang memudahkan customer untuk mendapatkan tiket penerbangan dengan
maskapai tersebut. Sistem IOCS diharapkan dapat memberikan pemecahan masalah terhadap
kebutuhan operasional perusahaan dan meningkatkan efektivitas pelayanan maskapai Garuda
Indonesia kepada pelanggan-pelanggannya. Namun yang terjadi sebaliknya, ada kegagalan
dalam implementasi sistem sehingga menimbulkan permasalahan yang cukup serius bagi
perusahaan. Untuk menerapkan sistem IOCS PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengeluarkan
dana investasi sebesar US$ 1.5 juta. Salah satu akibat yang terjadi karena kegagalan
implementasi sistem informasi tersebut adalah kacaunya jadwal

18 kru pesawat dan jadwal pilot yang bertugas. Penyebab kegagalan tersebut diindikasi karena
adanya ketidaksinkronan data dalam proses migrasi dari sistem lama ke sistem baru, sehingga
mengakibatkan jadwal awak kabin menjadi kacau. Artinya kegagalan yang terjadi itu
penyebabnya adalah human error, yaitu kesalahan dari SDM yang menggunakan aplikasi
tersebut. Hal ini dimungkinkan apabila proses pelatihan/training tidak berjalan secara optimal.
Dengan kegagalan tersebut PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk harus mengeluarkan tambahan
dana sebesar Rp 220 juta rupiah sebagai kompensasi kerugian kepada penumpang dan budget
iklan permohonan maaf di media-media nasional. Masalah tersebut di atas bisa disebabkan oleh
dua hal. Yang pertama, karena sistem baru belum cukup siap atau sempurna untuk
diimplementasikan menggantikan sistem yang lama. Yang kedua, kurangnya perencanaan yang
matang dalam proses migrasi/transisi sistem lama ke sistem baru. Dalam proses transisi Garuda
seharusnya mempertimbangkan beberapa aspek dimana selain testing sistem secara seksama,
proses migrasi/transisi dari sistem lama ke sistem baru juga juga harus diperhatikan karena
merupakan titik kritis dalam implementasi suatu sistem informasi. Metode direct conversion
yang dipilih oleh Garuda untuk mengimplementasikan sistem IOCS tersebut memang dinilai
mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar, karena sistem lama diberhentikan sama sekali
dan langsung digantikan sistem baru. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu hanya baik
dilakukan untuk sistem yang kecil dan tidak kompleks, sedangkan kita tahu sistem penerbangan
seperti Garuda Indonesia merupakan sebuah sistem informasi penerbangan yang sangatlah
kompleks dan besar, tentunya konversi secara langsung memberikan celah kegagalan sistem
yang besar dan tidak ada backup system sehingga jika terjadi masalah tidak dapat diatasi dengan
segera. Seharusnya Garuda Indonesia melakukan proses transisisi dengan menggunakan konversi
bertahap (phased conversion) yang dinilai lebih aman walaupun membutuhkan biaya lebih besar
dan proses transisi yang tidak mudah. Namun jika metode tersebut memberikan jaminan
keamanan terhadap proses transaksi yang sedang berjalan, hal ini dinilai sepadan. Seharusnya
perusahaan penerbangan sekelas garuda tidak melakukan direct cut over dalam proses

19 perubahan sistem lama ke sistem baru, karena resiko kegagalan sistem akan berdampak
sistemik pada semua sistem yang telah berjalan sebelumnya. Selain metode konversi, perusahaan
juga harus memperhatikan perangkat pendukung sistem informasi yang digunakan. Sebaiknya
Garuda menggunakan distributed system sehingga akan memiliki fasilitas bakc up dan fail over.
Dengan demikian jika ada salah satu server down maka sistem akan tetap berjalan karena sistem
tidak bersifat terpusat. Tentunya Garuda Indonesia juga harus mulai mengadopsi sistem
informasi semacam ini untuk menunjang kelancaran operasionalnya. Dukungan lainnya adalah
jaringan yang kuat dan secure, Garuda seharusnya dapat mengandalkan sistem VPN network
sebagai koneksi yang menghubungkan antar branch ke sistem pusat, selain terpisah, jaringan
VPN juga terenkripsi sehingga aman untuk lalu-lintas data. Dengan dukungan sistem informasi
yang handal, proses migrasi dan transisi sistem yang aman serta dukungan infrastruktur yang
baik, tentunya kegagalan sistem akan dapat diminimalisasi sehingga operasional perusahaan
dapat tetap berjalan tanpa gangguan yang berarti. 2. Kasus Pilot Conversion di Ferens Primary
Care Trust Kegagalan implementasi sistem informasi lainnya terjadi pada kasus Ferens Primary
Care Trust (PCT) yang dilaporkan oleh Chowdhury et. al. (2007). PCT adalah salah satu
organisasi yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Inggris Utara. Mereka
bermaksud untuk membangun sistem layanan kesehatan multi bahasa karena daerah tersebut
dihuni oleh banyak etnis yang terdiri dari etnis Arab, Bengali, Cina, Inggris, Gujarat, Somali dan
Urdu. Tujuannya adalah : 1. Memberikan kesetaraan layanan pada seluruh etnis yang ada di
dalam masyarakat. Keterbatasan dalam kemampuan berbahasa Inggris menyebabkan kesulitan
bagi tenaga medis di PCT untuk mengetahui kebutuhan pasien-pasien yang berasal dari etnis
lain. Hal ini mau tidak mau akan berimplikasi pada kualitas pelayanan kepada mereka. 2.
Menyediakan informasi kesehatan dalam berbagai bahasa yang berkaitan dengan isu kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat

20 3. Mendorong sistem ketetapan standar untuk penyebaran informasi kesehatan khususnya


