Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Geojal Gaya Sentrifugal Dan Lengkung Perlihan-1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

GAYA SENTRIFUGAL DAN

LENGKUNG PERALIHAN

Oleh :
Kelompok 6
1. I Kade Edwin Baskara Adityananta (1705511019)
2. I Gede Bayu Wedananta (1705511029)
3. Aldo Umbu Zogaraa (1705511030)
4. I Wayan Ditya Krisnayana (1705511031)
5. Yafet Singanom Kangkam (1705511032)
6. Kadek Dwi Budi Wiartini (1705511037)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-
Nya lah kami selaku kelompok 6 dapat menyelesaikan laporan mata kuliah
Geometri Jalan makalah “Gaya Sentrifugal dan Lengkung Peralihan” ini tepat
waktu sesuai dengan yang dijadwalkan. Kami menyadari bahwa mungkin dari
beberapa sudut pandang pembaca masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu
kami mohon maaf, kamipun sangat mengharapkan saran serta kritik yang
membangun untuk kesempurnaan tugas yang telah kami susun ini dan dalam
penyusunan makalah lain dimasa depan.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. I W.
Suweda, MSP. MPhil. Selaku dosen pengajar Geometri Jalan, serta pihak lain yang
telah memberikan informasi, dorongan, bantuan, dan perhatian kepada tim penulis,
sehingga kami dapat melaksanakannya sesuai prosedur. Kami harapkan semoga
laporan tugas Geometri Jalan ini dapat memberikan manfaat dan dapat dijadikan
contoh penulisan makalah yang sejenis bagi kita semua, khususnya Mahasiswa
Program Studi Teknik Sipil Universitas Udayana.

Bukit Jimbaran, Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Pengertian Gaya Sentrifugal .......................................................................... 3
2.2 Cara Mengimbangi Gaya Sentrifugal pada Tikungan ................................... 4
2.2.1 Cara Mengimbangi Gaya Sentrifugal pada TikunganError! Bookmark not
defined.
2.2.2 Cara Mengimbangi Gaya Sentrifugal pada TikunganError! Bookmark not
defined.
2.3 Definisi Lengkung Peralihan ......................................................................... 8
2.4 Bentuk Lengkung Peralihan ........................................................................ 10
2.4.1 Panjang Lengkung Peralihan Berdasarkan Rumus SHORTT ......... 13
2.4.2 Panjang Lengkung Peralihan Perencanaan ...................................... 14
2.5 Penurunan Diagram Superelevasi ................................................................ 14
2.6 Bentuk Lengkung Horizontal ...................................................................... 17
2.6.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana (circle) ............................... 17
2.6.2 Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan (spirl-
circle-spiral) ..................................................................................... 19
2.6.3 Lengkung Tanpa Busur Lingkaran (spirl-spiral) ............................. 21
BAB III METODE PENLITIAN .......................................................................... 24
3.1 Umum .......................................................................................................... 24
3.2 Pengumpulan Data ....................................................................................... 24
3.3 Analisis Data ................................................................................................ 24
3.4 Penarikan Kesimpulan ................................................................................. 24
3.5 Pelaksanaan Surve ....................................................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 25
4.1 Umum .......................................................................................................... 25
4.2 Gaya Sentrifugal dan Superelevasi .............................................................. 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 28
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 28
5.2 Saran ............................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Gaya Sentrifugal di Tikungan ............................................................ 3
Gambar 2. 2 Gaya-gaya Pada Tikungan ................................................................. 4
Gambar 2. 3 Kurva Korelasi Antara Koefisien Gesekan Melintang Maksimum dan
Kecepatan Rencana ................................................................................................. 5
Gambar 2. 4 Kemiringan Jalan Mempengaruhi Gaya Sentrifugal .......................... 6
Gambar 2. 5 Panjang Lengkung Peralihan menurut Bina Marga ......................... 10
Gambar 2. 6 Panjang Lengkung Peralihan menurut AASHTO ....................... 10
Gambar 2. 7 Lengkun Spiral ................................................................................. 11
Gambar 2. 8 Lengkung Peralihan Berbentuk Spiral pada Lengkung Horizontal . 13
Gambar 2. 9 Perubahan Kemiringan Melintang ................................................... 15
Gambar 2. 10 Diagram Superelevasi dengan Sumbu Jalan Sebagai Sumbu Putar 15
Gambar 2. 11 Diagram Superelevasi dengan Tepi dalam Perkerasan sebagai Sumbu
Putar pada Jalan Tanpa Median ............................................................................ 16
Gambar 2. 12 Diagram Superelevasi dengan Tepi luar Perkerasan Sebagai Sumbu
Putar pada jalan tanpa median .............................................................................. 16
Gambar 2. 13 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana .......................................... 18
Gambar 2. 14 Lengkung Spiral-circle-spiral ......................................................... 20
Gambar 2. 15 Lengkung Spiral-circle-spiral ......................................................... 22
Gambar 2. 16 Jalan Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab. Badung ....... 25
Gambar 2. 17 Mengukur Lebar Jalan Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab.
Badung .................................................................................................................. 26
Gambar 2. 18 Mencari Sudut Kemiringan Tikungan ............................................ 26

