Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah - Orde - Baru. Dede Rokaesih

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

SISTEM PEMERINTAHAN MASA ORDE BARU

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen : Asep Hidayatulloh, S.Pd., M.pd.

Oleh :

Nama : Dede Rokaesih


Nim : 3506190141
Kelas :

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwasannya atas
limpahan rakhmat dan karuniaNya, kami telah diberikan kesempatan untuk dapat
menyelesaikan tugas karya tulis ini dalam bentuk makalah dengan judul “ MASA ORDE
BARU (1966-1998)”.
Makalah ini memuat tentang segala peristiwa dan penyebab yang terjadi pada masa
Orde Baru, yang disajikan secara sistematis berdasarkan literatur dari beberapa sumber.
Namun demikian, penulis dalam hal ini sangat menyadari, bahwa penulisan
makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, ibarat tiada gading yang tak
retak, tentunya masih banyak kekurangan yang terdapat pada penulis, dengan segala
kerendahan hati dan segenap kemampuan yang kami miliki, penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya kepada para pembaca. Teriring harapan, sudilah kiranya para pembaca
memberikan kritik serta saran yang membangun, demi kesempurnaan di masa yang akan
datang.

Ciamis, Januari 2020


Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang.................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan............................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan............................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. PEMBAHASAN


3.1. Latar Belakang Lahirnya Orde Baru................................. 7
3.2. Upaya Menuju Pemerintahan Orde Baru.......................... 8
3.3. Proses Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru 9
3.4. Politik Dalam Negeri Era Order Baru............................... 9
3.4.1 Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet...... 9
3.4.2 Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai 10
Politik....................................................................
3.5. Pemilihan Umum Selama Orde Baru................................ 10
3.6. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di
Irian Barat pada tanggal 2 Agustus 1969.......................... 13
3.7. Upaya-Upaya Pembaruan Politik Luar Negeri................. 14
3.7.1 Dampak Positif Kebijakan Politik Pemerintahan
Orde Baru............................................................ 14
3.7.2 Dampak Negatif dari Kebijakan Politik
Pemerintah Orde Baru......................................... 15
3.8. Keadaan Ekonomi Masa Orde Baru................................. 16
3.9. Repelita Orde Baru........................................................... 19
3.10. Kebijakan Ekonomi Orde Baru......................................... 21
.11. Keadaan Masyarakat Masa Orde Baru 21
Jatuhnya Orde Baru 27
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 29
4.2 Saran 29
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno.Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde
lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak
kondusif pada masa Orde Lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa
pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan
mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia
melalui surat perintah sebelas maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan
semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada
masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam
jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi
bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu,
kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Kekuasan Soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat
Perintah SebelasMaret (SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan Supersemar
maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai
dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga
tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin
besarnya kepercayaan rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil
memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967,
MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan
Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan
menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral
Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka rumusan masalah adalah seperti
berikut :

1
a. Bagaimana sejarah lahirnya Orde Baru ?
b. Bagaimana kehidupan politik masa Orde Baru?
c. Apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde Baru?
d. Bagaimana tindakan sosial pada masa Orde Baru?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka tujuannya adalah seperti berikut :
a. Untuk mengetahui sejarah lahirnya Orde Baru
b. Untuk mengetahui bagaimana kondisi politik masa Orde Baru
c. Untuk mengetahui apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde
Baru
d. Untuk mengetahui apa saja tindakan sosial pada masa Orde Baru

1.4 Manfaat Penulisan


Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka manfaatnya adalah seperti berikut
:
a. Memahami sejarah lahirnya Orde Baru
b. Memahami kondisi poltik masa Orde Baru
c. Memahami apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde Baru
d. Memahami tindakan sosial atau kehidupan sosial masa Orde Baru

2
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru


Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara
yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan
tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh
semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.

2.2 Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru


1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
1. 2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa
Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di
angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
2. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%
sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga
bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
3. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
4. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung
membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal
dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30
September 1965.
5. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR
mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
- Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
- Pembersihan Kabinet Dwikora
- Penurunan Harga-harga barang.
6. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet
Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet
tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September
1965.

3
7. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965
tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub).
8. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil
langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.

2.3 Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru


A.Penataan politik dalam negeri
1. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA
dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu untuk
menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet
AMPERA adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
2. Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
3. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
4. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk
dan manifestasinya.
.
3. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan
berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah
partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas
persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik,
yaitu :
a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan Partai
Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam

4
b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
c.Golongan Karya (Golkar)
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam
kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa
demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan
dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).Kenyataannya pemilu
diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu
mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut
sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR.
Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia
selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan
Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari
MPR dan DPR tanpa catatan.
5. Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi
ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan
Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara
pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama
di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan.
Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
6. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai
pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia
Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang
umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau
biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.