untuk lintas daerah yang berbeda Pembangunan sistem ini melibatkan Gary Craig, seorang
Professor dalam bidang Social Justice, dari University of Hull, dan saran serta informasi yang
diperoleh dari the Yorkshire and Humberside Consortium for Asylum Seekers and Refugees,
yang merupakan sukarelawan yang menjadi mitra dari otoritas lokal. Selain itu, dilakukan juga
studi sebaran kependudukan yang dilakukan oleh the Centre for Criminology and Sociological
Studies dari universitas yang sama. Proyek tersebut dimulai pada bulan Desember tahun 2004
dengan mengundang pengembang sistem untuk pembuatan pilot project sistem pelayanan
kesehatan multi bahasa di Ferens PCT. Proyek tersebut dirancang dengan menggunakan internet-
base IT system yang disajikan dalam bentuk audio dan visual/gambar. Idenya adalah dengan
membuat suatu kios elektronik di area pelayanan umum (poli umum) yang dapat menyediakan
leaflet tercetak apabila diperlukan. Harapan dari aplikasi sistem ini adalah : 1. Penyebaran
informasi kesehatan multi bahasa yang lebih baik dengan teknologi touch screen berbasis
internet 2. Konversi leaflet menjadi paperless-based technology 3. Meningkatkan kepuasan
pasien-pasien yang langsung dapat dinilai dari penggunaan dan rating yang tergambar dari sistem
yang dibangun Dua poli umum dipilih sebagai pilot/pelopor, jika sistem tersebut dinilai berhasil
maka sistem tersebut akan diaplikasikan ke seluruh poli yang ada (27 poli) di Ferens PCT,
termasuk juga layanan apotiknya. Sistem tersebut akan memperbaiki organisasi informasi dan
layanan kesehatan bagi pasien-pasien Ferens PCT. Layanan disediakan dalam 8 bahasa yaitu,
bahasa Arab, Bengali, Cina, Inggris, Gujarat, Somalia dan bahasa Urdu. Pengguna sistem tidak
harus mengerti komputer karena disediakan fasilitas touch screen (tidak harus menggunakan
mouse dan keyboard) dan mampu memandu mereka secara langsung untuk mengaplikasikan
sistem tersebut. Satu kios ditempatkan di ruang tunggu pasien, yang lainnya di ruang community
development yang bersebelahan dengan ruang tunggu pasien.

21 Sistem yang sangat canggih ini memungkinkan konversi tampilan leaflet lama (paper based)
menjadi lebih menarik dengan kreasi diagram-diagram yang ditunjukkan di dalam monitor
(paperless based). Sistem tersebut juga memiliki fasilitas auto-remind sehingga statistik
penggunaan dapat terecord dan termonitor. Biaya yang diinvestasikan untuk membangun pilot
project tersebut adalah 32, (atau kira-kira $60,647.07), sudah termasuk dengan training staf.
Sistem tersebut dinamakan the Patient Information Centre (PIC). Seharusnya PIC diinstal di
bulan Januari 2005, namun baru bulan April 2005 sistem tersebut dapat digunakan di Ferens
PCT. Keterlambatan tersebut diclaim karena keterbatasan pada provider internet service lokal.
Mereka baru kali itu mengembangkan sistem informasi spesifik semacam PIC. Alasan lainnya
berkaitan dengan aturan Komputer Kesehatan yang berlaku di daerah tersebut. Seluruh SDM dari
lintas departemen di Ferens PCT diundang untuk mengikuti pelatihan agar dapat
mengimplementasikan sistem yang baru dalam aktivitas pekerjaan mereka. Pelatihan dilakukan
dua kali, yaitu di bulan Mei dan Juli Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat melakukan
kegiatannya secara terintegrasi dengan kegiatan dari departemen lainnya. Namun pada
prakteknya, keinginan tersebut terbukti tidak dapat terealisasi. Para staf tetap saja menggunakan
sistem yang lama dalam mengerjakan tugas-tugas mereka. Sistem yang baru dianggap
merupakan sistem mandiri yang terlepas dari sistem sebelumnya yang biasa mereka gunakan.
Jadi meskipun respon dari pasien-pasien sangat baik, namun secara keseluruhan sistem PIC ini
gagal mencapai tujuannya. Pada akhir bulan Desember 2005, program PIC pilot ini dievaluasi.
PIC secara statistik telah digunakan oleh hampir 5000 pengguna dan sebagian besar dari mereka
merasa puas dengan sistem tersebut, sehingga Poli Umum merekomendasikan untuk
menggunakan sistem tersebut secara keseluruhan. PIC populer diantara pengguna dan
profesional sebagai mekanisme yang modern, aman dan dapat diandalkan sebagai penyedia
informasi bagi pasien dengan mempertimbangkan kesetaraan bagi seluruh etnis yang
menggunakannya. Meskipun hasilnya cukup positif, namun proposal pengembangan sistem PIC
untuk seluruh Poli yang ada di Ferens PCT ditolak PEC (Professional Executive Committee),
sebagai pembuat kebijakan dalam organisasi pelayanan

22 kesehatan daerah. Mereka mengclaim bahwa sistem PIC tidak berhasil mencapai tujuan yang
mereka harapkan, selain itu PEC juga tidak memiliki dana untuk mengembangkan sistem
tersebut di Ferens PCT. Meskipun claim tersebut tidak dapat dibuktikan namun pihak
pengembang tidak mampu mendesak lebih jauh, sehingga proyek PIC secara keseluruhan
dianggap gagal total. Berdasarkan dua kasus di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pengalihan sistem informasi dari sistem yang lama ke sistem yang baru dapat tidak selalu
berjalan lancar. Hal itu dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini : 1. Ketidaksiapan SDM
untuk mengaplikasikan sistem yang baru. 2. Kesalahan prosedur dalam melaksanakan sistem
yang baru, sehingga keberadaan sistem baru tersebut justru mempersulit kinerja yang sudah ada.
3. Kurangnya perencanaan dalam aplikasi sistem informasi 4. Tidak ada komunikasi yang baik
diantara vendor sebagai penyedia IT dengan perusahaan sebagai pengguna, sehingga sistem baru
yang dikembangkan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan penggunanya 5. Perusahaan
memandang perubahan teknologi merupakan hal yang harus dilakukan agar perusahaan tidak
ketinggalan zaman. Namun sebenarnya perusahaan tidak memiliki dana yang memadai untuk
membiayainya 6. Level kematangan perusahaan terhadap TI masih rendah 7. Dengan adanya
perubahan dari sistem lama ke sistem baru maka karyawan akan menghadapi masa transisi yaitu
keharusan menjalani adaptasi yang dapat berupa adaptasi teknikal (skill, kompetensi, proses
kerja), kultural (perilaku, mind set, komitmen) dan politikal (munculnya isu efisiensi
karyawan/phk, sponsorship/dukungan top management). Dengan adanya ketiga hal ini maka
akan terjadi saling tuding di dalam organisasi pada saat sistem TI tersebut gagal
diimplementasikan, dimana manajemen puncak menyalahkan bawahan yang bertanggung jawab,
konsultan, vendor bahkan terkadang peranti TI itu sendiri. Kegagalan dalam konversi sistem
lama ke sistem baru terbukti dapat mengakibatkan kerugian yang cukup signifikan bagi
perusahaan. Oleh karena itu seluruh komponen yang terlibat di dalam pengembangan sistem
harus mempersiapkan perencanaan yang matang menyangkut keseluruhan proses

23 implementasi sistem informasi tersebut. Selain itu, diperlukan juga komitmen bersama bagi
seluruh karyawan untuk mengaplikasikan sistem yang baru di dalam tugas-tugas yang
dijalankannya, karena pada prinsipnya sistem informasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan
performa kinerja karyawan di seluruh departemen (di seluruh fungsi organisasi) pada khususnya
dan performa perusahaan pada umumnya. Dengan komitmen yang penuh dan bersungguh-
sungguh dari semua pihak yang terlibat, maka kegagalan implementasi sistem informasi di dalam
perusahaannya semestinya dapat dihindari.

