Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Modul1 10618002

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

ALIRAN PLASMA DARI TANGKAI SARI BUNGA Rhoeo discolor DAN DAUN

Vallesneria; ZAT ERGASTIK DARI UMBI KENTANG (Solanum tuberosum ),

DAUN Ficus elastica, BATANG SUJI (Pleomele angustifolia), DAN TANGKAI

DAUN Carica papaya; PEMBUATAN LARUTAN SERTA POTENSIAL

OSMOTIK (PO) DARI DAUN Rhoeo discolor.

OLEH:

Nandya Dwi Artameutia Sudarmadji


10618002
Kelompok 8

PROGRAM STUDI BIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tumbuhan merupakan organisme multiseluler yang menyerap air dan zat organik
dari dalam tanah melalui akar kemudian melakukan fotosintesin untuk menghasilkan
senyawa organik. Sel tumbuhan bersifat eukariotik, namun berbeda denngan sel
hewan karena sel tumbuhan memiliki dinding sel yang dihubungkan oleh lamella
tegah dan memiliki kloroplas untuk berfotosintesis. Sel tumbuhan bersifat totipotent
atau dapat memperbanyak dirinya secara aseksual serta dapat menghasilkan
organisme baru (Taiz dan Zeiger, 2015). Sel tumbuhan tidak memiliki mekanisme
untuk mengeluarkan zat hasil metabolism yang tidak berguna, sehingga sel tumbuhan
akan menyimpan zat tersebut dalam vakuola atau membentuk kristal, zat tersebut
dinamakan zat ergastik (Bidwell, 1976). Vakuola dapat menyebabkan perbedaan
aliran sitoplasma dalam sel tumbuhan, terdapat 2 jenis aliran sitoplasma, yaitu
sirkulasi dan rotasi.
Sel tumbuhan dapat mengalami plasmolisis. Plasmolisis adalah keadaan dimana
sel kehilangan air apabila terdapat perbedaan konsentrasi yang hipertonis, sehingga
air di dalam sel bergerak ke luar sel yang menyebabkan membran sel dan dinding sel
terpisah (Lang, 2014). Praktikum ini penting dilakukan agar kita dapat mengetahui
berntuk dari zat ergastik dari berbagai macam sel tumbuhan, serta mengetahui aliran
sitoplasma dari tumbuhan.

1.2. Tujuan
1. Menentukan jenis aliran plasma yang terdapat pada tangkai sari Rhoeo discolor
dan daun Vallesneria/Hydrilla.
2. Menentukan jenis Kristal yang terdapat pada daun Ficus elastica.
3. Menentukan potensial osmotik yang terjadi pada percobaan plasmolisis sel
epidermis daun Rhoeo discolor.
1.3 Hipotesis

1. Struktur sel mempengaruhi jenis aliran plasma pada tumbuhan.

2. Terdapat kristal dengan jenis yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan yang

berbeda.

3. Penambahan larutan sukrosa mempengaruhi turgiditas sel.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jenis-jenis Mikroskop dan Fungsinya