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Kemiringan Melintang Berdasarkan Kecepatan Rencana ..................... 8
Tabel 2. 2 Nilai p dan k menurut J. Barnett .......................................................... 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Pengerjaan jalan sebagai prasarana dari lalu intas dibutuhkan
perencanaan geometri jalan yang matang demi keberhasilan pembangunan jalan
itu sendiri. Perencanaan geometri jalan merupakan perencanaan yang lebih
dititikberatkan pada bentuk fisik jalan. Parameter perencanaan jalan tersebut
meliputi kendaraan rencana, macam-macam kecepatan, kecepatan rencana jalan/
design speed (kontur/topogagi medan, trase analisis medan,jenis-jenis kecepatan),
volume lalu lintas, jarak pandang, dan lainnya. Dalam perencanaan tersebut juga
dibutuhkan perhitungan salah satunya pergitungan pada rencana tikugan yang akan
dibuat pada perencanan jalan yang mana tikungan merupakan bagian paling kristis
dari sebuah perencanaan alinemen horizontal jalan.
Perencanaan tikungan meliputi jari-jari lengkung minimum tikungan, bentuk
kelengkungan, sudut tikungan, kelandaian, dan lainnya. Didalam perencanaan
tikungan jalan adanya gaya sentrifugal menyebabkan ketidaknyamanan bagi
pengemudi dan kendaraannya harus diperhatikan oleh karena itu diperlukan gaya
penyeimbang baik itu dari kemiringan melintang (superelevasi) dan gaya gesek
antar ban kendaraan dan permukaan jalan. Didalamnya juga termasuk perencanaan
lengkung perlihan guna mengontrol gerak gerak kendaraan ketika melewati
tikungan agat tidak keluar lajur yang dilalui. Terlepas dari semua hal yang harus
diperhatikan diatas, intinya perencanaan geometri jalan harus menghasilkan
infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu lintas, dan memaksimalkan
ratio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan, ruang, bentuk, dan ukuran jalan yang
baik serta tentunya rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan.
Penumpukan Makalah memuat materi-materi seperti yang telah disebutkan
sebagai salah satu sumber pilihan bagi mahasiswa. Adapun disarankan untuk
membaca pula sumber bacaan yang terdapat dalam daftar pustaka.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas terdapat beberapa
rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana definisi gaya sentrifugal?
2. Bagaimana cara mengimbangi gaya sentrifugal pada tikungan?
3. Bagaimana definisi lengkung peralihan?
4. Bagaimana bentuk lengkung peralihan?
5. Bagaimana penurunan diagram superelevasi?
6. Apa saja bentuk-bentuk lengkung horizontal?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan dari penulisan paper ini
antara lain:
1. Memahami definisi gaya superelevasi.
2. Mengetahui cara mengimbangi efek gaya sentrifugal yang ditimbulkan.
3. Memahami definisi lengkung peralihan.
4. Mengetahui bentuk lengkung peralihan.
5. Mengetahui penurunan diagram superelevasi.
6. Mengetahui dan mampu membedakan bentuk-bentuk lengkung horizontal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gaya Sentrifugal


Tikungan merupakan bagian paling riskan dari suatu perencanaan jalan.
Yangmana dalam tikungan terdapat gaya yang memberi efek melempar kendaraan-
kendaraan yang disebut gaya sentrifugal. Gaya sentrifugal memberi pengaruh
dorongan pada kendaraan secara radial, hal tersebut merupakan efek semu yang
ditimbulkan ketika sebuah benda melakukan gerak melingkar saat melintasi
tikungan.
Arah gaya sentrifugal selalu menjauhi pusat lingkaran dalam artian jika tidak
gaya lain yang mengimbangi gaya sentrifugal yang muncul, maka akan
mengakibatkan rasa tidak nyaman bagi pengendara yang merasakan efek terlempar
atau bahkan kendaraan akan keluar dari sumbu lajur jalan seperti yang dijelaskan
diatas. Adapun rumus gaya sentrifugal adalah:

Gambar 2. 1 Gaya Sentrifugal di Tikungan


(Sumber: http://goo.gl/images/3pZfv6)

3
𝐺𝑉 2
Menurut F = 𝑔𝑅

dimana :
𝐺
m = massa (𝑔)

G = berat kendaraan
g = gravitasi bumi
𝑉2
a = percepatan gaya sentrifugal ( 𝑅 )

V = kecepatan kendaraan
R = jari-jari lengkung tikungan

2.2 Cara Mengimbangi Gaya Sentrifugal pada Tikungan

Gambar 2. 2 Gaya-gaya Pada Tikungan


Sumber: (Sukirman, 1994)

Untuk dapat menciptakan rasa nyaman dan keadaan stabil/setimbang


pengendara dan kendaraannya saat melewati tikungan, maka perlu adanya gaya lain
yang dapat mengibangi atau meng-limit gaya sentrifugal yang muncul tersebut.
Adapun gaya yang dapat mengimbangi tersebut dapat diciptakan melalui:
2.2.1 Gaya Gesek Melintang antar Ban Kendaraan dengan Permukaan Jalan
Gaya gesek melintang (Fs) adalah besarnya gesekan yang muncul antara ban
dan permukaan jalan dalam arah melintang jalan yang berfungsi untuk
mengimbangi gaya sentrifugal. Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan
gaya normal yang bekerja disebut koefesien gesekan melintang.
Besarnya koefisien gesekan melintang dipengaruhi oleh beberapa factor
seperti jenis dan kondisi ban, tekanan ban, kekasaran permukaan perkerasan,
kecepatan kendaraan, dan keadaan cuaca. Dari kurva dibawah dapat dilihat bahwa

4
adanya perbedaan nilai koefesien gesekan melintang jalan. Perbedaan nilai yang
diperoleh untuk satu nilai kecepatan dapat disebabkan oleh perbedaan kekasaran
permukaan jalan, cuaca, dan kondisi serta jenis ban. Pada Gambar 2. 3 Kurva
Korelasi Antara Koefisien Gesekan Melintang Maksimum dan Kecepatan Rencana dapat
dilihat besarnya koefisien gesekan melintang jalan yang diperoleh oleh beberapa
peneliti..
Nilai koefisien gesekan melintang yang dipergunakan untuk perencanaan
haruslah merupakan nilai yang telah mempertimbangan factor keamanan
pengemudi, sehingga bukanlah merupakan nilai maksimum yang terjadi. Untuk
kecepatan rendah diperoleh koefisien gesekan melintang yang tinggi dan untuk
kecepatan tinggi diperoleh koefisien gesekan melintang yang rendah. Untuk
perencanaan disarankan mempergunakan nilai koefisien gesekan melintang
maksimum seperti garis lurus pada gambar kurva.