24 BAB IV. KESIMPULAN Proses konversi sistem merupakan bagian yang cukup kritis dalam
implementasi sistem informasi di dalam perusahaan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal,
perusahaan harus menjalankan tahapan-tahapan yang benar di dalam proses implementasi
tersebut. Perusahaan dapat memilih metode konversi langsung, paralel, pilot ataupun bertahap
disesuaikan dengan kondisinya masing-masing. Perencanaan implementasi yang tidak matang
dan pemilihan metode konversi yang kurang tepat akan memperbesar peluang terjadinya
kegagalan sistem. Oleh karena itu perusahaan sebagai end user sebaiknya terlibat langsung
dalam pengembangan sistem informasi yang sesuai bagi institusinya. Selain dukungan
manajemen, proses implementasi sistem informasi yang baru juga membutuhkan dukungan dan
komitmen penuh dari seluruh karyawan yang akan menggunakan sistem tersebut dalam tugas-
tugasnya. Hal ini mutlak diperlukan karena pada proses konversi akan terjadi masa transisi
dimana mereka harus membiasakan diri untuk menggunakan sistem baru yang akan
menggantikan sistem yang lama. Kondisi tersebut pada umumnya menyebabkan
ketidaknyamanan bagi para karyawan, karena mereka dipaksa untuk mengubah metode yang
biasa digunakan. Oleh karena itu pihak manajemen harus memastikan seluruh karyawan
mendapatkan pelatihan yang memadai, artinya mereka mendapatkan cukup waktu dan
kesempatan untuk melakukan trial and error sebelum diharuskan menggunakan sistem tersebut di
dalam tugas-tugasnya. Jika seluruh tahapan yang diperlukan dalam implementasi sistem
informasi yang baru di perusahaan telah dilakukan dengan baik, maka diharapkan proses
konversi akan dapat berjalan dengan mulus tanpa mengganggu aktivitas operasional yang sedang
berjalan. Pada akhirnya, semua aktivitas pengembangan sistem membutuhkan evaluasi dan
dokumentasi yang lengkap. Keduanya diperlukan untuk mendeteksi potensi terjadinya kegagalan
sistem, penanggulangan error system secara cepat dan efektif dan pengulangan prosedur yang
telah berjalan baik. Hasil dari evaluasi dan dokumentasi dapat dijadikan sebagai bahan
penyusunan SOP aplikasi sistem yang baru sekaligus referensi untuk pengembangan sistem TI ke

25 depan. Selain itu, dokumentasi yang lengkap juga akan menghindarkan perusahaan dari
ketergantungan kepada pengembang sistem tertentu (yang digunakan pada saat ini), sehingga
mereka bisa mengembangkan sistem yang baru dengan pengembang lain apabila biaya yang
diminta terlalu mahal atau service yang diberikan kurang memuaskan. Pada akhirnya, penerapan
sistem informasi di dalam perusahaan harus mampu meningkatkan proses bisnis yang sudah ada
dengan cara meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi. Dengan demikian perusahaan
tersebut diharapkan memiliki daya saing yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan perubahan
dinamika bisnis yang sangat cepat.

26 DAFTAR PUSTAKA Biehl, Markus Implementing Global Information Systems: Success


Factors and Failure Points. Communications of the ACM V50 N1: Chowdhury, Rajneesh; Butler,
Ruth E dan Clarke, Steve Healthcare IT Project Failure : A System Prespective. Journal of Cases
on Information Technology : 9.4. Mallach Effrem Information System Conversion Strategies : A
Unified View. International Journal of Enterprise Information Systems, 5.1 : Murdick, Robert G,
Ross Joel E, Claggett James R Information Systems for Modern Management. 3rd edition.
Prentice-Hall, Inc., New Jersey. O Brien, J. A Pengantar Sistem Informasi, Perspektif Bisnis dan
Manajerial. Edisi 12. Terjemahan: Introduction to Information Systems, 12 th Ed. Palupi W.
(editor), Dewi F. dan Deny A. K. (penerjemah). Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Situs :
riyanti.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/.../konversi+sistem(9).pdf (Diakses 3 Januari
2014). (Diakses 4 Januari 2014) (Diakses 4 Januari 2014)
5. Proses untuk mengganti sistem yang lama menjadi sistem yang baru adalah
Ada empat metode konversi sistem, yaitu :
a. Konversi Langsung (Direct Conversion)
b. Konversi Paralel (Parallel Conversion)
c. Konversi Bertahap (Phase-In Conversion)
d. Konversi Pilot (Pilot Conversion)

A. Konversi Langsung (Direct Conversion)


Konversi jenis ini dilakukan langsung dengan cara menghentikan sistem lama digantikannya
dengan sistem baru. Resiko yang besar timbul dengan cara ini, akan tetapi memakai biaya
murah. Konversi Iangsung merupakan pengimplementasian sistem baru dan pemutusan jembatan
sistem lama, yang juga disebut pendekatan cold turkey. Dengan sistem ini apabila konversi telah
dilakukan, maka tak ada cara untuk balik ke sistem lama.
Pendekatan atau cara konversi ini akan bermanfaat apabila :
• Sistem tersebut tidak mengganti sistem lain
• Sistem yang lama sepenuhnya tidak bernilai
• Sistem yang baru bersifat kecil atau sederhana atau keduanya
• Rancangan sistem baru sangat berbeda dari sistem lama, dan perbandingan antara sistem-sistem
tersebut tidak berarti.
Kelebihan cara ini : relatif murah. Kelemahan : bisa menimbulkan risiko kegagalan yang tinggi.
Apabila konversi langsung akan digunakan, aktivitas-aktivitas pengujian dan pelatihan yang
dibahas sebelumnya akan mengambil peran yang sangat penting.

B. Konversi Paralel (Parallel Conversion)


Konversi ini menerapkan dimana sistem baru dan sistem lama sama-sama dijalankan. Setelah
pada masa tertentu, jika sistem baru telah bisa diterima untuk menggantikan sistem lama,
sehingga sistem lama segera dihentikan. Cara pengunaan sistem ini adalah pendekatan yang
paling aman, tetapi paling mahal, karena adanya kegiatan menjalankan dua sistem sekaligus.
Konversi Paralel adalah suatu pendekatan dimana baik sistem lama dan baru beroperasi secara
serentak untuk beberapa periode waktu. la kebalikan dari konversi langsung.
Dalam mode konversi paralel, output dari masing-masing sistem tersebut dibandingkan, dan
perbedaannya direkonsiliasi. Kelebihan : dapat memberikan derajad proteksi yang tinggi
terhadap organisasi dari kegagalan sistem baru. Kelemahan : besarnya biaya untuk pemakaian
dua fasilitas-fasilitas dan biaya personel yang memelihara sistem rangkap tersebut. Ketika proses
konversi suatu sistem baru melibatkan operasi paralel, maka orang-orang pengembangan sistem
harus merencanakan untuk melakukan peninjauan berkala dengan personel operasi dan pemakai
untuk mengetahui kinerja sistem tersebut. Mereka harus menentukan tanggal atau waktu
penerimaan dalam tempo yang wajar dan memutus sistem lama.