Mikroskop (Bahasa Yunani: micros = kecil, scopein = melihat) adalah suatu alat
untuk melihat objek yang tak kasat mata. Mikroskop mampu mempelajari organisme
hidup yang berukuran sangat kecil dan tidak terlihat oleh mata telanjang. Prinsip
kerja mikroskop adalah dengan memfokuskan bayangan yang diperbesar dari suatu
objek dengan bantuan lensa (Pramesti, 2000) (Respati, 2008).
Menurut Afrian (2012), macam-macam mikroskop berdasarkan kegunaannya,
yaitu:
1. Mikroskop Cahaya
Mikroskop cahaya adalah mikroskop yang memiliki perbesaran maksimum
1000 kali. Mikroskop cahaya terdiri dari lensa objektif, lensa okuler, dan
kondensor. Mikroskop cahaya memiliki pencahayaan yang berasal dari
cahaya matahari atau cahaya lampu yang berasal dari bawah. Mikroskop ini
terdiri dari mikroskop berlensa tunggal (monokuler) dan mikroskop berlensa
ganda (binokuler).
2. Mikroskop Stereo
Mikroskop stereo adalah mikroskop yang digunakan untuk mengamati benda
yang ukurannya relatif besar dan tebal secara tiga dimensi. Mikroskop ini
memiliki perbesaran 7-30 kali. Mikroskop ini memiliki pencahayaan yang
berasal dari lampu pada bagian bawah dan diteruskan ke bagian atas.
3. Mikroskop Elektron
Mikroskop electron adalah mikroskop yang mempunyai perbesaran
maksimum 1000 kali. Mikroskop ini terdiri dari 2 jenis, yaitu microscope
electron scanning (SEM) dan microscope electron transmission (TEM).
Microscope electron scanning (SEM) mampu menghasilkan bayangan
dengan perbesaran yang kuat dengan menggunakan sinyal yang berupa
pantulan dari elektron. Microscope electron transmission (TEM) mampu
menghasilkan perbesaran yang kuat juga namun menggunakan sinya yang
berupa sinyal elektron tembus.
4. Mikroskop Ultraviolet
Mikroskop ultraviolet biasa digunakan untuk mengamati objek yang tidak
dapat terdeteksi atau terlihat dengan pencahayaan biasa.
5. Mikroskop Pender
Mikroskop pender digunakan untuk mengamati suatu objek asing, benda
asing, atau antigen dalam jaringan.
6. Mikroskop Medan Gelap
Mikroskop medan gelap digunakan untuk mengamati suatu mikrpprganisme
hidup atau bakteri yang memiliki ukuran sangat kecil dan sangat tipis.
7. Mikroskop Digital
Mikroskop digital merupakan mikroskop yang menggunakan kamera digital
prolink yang telah dilangkengkapi dengan program yang telah dilengkapi
citra digital.

2.2. Teknik Pembuatan Preparat Segar

Untuk membuat sayatan, ada tiga macam sayatan berdasarkan bidang


pemotongan, yaitu sayatan tengah (sejajar atau tegak lurus pada bagian tengah
objek), sayatan melintang (tegak lurus sumbu horizontal objek), sayatan membujur
(sejajar sumbu horizontal objek) (Abdul, 2005).
Menurut Harijati et al. (2018) dan Alat labor (Tanpa tahun), cara pembuatan
preparat segar, yaitu:
1. Kaca objek yang telah bersih dari lemak ditetesi reagen di bagian tengah.
2. Pegang bahan secara tegak lurus, apabila bahan sulit untuk disayat maka
dapat dibantu dengan menyelipkan bahan pada suatu batang atau gabus.
3. Letakkan silet pada bahan tersebut untuk membuat sayatan, buat setipis
mungkin.
4. Letakkan irisan tersebut pada kaca objek yang telah ditetesi reagen.
5. Tutup kaca objek dengan kaca penutup yang telah dibersihkan dengan hati-
hati. Untuk menghindari gelembung air, peletakkan kaca penutup dapat
dibantu dengan menggunakan kertas saring atau jarum jara dan ditutupkan
pelan-pelan.
6. Kelebihan air diserap dengan tissue.

Gambar 2.1. Cara pembuatan preparat segar (Alat labor, tanpa tahun)

2.3. Osmosis dan Aliran Sitoplasma

Osmosis adalah perpindahan air yang melewati suatu membran dari larutan
dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah ke larutan dengan konsentrasi zat
terlarut yang lebih tinggi. Contohnya adalah air dalam tanah dapat masuk ke dalam
akar dan masuk ke dalam sel dengan melewati membran. Pergeraka air yang
menembus membrane inilah yang disebut dengan osmosis (Campbell et al., 2008).
Menurut Cleon (1970), Laju osmosis dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor gradien atau perbedaan potensial air antara cairan sel penyerapan
dengan larutan tanah di luar sel atau cairan interseluler.
2. Permeabilitas membrane terhadap zat-zat yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
J = Δψ. P
J = Laju difusi air melewati membrane
Δψ = Beda potensial air
P = Permeabilitas membrane
Aliran sitoplasma adalah aliran yang terdapat ada sel tumbuhan yang masih
melakukan proses metabolisme yang diatur oleh mikrofilamen. Aliran sitoplasma
terdapat dua jenis, yaitu sirkulasi dan rotasi. Aliran sirkulasi adalah aliran sitoplasma
yang menggerakan plastida kesegala arah, aliran sirkulasi ini biasanya terdapat pada
tumbuhan yang masih muda karena sel-sel masih dalam tahapan pertumbuhan dan
perkembangan, sehingga masih membutuhkan bahan-bahan organik untuk sintesis
komponen sel. Sedangkan aliran rotasi adalah aliran sitoplasma yang mengelilingi
vakuola dan umumnya terdapat pada sel yang sudah tua (Taiz dan Zeigher, 2002).