Gambar 2. 3 Kurva Korelasi Antara Koefisien Gesekan Melintang Maksimum dan


Kecepatan Rencana
Sumber: (Sukirman, 1994)

5
2.2.2 Komponen Berat Kendaraan Akibat Kemiringan Melintang Permukaan
Jalan

Gambar 2. 4 Kemiringan Jalan Mempengaruhi Gaya Sentrifugal


(Sumber: http://goo.gl/images/J2YoVw)

Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal didapatkan


dengan membuat kemiringan melintang jalan, yang disebut dengan superelevasi.
Semakin besar superelevasi maka semakin besar pula komponen berat kendaraan
yang diperoleh. Besar kemiringan juga mempengaruhi jari-jari tikungan, semakin
besar kemiringannya, maka semakin kecil pula jari-jari tikungan. Tetapi untuk
kepentingan kenyamanan dan keamanan, telah ditetapkan besarnya nilai
superelevasi maksimum. Adapun superelevasi yang diterapkan pada tikungan jalan
juga dibatasi oleh beberapa kondisi dan keadaan, meliputi:
a. Jalan yang berada di daerah penghujan, berkabut, atau bahkan bersalju,
superelevasi maksimum lebih rendah daripada jalan yang berada didaerah yang
selalu bercuaca baik.
b. Keadaan medan. Keadaan medan yang datar, superelevasinya dapat dipilih
lebih tinggi daripada daerah perbukitan dan pegunungan. Dalam hal ini batasan
superelevasi maksimum yang dipilih lebih ditentukan dari tingkat kerumitan
yang dialami dalam hal pembuatan dan pelaksanaan dari jalan dengan
superelevasi maksimum yang besar. Disisi lain superelevasi maksimum yang

6
terlalu tinggi akan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pengendara yang
melajukan kendaraannya dengan kecepatan rendah.
c. Komposisi jenis kendaraan. Banyaknya kendaraan berat yang bergerak lebih
lambat serta kendaraan yang ditarik oleh hewan atau kendaraan tak bermesin,
mengakibatkan gerak lalu lintas menjadi tidak menentu. Pada kondisi seperti ini
lebih baik menerapkan nilai superelevasi maksimum yang lebih rendah.
d. Keadaan lingkungan, perkotaan (urban) atau luar kota (rural). Kemacetan,
banyaknya persimpangan, rambu- rambu jalan raya yang harus diperhatikan,
arus pejalan kaki, kepadatan arus lalu lintas, hal-hal tersebut diatas merupakan
alasan mengapa didaerah dalam kota lebih disarankan untuk memilih
superelevasi maksimum yang lebih kecil dari daerah luar kota.
Tentu factor-faktor kondisi pembatas diatas berbeda- beda disetiap tempat,
oleh karena itu akan timbul nilai superlevasi maksimum yang beragam yang
dipebolehkan untuk setiap tempat dan negara. Menurut Silvia Sukirman (1994)
menyatakan bahwa untuk daerah yang licin akibat hujan atau kabut sebaiknya
superelevasi (e) maksimum 8% dan didaerah dimana sering terjadi kemacetan
dianjurkan menggunakan e maksimum 4-6%.
Pada daerah persimpangan tempat pertemuan beberapa jalur jalan, e
maksimum yang dipergunakan sebaiknya rendah, bahkan dapat tanpa superelevasi.
American Association of State Highway and Transportation officials (AASTHO)
menganjurkan pemakaian beberapa nilai superelvasi maksimum yaitu 0,04 ; 0,06 ;
0,08 ; 0,10; dan 0,12. Menurut Bina Marga, Indonesia saat ini umumnya
menggunakan nilai superelevasi 0,08 dan 0,10. Sedangkan untuk luar kota, Bina
Marga menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk kecepatan rencana yang
lebih bedar dari 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam, sedangkan
untuk jalan dalam kota digunakan superelevasi maksumum 6%.
Untuk kecepatan rencana kurang dari 80 km/jam berlaku persamaan, f = -
0,00065 V + 0,192 dan untuk kecepatan rencana antara 80-120 km/jam berlaku
persamaan f = -0,00125 V + 0,24.

7
Tabel 2. 1 Kemiringan Melintang Berdasarkan Kecepatan Rencana

Vr = 20 Vr = 30 Vr = 40
R (m) km/jam km/jam km/jam
e% e% e%
70 2,4 6,3 8,8
65 2,5
60 2,6 7,1 9,4
55 2,8
50 2,9 8,0 9,9
45 3,0 8,4
40 3,1 8,9
35 3,2 9,4
30 3,3 9,8
25 3,5
20 3,6
15 4
5 4
(Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, 1997)

2.3 Definisi Lengkung Peralihan


Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari yang berubah
beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus
dan bagian lingkaran serta sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang
berbeda. Secara teoritis perubahan jurusan yang dilakukan pengemudi dari jalan
lurus (R = ∞) ke tikungan berbentuk busur lingkaran (R=R) harus dilakukan dengan
mendadak. Tetapi hal ini tidak perlu dikalukan karena:
a. Pada pertama kali membelok yang dibelokkan adalah roda depan, sehingga
jejak roda akan melintasi lintasan peralihan dari jalan lurus ke tikungan
berbentuk busur lingkaran.

