Inisiasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 & 8
Inisiasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 & 8
Inisiasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 & 8
A. DEFINISI KOPERASI :
1. Menurut rumusan International Labour Organization (ILO). “Koperasi adalah
kumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan terbatas, yang secara sukarela
bergabung untuk mencapai tujuan bersama yang bersifat ekonomi melalui
pembentukan badan usaha yang diawasi secara demokratis, yang memberikan modal
yang diperlukan dan menerima resiko serta manfaat dari usahanya secara adil. ( A
Cooperatives is an association of person, usually of limited means, who gave
voluntarily joined together to achieve common economic goal and through the
formation a democratically controlled business organization, making equitable
contribution to the capital required and accepting a fair share of the risk and benefits
of undertaking).
2. Ewell Paul Roy, Ph.D. Dalam bukunya Cooperatives : Development, Principles and
Management, menyatakan bahwa pengertian koperasi yang “benar” adalah suatu
perkumpulan, biasanya berbadan hukum, mempunyai tujuan ekonomi yang dibentuk
oleh dan untuk orang-orang atau perusahaan yang memiliki kebutuhan sama, yang
memiliki suara yang sama dalam manajemen, yang memberikan modal yang sama atau
seimbang serta memperoleh pelayanan dan manfaat yang seimbang dari koperasi
tersebut. (an association, usually incorporated, with economic aims formed by and for
persons or business entities having common needs, having approximately equal voice
in its management, making approximately equal or proportional contribution to capital
and deriving proportional services and benefits from it).
3. Paul Hubert Chasselman, seorang maha guru Kanada , dalam bukunya The Cooperative
Movement and Some of its Problem memberikan batasan koperasi : “Koperasi adalah
sistem ekonomi dengan muatan sosial”. (cooperation is an economic system with social
content)
B. PENGERTIAN KOPERASI
Menurut Pasal 1, ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian,
“Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang-orang atau badan hukum
koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi,
sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
UU Perkoperasian tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga
Koperasi di Indonesia berpedoman kembali kepada UU No.25 Th.1992 tentang
Perkoperasian.
Menurut UU No.25 TH.1992 pasal 1,ayat(1) "Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaa".
Koperasi dapat dibedakan dengan badan usaha bukan koperasi dari hal-hal sebagai
berikut :
1. Sebagai badan usaha setiap kegiatan koperasi harus berlandaskan prinsip-prinsip
koperasi
2. Kegiatan usaha koperasi bertujuan sebesar-besarnya untuk melayani kebutuhan
anggota. Hal ini tidak berarti bahwa bukan anggota tidak boleh dilayani. Sepanjang
tidak merugikan kepentingan anggota koperasi dapat pula memberikan pelayanan
kepada bukan anggota, sesuai dengan sifat kegiatan usahanya dengan maksud untuk
menarik yang bukan anggota menjadi anggota koperasi.
3. Dalam koperasi kedudukan anggota adalah sebagai pemilik dan pengguna jasa
a. Sebagai pemilik, anggota aktif dalam :
a) mengambil keputusan dan agar aktivitas koperasi sesuai dengan kepentingan
ekonomi para anggota,
b) memberi kontribusi modal sesuai dengan kebutuhan koperasi agar tidak
menyimpang dari keputusan yang telah ditetapkan.
b. Sebagai pengguna jasa, anggota aktif memanfaatkan pelayanan koperasi yang
diselenggarakan untuk anggota dan diputuskan oleh anggota sendiri.
PRINSIP-PRINSIP KOPERASI
1. Prinsip-prinsip Rochdale
Prinsip-prinsip koperasi yang kita kenal dewasa ini bersumber dari prinsip-prinsip yang
dirumuskan oleh para pendiri koperasi Rochdale (di Inggris) yang dibentuk tahun 1844.
Prinsip-prinsip Rochdale, yang sebenarnya hanya untuk koperasi konsumsi tersebut
meliputi :
1. pengawasan oleh anggota secara demokratis
2. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
3. pembatasan bunga atas modal
4. sisa hasil usaha (SHU) dibagi kepada anggota sebanding dengan jumlah perolehan
mereka di koperasi
5. barang-barang dijual secara tunai
6. jaminan kepada anggota, bahwa barang yang dijual sungguh-sungguh bermutu dan
tidak dipalsukan
7. menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara teratur dan terus menerus bagi para
anggotanya untuk memelihara semangat koperasi dan perkembangan pribadi
8. netral terhadap agama dan politik
2. Prinsip-prinsip koperasi ICA tahun 1995 adalah sebagi berikut :
a. Prinsip ke-1 Keanggotaan Sukarela dan Terbuka
b. Prinsip ke-2 Pengendalian oleh Anggota-anggota secara Demokratis
c. Prinsip ke-3 Partisipasi Ekonomi Anggota
d. Prinsip ke-4 Otonomi dan Kebebasan
e. Prinsip ke-5 Pendidikan, Pelatihan dan Informasi
f. Prinsip ke-6 Kerjasama di antara Koperasi
g. Prinsip ke-7 kepedulian terhadap Komunitas
KORIDOR KOPERASI
Koridor koperasi merupakan batasan ruang gerak kegiatan koperasi untuk bisa tetap dapat
disebut sebagai koperasi yang benar. Koridor itu juga merupakan tolok ukur apakah
kegiatan koperasi telah berdasarkan pada jati diri koperasi.