2.4. Sklerenkim dan Zat Ergastik (Pati dan Kristal)

Jaringan sklerenkim merupakan jaringan yang berlignin tebal di seluruh bagian


dinding selnya sehingga membuat jaringan ini lebih kuat dibandingkan dengan
jaringan penguat lainnya yaitu kolenkim. Jaringan ini berfungsi sebagai penguat atau
pelindung mekanik. Jaringan sklerenkim terdiri dari sel yang masih hidup atau sudah
mati yang memiliki sifat elastis dan kenyal. Jaringan ini berasal dari meristem primer
atau dari parenkim. Jaringan sklerenkim terdiri dari jaringan sel-sel serabut dan
sklereid. Serabut berasal dari meristem primer dan memiliki bentuk sel yang panjang
dengan ujung yang meruncing, sedangkan sklereid berasal dari parenkim dan
memiliki bentuk sel pendek dengan ujung tumpul maupun runcing (Ferdinand dan
Ariebowo, 2007) (Johnson, 1985).
Zat ergastik adalah zat non-protoplasmik yang ada di dalam sel khususnya pada
sel tumbuhan yang berfugsi sebagai pertahanan, pemeliharaan struktur sel, dan
penyimpan cadangan makanan (Hall, 1976). Zat ergastik dapat ditemukan di bagian
sitoplasma, dinding sel, atau di vakuola. Zat ergastik terdiri dari substansi yan bersifat
cair maupun padat yang merupakan hasil dari metabolisme sel. Zat ergastik yang
bersifat padat adalah aleuron, amilum, kristal kalsium oksalat, kristal kersik, dan
sistolit. Sedangkan yang bersifat cair adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Pada
tumbuhan tingkat tinggi, kristal kalsium oksalat adalah zat yang paling umum
ditemukan (Beck, 2010). Menurut Johnson (1985), terdapat berbagai macam bentuk
kristal, yaitu:
1. Kristal Soliter atau Drus
Kristal soliter memiliki bentuk seperti prisma, dapat ditemmukan dalan sel daun
Citrus sp., Begonia sp., dan Vicia sativa. Drus adalah agregat kristal prisma
dengan ujung-ujung runcing dan terlihat bulat, biasanya dalam satu sel hanya
terdapat satu drus.
2. Rafida.
Rafida berbentuk kristal panjang dan ramping dengan kedua ujungnya meruncing
dan biasanya bertumpuk membentuk semacam berkas yang dapat ditemukan
dalam daun Agave serta bagian daun dan batang Impatiens. Sel yang mengandung
rafida biasanya hanya dimiliki oleh kelompok tumbuhan tertentu.
3. Sistolit.
Sistolit adalah kristal berbentuk bulat agak lonjong yang panjang dan biasanya
berwarna hitam. Kristal ini dapat ditemukan menyendiri atau berpasangan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini terdapat pada tabel 3.1
berikut.
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Mikroskop cahaya Alkohol 95%
Kaca objek Pewarna (reagen)
Kaca penutup Air
Pipet tetes Tangkai sari Rhoeo discolor
Pinset Daun Vallesneria
Silet Umbi kentang (solanum tuberosum)
Jarum jara Daun Ficus elastica
Botol/vial kaca volume>10mL 3 buah Batang Pleomele angustifolia
Tangkai daun Carica papaya
Larutan I2KI
Larutan sukrosa
Larutan cuka
Kertas saring/tissue