8
b. Akibat keadaan diatas, gaya sentrifugal yang timbul pun berangsur-angsur dari
R = ∞ dari jalan lurus sampai R = Rc pada tikungan yang berbentuk busur
lingkaran.
Pada keadaan dilapangan ketika kendaraan sebut saja sebuah mobil melewati
suatu tikungan tajam terkadang mobil akan keluar atau menyimpang dari lajur yang
telah dilalui, mengambil lajur di sebelahnya. Guna menghindari hal tersebut, maka
diperlukan lengkung dimana lengkung tersebut merupakan peralihan dari R = ∞ ke
R = Rc. Lengkung inilah yang disebut lengkung peralihan. Lengkung peralihan
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti sifat pengemudi, kecepatan kendaraan, radius
lengkung, dan kemiringan melintang jalan. Adapun beberapa keuntungan dari
penggunaan lengkung peralihan pada alinemen horizontal:
a. Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti lajur yang telah disediakan, tanpa
menyimpang melitasi lajur yang berdampingan.
b. Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke
kemiringan sebesar superelevasi secara berangsur-angsur sesuai dengan gaya
sentrifugal yang timbul.
c. Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran perkerasan yang diperlukan
dari jalan lurus ke kebutuhan lebar perkerasan pada tikungan-tikungan yang
tajam.
d. Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi, karena kemungkinan
untuk pengemudi keluar lajur sangat kecil.
e. Tidak memberi efek patah pada tikungan tajam jalan dari peralihan bagian
lurus menuju lengkung tikungan.
Menurut Bina Marga panjang peralihan diperhitungkan sepanjang mulai dari
penampang melintang berbentuk crown sampai penampang melintang
dengan kemiringan sebesar superelevasi (Gambar 2. 5 Panjang Lengkung Peralihan
menurut Bina Marga). Sedangkan AASHTO memperhitungkan lengkung peralihan
dari penampang melintang berbentuk sampai penampang dengan kemiringan
superelevasi (Gambar 2. 6 Panjang Lengkung
Peralihan menurut AASHTO).

9
Gambar 2. 5 Panjang Lengkung Gambar 2. 6 Panjang Lengkung
Peralihan menurut Bina Marga Peralihan menurut AASHTO
Sumber: (Sukirman, 1994) Sumber: (Sukirman, 1994)

2.4 Bentuk Lengkung Peralihan


Bentuk lengkung peralihan yang paling baik adalah lengkung clothoid atau
spiral. Pada gambar diperoleh keterangan sebagai berikut:

10
Gambar 2. 7 Lengkun Spiral
Sumber: (Sukirman, 1994)

O= titik peralihan dari bagian tangen kebagian spiral.


P = titik sembarang pada spiral
Π = sudut antara garis singgung dari titil P dan sumbu X
x = absis titik P
y = ordinat titik P
R = radius pada titik P
L = panjang spiral diukur dari titik O ke titik P.
Pada awal lengkung peralihan dititik O, R = ∞ pada sembarang titik dalam
lengkung peralihan R = R.
dl = R d π…………………………….(1)
dx = dl cos d π
dy = dl sin d π
syarat lengkung clothoid/spiral adalah radius pada sembarang titik berbanding
terbalik dengan panjang lengkung. RL = 𝐴2
𝐴2
R = 𝐿 , A² = Konstanta……………..(2)

Substitusikan persamaan (1) ke persamaan (2)


𝐴²
dL = dπ
𝐿
𝐿
dπ = dL
𝐴²

11
𝐿²
π = 2𝐴² ………………(c)

L² = 2A² . π
L = 𝐴√2𝜋
Substitusikan persamaan (b) ke persamaan (c)
𝐿 𝐿
π = 2𝑅 radial, dengan demikian besarnya sudut spiral π = 2𝑅
𝐴² 𝐴
R= = …………….(d)
𝐿 √2𝜋
𝐴²
dx= cos π dπ
𝐿
𝐴
dx= cos π dπ
√2𝜋
𝜋 𝐴
x = ∫0 cos π dπ
√2𝜋

dy= dL sin π
𝐴
dy= sin π dπ
√2𝜋
𝜋 𝐴
y = ∫0 sin π dπ
√2𝜋

maka dengan menghitung fungsi sinus dan cosinus serta mengintegrasi, dan
merubah derajat, akan diperoleh :
𝐿2 𝐿4 𝐿6
x = L (1 − + + + ⋯……….)
40𝑅 2 345𝑅 4 599040𝑅 6
𝐿² 𝐿2 𝐿4 𝐿6
y = 6𝑅 (1 − + + + ⋯……)
56𝑅 2 7040𝑅 4 1612800𝑅 6

Jika disederhanakan maka :


𝐿²
x = L (1 − 40𝑅²)……………(e)
𝐿²
y = 6𝑅 ……………………… (f)

Berikutnya dalam gambar 2.6 didapatkan


dR = y + R cos π – R
𝑥𝑚 = x – R sin π
Dari uraian-uraian diatas didapatlah koordinat sembarang titik P pada lengkung
peralihan yang berbentuk spiral.