Koridor koperasi menurut Prof. Hans H.Munkner sbb :
a. Hanya koperasi-koperasi yang bertujuan untuk mempromosikan dan memberikan
pelayanan kepada anggota, adalah koperasi yang berada dalam koridor koperasi.
b. Pelayanan ekonomi kepada bukan anggota hanya dapat diterima,jika pelayanan tersebut
bersifat usaha sampingan dan dalam upaya untuk menarik anggota baru. Pelayanan
ekonomi (transaksi) dengan bukan anggota rata-rata tidak boleh melebihi 40%dari
seluruh volume usaha.
c. Pemupukan modal koperasi harus seimbang antara yang bersumber dari anggota dan
bukan anggota.Kondisi permodalan harus tidak terlepas dari basis keanggotaannya.
d. Manajer-manajer koperasi harus memahami falsafah koperasi, agar perusahaan koperasi
tidak hanya mementingkan rasionalitas manajemen, tetapi juga berorientasi pada
pelayanan kepada anggota.
e. Partisipasi anggota, dalam transaksi maupun dalam proses pengambilan keputusan ,akan
menentukan apakah koperasi masih berada dalam koridor koperasi. Untuk partisipasi
dalam ekonomi, volume usaha(transaksi)dengan anggota dibandingkan dengan total
perputaran tidak boleh kurang dari rata-rata 60%.
f. Koperasi primer harus diletakkan sebagai tingkat koperasai yang paling utama, tidak
boleh ditempatkan semata sebagai cabang. Karena itu tuntutan anggota pada tingkat
terbawah (primer) harus menentukan usaha ekonomi pada semua tingkat.
Akar kehidupan berkoperasi sudah bisa dilacak sejak dua ribu tahun sebelum masehi. Pada
zaman kerajaan Babilonia kuno, pada masa pemerintahan raja Hamurabi (2067-2025 SM)
sudah terdapat praktik-praktik koperasi. Pada tahun 3000 hingga sekitar 325 SM di Yunani
Kuno juga telah berkembang sistem koperasi, khususnya dalam bentuk perkumpulan jasa
penguburan. Pada tahun 200 SM masa Dinasti Hong, di Cina berkembang sistem koperasi
simpan pinjam dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan yang jumlah anggotanya terbatas
(kecil).
Di zaman pertengahan (500-1400) di kerajaan Romawi juga berkembang sistem koperasi
dalam bentuk gilde (semacam serikat pekerja), yaitu perkumpulan para perajin yang selain
bertujuan untuk memperkuat posisi anggotanya, juga bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan anggotanya. Di zaman pertengahan ini pula di Swiss pada abad ke-13
terbentuk perkumpulan peternak susu yang dikelola secara koperatif.
Pada masa selanjutnya, yaitu zaman Renaisans (pertengahan abad XV-XIIX) bentuk-bentuk
koperatif terus berkembang sampai dengan Revolusi Industri sekitar 1750, yang bisa
dikatakan sebagai pemicu lahirnya bentuk koperasi seperti yang dikenal sekarang.
Sebelum terbentuk koperasi konsumen oleh para pelopor Rochdale di Inggris (1844) dan
kemudian disusul dengan terbentunya koperasi kredit oleh Raiffeisen dan Herman Schulze
Delitzch di Jerman pada 1849-1850, berbagai percobaan untuk membentuk koperasi telah
banyak dilakukan. Dua orang Inggris yang dapat disebut sebagai perintis koperasi modern,
yaitu :
1. Robert Owen, telah mencoba mendirikan community di beberapa tempat selain di Inggris,
juga di Amerika Utara, Meksiko dan Irlandia.
2. Dr. Wiliam King, tahun 1750 mendirikan warung-warung koperasi yang dalam waktu 2
tahun sudah berkembang menjadi 130 buah, Dr. King juga menerbitkan majalah koperasi.
Pendirian koperasi Rochdale diawali dari pembentukan organisasi yang disebut The
Rochdale Society of Equitable Pioneers oleh 28 orang pekerja pabrik tenun yang kehilangan
pekerjaannya, dipimpin oleh Charles Howarth. Pada 21 Desember 1844 mereka membuka
toko koperasi kecil dan terus berkembang. Keberhasilan para pendiri koperasi Rochdale,
karena telah mempelajari kegagalan para pendahulunya, kemudian memahami arah yang
tepat dan dituangkan dalam 8 prinsip koperasi yang dapat diterima di seluruh dunia
(bersifat universal). Para pendirinya disebut para pelopor (Rochdale pioneers).
