Geojal Gaya Sentrifugal Dan Lengkung Perlihan-1
Geojal Gaya Sentrifugal Dan Lengkung Perlihan-1
Geojal Gaya Sentrifugal Dan Lengkung Perlihan-1
LENGKUNG PERALIHAN
Oleh :
Kelompok 6
1. I Kade Edwin Baskara Adityananta (1705511019)
2. I Gede Bayu Wedananta (1705511029)
3. Aldo Umbu Zogaraa (1705511030)
4. I Wayan Ditya Krisnayana (1705511031)
5. Yafet Singanom Kangkam (1705511032)
6. Kadek Dwi Budi Wiartini (1705511037)
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-
Nya lah kami selaku kelompok 6 dapat menyelesaikan laporan mata kuliah
Geometri Jalan makalah “Gaya Sentrifugal dan Lengkung Peralihan” ini tepat
waktu sesuai dengan yang dijadwalkan. Kami menyadari bahwa mungkin dari
beberapa sudut pandang pembaca masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu
kami mohon maaf, kamipun sangat mengharapkan saran serta kritik yang
membangun untuk kesempurnaan tugas yang telah kami susun ini dan dalam
penyusunan makalah lain dimasa depan.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. I W.
Suweda, MSP. MPhil. Selaku dosen pengajar Geometri Jalan, serta pihak lain yang
telah memberikan informasi, dorongan, bantuan, dan perhatian kepada tim penulis,
sehingga kami dapat melaksanakannya sesuai prosedur. Kami harapkan semoga
laporan tugas Geometri Jalan ini dapat memberikan manfaat dan dapat dijadikan
contoh penulisan makalah yang sejenis bagi kita semua, khususnya Mahasiswa
Program Studi Teknik Sipil Universitas Udayana.
Penulis
i
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Pengertian Gaya Sentrifugal .......................................................................... 3
2.2 Cara Mengimbangi Gaya Sentrifugal pada Tikungan ................................... 4
2.2.1 Cara Mengimbangi Gaya Sentrifugal pada TikunganError! Bookmark not
defined.
2.2.2 Cara Mengimbangi Gaya Sentrifugal pada TikunganError! Bookmark not
defined.
2.3 Definisi Lengkung Peralihan ......................................................................... 8
2.4 Bentuk Lengkung Peralihan ........................................................................ 10
2.4.1 Panjang Lengkung Peralihan Berdasarkan Rumus SHORTT ......... 13
2.4.2 Panjang Lengkung Peralihan Perencanaan ...................................... 14
2.5 Penurunan Diagram Superelevasi ................................................................ 14
2.6 Bentuk Lengkung Horizontal ...................................................................... 17
2.6.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana (circle) ............................... 17
2.6.2 Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan (spirl-
circle-spiral) ..................................................................................... 19
2.6.3 Lengkung Tanpa Busur Lingkaran (spirl-spiral) ............................. 21
BAB III METODE PENLITIAN .......................................................................... 24
3.1 Umum .......................................................................................................... 24
3.2 Pengumpulan Data ....................................................................................... 24
3.3 Analisis Data ................................................................................................ 24
3.4 Penarikan Kesimpulan ................................................................................. 24
3.5 Pelaksanaan Surve ....................................................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 25
4.1 Umum .......................................................................................................... 25
4.2 Gaya Sentrifugal dan Superelevasi .............................................................. 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 28
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 28
5.2 Saran ............................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Gaya Sentrifugal di Tikungan ............................................................ 3
Gambar 2. 2 Gaya-gaya Pada Tikungan ................................................................. 4
Gambar 2. 3 Kurva Korelasi Antara Koefisien Gesekan Melintang Maksimum dan
Kecepatan Rencana ................................................................................................. 5
Gambar 2. 4 Kemiringan Jalan Mempengaruhi Gaya Sentrifugal .......................... 6
Gambar 2. 5 Panjang Lengkung Peralihan menurut Bina Marga ......................... 10
Gambar 2. 6 Panjang Lengkung Peralihan menurut AASHTO ....................... 10
Gambar 2. 7 Lengkun Spiral ................................................................................. 11
Gambar 2. 8 Lengkung Peralihan Berbentuk Spiral pada Lengkung Horizontal . 13
Gambar 2. 9 Perubahan Kemiringan Melintang ................................................... 15
Gambar 2. 10 Diagram Superelevasi dengan Sumbu Jalan Sebagai Sumbu Putar 15
Gambar 2. 11 Diagram Superelevasi dengan Tepi dalam Perkerasan sebagai Sumbu
Putar pada Jalan Tanpa Median ............................................................................ 16
Gambar 2. 12 Diagram Superelevasi dengan Tepi luar Perkerasan Sebagai Sumbu
Putar pada jalan tanpa median .............................................................................. 16
Gambar 2. 13 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana .......................................... 18
Gambar 2. 14 Lengkung Spiral-circle-spiral ......................................................... 20
Gambar 2. 15 Lengkung Spiral-circle-spiral ......................................................... 22
Gambar 2. 16 Jalan Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab. Badung ....... 25
Gambar 2. 17 Mengukur Lebar Jalan Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab.