3.2. Cara Kerja


A. Pembuatan Larutan
Dihitung jumlah bahan yang diperlukan, kemudian ditimbang. Dibuat larutan
dengan konsentrasi yang dibutuhkan.
B. Pengamatan Aliran Plasma Rhoeo discolor dan Daun Vallesneria
Untuk tangkai sari Rhoeo discolor. Pertama-tama disiapkan kaca objek yang telah
bersih. Diambil 1 helai tangkai sari dengan hati-hati. Diletakkan diatas kaca objek
yang telah ditetesi air. Ditutup perlahan dengan kaca penutup, jangan sampai ada
gelembung dan digunakan jarum jara untuk mempermudah menutup kaca objek
menggunakan kaca penutup. Lalu diamati aliran sitoplasmanya.
Untuk daun Vallesneria. Pertama-tama diambil kaca objek yang sudah bersih.
Ditetesi air pada bagian tengah kaca objek. Dibuat sayatan setipis mungkin
menggunakan silet. Diletakkan sayatan objek pada kaca objek yang telah ditetesi
air. Ditutup kaca objek menggunakan kaca penutup secara perlahan, digunakan
jarum jara untuk mempermudah penutupan, hindari adanya gelembung. Diamati
aliran sitoplasmanya.
C. Pengamatan Pati dari Umbi Kentang (Solanum tuberosum)
Pertama-tama dibuat kerokan umbi kentang menggunakan silet kemudian
diletakkan diatas kaca objek yang telah ditetesi air, kemudian ditutup oleh kaca
penutup dengan bantuan jarum jara. Diletakkan kaca objek pada mikroskop dan
diamati struktur pati yang teramati. Diulangi langkah yang sama dengan mengganti
air menjadi reagen I2KI.
D. Pengamatan Zat Ergastik pada Daun Ficus elastica, Batang Pleomele angustifolia,
dan Tangkai Daun Carica papaya.
Pertama-tama dibuat sayatan melintang daun Ficus elastica, batang Pleomele
angustifolia, dan tangkai daun Carica papaya. Diletakkan masing-masing sayatan
pada kaca objek yang berbeda yang telah diberi air, kemudian ditutup menggunakan
kaca penutup. Diletakkan kaca objek di bawah mikroskop dan diamati kristal yang
ada. Setelah kristal diamati, diteteskan cuka pada tepi kaca objek dan diamati
perubahan yang terjadi pada kristal tersebut.
E. Pengamatan Peristiwa Plasmolisis pada Daun Rhoeo discolor
Pertama-tama dibuat sayatan daun Rhoeo discolor. Diletakkan sayatan daun diatas
kaca objek yang telah diberi air dan ditutup perlahan menggunakan kaca penutup.
Diletakkan kaca objek dibawah miktoskop dan diamati. Setelah diamati, diteteskan
sukrosa dengan konsentrasi masing-masing 0.4M, 0.8M, dan 1.6M pada kaca objek.
Diamati perubahan yang terjadi saat sebelum dan setelah ditetesi sukrosa.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


4.1.1. Pengamatan Aliran Sitoplasma
Tabel 3.1. Pengamatan Aliran Sitoplasma

Keterangan Foto Hasil Pengamatan Foto Literatur


 Filament bunga Rhoeo
discolor perbesaran
100x
 Diberi air
 Alirannya tidak
teramati

Gambar 4.1. Filamen Rhoeo Gambar 4.2. Filamen Rhoeo


discolor perbesaran 100x discolor
(Dokumentasi pribadi, 2020) (Beck, 2010)
 Daun Vallesneria
perbesaran 100x
 Diberi air
 Aliran sitoplasmanya
rotasi

Gambar 4.3. Daun Gambar 4.4. Daun


Vallesneria perbesaran 100x Vallesneria perbesaran
(Dokumentasi pribadi, 2020) (Beck, 2010)
4.1.2. Pengamatan Zat Ergastik
Tabel 3.2. Pengamatan Zat Ergastik

Keterangan Foto Hasil Pengamatan Foto Literatur


 Kerokan umbi kentang
perbesaran 100x
 Diberi air
 Zat ergastik berupa pati

Gambar 4.5. Kerokan umbi Gambar 4.6. Pati umbi


kentang (Solanum kentang (Solanum
tuberosum) dalam air tuberosum)
perbesaran 100x (www.paleoresearch.com)
(Dokumentasi pribadi, 2020)
 Kerokan umbi kentang
perbesaran 100x
 Diberi lugol
 Pati semakin jelas
terlihat

Gambar 4.7. Kerokan umbi


kentang (Solanum
tuberosum) dalam lugol
perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020)
 Daun Ficus elastica
perbesaran 100x
 Diberi air
 Bentuk sistolit

Gambar 4.8. Daun Ficus Gambar 4.9. Kristal daun


elastica dalam air perbesaran Ficus elastica.
100x (pinterest.com, 2017)
(Dokumentasi pribadi, 2020)
 Daun Ficus elastica
perbesaran 100x
 Diberi cuka
 Kristal sistolit larut
setelah diberi cuka