12
Gambar 2. 8 Lengkung Peralihan Berbentuk Spiral pada Lengkung Horizontal
Sumber: (Sukirman, 1994)

Pada gambar tersebut titik T merupakan titik permulaan bagian spiral


dengan radius tak berhigga ke titik SC, akhir dari spiral dengan radius = Rc. Jika
panjang lengkung peralihan dari TS ke SC adalah Ls dan koordinat titik SC adalah
Xs dan Ys, maka dengan menggunakan persamaan (e) dan (f) diperoleh,
𝐿𝑠²
Xs = Ls (1 − 40𝑅𝐶²)……………………...(g)
𝐿𝑠²
Ys =6𝑅𝐶 ………………………..................(h)

Besarnya sudut spiral Ꝋs sepanjang


𝐿𝑠
Ls = 2𝑅𝑐 ……(i)
90 𝐿𝑠
Ꝋs = …………………………………(j)
𝜋 𝑅𝐶
𝐿𝑠²
P = 6𝑅𝐶 – RC ( 1- cos Ꝋs)……………....(k)
𝐿𝑠 ᵌ
K = Ls – 40𝑅𝐶² - RC sin Ꝋs……………..(l)

2.4.1 Panjang Lengkung Peralihan Berdasarkan Rumus SHORTT


Setiap Gaya sentrifugal akan berubah secara cepat jika panjang spiral yang
dipergunakan pendek, sebaliknya gaya sentrifugal akan berubah secara perlahan-
𝑚𝑉²
lahan jika panjang spiral cukup panjang. F = , waktu untuk kendaraan bergerak
𝑅
𝐿𝑠
sepanjang lengkung spiral sepanjang Ls, adalah t = .
𝑉

13
Perubahan gaya rata-rata sepanjang waktu tempuh sepanjang spiral,
𝐹 𝑚𝑉 2 /𝑅 𝑚𝑉 3
= = .
𝑡 𝐿𝑠/𝑉 𝑅𝐿𝑠

Perubahan percepatan kearah radial untuk setiap satuan waktu (C)


𝑎 𝑉3 𝑉3
C = 𝑡 = 𝑅𝐿𝑠, maka Ls = 𝑅𝐶.

Dengan satuan dari besaran-besaran tersebut adalah


V = kecepatan rencana (km/jam)
C = perubahan percepatan (m/det³) yang bernilai 1-3 m/det³
Ls = panjang lengkung spiral (m)
R = jari –jari busur lingkaran (m)
𝑉³
Rumus SHORTT , Ls = 0,022 𝑅𝐶 ……………(m)

Untuk mengimbangi gaya sentrifugal sebenarnya telah dibuatkan


superelevasi, oleh karena itu gaya yang bekerja adalah gaya sentrifugal dan
komponen berat kendaraan akibat dibuatnya kemiringan melintang sebesar
𝑉³
superelevasi. Dengan demikian rumus SHORTT menjadi : Ls = 0,022 – 2,727
𝑅𝐶
𝑉𝑒
………………(n), sering disebut rumus MODIFIKASI SHORTT.
𝐶

2.4.2 Panjang Lengkung Peralihan Perencanaan


Panjang lengkung peralihan Ls yang dipilih untuk perencanaan merupakan
panjang terpanjang dari pemenuhan persyaratan untuk :
a. Kelandaian relative maksimum yang diperkenankan.
b. Panjang lengkung peralihan berdasarkan modifikasi SHORTT.
c. Lama perjalanan yang dilakukan pengemudi selama 2 detik menurut SHORTT
dan 3 detik menurut Bina Marga (luar kota) yang berguna untuk menghindari
kedan patahnya tepi perkerasan.
d. Bentuk lengkung spiral. Panjang lengkung spiral berdasarkan persamaan i atau
j merupakan fungsi dalam sudut spiral Ꝋs.

2.5 Penurunan Diagram Superelevasi


Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng
normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan mempergunakan diagram

14
superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik disuatu
lengkung horizontal yang direncanakan.

Gambar 2. 9 Perubahan Kemiringan Melintang


Sumber: (Sukirman, 1994)

Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai


garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positif atau negative ditinjau dari
ketinggian sumbu jalan. Tanda positif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak
lebih tinggi dari sumbu jaan dan tanda negative untuk elevasi tepi perkerasan yang
terletak lebih rendah dari sumbu jalan.
Pada jalan tanpa median yang mempergunakan sumbu jalan sebagai smbu
putar, maka diagram elevasinya seperti Gambar 2. 10 Diagram Superelevasi dengan
Sumbu Jalan Sebagai Sumbu Putar. Metode ini paling umum diterapkan untuk jalur 2
arah 2 arah tanpa median jalan. Metode ini tidak mengganggu perencanaan
penampang memanjang jalan yang bersangkutan.

Gambar 2. 10 Diagram Superelevasi dengan Sumbu Jalan Sebagai Sumbu Putar


Sumber: (Sukirman, 1994)

15
Jika perkerasan diputar dengan menggunakan tepi dalam perkerasan sebagai
sumbu putar, maka akan memberikan keuntungan dilihat dari sudut keperluan
drainase jalan dan keperluan estetis jalan yang bersangkutan. Hanya saja pada
sumbu jalan berubah kedudukannya dilihat dari kondisi jalan lurus.

Gambar 2. 11 Diagram Superelevasi dengan Tepi dalam Perkerasan sebagai Sumbu Putar
pada Jalan Tanpa Median
Sumber: (Sukirman, 1994)

Metode ketiga yaitu dengan menggunakan tepi luar perkerasan sebagai


sumbu putar. Metode ini jarang digunakan, karena umumnya tidak memberikan
keuntungan-keuntungan sebagaimana cara-cara yang lain, kecuali untuk
penyesuaian dengan keadaan medan seperti Gambar 2. 12 Diagram Superelevasi
dengan Tepi luar Perkerasan Sebagai Sumbu Putar pada jalan tanpa median.