Selain koperasi konsumen di Inggris, pembentukan koperasi kredit di Jerman khususnya
oleh Herman Schulze Delitzch dan Raiffeisen juga merupakan tonggak sejarah dalam
perjalanan gerakan koperasi dunia.
Kedua jenis koperasi di atas, yaitu koperasi konsumen di Inggris dan koperasi kredit (credit
union) merupakan cikal bakal koperasi modern yang dikenal sekarang dan sudah tersebar
di hampir seluruh dunia.
Secara garis besar , koperasi di dunia dapat dibedakan menjadi 3 mazhab, yaitu :
1. Mazhab Sosialis, dalam mazhab sosialis koperasi merupakan langkah awal atau persiapan
menuju negara sosialis. Dengan hancurnya komunisme maka mazhab sosialis juga tidak
lagi berlaku.
2. Mazhab Commonwealth, dalam mazhab commonwealth penganutnya bercita-cita untuk
menjadikan koperasi dapat berperan dominan (sebagai soko guru) dalam sistem
perekonomian nasional.
3. Mazhab Yardstick, dalam mazhab Yardstick, gerakan koperasi dipandang sebagai sarana
untuk mengendalikan atau mengoreksi keburukan-keburukan sistem kapitalisme.
Perkembangan koperasi dari waktu ke waktu mengalami pergeseran. Jika pada awalnya
koperasi lebih banyak berkembang di Eropa Utara dan Amerika Utara, maka sekarang
lebih banyak condong ke Asia-Pasifik.
Pertumbuhan perkoperasian di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1895 di Purwokerto,
Karesidenan Banyumas, ketika seorang Patih yang bernama R. Aria Wiraatmadja
mendirikan Hulpen Spaarbank (Bank Pertolongan dan Simpanan) atau banyak yang
menyebutnya sebagai Bank Priyayi, yang tujuannya memberikan kredit kepada pegawai
negeri, usaha ini mirip dengan ide koperasi dari Schulze Delitzch.
De Wolf Van Westerrode memperluas usaha dari Bank Priyayi dengan memberikan
pertolongan kepada para petani pula, namanya Bank Pertolongan, Tabungan dan Kredit
Pertanian (Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouwcrediet Bank). Dengan semangat
Reiffeisen, De Wolf Van Westerrode berusaha menanamkan pengertian koperasi kepada
rakyat, terutama masyarakat pedesaan, petani khususnya. Usaha dari Westerrode ini
ditentang pemerintah penjajah waktu itu.
Selanjutnya koperasi sebagai organisasi ekonomi yang bersifat swadaya, banyak
dipergunakan para pejuang kemerdekaan sebagai cara untuk menyadarkan rasa harga diri
bangsa Indonesia.
Pada masa penjajahan Jepang, ruang gerak koperasi sebagai organisasi ekonomi sangat
terbatas. Kekuasaan tertinggi pada organisasi tidak ada lagi di tangan rapat anggota tetapi
berada di tangan tentara pendudukan Jepang. Koperasi dipergunakan sebagai alat
pemerintah penjajahan yang semata-mata untuk mendistribusikan barang kebutuhan
sehari-hari. Alat perlengkapan organisasi menjadi tidak berfungsi sama sekali. Pada akhir
pemerintahan Jepang di Indonesia, koperasi-koperasi (yang disebut kumiai) tinggal nama
saja. Bahkan koperasi yang telah berdiri sejak masa penjajahan Belanda, tidak berfungsi pula
karena usahanya banyak yang macet pada zaman Jepang.
Setelah Proklamasi kemerdekaan, timbul kesadaran pada gerakan koperasi untuk
mempersatukan diri dalam satu wadah. Tekad itu dicetuskan dalam konggres Koperasi yang
pertama pada 11-14 Juli 1947 di Tasikmalaya. Pada peristiwa bersejarah inilah dibentuk
SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia), selain itu konggres juga menjadikan
12 Juli sebagai hari koperasi.
Faktor yang mendorong perkembangan perkopersian pada waktu itu selain adanya
landasan yuridis berupa Pasal 33 UUD 1945 dan keputusan Konggres Koperasi di
Tasikmalaya, juga adanya sikap positif pemerintah terhadap perkoperasian di Indonesia.
Adanya kenyataan masih adanya hambatan dalam perkembangan koperasi, melahirkan
gagasan perlunya Undang-undang Perkoperasian. Pada 15-17 Juli 1953 gerakan koperasi
mengadakan konggres koperasi yang dinamakan “Konggres Besar Koperasi Seluruh
Indonesia II”, yang diselenggarakan di Bandung. Dalam konggres ini antara lain telah
ditetapkan untuk merubah SOKRI menjadi DKI (Dewan Koperasi Indonesia), mengangkat
Muhammad Hatta sebagai Bapak Koperasi dan mendesak Pemerintah agar segera
mengeluarkan Undang-undang Koperasi yang sesuai dengan alam kemerdekaan.