C. Konversi Bertahap (Phase-In Conversion)


Konversi ini dengan cara menggantikan suatu bagian dari sistem lama dengan sistem baru.
Apabila ada sesuatu terjadi, bagian yang baru diterapkan dapat diganti kembali dengan yang
sistem lama. Masalah dalam modul-modul baru terjadi dapat dipasangkan lagi untuk mengganti
modul-modul lama yang lain. Pendekatan dalam sistem ini dapat membuat sistem lama akan
tergantikan oleh sistem baru. Cara seperti ini lebih aman daripada konversi langsung. Pada
netode konversi Phase-in, sistem baru diimplementasikan beberapa kali, yang secara bertahap
dan sedikit-sedikit mengganti yang lama sehingga menghindarkan dari risiko yang ditimbulkan
oleh konversi langsung dan memberikan waktu yang cukup bagi pemakai untuk mengasimilasi
perubahan. Untuk menggunakan metode phase-in, sistem harus disegmentasi. Aktivitas
pengumpulan data baru diimplementasikan, dan mekanisme interface dengan sistem lama
dikembangkan. Interface ini memungkinkan sistem lama beroperasi dengan data input baru.
Kemudian aktivitas-aktivitas akses database baru, penyimpanan, dan pemanggilan
diimplementasikan. Sekali lagi, mekanisme interface dengan sistem lama dikembangkan.
Segmen lain dari sistem baru tersebut di-instal sampai keseluruhan sistem diimplementasikan.
Kelebihan sistem ini : mampu memberikan waktu untuk terjadinya perubahan dalam organisasi
tertentu sehingga kece[atan dapat diminimasi, dan sumber-sumber pemrosesan data dapat
diperoleh sedikit demi sedikit selama periode waktu yang lebih panjang. Kelemahan :
memerlukan biaya untuk mengembangkan interface temporer dengan sistem lama, dengan daya
terapnya terbatas, dan dapat menimbulkan adanya kemunduran semangat di organisasi, karena
adanya rasa tidak dapat menyelesaikan sistem.

D. Konversi Pilot (Pilot Conversion)


Meode ini dilakukan dengan cara menerapkan sistem baru hanya pada lokasi tertentu untuk
menjadi pelopor. Jika cara konversi ini berhasil, maka akan diberlakukan pada tempat-tempat
yang lain. Cara ini merupakan pendekatan dengan biaya dan risiko yang rendah. dimana hanya
sebagian dari organisasi yang mencoba mengembangkan sistem baru. Beda antara metode phase-
in yang mensegmentasi sistem, metode pilot mensegmentasi organisasi. Metode konversi ini
lebih sedikit berisiko dibandingkan dengan metode langsung, dan lebih murah dibandingkan
dengan metode paralel. Segala kesalahan dapat dilokalisir dan dikoreksi sebelum implementasi
lebih jauh ditakukan. Apabila sistem baru melibatkan prosedur baru dan perubahan yang drastis
dalam hal perangkat lunaknya, metode pilot ini akan lebih cocok digunakan.
Selain berfungsi sebagai tempat pengujian (test site), sistem pilot juga digunakan untuk melatih
pemakai seluruh organisasi dalam menghadapi lingkungan “live” (hidup atau sebenarnya)
sebelum sistem tersebut diimplementasikan di lokasi mereka sendiri.
Fenomena Konversi Sistem Lama To Sistem Baru
Fenomena kesalahan yang berakibat fatal pada organisasi saat melakukan pengalihan/konversi
dari suatu sistem lama ke sistem baru terjadi karena :

Sistem yang dikembangkan tidak atau kurang sesuai dengan keinginan user, karena proses
investigasi ,analisa design sistem yang dikembangkan kurang tajam.
Adanya perilaku yang cenderung menolak atau sulit menerima setiap perubahan dalam
organisasi perusahaan, khususnya yang sistem informasi baru yang memerlukan peningkatan
pengetahun dan keterampilan.
Adanya kekhawatiran dari karyawan perusahaan apabila sistem informasi baru (komputerisasi)
diimplementasikan akan terjadi ‘lay-off’ karyawan perusahaan. (pengurangan pegawai).
Tidak dibarengi dengan ‘business re-engineering process’, sehingga sistem komputerisasi kurang
memberikan dampak effisiensi dan efektivitas yang maksimal bagi perusahaan.
Perencanaan aktivitas implementasi tidak dipersiapkan secara comprehensive dan integrated
yang meliputi aktivitas :

a) Hardware, Software dan Service Acquisition

b) Software development or modification

c) End user training

d) System documentation

e) Conversion methode : pilot project, paralllel cut-over, phase-in cut over, direct cut over
(plunge).

Pada konversi sistem sering terjadi didalam pelaksanaanya tidak melihat seluruh aspek seperti
tersebut diatas, sehingga menimbulkan beberapa masalah, bahkan sering pula terjadi akhirnya
konversi gagal (balik ke sistem lama). Beberapa permasalahan yang umum terjadi biasanya
berupa :