Badung .................................................................................................................. 26
Gambar 2. 18 Mencari Sudut Kemiringan Tikungan ............................................ 26
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Kemiringan Melintang Berdasarkan Kecepatan Rencana ..................... 8
Tabel 2. 2 Nilai p dan k menurut J. Barnett .......................................................... 23
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas terdapat beberapa
rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana definisi gaya sentrifugal?
2. Bagaimana cara mengimbangi gaya sentrifugal pada tikungan?
3. Bagaimana definisi lengkung peralihan?
4. Bagaimana bentuk lengkung peralihan?
5. Bagaimana penurunan diagram superelevasi?
6. Apa saja bentuk-bentuk lengkung horizontal?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
𝐺𝑉 2
Menurut F = 𝑔𝑅
dimana :
𝐺
m = massa (𝑔)
G = berat kendaraan
g = gravitasi bumi
𝑉2
a = percepatan gaya sentrifugal ( 𝑅 )
V = kecepatan kendaraan
R = jari-jari lengkung tikungan
4
adanya perbedaan nilai koefesien gesekan melintang jalan. Perbedaan nilai yang
diperoleh untuk satu nilai kecepatan dapat disebabkan oleh perbedaan kekasaran
permukaan jalan, cuaca, dan kondisi serta jenis ban. Pada Gambar 2. 3 Kurva
Korelasi Antara Koefisien Gesekan Melintang Maksimum dan Kecepatan Rencana dapat
dilihat besarnya koefisien gesekan melintang jalan yang diperoleh oleh beberapa
peneliti..
Nilai koefisien gesekan melintang yang dipergunakan untuk perencanaan
haruslah merupakan nilai yang telah mempertimbangan factor keamanan
pengemudi, sehingga bukanlah merupakan nilai maksimum yang terjadi. Untuk
kecepatan rendah diperoleh koefisien gesekan melintang yang tinggi dan untuk
kecepatan tinggi diperoleh koefisien gesekan melintang yang rendah. Untuk
perencanaan disarankan mempergunakan nilai koefisien gesekan melintang
maksimum seperti garis lurus pada gambar kurva.
5
2.2.2 Komponen Berat Kendaraan Akibat Kemiringan Melintang Permukaan
Jalan
6
terlalu tinggi akan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pengendara yang
melajukan kendaraannya dengan kecepatan rendah.
c. Komposisi jenis kendaraan. Banyaknya kendaraan berat yang bergerak lebih
lambat serta kendaraan yang ditarik oleh hewan atau kendaraan tak bermesin,
mengakibatkan gerak lalu lintas menjadi tidak menentu. Pada kondisi seperti ini
lebih baik menerapkan nilai superelevasi maksimum yang lebih rendah.
d. Keadaan lingkungan, perkotaan (urban) atau luar kota (rural). Kemacetan,
banyaknya persimpangan, rambu- rambu jalan raya yang harus diperhatikan,
arus pejalan kaki, kepadatan arus lalu lintas, hal-hal tersebut diatas merupakan
alasan mengapa didaerah dalam kota lebih disarankan untuk memilih
superelevasi maksimum yang lebih kecil dari daerah luar kota.