Pada tahun 1958 disahkan Undang-undang No.79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan
Koperasi. Kemudian dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 1959 tentang
Perkembangan Gerakan Koperasi yang isinya banyak memberikan kemudahan bagi
pembentukan dan pengembangan koperasi. Untuk memperkuat pelaksanaan Peraturan
Pemerintah tersebut, kemudian dikeluarkan Instruksi Presiden no.2 Tahun 1960 tentang
Badan Penggerak Koperasi (BAPENKOP), yang isinya menyebutkan agar semua menteri
yang terkait dengan pembinaan koperasi aktif membantu perkembangan koperasi. Dengan
adanya kebijakan ini maka perkembangan koperasi secara kuantitatif meningkat pesat.
Pada periode 1960-1965, mulai ada campur tangan politik dalam organisasi-organisasi
koperasi, hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip koperasi. Setelah dikeluarkan
Undang-undang Perkoperasian No.14 Tahun 1965 kekuatan luar koperasi ikut mencampuri
urusan organisasi koperasi secara mendalam. Politisasi koperasi ini berpuncak pada
peristiwa G30S/PKI, yang sekaligus menghancurkan banyak koperasi yang hidupnya
berdasarkan fasilitas.
Periode 1966 dinilai sebagai upaya untuk kembali ke asas dan sendi dasar koperasi yang
sebenarnya. Sejak awal Orde Baru, pembangunan koperasi diintegrasikan dengan
pembangunan perekonomian nasional, sebagaimana dirumuskan dalam GBHN serta
Repelita.
Dalam UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,Pasal 5 kemandirian menjadi salah satu
prinsip koperasi Indonesia. Pembangunan koperasi pada era Orde Baru ditandai dengan
pembinaan/pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD), yang diprakarsai oleh pemerintah.
Inpres No.4 Tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD semakin mempertegas
peranan pemerintah dalam pembinaan KUD. Dalam salah satu surat keputusan yang
dikeluarkan Menteri Koperasi pada tahun 1984, antara lain dinyatakan bahwa KUD
merupakan satu-satunya koperasi di wilayah pedesaan.
Pada masa Reformasi Inpres No. 4 Tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD
dicabut dan diganti dengan Inpres No. 18 Tahun 1998 tentang “Peningkatan Pembinaan dan
Pengembangan Perkoperasian”, yang memberi kesempatan yang sama kepada semua jenis
koperasi untuk mengembangkan dirinya.
MANAJEMEN KOPERASI
Unsur-unsur Manajemen Koperasi
Manajemen seringkali diartikan sebagai suatu proses untuk mencapai sasaran atau tujuan
yang sudah ditentukan dengan menggunakan atau melalui kerja sama dengan orang-orang
lain. Manajemen koperasi bisa diartikan sebagai proses kegiatan untuk mencapai sasaran
dan tujuan yang telah ditetapkan
Dalam manajemen koperasi terdapat 4 unsur, yaitu Rapat Anggota, Pengurus, Pengawas, dan
Pengelola.
1. Rapat Anggota : Pemegang kuasa tertinggi yang menetapkan kebijakan umum di bidang
organisasi, manajemen dan usaha koperasi
2. Pengurus : Pemegang kuasa Rapat anggota dan melaksanakan kebijakan umum dan
mengelola organisasi dan usaha koperasi sebagaimana telah ditetapkan oleh Rapat
Anggota.
3. Pengawas : Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan
koperasi yang dilaksanakan oleh pengurus.
4. Pengelola : melaksanakan pengelolaan usah sesuai kuasa dan wewnang yang diberikan
oleh pengurus.
Menurut Ewell Paul Roy, dalam buku Cooperative, Development, Principles and
Management (1981) manajer merupakan ujung tombak manajemen, tugas utamanya
meliputi 2 hal sebagai berikut :
1. Memecahkan masalah-masalah usaha, yang meliputi promosi penjualan, persiapan
produk untuk pemasaran, pembelian dan semua masalah yang berkaitan dengan
distribusi fisik dan penentuan harga komoditi dan jasa.
2. Mengelola akuntansi, keuangan, personalia dan masalah usaha operasional lainnya.
Pada hakekatnya dalam pengelolaan usaha koperasi tidak perlu ada pembakuan manajemen
khusus, tetapi dapat menganut suatu sistem manajamen tertentu atau manajemen yang
disesuaikan dan diterapkan pada koperasi. Yang penting ada ketegasan dan kepastian
sehingga secara hukum dapat dipertanggungjawwabkan.