16
Gambar 2. 12 Diagram Superelevasi dengan Tepi luar Perkerasan Sebagai Sumbu Putar
pada jalan tanpa median
Sumber: (Sukirman, 1994)
Untuk jalan raya dengan median cara pencapaian kemiringan tersebut
tergantung dari lebar serta bentuk penampang melintang median yang bersangkutan
dan dapat dilakukan dengan salah satu dari ketiga cara berikut:
a. Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-
masing jalur jalan sebagai sumbu putar.
b. Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri-sendiri dengan sisi-sisi
median sebagai sumbu putar, dengan median dbuat tetap dalam keadaan datar.
c. Seluruh jalan termasuk median diputar dalam satu bidang yang sama, sumbu
putar adalah sumbu median.

2.6 Bentuk Lengkung Horizontal


2.6.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana (circle)
Suhu Lengkung dengan radius besar yang dapat dibentuk busur lingkaran
sederhana. Pada tikungan yang tajam, dimana radius lengkung kecil dan
superelevasi yang dibutuhkan besar, lengkung berbentuk busur lingkaran akan
menyebabkan perubahan kemiringan melintang yang besar yang mengakibatkan
timbulnya kesan patah pada tepi perkerasan sebelah luar. Dampak negative tersebut
dapat diminimalkan dengan membuat lengkung peralihan seperti yang telah
dijelaskan. Nilai superelevasi untuk merancang lengkung busur lingkaran

17
sederhana yang dibutuhkan kurang dari atau sama dengan 3%, nilai tersebut
merupakan nilai lengkung busur lingkaran yang memiliki radius lengkung besar.

Gambar 2. 13 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana


Sumber: (Sukirman, 1994)
Gambar 2.13 diatas merupakan gambar dari lengkung horizontal busur
lingkaran sederhana. Bagian lurus jalan ( kiri TC atau di kanan CT ) dinamakan
bagian “tangen”. Titik peralihan dari bentuk tangen ke bentuk busur lingkaran
dinamakan titik TC dan titik perlaihan dari busur lingkaran ke tangen dinamakan
titik CT. Jika bagian-bagian lurus dari jalan tersebut diteruskan akan memotong
tiitk yang diberi tanda PH ( perpotingan horizontal), sudut yang dibentuk oleh kedua
garis lurus tersebut, dinamakan sudut perpotongan, diberi tanda β. Jarak antar TC-
PH diberi tanda Tc. Ketajaman lengkung dinyatakan oleh radius Rc. Jika lengkung
yang simetris, maka garis 0-PH dan busur lingkaran dinamakan Ec. Lc adalah
panjang busur lingkaran.
Tc = Rc tg ½ β
𝑅𝑐 (1−𝑐𝑜𝑠 ½ 𝛽)
Ec = 1
cos 𝛽
2

Ec = Tc th ¼ β
𝛽𝜋
Lc = 180Rc , β dalam derajat

Lc = 0,01745 β Rc, β dalam derajat

18
Lc = β Rc, β dalam radian
Ls` merupakan panjang peralihan fiktif yang mana hal ini disebabkan oleh
pencapian superelevasi didapat dari sebagian pada bagian lengkung jalan dan
sebagian lagi merupakan bagian dari jalan lurus, hal ini disebabkan oleh pada
bagian jalan tersebut tidak ada legkung peralihan. Bina Marga menempatkan ¼ Ls`
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT) dan menempatkan ¾ Ls`
dibagian lurus (kiri TC atau kanan CT). Adapun ASSHTO menempatkan 1/3 Ls`
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC dan kiri CT) dan 2/3 Ls` dibagian lurus
(kiri TC atau kanan CT).
2.6.2 Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan (spirl-circle-
spiral)
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan
alinemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R=∞, R= RC), jadi
lengkung peralihan ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran, yaitu
pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran. Dengan adanya
lengkung peralihan, maka dibuatlah tikungan spiral-circle-spiral (s-c-s). Panjang
lengkung peralihan menurut perencanaan geometri jalan antar kota tahun 1997,
diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan dibawah:
1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum 3 detik, untuk melintasi lenkung
peralihan, maka panjan lengkung :
𝑉𝑟 𝑥 𝑇
Ls = 3,6

2. Berdasarkan antisipasi terhadap gaya sentrifugal, digunakan rumus


modifikasi short, yaitu :
𝑉𝑟³ 𝑉𝑟 𝑥 𝑒
Ls = 0,022 x 𝑅𝑐 𝑥 𝐶 – 2,727 x 𝐶

3. Berdasarkan tingkat pelayanan pencapaian perubahan kelandaian, yaitu :


(𝑒𝑚 – 𝑒𝑛) 𝑥 𝑉𝑟
Ls = 3,6 𝑥 𝑟ₑ

Dengan keterangan :
T = Waktu tempuh (3 detik)
Rc = Jari-jari busur lingkaran dalam meter (m)
C = perubahan percepatan, 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det³
e = superelevasi

19
em = superelevasi maksimum
en = superelevasi normal
rₑ = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan,
Kecepatan rencana sebagai berikut :
1. Untuk Vr ≤ 70 km/jam, rₑ maks = 0,035 m/m/det
2. Untuk Vr ≥ 80 km/jam, rₑ maks = 0,025 m/m/det