Gambar 4.10. Daun Ficus


elastica dalam cuka
perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020)
 Batang suji (Pleomele
angustifolia)
perbesaran 100x
 Diberi air
 Kristal berbentuk rafida

Gambar 4.11. Batang suji Gambar 4.12. Kristal rafida


(Pleomele angustifolia) (www.botany.one)
dalam air perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020)
 Batang suji (Pleomele
angustifolia)
perbesaran 100x
 Diberi cuka
 Kristal berbentuk rafida
larut setelah pemberian
cuka

Gambar 4.13. Batang suji


(Pleomele angustifolia)
dalam air cuka perbesaran
100x
(Dokumentasi pribadi, 2020)
 Daun Carica papaya
perbesaran 100x
 Diberi air
 Kristal berbentuk drus

Gambar 4.14. Daun Carica Gambar 4.15. Kristal drus


papaya dalam air daun Carica papaya
perbesaran 100x (Fakultas farmasi Unair,
(Dokumentasi pribadi, 2020) 2017)
 Daun Carica papaya
perbesaran 100x
 Diberi air cuka
 Kristal berbentuk drus
tidak larut seluruhnya
namun jumlahnya
berkurang.

Gambar 4.16. Daun Carica


papaya dalam air cuka
perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020)

4.1.3. Perhitungan Berat Sukrosa


1. Sukrosa 0.4 M, sebanyak 10 mL (Mr = 342)
𝑛
𝑀=
𝑉
𝑚 1
𝑀= 𝑥
𝑀𝑟 𝑉
𝑚 = 𝑀 𝑥 𝑀𝑟 𝑥 𝑉
𝑚 = 0.4 𝑀 𝑥 342 𝑥 0.01 𝐿
𝑚 = 1.368 𝑔𝑟𝑎𝑚
2. Sukrosa 0.8 M, sebanyak 10 mL (Mr = 342)
𝑛
𝑀=
𝑉
𝑚 1
𝑀= 𝑥
𝑀𝑟 𝑉
𝑚 = 𝑀 𝑥 𝑀𝑟 𝑥 𝑉
𝑚 = 0.8 𝑀 𝑥 342 𝑥 0.01 𝐿
𝑚 = 2.736 𝑔𝑟𝑎𝑚
3. Sukrosa 1.6 M, sebanyak 10 mL (Mr = 342)
𝑛
𝑀=
𝑉
𝑚 1
𝑀= 𝑥
𝑀𝑟 𝑉
𝑚 = 𝑀 𝑥 𝑀𝑟 𝑥 𝑉
𝑚 = 1.6 𝑀 𝑥 342 𝑥 0.01 𝐿
𝑚 = 5.472 𝑔𝑟𝑎𝑚
4.1.4. Perhitungan Potensial Osmotik
Tabel 3.3. Pengamatan Plasmolisis
Foto Kondisi Awal Foto Hasil Pengamatan Kondisi Akhir
Penambahan Lar. Sukrosa (% Plasmolisis)

𝟐𝟏𝟐−𝟐𝟏𝟐
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = x 100%
𝟐𝟏𝟐

% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = 𝟎%

Gambar 4.17. Daun Rhoeo Gambar 4.18. Daun Rhoeo


discolor dalam air perbesaran discolor dalam sukrosa 0.1 M
100x perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020) (Dokumentasi pribadi, 2020)

𝟏𝟒𝟔 − 𝟏𝟒𝟔
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = x 100%
𝟐𝟏𝟐
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = 𝟎%

Gambar 4.19. Daun Rhoeo Gambar 4.20. Daun Rhoeo


discolor dalam air perbesaran discolor dalam sukrosa 0.2 M
100x perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020) (Dokumentasi pribadi, 2020)

𝟏𝟕𝟖 − 𝟏𝟑𝟎
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = x 100%
𝟏𝟕𝟖
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = 𝟐𝟔. 𝟗%

Gambar 4.21. Daun Rhoeo Gambar 4.22. Daun Rhoeo


discolor dalam air perbesaran discolor dalam sukrosa 0.4 M
100x perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020) (Dokumentasi pribadi, 2020)
𝟐𝟖 − 𝟏𝟓
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = x 100%
𝟐𝟖
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = 𝟒𝟔%