Dari segi hukum, manajemen koperasi tidak berdiri sendiri dan semua hal yang berkaitan
dengan praktik manajemen berlaku pula pada koperasi. Kebijakan manajemen, tindakan
manajemen, keputusan manajemen, kelalaian atau kesalahan manajemen, harus
dipertanggungjawabkan. Koperasi adalah badan hukum yang menjalankan usaha bersama
yang dengan sendirinya harus memiliki dan menerapkan manajemen usaha yang dengan
sendirinya harus memiliki dan menerapkan manajemen usaha yang tangguh dan
profesional.
Meskipun demikian harus disadari, bahwa betapapun besarnya perusahaan koperasi serta
moderennya pengelolaan perusahaan tersebut, orientasi utamanya harus tetap pada
pelayanan kepada anggota, bukan untuk mencari untung yang sebesar-besarnya,
Usaha koperasi merupakan pelaksanaan dari peran dan fungsi koperasi dalam menunjang
usaha maupun kesejahteraan anggota baik secara langsung maupun tidak langsung. Disebut
sebagai usaha yang secara langsung menunjang usaha anggota, apabila usaha tersebut
melayani langsung kepentingan anggota koperasi.
Disamping itu terdapat pula usaha (sebagian usaha) yang melayani kepentingan ekonomi
bukan anggota meskipun hasil usahanya dipergunakan untuk menunjang usaha maupun
kesejahteraan anggota.
Usaha koperasi pertama-tama adalah untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
anggota karena anggotalah yang pertama memprakarsai pembentukan koperasi dengan
tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Bila seluruh atau sebagian besar
anggota dapat dipenuhi kebutuhannya dan apabila memiliki kapasitas ekonomi yang lebih
(dana maupun daya) maka koperasi dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan
anggota (masyarakat).
Menurut Prof. Dr. Hans Munkner, ahli koperasi dari Jerman, hubungan bisnis dengan
pelanggan bukan anggota hanya dapat diterima kalau hubungan tersebut untuk menarik
anggota baru. Agar tetap berada dalam ‘koridor koperasi’, bisnis/transaksi koperasi dengan
bukan anggota tidak boleh melebihi 40% dari volume bisnis. Dengan kata lain sebagian besar
pelayanan koperasi (minimal 60%) harus ditujukan kepada anggota.
Koperasi tidak berbeda dengan perusahaan lainnya, yaitu koperasi harus dikelola secara
profesional, sehingga selain dapat menghasilkan barang/jasa yang bermutu dan bersaing,
dapat juga memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakat serta dapat memberikan laba atau
SHU.
Meskipun pada dasarnya koperasi dapat bergerak di segala bidang ekonomi serta dapat
dibentuk oleh siapa saja, dalam kenyataannya tetap ada beberapa pembatasan. Franz C.Helm
dalam bukunya The Economic of Cooperative Enterprise (1968), menguraikan pembatasan
tersebut dilihat dari aspek orangnya maupun fungsi usahanya. Dilihat dari orang-orangnya,
yang dinilai tidak cocok untuk membentuk koperasi adalah :
1) Mereka yang kebebasan ekonominya terhambat oleh undang-undang, atau karena berada
di bawah (subordinasi) kegiatan ekonomi lain.
2) Meraka yang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan kontribusi keuangan yang
paling minimal.
3) Mereka yang sudah menguasai posisi pasar yang kuat.
4) Mereka yang tingkat hidupnya masih pas-pasan (subsistence level),unit ekonomi dari
kalangan kelompok seperti ini sulit berhubungan dengan pasar, di mana koperasi dapat
menjadi perantara.
5) Mereka yang memiliki sifat egoistis dan individualistis dan karenanya cenderung
menentang segala bentuk prinsip yang menempatkannya di bawah orang lain
(subordinate) dan prinsip yang bersifat disiplin.
PERMODALAN KOPERASI
Modal dalam bentuk uang tunai atau barang yang dalam waktu singkat dapat diubah menjadi
alat pembayaran disebut harta atau aktiva lancar, sedangkan apabila berupa barang yang
dipergunakan untuk modal jangka panjang seperti tanah, bangunan dan sebagainya disebut
harta atau aktiva tetap.
Modal koperasi terdiri dari modal sendiri,modal pinjaman, dan modal penyertaan. Modal
sendiri bersumber dari anggota koperasi, sedangkan modal dari luar hanya bersifat
pelengkap, untuk mempertinggi efektivitas pendayagunaan modal sendiri.
Modal Pinjaman
Koperasi dimungkinkan untuk mendapat sumber dari luar berupa
1. Anggota
Koperasi dapat menerima pinjaman dari anggota termasuk calon anggota melalui
simpanan yang bersifat sukarela.
2. Koperasi lain/atau anggotanya
3. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
4. Sumber Lain yang Sah
Pada saat bangsa Indonesia sedang mencita-citakan Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur, timbul pula keyakinan bahwa bangsa Indonesia hanya dapat
mengangkat dirinya keluar dari tekanan dan penghisapan apabila ekonomi rakyat disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan koperasi.