5
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai
demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan
kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini
rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh
pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun
1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran
P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari
sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan
oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Latar Belakang Lahirnya Orde Baru


Orde baru lahir karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain :
a. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
b. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan
30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah
berlangsunglama..
c. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%
sedangkanupaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga
bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
d. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa
pembunuhan besar- besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan
demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta
tokoh-tokohnya diadili.
e. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat
bergabungmembentuk Kesatuan Aksi berupa ³Front Pancasila´ yang
selanjutnya lebih dikenaldengan ³Angkatan 66´ untuk menghacurkan tokoh
yang terlibat dalam Gerakan 30September 19656.
f. Kesatuan Aksi ³Front Pancasila´ pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-
GR mengajukan tuntutan’’TRITURA(Tri Tuntutan Rakyat).
g. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan
KabinetSeratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat
menganggap di kabinettersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa Gerakan 30 September 1965.
h. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya
untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30
September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah
Militer Luar Biasa(Mahmilub)
i. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang
sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat
Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen

7
Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi
keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.

3.2 Upaya Menuju Pemerintahan Orde Baru


Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Penataan dilakukan didalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat
kepada pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan
membubarkan PKI. Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai
presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan. Konflik Dualisme
inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya
Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada
Suharto.Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa
untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto
sebagai pejabatPresiden RI.
Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno.
Tanggal 12Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden
Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan
dimulainya kekuasaan Orde Baru. PadaSidang Umum bulan Maret 1968 MPRS
mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan
bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945. Sejalan dengan tujuan tersebut maka ketika kondisi politik
bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanankan amanat masyarakat maka
pemerintah mencanangkan pembangunan nasional yang diupakan melalui program
pembangunan jangka pendek dan pembangunan jangka panjang.
Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep
pembangunan nasional yang terkenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan, yaitu :
(1) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat; (2) pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; dan
(3) stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

8
3.3 Proses Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru
Berkuasanya Orde Baru ternyata menimbulkan banyak perubahan yang dicapai
bangsa Indonesia melalui tahapan pembangunan di segala bidang. Pemerintahan
Orde Baru berusaha meningkatkan peran negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, sehingga langkah-langkah yang diambil adalah mencapai stabilitas
ekonomi dan politik.
Merujuk hasil Sidang Umum IV MPRS yang mengambil suatu keputusan
untuk menugaskan Jenderal Soeharto selaku pengembang Surat Perintah Sebelas
Maret yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 untuk
membentuk kabinet baru. Kabinet baru diberi nama Kabinet Ampera yang
merupakan singkatan dari Kabinet Amanat Penderitaan Rakyat selanjutnya diberi
tugas untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan dalam
melaksanakan pembangunan nasional. Tugas ini yang dikelak terkenal dengan
sebutan ”Dwi Darma Kabinet Ampera”. Sedangkan program kerja terkenal dengan
sebutan Catur Karya Kabinet Ampera, yaitu: (1) memperbaiki kehidupan rakyat
terutama dibidang sandang dan pangan; (2) melaksanakan pemilihan umum dalam
batas waktu seperti yang tercantum dalam ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966
yaitu pada 5 Juli 1968;(3) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk
kepentingan nasional, sesuai dengan Tap No. XI/MPRS/1966; (4) melanjutkan
perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
Pada 21 Maret 1968 Jenderal Soeharto selaku Pejabat Presiden menyampaikan
laporan kepada Sidang Umum V MPRS Tahun 1968 tentang pelaksanaan Dwi
Darma dan Catur Karya Kabinet Ampera, yang dilaporkan pertama kali bahwa telah
dilaksanakan usaha mendudukkan kembali posisi, fungsi, dan hubungan antar
lembaga negara tertinggi sesuai dengan yang diatur dalam UUD 1945.

3.4 Politik Dalam Negeri Era Order Baru


3.4.1 Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet
Awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet
AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet
Amper yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet

9
AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai
berikut.
a. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan
b. Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
c. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan
nasional.
d. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
3.4.2 Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai
tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan
penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian
tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program.
Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu:
a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi,
PSII, danPartai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973
(kelompok partai politik Islam).
b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai
Katolik, PartaiMurba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang
bersifat nasionalis).
c. Golongan karya (Golkar)

3.5 Pemilihan Umum Selama Orde Baru


Pemilihan umum pada masa orde baru diadakan setiap lima tahun sekali dan
telah dilaksanakan sebanyak enamkali. Tujuan pemilu tersebut untuk memilih
anggota MPR, DPR, DPRD 1 dan 11. Keanggotaan MPR, yaitu seluruh anggota
DPR, utusan daerah dan golongan. Setiap lima tahun sekali MPR mengadakan sidang
umum. MPR berwenang memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden.
Presiden dan kabinetnya berkewajiban menjalankan tugasnya sesuai dengan UUD
1945 melaksanakan GBHN, mempertanggungjawabkan tugasnya tersebut pada akhir
masa jabatannya. DPR bertugas mengawasi jalannya pemerintahan/tugas presiden.
Mekanisme tugas dan kerja lembaga negara lain menyesuikan UUD 1945 dan UU
yang mengaturnya.
Pada masa orde baru kehidupan politiknya diatur dalam UU berikut ini :