Gambar 4.23. Daun Rhoeo Gambar 4.24. Daun Rhoeo


discolor dalam air perbesaran discolor dalam sukrosa 0.4 M
100x perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020) (Dokumentasi pribadi, 2020)

𝟑𝟕 − 𝟏𝟗
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = x 100%
𝟑𝟕
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = 𝟒𝟖. 𝟓 %

Gambar 4.25. Daun Rhoeo Gambar 4.26. Daun Rhoeo


discolor dalam air perbesaran discolor dalam sukrosa 0.8 M
100x perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020) (Dokumentasi pribadi, 2020)

𝟓𝟗 − 𝟑𝟓
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = x 100%
𝟓𝟗
% 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒎𝒐𝒍𝒊𝒔𝒊𝒔 = 𝟔𝟏%

Gambar 4.27. Daun Rhoeo Gambar 4.28. Daun Rhoeo


discolor dalam air perbesaran discolor dalam sukrosa 1.6 M
100x perbesaran 100x
(Dokumentasi pribadi, 2020) (Dokumentasi pribadi, 2020)
4.2. Pembahasan

Aliran sitoplasma adalah aliran yang terdapat ada sel tumbuhan yang masih
melakukan proses metabolisme yang diatur oleh mikrofilamen. Aliran sitoplasma
terdapat dua jenis, yaitu sirkulasi dan rotasi. Aliran sirkulasi adalah aliran sitoplasma
yang menggerakan plastida kesegala arah, sedangkan aliran rotasi adalah aliran
sitoplasma yang mengelilingi vakuola (Taiz dan Zeigher, 2002). Pada praktikum kali
ini, kami tidak mendapatkan aliran sitoplasma pada filamen Rhoeo discolor dan
diduga sampel sudah mati. Pada pengamatan daun Vallesneria, kami mendapatkan
aliran sitoplasma yang berotasi. Aliran sitoplasma dari kedua tumbuhan ini berbeda,
pada filamen Rhoeo discolor memiliki aliran sitoplasma sirkulasi, sedangkan pada
daun Vallesneria memiliki aliran sitoplasma rotasi. Perbedaan aliran sitoplasma pada
kedua tumbuhan ini disebabkan karena adanya perbedaan struktur sel dan
mikrofilamen yang mengaturnya (Lancelle et al., 1987).
Zat ergastik adalah zat non-protoplasmik yang ada di dalam sel khususnya
pada sel tumbuhan yang berfugsi sebagai pertahanan, pemeliharaan struktur sel, dan
penyimpan cadangan makanan (Hall, 1976). Zat ergastik dapat ditemukan di bagian
sitoplasma, dinding sel, atau di vakuola. Zat ergastik terdiri dari substansi yan bersifat
cair maupun padat yang merupakan hasil dari metabolisme sel. Zat ergastik yang
bersifat padat adalah amilum, aleuron, kristal kalsium oksalat, kristal kersik, dan
sistolit. Sedangkan yang bersifat cair adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Pada
tumbuhan tingkat tinggi, kristal kalsium oksalat adalah zat yang paling umum
ditemukan (Beck, 2010). Pada praktikum kali ini, diamati preparat yang berisi
kerokan dari umbi kentang, dan ditemukan bahwa zat ergastiknya merupakan pati
sederhana, pemberian reagen I2KI pada preparat kerokan umbi kentang ini berfungsi
untuk memberi warna pada molekul pati menjadi kehitaman (Johnson, 1985).
Pada preparat yang berisi sayatan tangkai daun Carica papaya ditemukan zat
ergastik berupa drus. Pada preparat yang berisi batang suji (Pleomele angustifolia)
yang ditetesi oleh air, didapatkan kristal jenis rafida dan setelah pemberian cuka, zat
ergastik berupa rafida tersebut berkurang karena ada sebagian yang larut bersama air
cuka. Pada preparat yang berisi sayatan daun Ficus elastica pada saat diberi air
ditemukan kristal berupa sistolit, dan saat diberi reagen cuka, kristal tersebut larut
yang menandakan bahwa kristal tersebut mengandung kalsium karbonat. Reaksi
larutan cuka dengan kalsium karbonat :
CH3COOH + CaCO3 → Ca(CH3COO)2 + H2O + CO2 (Johnson, 1985).
Osmosis adalah perpindahan air yang melewati suatu membran dari larutan
dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah ke larutan dengan konsentrasi zat
terlarut yang lebih tinggi (Campbell et al, 2008). Pada praktikum kali ini, diberikan
larutan sukrosa dengan berbagai macam konsentrasi (0.4M, 0.8M, dan 1.6M).
Pemberian gula pada sel-sel epidermis daun Rhoeo discolor bertujuan untuk
membuat lingkungan di sekitar sel menjadi hipertonik. Akibat dari pemberian gula
ini, sel menjadi semakin pekat dengan ditandai dengan perubahan warna cairan intra
sel yang semakin menggelap dari sebelumnya. Sel menjadi semakin pekat
menandakan air telah keluar dari dalam sel yang menyebabkan penurunan turgiditas
sel menurun. Keadaan dapat dikembalikan seperti semula dengan membuat
konsentrasi larutan antar cairan di dalam sel dengan cairan di luar sel menjadi sama
(Ridge, 1991). Potensial osmotik dari berbagai konsentrasi sukrosa adalah:
1. Sukrosa 0.4 M
−22.4 x M x T
Ψ=
273
−22.4 x 0.4 x 298
Ψ=
273
Ψ = −9.780 atm
2. Sukrosa 0.8 M
−22.4 x M x T
Ψ=
273
−22.4 x 0.8 x 298
Ψ=
273
Ψ = −19.561 atm
3. Sukrosa 1.6 M
−22.4 x M x T
Ψ=
273
−22.4 x 1.6 x 298
Ψ=
273
Ψ = −39.122 atm
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Aliran plasma pada filamen Rhoeo discolor bersifat sirkular dan aliran plasma
pada daun Vallesneria bersifat rotasi.
2. Zat ergastik yang ditemukan pada daun Ficus elastica adalah sistolit, pada umbi
kentang (Solanum tuberosum) adalah pati, pada daun Carica papaya adalah drus,
dan pada batang daun suji (Pleomele angustifolia) adalah rafida.
3. Potensial osmotik yang kami dapatkan pada larutan sukrosa 0.4 M =
−9.780 atm, 0.8 M = −19.561 atm, dan 1.6 M = −39.122 atm.