Dengan koperasi yang meletakkan titik berat pada usaha bersama, orang belajar untuk
mengenal diri sendiri, percaya pada diri sendiri, menolong diri sendiri dan tolong menolong,
setia kawan, otoaktivitas serta solidaritas.
Menurut Bung Hatta asas kekeluargaan yang dimaksudkan pada ayat (1) Pasal 33 UUD 1945
adalah koperasi. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 33 tercantum dasar demokrasi
ekonomi, produkssi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan
angota-angota masyarakat, Kemakmuran masyaratlah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang per orang. Sebab itu prekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah
koperasi. Perekonomian berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala
orang.Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dang menguasai hajat
hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara.
Meskipun konsepsi tentang koperasi atau demokrasi ekonomi ini secara normatif telah
dirumuskan dan karenanya juga mengikat pelaku ekonomi (swasta, perusahaan negara dan
koperasi) namun dalam pelaksanaannya belum mendapatkan kesepakatan semua pihak.
Penjabaran demokrasi ekonomi sebagai landasan sistem ekonomi Indonesia mencakup 6
bidang utama, yaitu : (a) kelembagaan ekonomi (b) perangkat kebijaksanaan (c) pola
pemanfaatan sumber daya (d) distribusi pendapatan (e) proses pengambilan keputusan (f)
sistem insentif.
Tentang kelembagaan demokrasi ekonomi, dinyatakan adanya 3 pelaku ekonomi yaitu
usaha negara, koperasi dan usaha swasta yang beroperasi dalam mekanisme pasar yang
terkendali, yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
yang mantap serta terlaksananya pemerataan pembangunan dan sosial. Jika diperlukan,
dalam mekanisme pasar pemerintah wajib melakukan campur tangan terutama untuk
mencegah penguasaan pasar oleh orang per orang atau kelompok dan monopoli yang
merugikan masyarakat.Usaha negara, koperasi, dan usaha swasta dapat bergerak di dalam
semua bidang usaha. Hubungan antara ketiga pelaku ekonomi ini bersifat saling menunjang
berdasar atas semangat kebersamaan dan atas asas kekeluargaan.
Pada tahun 2002, MPR telah mengadakan amandemen UUD 1945, termasuk Pasal 33 nya,
yang semula terdiri dari 3 ayat menjadi 5 ayat, tanpa disertai dengan penjelasan seperti pada
pasal yang asli. Tanpa penjelasan ini maka dasar keberadaan koperasi di Indonesia ikut
hilang juga.
Sebagai akibat dari amandemen UUD 1945, khususnya amandemen Pasal 33, menurut
Revrisond Baswir (2003) campur tangan langsung pemerintah terhadap pengembangan
koperasi jauh berkurang. Tetapi bersamaan dengan itu dengan ditanda tanganinya nota
kesepakatan antara pemerintah dan Dana Moneter Internasional (IMF), maka peranan
pemerintah dalam penyelenggaraan perekonomian Indonesia cenderung mengalami
perombakan besar-besarnya. Pemerintah cenderung didesak untuk membatasi diri hanya
sebagai pembuat peraturan, sedangkan penyelenggaraan perekonomian nasional
cenderung diserahkan kepada bekerjanya mekanisme pasar. Kecenderungaan tersebut
merupakan ancaman serius bagi koperasi.
Menyadari kecenderungan tersebut, sebagai akibat amandemen UUD 1945, khususnya Pasal
33, sudah tiba saatnya bagi gerakan koperasi untuk secara bersungguh-sungguh menghayati
jatidiri koperasi dan ekonomi kerakyatan pada umumnya. Dengan berkurangnya peranan
pemerintah dalam perkembangan koperasi, maka maju mundurnya koperasi akan
tergantung sepenuhnya pada gerakan koperasi.
Fungsi dan peranan kopersi antara lain untuk memperkokoh perekonomian rakyat sebagai
dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko
gurunya. Demikian pula dalam Tap-tap MPR, cita-cita untuk menjadikan koperasi sebagai
soko guru perekonomian nasional masih tetap dijadikan pegangan. Dengan demikian secara
politis dan normatif, peranan dan keberadaan koperasi sampai saat ini masih tetap kuat.
Pada era reformasi, komitmen terhadap pembangunan koperasi sesuai Pasal 33 UUD 1945
tetap besar. Dalam Tap No. XV/MPR/1998, Pasal 3 ayat (2) dinyatakan : ‘Pengelolaan sumber
daya alam dilakukan secara efektif dan efisien, bertanggung jawab, transparan, terbuka dan
dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan
koperasi’.
Sedangkan dalam Tap No.XVI/MPR/1998, sebagai salah satu pertimbangannya disebutkan
sebagai berikut : “bahwa sejalan dengan perkembangan, kebutuhan dan tantangan
Pembangunan nasional, diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,usaha
kecil dan menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional”.