Tentu factor-faktor kondisi pembatas diatas berbeda- beda disetiap tempat,
oleh karena itu akan timbul nilai superlevasi maksimum yang beragam yang
dipebolehkan untuk setiap tempat dan negara. Menurut Silvia Sukirman (1994)
menyatakan bahwa untuk daerah yang licin akibat hujan atau kabut sebaiknya
superelevasi (e) maksimum 8% dan didaerah dimana sering terjadi kemacetan
dianjurkan menggunakan e maksimum 4-6%.
Pada daerah persimpangan tempat pertemuan beberapa jalur jalan, e
maksimum yang dipergunakan sebaiknya rendah, bahkan dapat tanpa superelevasi.
American Association of State Highway and Transportation officials (AASTHO)
menganjurkan pemakaian beberapa nilai superelvasi maksimum yaitu 0,04 ; 0,06 ;
0,08 ; 0,10; dan 0,12. Menurut Bina Marga, Indonesia saat ini umumnya
menggunakan nilai superelevasi 0,08 dan 0,10. Sedangkan untuk luar kota, Bina
Marga menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk kecepatan rencana yang
lebih bedar dari 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam, sedangkan
untuk jalan dalam kota digunakan superelevasi maksumum 6%.
Untuk kecepatan rencana kurang dari 80 km/jam berlaku persamaan, f = -
0,00065 V + 0,192 dan untuk kecepatan rencana antara 80-120 km/jam berlaku
persamaan f = -0,00125 V + 0,24.
7
Tabel 2. 1 Kemiringan Melintang Berdasarkan Kecepatan Rencana
Vr = 20 Vr = 30 Vr = 40
R (m) km/jam km/jam km/jam
e% e% e%
70 2,4 6,3 8,8
65 2,5
60 2,6 7,1 9,4
55 2,8
50 2,9 8,0 9,9
45 3,0 8,4
40 3,1 8,9
35 3,2 9,4
30 3,3 9,8
25 3,5
20 3,6
15 4
5 4
(Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, 1997)
8
b. Akibat keadaan diatas, gaya sentrifugal yang timbul pun berangsur-angsur dari
R = ∞ dari jalan lurus sampai R = Rc pada tikungan yang berbentuk busur
lingkaran.
Pada keadaan dilapangan ketika kendaraan sebut saja sebuah mobil melewati
suatu tikungan tajam terkadang mobil akan keluar atau menyimpang dari lajur yang
telah dilalui, mengambil lajur di sebelahnya. Guna menghindari hal tersebut, maka
diperlukan lengkung dimana lengkung tersebut merupakan peralihan dari R = ∞ ke
R = Rc. Lengkung inilah yang disebut lengkung peralihan. Lengkung peralihan
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti sifat pengemudi, kecepatan kendaraan, radius
lengkung, dan kemiringan melintang jalan. Adapun beberapa keuntungan dari
penggunaan lengkung peralihan pada alinemen horizontal:
a. Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti lajur yang telah disediakan, tanpa
menyimpang melitasi lajur yang berdampingan.
b. Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke
kemiringan sebesar superelevasi secara berangsur-angsur sesuai dengan gaya
sentrifugal yang timbul.
c. Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran perkerasan yang diperlukan
dari jalan lurus ke kebutuhan lebar perkerasan pada tikungan-tikungan yang
tajam.
d. Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi, karena kemungkinan
untuk pengemudi keluar lajur sangat kecil.
e. Tidak memberi efek patah pada tikungan tajam jalan dari peralihan bagian
lurus menuju lengkung tikungan.
Menurut Bina Marga panjang peralihan diperhitungkan sepanjang mulai dari
penampang melintang berbentuk crown sampai penampang melintang
dengan kemiringan sebesar superelevasi (Gambar 2. 5 Panjang Lengkung Peralihan
menurut Bina Marga). Sedangkan AASHTO memperhitungkan lengkung peralihan
dari penampang melintang berbentuk sampai penampang dengan kemiringan
superelevasi (Gambar 2. 6 Panjang Lengkung
Peralihan menurut AASHTO).