5.2. Saran
1. Membuat sayatan yang lebih tipis agar lebih mudah diamati
2. Menutup kaca objek dengan kaca penutup lebih hati-hati agar tidak terdapat
gelembung udara.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Aryati. 2005. Bahan Ajar Biologi Umum. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo.
Afrian, M. 2012. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta: Erlangga.
Beck, C. B. 2010. An Introduction to Plant Structure and Development, Plant Anatomy
for The Twenty-First Century Second Edition. Cambridge: Cambridge University
Press.
Bidwell, R. G. S. 1979. Plant Physiology. NY: Colies Mc Millan.
Campbell, N. A., Reece, J. B., Mitchell, L. G. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta:
Erlangga.
Cleon W., Ross. 1970. Pllant Physiology Laboratory Manual. Wadsworth Publ. Comp.
Inc. California.
Ferdinand, P. F. dan Ariebowo. 2007. Praktis Belajar Biologi. Jakarta: Visindo Media
Persada.
Hall, M. A. 1976. Plant Structure, Function, and Adaption. The English Language Book
Socie and Macmillan.
Harijati, N., Samino, S., Indriyani, Serfinah, Soewondo, Aris. 2017. Mikroteknik Dasar.
Malang: UB Press.
Johnson. 1985. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM.
Lancelle, S. A., Grsti, M., Helper P. H. 1987. Ultrastructure of the Cytoskeleton in Freeze
Substitued Pollen Tubes of Nicotiana alata. Protolasma. 140:141-150.
Lang, Ingebong. 2014. ”Plasmolysis: Loss of Turgor and Beyond”. Plants. 3:583-593.
Pramesti, H, T. 2000. Mikroskop dan Sel. FK Unlam. Banjarbaru.
Respati, S. M. B. 2008. Macam-macam Mikroskop dan Cara Penggunaannya.
Momentum. 4(2) 42-44.
Ridge, I. 1991. Plant Physiology. Hodder & Stoughton: Open Univ.
Taiz, L. dan Zeiger, E. 2002. Plant Physiology Third Edition. Sunderland Massachusetts:
Sinauer Associate, Inc. Publisher.

Anda mungkin juga menyukai