Gambar 2. 14 Lengkung Spiral-circle-spiral


Sumber: (Sukirman, 1994)
Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan tikungan s-c-s menurut
buku Konstruksi Jalan Raya, Hamirhan Saodang (2004) adalah sebagai berikut :
1−𝐿𝑠2
Xs = Ls ( 40 𝑅2 )
𝐿𝑠²
Ys = 6𝑅
𝐿𝑠
Ꝋs = 2𝑅𝑐, radial
90𝐿𝑠
Ꝋs = , derajat
𝜋𝑅

∆c = ∆ - 2 Ꝋs
𝐿𝑠²
P = 6𝑅 - R ( 1- cos Ꝋs)
𝐿𝑠³
K = Ls – 40𝑅³ - R sin Ꝋs

20
∆𝑐
Lc = 180 πR

Ts = R + p . tan 2 + k

Es = R + p . sec 2 – R

L = Lc + 2 Ls ,
Dimana :
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titk TS ke SC
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak luruske
titik SC pada lengkung
Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titk TS ke titik SC).
Lc = panjang busur lingkaran ( panjang dari SC ke CS)
Ts = panjang tangen dari titik PI ke titik TS ke titik ST
TS = titik dari tengen ke spiral
SC = titik dari spiral ke lingkaran
Es = jarak dari PI ke busur lingkaran
Ꝋs = sudut lengkung spiral
∆s = sudut lengkung circle
Rc = jari-jari lingkaran
p = pergeseran tangen terhadap spiral
k = absis dari p pada garis tangen spiral
L = panjang tikungan S-C-S
Dengan control : jika diperoleh Lc < 20 m, sebaiknya tidak digunakan
lengkung spiral-circle-spiral, melainkan gunakan lengung spiral-spiral dan jika p
dihitung :
𝐿𝑠²
p = 24 𝑅𝑐 < 25 maka digunakan tikungan jenis full circle.

2.6.3 Lengkung Tanpa Busur Lingkaran (spirl-spiral)


Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral yaitu lengkung tanpa busur
lingkaran, yang mana dalam gambar titik SC berimpit dengan titik Cs. Panjang
busur lingkaran Lc = 0 dan Ꝋs = ½ β. Rc yang dipilih harus sedemikian rupa
sehingga Lc yang dibutuhkan lebih besar dari Ls yang menghasilkan landau relative
minimum yang disyaratkan. Panjang lengkung peralihan Ls yang dipergunakan

21
𝐿𝑠
haruslah yang diperoleh dari persamaan Ꝋs = 2𝑅𝑐, sehingga bentuk lengkung adalah

lengkung spiral dengan sudut Ꝋs = ½ β

Gambar 2. 15 Lengkung Spiral-circle-spiral


Sumber: (Sukirman, 1994)
Rumus- rumus untuk menghitung lengkung spiral-spiral Hamirhan Saoang
(2004) yaitu sebagai berikut :
Ꝋs = ½ ∆, Lc =0
Ltot = 2 Ls
Ꝋs = dicari dengan menggunakan rumus s-c-s
Ꝋ𝑠 𝜋 𝑅
Ls = dalam meter ,
90

dengan catatan bahwa Ls = 1 m dan Ꝋs tertentu dengan menggunakan rumus


𝐿𝑠
lengkung spiral-circle-spiral sepanjang Ls = 2 𝑅𝑐 radial, akan diperoleh Rc, k*, dan
𝐿𝑠²
p* diperoleh dengan menggunakan rumus p = 6𝑅𝑐 – Rc (1-cos 2s) dan rumus k = Ls
𝐿𝑠³
- 40𝑅𝑐² - Rc sin Ꝋs. Untuk Ls = 1 m dan Ꝋs tertentu, Rc dari perhitungan, p = p* x

Ls ; k = k* x Ls.

22
Tabel 2. 2 Nilai p dan k menurut J. Barnett

23
BAB III
METODE PENLITIAN

3.1 Umum
Data yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal dari berbagai
literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahaan yang dibahas.
Beberapa jenis refrensi yang digunakan adalah buku pelajaran Teknik sipil jurnal
ilmiah cetak maupun edisi online dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.

3.2 Pengumpulan Data


Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari berbagai
literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang diperoleh.
Penulisan diupayakan saling terkait antara satu sama lain dan sesuai dengan topik
yang dibahas.

3.3 Analisis Data


Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian.
Kemudia dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telah
dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data yang bersifat
deskriptif argumentative.

3.4 Penarikan Kesimpulan


Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah, tujuan
penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik memprestasikan pokok
bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran praktis sebagai rekomendasi
selanjutnya

3.5 Pelaksanaan Surve


Pelaksanaan survei dilakukan dengan pengamatan langsung yang dilakukan
dengan melihat dan mendokumentasikan bentuk tikungan dan kemiringan
tikungan. Survei dilaksanakan dilakukan di Jln. Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta
Selatan, Kab. Badung pada pukul 23.40 Wita hari minggu 18 November 2018.

24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum
Data diperoleh dengan melakukan survei di Jln. Goa Gong, Jimbaran, Kec.
Kuta Selatan, Kab. Badung dengan diperoleh data survei sebagai berikut:
1. Tipe jalan.
2. Lebar jalan.
3. Sudut kemiringan tikungan.
4. Nilai superelevasi tikungan.