Infrastruktur SI :
Tidak melihat adanya kebutuhan baru (baik hardware maupun software) didalam sistem baru,
seperti adanya kebutuhan hardware / software yang sebelumnya tidak ada, kebutuhan perubahan
kapasitas hardware (hardisk, memori, processor, dll), dll.
Tidak memeriksa kompabilitas sistem yang terpasang seperti versi operating system sudah tidak
mendukung, protocol yang digunakan tidak match dengan sistem baru (berupa prosedur untuk
hubungan antar subsistem dan message format yang digunakan), beberapa pheriperal (system
printer, validasi printer, passbook printer, dll) tidak dapat digunakan (tidak compatible didalam
interface fisik ataupun logic), dll.
Tidak memperhatikan kebutuhan cabling system yang baru seperti sistem lama menggunakan
RS232 cukup dengan 4 kawat, menjadi 25 kawat, dulunya dengan interface RS232 / V24
menjadi V35, dulunya dengan cable coaxial menjadi dengan UTP Category 5, dll.
Tidak memperhatikan kebutuhan sistem sumber daya listrik seperti power plug dengan british
type (kaki tiga) dulunya kaki 2, membutuhkan power plug dengan koneksi legrand, dulunya
sistem membutuhkan single phase untuk yang baru membutuhkan 3 pahse, kapasitas daya yang
terpasang tidak mencukupi, dll.
Data :
Tidak melaksanakan analisa antara data yang lama dan yang baru (data maping) sehingga
didalam konversi data banyak terjadi kesalahan atau kegagalan (tidak dapat dikonversi).
Tidak melaksanakan pembersihan data lama (data clean up) dari data-data yang masih salah,
tidak konsisten, tidak perlu ada, dll.
Tidak membuat tool-tool untuk konversi data sehingga hampir seluruhnya dilaksanakan dengan
cara manual, akibatnya prosesnya terlalu lama sehingga oleh user proses konversi ditolak
(mengganggu operasi sehari-hari, biasanya ada batas waktu sistem boleh down).
People :
Tidak memeriksa adanya kebutuhan SDM dengan kwalifikasi tertentu akibat adanya sistem yang
baru sehingga didalam operasi sehari-hari masih sangat tergantung pada fihak luar.
Tidak melaksanakan training dengan baik bagi para user, sehingga didalam mengoperasikan
sistem baru para user mengalami kesulitan.
Kurang didalam mensosialisasikan sistem baru, sehingga user enggan (terdapat reluktansi)
didalam menggunakan sistem baru (biasanya orang perlu mempunyai alasan didalam benaknya
untuk berpindah ke suatu sistem yang lain dari yang sudah ada).
Terlalu banyaknya kebiasaan yang sudah terlanjur lama dilaksanakan tiba-tiba harus dirubah, hal
ini biasanya menimbulkan keengganan bagi para user.
Kurangnya komitmen dari manajemen, sebab walaupun sudah dilaksanakan sosialisasi dengan
baik biasanya masih ada beberapa orang yang menolak kehadiran sistem baru, untuk itu didalam
hal ini perlu adanya ketegasan dari fihak manajemen.
Prosedur :
Tidak memperhatikan adanya sistem baru menyebabkan terjadinya perubahan prosedur yang
memerlukan adanya pos jabatan baru. Sementara didalam pelaksanaan konversi tidak
dilaksanakan perubahan organisasi kerja.
Kurang teliti didalam mempelajari prosedur baru sehingga sulit dilaksanakan dilapangan.
Ada prosedur baku yang tidak dapat dihilangkan (baik karena alasan keamanan, adanya regulasi
dari fihak eksaternal, dll), yang tidak di support oleh sistem baru.
Features :
Terlalu banyaknya perbedaan fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh sistem maupun aplikasi baru
dibandingkan sistem dan aplikasi lama. Hal ini khususnya dari titk pandang user apabila mereka
sudah merasakan manfaat yang besar di fasilitas lama akan enggan menggunakan sistem baru
atau mengangggap bahwa sistem baru kurang baik.
Kadang-kadang belum tentu semua fasilitas di sistem baru akan lebih baik dari sistem lama, hal
ini biasanya jadi titik lemah dari sistem tersebut sehingga sering kali hal ini dijadikan alasan
untuk menolak adanya sistem baru tersebut.
Tidak mampunya para pengembang sistem baru untuk membatasi ekspektasi dari user, sehingga
permintaan-permintaan yang timbul tidak dapat diakomodasi.

Cara melakukan konversi sistem lama ke sistem baru baik agar kesalahan tidak terjadi, yaitu
sebagai berikut :

Sistem yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan user.
User training diberikan secara lengkap, terpadu, mudah difahami oleh end user dan harus
menarik
Komputerisasi perlu dibarengi dengan ‘bussiens re–engineering process; agar terjadi effisisiensi
dan effektivitas operasi dalam perusahaan.
Conversion method harus ditetapkan sedemikan rupa sehingga tidak menyulitkan bagi user di
lapangan. Sebagai contoh hindari proses palallel-run yang terlalu lama, karena akan menyulitkan
user, dan kalau dimungkinkan menerapkan secara langsung ‘phase – in methode’ atau tanpa
melalui proses paralallel atau ‘plunge methode’ , dengan catatan system test dan user acceptance
test dilakukan secara ketat.

Proses perubahan dari sistem lama ke sistem baru dilakukan secara bertahap, dimulai dengan
yang hanya memiliki satu atau lebih sedikit komponen fungsionalitas dan secara gradual
berkembang hingga ke seluruh sistem.
Perubahan secara langsung, sistem baru diterapkan dan sistem lama langsung dihentikan,
Perubahan secara paralel, sistem baru dijalankan bersama-sama dengan system lama, jika sistem
baru tidak ada masalah maka sistem lama dihentikan pemakaiannya, Perubahan secara bertahap,
perubahan system lama ke sistem baru dilakukan perjenis kegiatan setelah sistem yang baru
dianggap telah ok, Perubahan secara moduler, perubahan system lama ke sistem baru dilakukan
permodul (misalnya sistem penjualan, dilanjutkan system pembelian dst.) Perubahan secara
terdistribusi, mirip dengan perubahan secara moduler hanya saja perubahannya meliputi berbagai
lokasi/cabang.
Proses pengubahan dari sistem lama ke sistem baru. Kompleksitas dalampengconversian
tergantung pada beberapa faktor al : Jenis PL, Database, Perangkat H/W, Kendali, Jaringan,
prosedur.
Konversi Langsung

Konversi ini dilakukan dengan cara menghentikan sistem lama dan menggantikannya dengan
sistem baru. Cara ini merupakan yang paling berisiko, tetapi murah. Konversi langsung adalah
pengimplementasian sistem baru dan pemutusan jembatan sistem lama, yang kadang-kadang
disebut pendekatan cold turkey. Apabila konversi telah dilakukan, maka tak ada cara untuk balik
ke sistem lama. Apabila konversi langsung akan digunakan, aktivitas-aktivitas pengujian dan
pelatihan yang dibahas sebelumnya akan mengambil peran yang sangat penting

Konversi ini baik digunakan jika :

Sistem baru tidak mengganti sistem lama

Sistem lama sepenuhnya tidak bernilai


Sistem baru bersifat kecil/sederhana
Rancangan sistem baru sangat berbeda dari

Konversi Paralel
Memberikan derajat proteksi yang tinggi dari kegagalan sistem baru
Biaya yang dibutuhkan cukup besar

Konversi Phase-In
Sistem baru diimplementasi beberapa kali, sedikit demi sedikit untuk menggantikan sistem yang
lama

Sistem harus disegmentasi


Perlu biaya tambahan untuk mengembangkan interface temporer dengan sistem lama.
Daya terapnya terbatas, proses implementasi membutuhkan waktu yang panjang

Konversi Pilot
Perlunya segmentasi organisasi
Resiko lebih rendah dibandingkan metode konversi langsung
Biaya lebih rendah dibandingkan metode paralel
Cocok digunakan apabila adanya perubahan prosedur, H/W dan S/W