9
Gambar 2. 5 Panjang Lengkung Gambar 2. 6 Panjang Lengkung
Peralihan menurut Bina Marga Peralihan menurut AASHTO
Sumber: (Sukirman, 1994) Sumber: (Sukirman, 1994)
10
Gambar 2. 7 Lengkun Spiral
Sumber: (Sukirman, 1994)
11
𝐿²
π = 2𝐴² ………………(c)
L² = 2A² . π
L = 𝐴√2𝜋
Substitusikan persamaan (b) ke persamaan (c)
𝐿 𝐿
π = 2𝑅 radial, dengan demikian besarnya sudut spiral π = 2𝑅
𝐴² 𝐴
R= = …………….(d)
𝐿 √2𝜋
𝐴²
dx= cos π dπ
𝐿
𝐴
dx= cos π dπ
√2𝜋
𝜋 𝐴
x = ∫0 cos π dπ
√2𝜋
dy= dL sin π
𝐴
dy= sin π dπ
√2𝜋
𝜋 𝐴
y = ∫0 sin π dπ
√2𝜋
maka dengan menghitung fungsi sinus dan cosinus serta mengintegrasi, dan
merubah derajat, akan diperoleh :
𝐿2 𝐿4 𝐿6
x = L (1 − + + + ⋯……….)
40𝑅 2 345𝑅 4 599040𝑅 6
𝐿² 𝐿2 𝐿4 𝐿6
y = 6𝑅 (1 − + + + ⋯……)
56𝑅 2 7040𝑅 4 1612800𝑅 6
12
Gambar 2. 8 Lengkung Peralihan Berbentuk Spiral pada Lengkung Horizontal
Sumber: (Sukirman, 1994)
13
Perubahan gaya rata-rata sepanjang waktu tempuh sepanjang spiral,
𝐹 𝑚𝑉 2 /𝑅 𝑚𝑉 3
= = .
𝑡 𝐿𝑠/𝑉 𝑅𝐿𝑠
14
superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik disuatu
lengkung horizontal yang direncanakan.
15
Jika perkerasan diputar dengan menggunakan tepi dalam perkerasan sebagai
sumbu putar, maka akan memberikan keuntungan dilihat dari sudut keperluan
drainase jalan dan keperluan estetis jalan yang bersangkutan. Hanya saja pada
sumbu jalan berubah kedudukannya dilihat dari kondisi jalan lurus.
Gambar 2. 11 Diagram Superelevasi dengan Tepi dalam Perkerasan sebagai Sumbu Putar
pada Jalan Tanpa Median
Sumber: (Sukirman, 1994)
16
Gambar 2. 12 Diagram Superelevasi dengan Tepi luar Perkerasan Sebagai Sumbu Putar
pada jalan tanpa median
Sumber: (Sukirman, 1994)
Untuk jalan raya dengan median cara pencapaian kemiringan tersebut
tergantung dari lebar serta bentuk penampang melintang median yang bersangkutan
dan dapat dilakukan dengan salah satu dari ketiga cara berikut:
a. Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-
masing jalur jalan sebagai sumbu putar.
b. Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri-sendiri dengan sisi-sisi
median sebagai sumbu putar, dengan median dbuat tetap dalam keadaan datar.
c. Seluruh jalan termasuk median diputar dalam satu bidang yang sama, sumbu
putar adalah sumbu median.
17
sederhana yang dibutuhkan kurang dari atau sama dengan 3%, nilai tersebut
merupakan nilai lengkung busur lingkaran yang memiliki radius lengkung besar.
Ec = Tc th ¼ β
𝛽𝜋
Lc = 180Rc , β dalam derajat
18
Lc = β Rc, β dalam radian
Ls` merupakan panjang peralihan fiktif yang mana hal ini disebabkan oleh
pencapian superelevasi didapat dari sebagian pada bagian lengkung jalan dan
sebagian lagi merupakan bagian dari jalan lurus, hal ini disebabkan oleh pada
bagian jalan tersebut tidak ada legkung peralihan. Bina Marga menempatkan ¼ Ls`
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT) dan menempatkan ¾ Ls`
dibagian lurus (kiri TC atau kanan CT). Adapun ASSHTO menempatkan 1/3 Ls`
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC dan kiri CT) dan 2/3 Ls` dibagian lurus
(kiri TC atau kanan CT).