Dalam Tap tersebut terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh gerakan koperasi
dan pelaku ekonomi koperasi serta Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yaitu pertama,
pemerintah akan membantu mengembangkan dan memberikan prioritas kepada pengusaha
ekonomi yang masih lemah. Kedua, koperasi dan UKM akan memperoleh kesempatan utama,
dukungan, perlindungan dan pengembangan. Ketiga, BUMN dan usaha swasta besar akan
didorong (atau diharuskan) bermitra kepada koperasi dan UKM. Keempat, koperasi dan
UKM diberi akses terhadap pengelolaan tanah, terutama di bidang pertanian. Kelima,
koperasi dan UKM diberi kesempatan untuk mengakses sumber daya perbankan dan
lembaga keuangan lainnya.
Meskipun secara kuantitatif kinerja koperasi selalu meningkat, namun secara kualitatif
nilainya masih kecil, baik secara internal dilihat dari manfaat bagi para anggotanya maupun
secara eksternal dilihat dari perananya dalam pembangunan perekonomian nasional.
Tentang masih terbatasnya kinerja dalam pembangunan perekonomian nasional ini,
menurut Prof.Dr.Soeharto Prawirokusumo (1996) karena ‘kemampuan dan profesionalisme
sumber daya manusia pada koperasi umumnya masih relatif lemah, sehingga koperasi
belum dapat menjalankan fungsi dan peranannya sebagaimana diharapkan’. Lemahnya
kualitas sumber daya manusia tersebut merupakan kendala utama yang dihadapi koperasi
yang kemudian mengakibatkan timbulnya kendala-kendala lainnya seperti :
a. kekurang mampuan koperasi dalam memanfaatkan peluang dan memperluas pangsa
pasar
b. Organisasi dan manajemen masih relatif lemah
c. Struktur permodalan dan keterbatasan akses koperasi terhadap sumber-sumber
permodalan
d. Keterbatasan koperasi dalam penguasaan teknologi
e. Kurang terjadinya jaringan dan kerja sama usaha antar koperasi maupun dengan swasta
dan BUMN
Selain kendala utama yang bersumber dari internal koperasi, terdapat pula kendala yang
bersumber dari eksternal, yaitu antara lain :
a. Iklim usaha yang masih kurang kondusif bagi koperasi, karena masih adanya persaaingan
yang tidak sehat
b. Sarana dan prasarana ekonomi yang dimiliki oleh koperasi pada umumnya relatif masih
terbatas
c. Pembinaan pada koperasi oleh instansi terkait masih belum dilakukan secara terpadu
d. Masih kurangnya pemahaman, kepercayaan dan kepedulian masyarakat terhadap
perkoperasian
Hal ini mengakibatkan rendahnya kemampuan koperasi untuk meningkatkan efisiensi dan
produktifitas usahanya, sehingga daya saing koperasi relatif lemah. Berbagai kelemahan
atau kendala tersebut juga menyebabkan berbagai kemudahan maupun peluang, baik yang
disediakan oleh pemerintah maupun pihak lain (termasuk gerakan koperasi luar negeri)
kurang bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh koperasi.
Dilihat dari jati diri (identitas) koperasi banyak dari kalangan gerakan koperasi pada
khusunya dan masyarakat pada umumnya belum memahami hakikat koperasi, baik
mengenai pengertian (definisi), nilai-nilai maupun prinsip-prinsip, sehingga dalam
memanfaatkan berbagai kemudahan dan peluang tersebut tidak lebih banyak dirangsang
untuk ‘memanfaatkan peluang usaha tanpa menghiraukan jati diri koperai, sehingga dalam
praktik sukar dibedakan dari praktik-praktik bukan koperasi’.
Menghadapi berbagai permasalahan internal maupun eksternal koperasi tersebut, Ibnoe
Soedjono (1999) menyarankan agar koperasi melakukan konsolidasi supaya dapat selamat
melalui krisis yang multidimensional yang tidak kunjung selesai supaya siap memasuki
sistem ekonomi pasar yang terkait dengan globalisasi dan selanjutnya dapat berperan dalam
pembangunan ekonomi kerakyatan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 33 UUD 1945.
Hal-hal esensial yang perlu dilakukan dalam kaitan konsolidasi ini adalah :
1. memperkokoh organisasi dalam arti individual maupun secara bersama-sama melalui
integrasi horisontal dan vertikal, dasar pemikirannya adalah modal utama koperasi dan
tanpa organisasi yang baik, koperasi tidak akan dapat melakukan fungsinya sesuai
dengan jati dirinya.
2. membangun manajemen yang efektif (value based profesional management) untuk
membuat organisasi dapat berfungsi terutama dalam pemberian pelayanan bagi anggota-
anggotanya.
3. membangun visi yang kokoh dalam rangka membangun perkoperasian di hari depan. Visi
merupakan sumber kekuatan bagi motivasi gerakan koperasi dan merupakan sarana
yang paling efektif untuk memperkuat dan meremajakan koperasi.