Mengconversi File Data


“Keberhasilan konfersi sistem sangat tergantung pada seberapa jauh profesional sistem
menyiapkan pengkonversian file data yang diperlukan untuk sistem baru”

Konversi/Modifikasi meliputi :
Format File
Isi File
Media Penyimpanan

Metode Dasar Konversi File :


dapat digunakan pada ke 4 metode konversi sistemàKonversi File Total terutama digunakan pada
metode paralel dan phase-inàKonversi File Gradual

Konfersi file Gradual :


Selama konversi file perlu diperhatikan prosedur kendali untuk memastikan integrasi data.
Prosedur kendali untuk masing-masing klasifikasi file berbeda.
IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI DALAM BISNIS (Paper bebas terkait presentasi
dengan kelompok)
30 DESEMBER 2016 | LEDDYE
Sistem informasi adalah suatu sistem yang saling berinteraksi dengan lingkungan dan melalui
suatu siklus yang disebut siklus sistem informasi. Siklus tersebut terdiri dari input, process,
dan output (“IPO”). Siklus IPO menggambarkan bagaimana system memperoleh input dari luar
dan kemudian diproses sehingga menghasilkan suatu output.
Output yang dihasilkan akan dikembalikan sebagai information service. Ada tiga bagian
utama dari sistem informasi:
Data yang mendukung informasi
Prosedur bagaimana mengoperasikan sistem informasi
Orang yang membuat produk, memecahkan masalah, membuat keputusan dan
menggunakan sistem informasi
Terdapat 3 peran utama sistem informasi dalam bisnis, yaitu :
Mendukung proses bisnis dan operasional.
Mendukung pengambilan keputusan.
Mendukung strategi untuk keunggulan kompetitif.
Kebutuhan informasi di dalam suatu organisasi ditentukan oleh level manajemen dan pihak non-
manajemen yang akan menggunakan informasi. Oleh karena itu, sistem informasi yang dibangun
atau dipakai dalam sebuah organisasi perlu mengakomodasi kebutuhan pemakai berdasarkan
level manajemen. Namun sebelum membicarakan sistem informasi seperti itu, berbagai level
manajemen dalam suatu organisasi akan dibahas terlebih dulu.
Mengembangkan solusi sistem informasi yang berhasil baik mengatasi masalah bisnis adalah
tantangan utama untuk para manajer dan praktisi bisnis saat ini. Sebagai seorang praktisi bisnis
bertanggungjawab untuk mengajukan atau mengembangkan teknologi informasi baru atau
meningkatkannya bagi perusahaan. Adapun untuk seorang manajer bertanggungjawab untuk
mengelola usaha pengembangan yang dilakukan para spesialis sistem informasi dan para
pemakai akhir bisnis. Mengembangkan solusi sistem
Di dalam organisasi tradisional umumnya terdapat 4 kelompok, yaitu manajemen tingkat atas,
manajemen tingkat menengah, manajemen tingkat bawah, dan pegawai non-manajemen.
Manajemen tingkat atas (atau sering disebut manajemen strategis) adalah manajemen pada level
paling atas yang menangani keputusan-keputusan strategis. Keputusan strategis adalah keputusan
yang sangat kompleks dan jarang sekali menggunakan prosedur yang telah ditentukan.
Manajemen tingkat menengah (atau disebut manajemen taktis) adalah manajemen yang
bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan taktis, yaitu keputusan-keputusan yang
mengimplementasikan sasaran-sasaran strategis suatu organisasi.
Manajemen tingkat bawah adalah manajemen yang bertanggung jawab terhadap kegiatan-
kegiatan operasional dalam suatu organisasi. Fokus utama kejadian-kejadian sehari-hari, dan
melakukan tindakan-tindakan koreksi jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Para pegawai non-
manajemen adalah semua pegawai yang tidak termasuk dalam manajemen.
Di dalam organisasi, arus informasi dalam perusahaan mengalir secara vertikal dan horisontal.
Arus informasi vertikal dibedakan menjadi arus informasi vertikal ke atas dan vertikal ke bawah.
Arus informasi vertikal ke bawah berupa strategi, sasaran, dan pengarahan. Arus informasi
vertikal ke atas berupa ringkasan kinerja organisasi.
Teknologi sistem informasi telah menjadi fasilitator utama bagi kegiatan-kegiatan bisnis,
memberikan andil besar terhadap perubahan-perubahan yang mendasar pada struktur,operasi dan
manajemen organisasi. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa :
Teknologi informasi menggatikan peran manusia. Dalam hal ini, teknologi informasi melakukan
otomasi terhadap suatu tugas atau proses.
Teknologi memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan suatu tugas atau proses.
Teknologi informasi berperan dalam restrukturisasi terhadap peran manusia.
Dalam hal ini teknologi berperan dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap sekumpulan
tugas atau proses. Banyak perusahaan yang berani melakukan investasi yang sangat tinggi
dibidang teknologi informasi. Alasan yang paling umum adalah adanya kebutuhan untuk
mempertahankan dan meningkatkan posisi kompetitif, mengurangi biaya, meningkatkan
fleksibilitas dan tanggapan (R. E. Indrajit, 2000).
KEUNTUNGAN PENERAPAN SISTEM INFORMASI
a) Meningkatkan efisiensi operasional
Investasi di dalam teknologi sistem informasi dapat menolong operasi perusahaan menjadi lebih
efisien. Efisiensi operasional membuat perusahaan dapat menjalankan strategi keunggulan biaya
(low-cost leadership). Dengan menanamkan investasi pada teknologi sistem informasi,
perusahaan juga dapat menanamkan rintangan untuk memasuki industri tersebut (barriers to
entry) dengan jalan meningkatkan besarnya investasi atau kerumitan teknologi yang diperlukan
untuk memasuki persaingan pasar.
b) Memperkenalkan inovasi dalam bisnis
Penekanan utama dalam sistem informasi strategis adalah membangun biaya pertukaran
(switching costs) ke dalam hubungan antara perusahaan dengan konsumen atau pemasoknya.
c) Membangun sumber-sumber informasi strategis
Teknologi sistem informasi memampukan perusahaan untuk membangun sumber informasi
strategis sehingga mendapat kesempatan dalam keuntungan strategis. Hal ini berarti memperoleh
perangkat keras dan perangkat lunak, mengembangkan jaringan telekomunikasi, menyewa
spesialis sistem informasi, dan melatih end users.
Faktor-faktor yang dijadikan ukuran keberhasilan penerapan suatu sistem menurut Laudon yaitu:
Sistem tersebut tingkat penggunaannya relatif tinggi yang diukur melalui polling terhadap
pengguna, pemanfaatan kuesioner, atau monitor parameter seperti volume transaksi on-line.
Kepuasan pengguna terhadap sistem yang diukur melalui kuesioner atau interview.
Sikap yang menguntungkan para pengguna terhadap sistem informasi dan staff dari sistem
informasi.
Tujuan yang dicapai.
Timbal balik keuangan untuk organisasi baik melalui pengurangan biaya atau peningkatan
penjualan dan profit.
Selain kesuksesan, dalam penerapan sistem informasi juga terdapat kegagalan. Kegagalan ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yang penting adalah rasa memiliki perusahaan yang
kurang bersama, ketidakmampuan teknisi TI yang dipekerjakan oleh perusahaan, dan