2.6.2 Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan (spirl-circle-
spiral)
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan
alinemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R=∞, R= RC), jadi
lengkung peralihan ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran, yaitu
pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran. Dengan adanya
lengkung peralihan, maka dibuatlah tikungan spiral-circle-spiral (s-c-s). Panjang
lengkung peralihan menurut perencanaan geometri jalan antar kota tahun 1997,
diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan dibawah:
1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum 3 detik, untuk melintasi lenkung
peralihan, maka panjan lengkung :
𝑉𝑟 𝑥 𝑇
Ls = 3,6
Dengan keterangan :
T = Waktu tempuh (3 detik)
Rc = Jari-jari busur lingkaran dalam meter (m)
C = perubahan percepatan, 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det³
e = superelevasi
19
em = superelevasi maksimum
en = superelevasi normal
rₑ = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan,
Kecepatan rencana sebagai berikut :
1. Untuk Vr ≤ 70 km/jam, rₑ maks = 0,035 m/m/det
2. Untuk Vr ≥ 80 km/jam, rₑ maks = 0,025 m/m/det
∆c = ∆ - 2 Ꝋs
𝐿𝑠²
P = 6𝑅 - R ( 1- cos Ꝋs)
𝐿𝑠³
K = Ls – 40𝑅³ - R sin Ꝋs
20
∆𝑐
Lc = 180 πR
∆
Ts = R + p . tan 2 + k
∆
Es = R + p . sec 2 – R
L = Lc + 2 Ls ,
Dimana :
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titk TS ke SC
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak luruske
titik SC pada lengkung
Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titk TS ke titik SC).
Lc = panjang busur lingkaran ( panjang dari SC ke CS)
Ts = panjang tangen dari titik PI ke titik TS ke titik ST
TS = titik dari tengen ke spiral
SC = titik dari spiral ke lingkaran
Es = jarak dari PI ke busur lingkaran
Ꝋs = sudut lengkung spiral
∆s = sudut lengkung circle
Rc = jari-jari lingkaran
p = pergeseran tangen terhadap spiral
k = absis dari p pada garis tangen spiral
L = panjang tikungan S-C-S
Dengan control : jika diperoleh Lc < 20 m, sebaiknya tidak digunakan
lengkung spiral-circle-spiral, melainkan gunakan lengung spiral-spiral dan jika p
dihitung :
𝐿𝑠²
p = 24 𝑅𝑐 < 25 maka digunakan tikungan jenis full circle.
21
𝐿𝑠
haruslah yang diperoleh dari persamaan Ꝋs = 2𝑅𝑐, sehingga bentuk lengkung adalah
Ls ; k = k* x Ls.
22
Tabel 2. 2 Nilai p dan k menurut J. Barnett
23
BAB III
METODE PENLITIAN
3.1 Umum
Data yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal dari berbagai
literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahaan yang dibahas.
Beberapa jenis refrensi yang digunakan adalah buku pelajaran Teknik sipil jurnal
ilmiah cetak maupun edisi online dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Data diperoleh dengan melakukan survei di Jln. Goa Gong, Jimbaran, Kec.
Kuta Selatan, Kab. Badung dengan diperoleh data survei sebagai berikut:
1. Tipe jalan.
2. Lebar jalan.
3. Sudut kemiringan tikungan.
4. Nilai superelevasi tikungan.
Gambar 2. 16 Jalan Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab. Badung
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Data-data tersebut diperoleh dengan melakukan pengamatan serta perhitungan
manual dilapangan menggunakan beberapa alat yang bersifat konvensional antaa
lain, sebagai berikut:
1. Unting-unting
2. Meteran
3. Benang
4. Penggaris
5. Busur
25
4.2 Gaya Sentrifugal dan Superelevasi
Data surve tukungan Jln. Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab.