4. menetapkan misi dalam upaya merealisir visi. Misi merupakan keyakinan dan alasan
sekaligus mengapa koperasi harus ada dan kuat untuk melakukan perannya.
5. hal-hal yang perlu memperoleh kesepakatan bersama antara pemerintah dan gerakan
koperasi untuk melancarkan dan mengefektifkan program konsolidasi adalah :
a. adanya pemahaman bersama antara pemerintah dan gerakan koperasi mengenai
kedudukan dan arah pengembangan koperasi dalam era Reformasi dengan
berpedoman pada jati diri koperasi dan konsep ekonomi kerakyatan sebagaimana
ditentukan dalam pasal 33 UUD 1945.
b. perlu adanya re-orientasi dan re-edukasi di kalangan fungionaris-fungsionaris
pemerintah dan gerakan koperasi yang konsisten dengan pedoman, kedudukan, peran
dan arah pengembangan koperasi dalam era Reformasi yang telah disepakati bersama.
c. memperkokoh kedudukan dan mengefektifkan peran DEKOPIN supaya dapat
memberikan kepemimpinan kepada gerakan koperasi dan bertindak sebagai mitra
pemerintah yang setaraf untuk pengemangan perkoperasian.
d. memperbaharui UU Perkoperasian yang ada yang menjamin pemerintah yang
demokratis dan profesional dan mewajibkan koperasi setia pada jati dirinya.
e. dilakukan tindakan-tindakan penataan yang efektif untuk menghentikan
beroperasinya koperasi-koperasi yang melanggar UU Koperasi dan jati diri koperasi
melalui pencabutan pengakuan badan hukum, penangguhan pemberian badan hukum
dan perizinan koperasi.
RANGKUMAN
Arti koperasi adalah kerja sama. Kerja sama memang merupakan salah satu naluri manusia
yang perlu terus dikembangkan, juga di lapangan kehidupan ekonomi, agar kemakmuran
dan kemajuan seluruh rakyat dapat dicapai. Kerja sama dalam koperasi bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota melalui perusahaan ynag dikelola anggota, yang
berkedudukan sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa.
Prinsip-prinsip koperasi merupakan pedoman untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari
baik dalam bidang organisasi, usaha maupun keuangan/permodalan. Pembanguan koperasi
yang terlalu diarahkan dari atas seperti yang berlaku di masa Orde Baru, ternyata tidak
menghasilkan koperasi yang sehat dan mandiri.
Kebiasaan hidup berkoperasi sudah berkembang sejak lama bahkan jauh sebelum tahun
Masehi, pada beberapa bangsa seperti : bangsa Babilonia, Tiongkok, Yunani dan sebagainya.
Kebiasaan hidup secara kooperatif ini tetap terpelihara hingga abad ke-18, yakni pada saat
timbul Revolusi Industri yang merupakan ‘pemicu’ bagi kelahiran koperasi modern. Secara
garis besar koperasi di dunia dibedakan menjadi 3 mazhab yaitu : sosialis, commonwealth
dan yardstick.
Pada jaman penjajahan Belanda, pada awal kopersi diperkenalkan dalam bentuk koperasi
simpan pinjam model schulze-delitzch dan kemudian model Reiffeisen dan selanjutknya
koperasi sebagai organisasi ekonomi yang bersifat swadaya, banyak digunakan para pejuang
kemerdekaan sebagai cara untuk menyadarkan rasa harga diri bangsa Indonesia. Hal ini
sulit dilakukan pada jaman Jepang.
Gerakan koperasi berkembang sejalan dengan pertumbuhan koperasi yang dari waktu ke
waktu merebak menembus batas wilayah dan kemudian batas negara hingga kemudian
menjadi gerakan internasional. Dalam organisasi koperasi terdapat tiga perangkat
organisasi yaitu Rapat Anggota, pengurus dan pengawas. Manajemen koperasi mengandung
4 unsur, yaitu Anggota (rapat anggota), pengurus, pengawas dan pengelola (manajer,
direksi).
Dalam koperasi keuntungan yang diperoleh dari transakasi dengan anggota dan bukan
anggota disebut Sisa Hasil Usaha (SHU), yaitu pendapatan koperasi yang diperoleh dalam
satu tahun buku, dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya.
Tujuan dari upaya untuk mengatasi kelemahan koperasi, adalah untuk menjadikannya
sebagai badan usaha ekonomi yang profesional dan mandiri agar mampu melayani
anggotanya dan dapat berperan dalam perekonomian nasional. Pada era paska amandemen
UUD 1945, pada saat ‘koperasi’ tidak termuat dalam konstitusi, sehingga peranan
pemerintah dalam pengembangan koperasi tidak sekuat sebelumnya, maka tercapainya
tujuan tersebut akan sangat tergantung pada gerakan koperasi.