Gambar 2. 16 Jalan Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab. Badung
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)
Data-data tersebut diperoleh dengan melakukan pengamatan serta perhitungan
manual dilapangan menggunakan beberapa alat yang bersifat konvensional antaa
lain, sebagai berikut:
1. Unting-unting
2. Meteran
3. Benang
4. Penggaris
5. Busur

25
4.2 Gaya Sentrifugal dan Superelevasi
Data surve tukungan Jln. Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab.
Badung, sebagai berikut:
a. Tipe jalan Lokal.
b. Lebar jalan 5,4 m
c. Sudut kemiringan tikungan lebih besar dari 4.55o
d. Nilai supelevasi:
e = sin α x 100%
= sin 4,55⁰ x 100%
= 7,93%

Gambar 2. 17 Mengukur Lebar Jalan Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab.
Badung
Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

Gambar 2. 18 Mencari Sudut Kemiringan Tikungan


Sumber: (Dokumentasi Pribadi)

26
Data teoritis menurut Bina Marga untuk tikungan Jalan Goa Gong dengan betuk
full circle sebagai berikut:
a. Tipe jalan lokal.
b. Kecepatan rencana 30 km/jam.
c. Jari-jari tikungan 90 m.
d. Sidut kemiringan tikungan lebih besar dari 4,40⁰
e. Nilai Superelevasi:
e = 7,67%
Perhitungan secara teoritis
𝐺 𝑣2
G sin α > 𝑔 x cos α
𝑅

sin 𝛼 𝑣2
> 𝑔𝑅
cos 𝛼

𝑣2
tan α > 𝑔 𝑅

(30000⁄3600)2
tan α > 10 𝑥 90

tan α > 0,077


α > tan-1 0,077
α > 4,40O

e = sin α x 100%
= sin 4,40⁰ x 100%
= 7,67%

Berdasarkan hasil surve dan perhitungan teoritis maka superelevasi pada tikungan
Jln. Goa Gong, Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab. Badung sudah sesuai dengan
Peraturan Bina Marga.

27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada Bab II, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kendaraan yang bergerak pada lengkung horizontal akan mengalami gaya
sentrifugal. Gaya sentrifugal sendiri memberi efek dorongan keluar lajur
pada kendaraan yang dirasakan oleh pengemudi.
2. Gaya sentrifugal tersebut akan diimbangi oleh :
a. Gaya gesek melintang antar ban kendaraan dengan permukaan jalan,
b. Komponen berat kendaraan akibat kemiringan melintang
permukaan jalan.
3. Lengkung Peralihan merupakan lengkung untuk tempat peralihan
penampang melintang dari jalan lurus dari jalan lurus ke jalan dengan
superelevasi.
4. Panjang lengkung peralihan yang dibutuhkan haruslah memenuhi batasan
akan :
a. Kelandaian relative maksimum yang diperkenankan.
b. Bentuk lengkung spiral.
c. Panjang lengkung peralihan berdasarkan modifikasi SHORTT.
d. Lama perjalanan yang dilakukan pengemudi selama 2 detik menurut
ASSHTO dan 3 detik menurut Bina Marga (luar kota) untuk
menghindari kesan patahnya tepi perkerasan.
5. Diagram Superelevasi menggambarkan besarnya kemiringan melintang
disetiap titik pada lengkung horizontal.
6. Bentuk-bentuk Lengkung Horizontal antara lain :
a. Lengkung Full Circle
b. Lengkung Spiral Circle Spiral
c. Lengkung Spiral – Spiral.

28
5.2 Saran
Saran yang dapat kelompok kami sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Dalam merancang tikungan horinzontal, harus diperhatikan kemiringan
tikungan agar gaya sentrifugal yang timbul dapat diimbangi dengan
maksimal. Kemiringan tikungan tergantung pada kondisi topografi dan
kondisi lingkungan. American Association of State Highway and
Transportation officials (AASTHO) menganjurkan pemakaian beberapa
nilai superelvasi maksimum yaitu 0,04 ; 0,06 ; 0,08 ; 0,10; dan 0,12.
Menurut Bina Marga, Indonesia saat ini umumnya menggunakan nilai
superelevasi 0,08 dan 0,10. Sedangkan untuk luar kota, Bina Marga
menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk kecepatan rencana yang
lebih besar dari 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam,
sedangkan untuk jalan dalam kota digunakan superelevasi maksimum 6%.
2. Lengkung peralihan dalam perencanaan juga perlu diperhatikan guna
menghindari efek patah yang terjadi antara bagian lurus dengan bagian
lengkung tikungan yang dapat mengganggu kenyamanan dan keamanan
pengemudi.
3. Dalam melakukan survei disarankan untuk menggunakan alat-alat yang
lebih memadai dan sesuai standar, hal tersebut ditujukan agar data hasil
survei yang diperoleh benar dan akurat.

29
DAFTAR PUSTAKA

Adisuraji. (n.d.). BAB IV Alinemen Horizontal. Retrieved Oktober 5, 2018


Kusmawan. (2012). Kenapa pada Tikungan Jalan Dibuat Miring Kedalam.
Retrieved Oktober 1, 2018, from
http://cousbravo.blogspot.com/2012/04/kenapa-pada-tikungan-jalan-
dibuat.html?m=1
Oberlin, H. (2014). BAB II Landaan Teori dalam Merencanakan Geometri Jalan.
Retrieved Oktober 5, 2018, from
http://eprints.polsri.ac.id/1290/3/BAB%20II.pdf
Pramono, J. (n.d.). Laporan Selesai Geometri Jalan. Retrieved Oktober 5, 2018,
from
http://www.academia.edu/28393024/Laporan_Selesai_Geometri_Jalan.doc
x
Sukirman, S. (1993). Dasar-dasar Perencanaan Geometri Jalan. Bandung: Nova.

30

Anda mungkin juga menyukai