Badung, sebagai berikut:
a. Tipe jalan Lokal.
b. Lebar jalan 5,4 m
c. Sudut kemiringan tikungan lebih besar dari 4.55o
d. Nilai supelevasi:
e = sin α x 100%
= sin 4,55⁰ x 100%
= 7,93%
Gambar 2. 17 Mengukur Lebar Jalan Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab.
Badung
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
26
Data teoritis menurut Bina Marga untuk tikungan Jalan Goa Gong dengan betuk
full circle sebagai berikut:
a. Tipe jalan lokal.
b. Kecepatan rencana 30 km/jam.
c. Jari-jari tikungan 90 m.
d. Sidut kemiringan tikungan lebih besar dari 4,40⁰
e. Nilai Superelevasi:
e = 7,67%
Perhitungan secara teoritis
𝐺 𝑣2
G sin α > 𝑔 x cos α
𝑅
sin 𝛼 𝑣2
> 𝑔𝑅
cos 𝛼
𝑣2
tan α > 𝑔 𝑅
(30000⁄3600)2
tan α > 10 𝑥 90
e = sin α x 100%
= sin 4,40⁰ x 100%
= 7,67%
Berdasarkan hasil surve dan perhitungan teoritis maka superelevasi pada tikungan
Jln. Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab. Badung sudah sesuai dengan
Peraturan Bina Marga.
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada Bab II, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kendaraan yang bergerak pada lengkung horizontal akan mengalami gaya
sentrifugal. Gaya sentrifugal sendiri memberi efek dorongan keluar lajur
pada kendaraan yang dirasakan oleh pengemudi.
2. Gaya sentrifugal tersebut akan diimbangi oleh :
a. Gaya gesek melintang antar ban kendaraan dengan permukaan jalan,
b. Komponen berat kendaraan akibat kemiringan melintang
permukaan jalan.
3. Lengkung Peralihan merupakan lengkung untuk tempat peralihan
penampang melintang dari jalan lurus dari jalan lurus ke jalan dengan
superelevasi.
4. Panjang lengkung peralihan yang dibutuhkan haruslah memenuhi batasan
akan :
a. Kelandaian relative maksimum yang diperkenankan.
b. Bentuk lengkung spiral.
c. Panjang lengkung peralihan berdasarkan modifikasi SHORTT.
d. Lama perjalanan yang dilakukan pengemudi selama 2 detik menurut
ASSHTO dan 3 detik menurut Bina Marga (luar kota) untuk
menghindari kesan patahnya tepi perkerasan.
5. Diagram Superelevasi menggambarkan besarnya kemiringan melintang
disetiap titik pada lengkung horizontal.
6. Bentuk-bentuk Lengkung Horizontal antara lain :
a. Lengkung Full Circle
b. Lengkung Spiral Circle Spiral
c. Lengkung Spiral – Spiral.
28
5.2 Saran
Saran yang dapat kelompok kami sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Dalam merancang tikungan horinzontal, harus diperhatikan kemiringan
tikungan agar gaya sentrifugal yang timbul dapat diimbangi dengan
maksimal. Kemiringan tikungan tergantung pada kondisi topografi dan
kondisi lingkungan. American Association of State Highway and
Transportation officials (AASTHO) menganjurkan pemakaian beberapa
nilai superelvasi maksimum yaitu 0,04 ; 0,06 ; 0,08 ; 0,10; dan 0,12.
Menurut Bina Marga, Indonesia saat ini umumnya menggunakan nilai
superelevasi 0,08 dan 0,10. Sedangkan untuk luar kota, Bina Marga
menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk kecepatan rencana yang
lebih besar dari 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam,
sedangkan untuk jalan dalam kota digunakan superelevasi maksimum 6%.
2. Lengkung peralihan dalam perencanaan juga perlu diperhatikan guna
menghindari efek patah yang terjadi antara bagian lurus dengan bagian
lengkung tikungan yang dapat mengganggu kenyamanan dan keamanan
pengemudi.
3. Dalam melakukan survei disarankan untuk menggunakan alat-alat yang
lebih memadai dan sesuai standar, hal tersebut ditujukan agar data hasil
survei yang diperoleh benar dan akurat.
29
DAFTAR PUSTAKA
30