ketidakcocokan TI yang dikembangkan oleh teknisi dengan tujuan perusahaan akibat
ketidaktahuan manajer perusahaan mengenai TI yang ingin dikembangkan. Maka, untuk
memastikan bahwa pengimplementasian TI dan SI dapat berhasil dengan baik dibutuhkan
partisipasi oleh pihak perusahaan dan mempekerjakan tenaga TI yang handal, profesional, dan
beretika.Kegagalan dari sistem informasi bukan hanya pada bagian-bagiannya saja, tetapi pada
keseluruhan sistem yang tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Pengguna harus
memahami sistem informasi dan mengembangkan prosedur manual paralel untuk membuat
sistem bekerja secara sempurna.
Terdapat faktor penyebab munculnya masalah pada sistem informasi, faktor tersebut dapat
bersifat teknis dan nonteknis. Faktor-faktor tersebut yaitu:
Desain
Data
Biaya
Operasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesukesan penerapan sistem informasi, antara lain adanya
dukungan dari manajemen eksekutif, keterlibatan end user (pemakai akhir), penggunaan
kebutuhan perusahaan yang jelas, perencanaan yang matang, dan harapan perusahaan yang
nyata. Sementara alasan kegagalan penerapan sistem informasi antara lain:
Kurangnya dukungan dari pihak eksekutif atau manajemen
Persetujuan dari semua level manajemen terhadap suatu proyek sistem informasi membuat
proyek tersebut akan dipersepsikan positif oleh pengguna dan staf pelayanan teknis informasi.
Dukungan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penghargaan terhadap waktu dan tenaga
yang telah dicurahkan pada proyek tersebut.
Keterlibatan dalam desain dan operasi sistem informasi mempunyai beberapa hasil yang positif.
Pertama, jika pengguna terlibat secara mendalam dalam desain sistem, ia akan memiliki
kesempatan untuk mengadopsi sistem menurut prioritas dan kebutuhan bisnis, dan lebih banyak
kesempatan untuk mengontrol hasil. Kedua, pengguna berkecenderungan untuk lebih bereaksi
positif terhadap sistem karena mereka merupakan partisipan aktif dalam proses perubahan itu
sendiri.
Kesenjangan komunikasi antara pengguna dan perancang sistem informasi terjadi karena
pengguna dan spesialis sistem informasi cenderung memiliki perbedaan dalam latar belakang,
kepentingan dan prioritas. Inilah yang sering dikatakan sebagai kesenjangan komunikasi antara
pengguna dan desainer (user-designer communication gap).
Tidak Memiliki Perencanaan Memadai
Sistem informasi sebaiknya harus ditentukan maksud dan tujuannya. Setelah itu, menambahkan
komponen-komponen yang sesuai dengan tujuan utama dari sistem informasi tersebut.
Perencanaan sistem informasi sebaiknya sejalan dengan tujuan dan komponen-komponen yang
telah ditentukan sehingga tidak keluar dari jalur utama yang telah ditetapkan. Sistem informasi
yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan menghambat tujuan dari perusahaan tersebut.
Pengembangan dan penerapan sistem informasi yang tidak didukung dengan perencanaan yang
matang tidak akan mampu menjembatani keinginan dan kepentingan berbagai pihak di
perusahaan. Hal ini dikarenakan sistem yang dijalankan tidak sesuai dengan arah dan tujuan
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang tidak memiliki kompetensi inti dalam bidang
teknologi informasi sebaiknya menjadi tidak memaksakan untuk menjadi leader dalam investasi
teknologi informasi.
Sebagian besar penyedia jasa teknologi informasi kurang sensitif terhadap manajemen
perusahaan, tetapi hanya fokus pada tools yang akan dikembangkan. Kelemahan inilah yang
mengharuskan perusahaan untuk mengidentifikasi secara jelas kebutuhan dan spesifikasi sistem
informasi yang akan diterapkan berikut manfaatnya terhadap perusahaan. Kemauan perusahaan
dalam merancang penerapan sistem informasi berdasarkan sumberdaya yang dimiliki diyakini
dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
Inkompetensi secara Teknologi
Kesuksesan pengembangan sistem informasi tidak hanya bergantung pada penggunaan alat atau
teknologinya saja, tetapi juga manusia sebagai perancang dan penggunanya. Sistem informasi
yang tidak disosialisasikan akan menyebabkan karyawan tidak dapat menggunakan sistem
informasi tersebut. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kinerja perusahaan dan kegagalan
sistem informasi sehingga sistem informasi yang telah dirancang akan sia-sia serta menyebabkan
kerugian materi yang cukup besar. Selain itu, waktu sosialisasi yang singkat dapat menjadi
kendala dalam hal penerapan sistem informasi. Karyawan kurang mempelajari mengenai sistem
informasi yang mereka gunakan sehingga kemampuan mereka terbatas. Menurut Pambudi
(2003) harus ada penyesuaian tertentu dalam menerapkan sistem informasi. Penyesuaian
terhadap strategi penerapan sistem yang baru harus disosialisasikan dengan jelas kepada
karyawan.
Sistem informasi harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pengguna.
Kompleksitas sistem bukanlah merupakan jaminan perbaikan kinerja, bahkan menjadi
kontraproduktif jika tidak didukung oleh kesiapan sumberdaya manusia dalam tahapan
implementasinya. Hal ini sering terjadi terutama pada perusahaan yang pengetahuan teknologi
informasinya rendah. Jika pengembangan sistem informasi diserahkan pada sumberdaya yang
kurang memiliki kompetensi dibidangnya akan berakibat fatal bagi perusahaan ketika sistem
tersebut telah diterapkan. Pengembangan sistem informasi sebagai salah satu sarana pencapaian
tujuan perusahaan, sehingga keduanya harus relevan, serta perlu disiapkan dengan baik dan
matang. Selain itu, perusahaan harus memiliki harapan yang nyata, yaitu yang ingin dicapai dan
berusaha dalam meraihnya, sehingga efektivitas dari pengembangan atau penerapan sistem
informasi dapat terjadi
Komunikasi Antara Pengguna dengan Perancang Sistem Informasi
Hubungan antara konsultan dengan klien secara tradisional merupakan bidang masalah dalam
upaya sistem informasi. Pengguna dan specialistsistem informasi cenderung mempunyai
perbedaan dalam latar belakang, kepentingan dan prioritas. Inilah yang sering dikatakan sebagai
kesenjangan komunikasi antara pengguna dan desainer. Perbedaan ini akan menyebabkan adanya
perbedaan loyalitas organisasi, pendekatan dalam pemecahan masalah, dan referensi.
Tingkat Kompleksitas dan Resiko
Terdapat kecenderungan gagal pada Beberapa proyek pengembangan sistem karena sistem-
sistem tersebut mengandung tingkat resiko yang tinggi dibandingkan yang lain. Para peneliti
telah mengidentifikasikan tiga faktor kunci yang memengaruuhi tingkat resiko proyek.
Sistem pengembangan proyek tanpa manajemen yang tepat besar kemungkinan akan membawa
konsekuensi kerugian sebagai berikut:
Biaya yang berlebih sehingga melampaui anggaran.
Melampaui waktu yang telah diperkirakan.
Kelemahan teknis yang berakibat pada kinerja yang berada dibawah tingkat dari yang
diperkirakan.
Gagal dalam memperoleh manfaat yang diperkirakan.

Contoh Kasus Konversi Sistem Informasi


Penerapan sistem berbasis komputer biasanya harus dikaitkan dengan sistem lama yang telah
digunakan sebelumnya. baik yg berbasis manual maupun komputer. Hal ini dikarenakan
teknologi berkembang dengan pesat. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan strategi
untuk konversi sistem lama ke baru. Terdapat beberapa strategi yang sering digunakan untuk
mengkonversi sistem lama ke sistem baru yaitu serentak, paralel, bertahap dan percontohan.
Kabupaten Kulon Progo telah menerapkan sistem informasi berbasis komputer di semua
puskesmas pada tahun 2005 dengan memakai aplikasi transaksi kunjungan rawat jalan
puskesmas dengan sifat single user. Pada tahun 2008 Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo
menetapkan penggunaan aplikasi baru dengan sifat multi user.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses konversi adalah kemampuan petugas puskesmas yang
mempunyai tingkat kemampuan dalam query dari database yang ada serta menangani
troubleshooting hardware maupun jaringan. Selain itu juga dukungan dari kabupaten dalam
membantu puskesmas jika ada masalah dalam sistem informasi puskesmas. Komitmen kepala
organisasi baik di tingkat dinas kesehatan maupun puskesmas merupakan hal yang penting dalam
tahap konversi. Komitmen akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan
konversi. Ketersediaan sarana komputer di puskesmas serta kemudahan instalasi berpengaruh
terhadap konversi. Keluaran aplikasi IHIS masih belum memenuhi kebutuhan dari
pengguna.Kesimpulan yang diperoleh adalah faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sistem
informasi puskesmas dipengaruhi oleh kemampuan petugas pengelola pengelola sistem
informasi baik di dinas kesehatan kabupaten maupun puskesmas dalam hal instalasi, penanganan
kerusakan atau error serta pengelolaan jaringan juga dukungan organisasi yaitu komitmen kepala
dinas maupun kepala puskesmas. Faktor yang lain adalah ketersediaan sarana komputer,
kemudahan instalasi dan kemudahan pemakaian serta keluaran yang sesuai dengan pengguna.
Kesimpulan
Konversi sistem informasi dapat dilakukan dengan empat bentuk utama
Konversi langsungü Konversi parallelü Konversi bertahapü Konversi percontohan.ü
2. Penerapan konversi ini harus disesuaikan dengan karakteristik sistem yang ada dan kebutuhan
perusahaan itu sendiri. Hal ini dilakukan demi menjaga kesuksesan dan keberlangsungan
operasional diperusahaan.
Perusahaan harus mampu menciptakan proses transisi sehalus mungkin, tanpa adanya down
system atau kekacauan sistem lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sistem informasi puskesmas (dalam contoh kasus)
dipengaruhi oleh kemampuan petugas pengelola pengelola sistem informasi baik di dinas
kesehatan kabupaten maupun puskesmas dalam hal instalasi, penanganan kerusakan atau error
serta pengelolaan jaringan juga dukungan organisasi yaitu komitmen kepala dinas maupun
kepala puskesmas. Faktor yang lain adalah ketersediaan sarana komputer, kemudahan instalasi
dan kemudahan pemakaian serta keluaran yang sesuai dengan pengguna.

Beberapa contoh Metode Konversi:


Metode Konversi Phase-in
Dengan metode Konversi Phase-in, sistem baru diimplementasikan beberapa kali, yang secara
sedikit demi sedikit mengganti yang lama. la menghindarkan dari risiko yang ditimbulkan oleh
konversi langsung dan memberikan waktu yang banyak kepada pemakai untuk mengasimilasi
perubahan. Untuk menggunakan metode phase-in, sistem harus disegmentasi.
Contoh :
Aktivitas pengumpulan data baru diimplementasikan, dan mekanisme interface dengan sistem
lama dikembangkan. Interface ini memungkinkan sistem lama beroperasi dengan data input baru.
Kemudian aktivitas-aktivitas akses database baru, penyimpanan, dan pemanggilan
diimplementasikan. Sekali lagi, mekanisme interface dengan sistem lama dikembangkan.
Segmen lain dari sistem baru tersebut di-instal sampai keseluruhan sistem diimplementasikan.
Konversi Pilot
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menerapkan sistem baru hanya pada lokasi tertentu yang
diperlakukan sebagai pelopor. Jika konversi ini dianggap berhasil, maka akan diperluas ke
tempat-tempat yang lain. Ini merupakan pendekatan dengan biaya dan risiko yang rendah.
Dengan metode Konversi Pilot, hanya sebagian dari organisasilah yang mencoba
mengembangkan sistem baru. Kalau metode phase-in mensegmentasi sistem, sedangkan metode
pilot mensegmentasi organisasi.
Contoh :
Salah satu kantor cabang atau pabrik, misalnya bisa berfungsi sebagai kelinci percobaan atau
tempat pengujian alfa atau beta berfungsi untuk tempat versi sistem baru yang bekerja. Sebelum
sistem baru diimplementasikan ke seluruh organisasi, sistem pilot harus membuktikan diri di
tempat pengujian tersebut. Metode konversi ini lebih sedikit berisiko dibandingkan dengan
metode langsung, dan lebih murah dibandingkan dengan metode paralel.
Segala kesalahan dapat dilokalisir dan dikoreksi sebelum implementasi lebih jauh dilakukan.
Apabila sistem baru melibatkan prosedur baru dan perubahan yang drastis dalam hal perangkat
lunaknya, metode pilot ini akan lebih cocok digunakan.
Selain berfungsi sebagai tempat pengujian (test sité), sistem pilot juga digunakan untuk melatih
pemakai seluruh organisasi dalam menghadapi lingkungan “live” (hidup atau sebenarnya)
sebelum system tersebut diimplementasikan di lokasi mereka sendiri.

Anda mungkin juga menyukai