10
a. UU No.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.
b. UU No.2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan MPR dan DPR.
c. UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya.
d. UU No.4 Tahun 1985 tentang preferendum.
e. UU No.5 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Sistem politik yang adalah otoriter dan tidak demokratis, dimana kekuasaan
eksekutif terpusat dan tertutup dibawah kontrol lembaga kepresidenan, dalam
penyelenggaraan negara dan pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN.
Pemerintahan orde baru pimpinan soekarto berlangsung selama 32 tahun namun
kehidupan politik pada waktu itu dinilai gagal. Sistem politik yang berlaku adalah
oteriter dan tidak demokratis dimana kekuasaan eksekutif terpesat dan tertutup
dibawah kontro lembaga kepresidenan dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Selanjutnya pemerintahan orde baru
juga dinilai gagal karena telah menciptakan pemerintahan yang sentralistik yaitu
mekanisme hubungan pusat dan daeraah cenderung menganut sentralisasi kekuasaan
sehingga menyebabkan kesenjangandan ketidakadilan antara pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah
Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan
pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali,
yaitu: tahun 1971, 1977,1982, 1987, 1992, dan1997.
1. Pemilu 1971
 Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana
para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai
peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
 Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat
pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
 Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang
anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
 Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya
(236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin
Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen
Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi),
Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).

11
2. Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR
mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai penyederhanaan
jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan
PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3 kontestan
menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk
PDI.
3. Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan
suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal memperoleh
kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar berhasil
merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10 kursi
sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4. Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari
Pemilu 1987 adalah:
 PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding
dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan
asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu
Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang.
 Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299
kursi.
 PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP
PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri
Soepardjo Rustam.

5. Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992
menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar
menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP memperoleh 62
kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6. Pemilu 1997
Pemilu ke enam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:

12
 Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 %
dengan perolehan kursi 325 kursi.
 PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan
perolehan kursi 27 kursi.
 PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11
kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal dan
terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung
secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu
Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997.
Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan
pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan
tersebut memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam
periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-
undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR
dan DPR tanpa catatan.

3 .6 Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat pada


tanggal 2 Agustus 1969
Kebijakan lain yang di ambil pemerintah Orde baru adalah menetapkan
peran ganda ABRI yang di kenal dengan Dwifungsi ABRI.ABRI tidak
hanya berperan dalam bidang pertahanan dan keamanan Negara tetapi juga berperan
di bidang politik.Hal terbukti dari banyaknya anggota ABRI yang ternyata
memegang jabatan sipil seperti walikota,bupati dan gubenur bahkan ABRI memiliki
jatah di keanggotaan MPR/DPR.Alasan yang mendasari kebijakan tersebut tertuang
dalam pasal 27 ayat (1)UUD 1945. Pasal tersebut mengemukakan bahnwa “segala
warga Negara bersama kedudukankannya di dalam hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.Bukan hanya pada bidang
politik pemerintahan,ternyata kedudkan ABRI dalam masyarakat Indonesia juga
merambat di sector ekonomi.Banyak anggota ABRI menjadi kepala skepala BUMN
maupun komisaris di berbagai perusahaan swasta.

13
3.7 Upaya-Upaya Pembaruan Politik Luar Negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru
juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-
upaya pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari
PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan
PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri
Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa
sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC
disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan
kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri
Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan
normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17
September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan
Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966. Dalam pertemuan
tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik,
sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar
Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang
disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan
kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan
mereka dalam Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara
pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik

14
bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura,
dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada
tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi
ASEAN.

3.7.1 Dampak Positif Kebijakan Politik Pemerintahan Orde Baru


Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekuasaan
lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran Negara dalam
masyarakat. Situasi keamanan pada masa ORBA relatif aman dan terjaga
dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap
yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Dilakukan peleburan partai
dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
3.7.2 Dampak Negatif dari Kebijakan Politik Pemerintah Orde Baru
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan
sentralis.
a. Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat
merugikan rakyat.
b. Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang
baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik
untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 paratai lainnya
hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai Negara demokrasi.
c. Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk
melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap
pemilihan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
d. Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR
yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
e. Kebijakn politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung
KKN.
f. Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan
bebangsa dan benegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya
masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia
bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.

15
g. Kondisi politik lebih payah dengan adnya upaya penegakan hukum yang
sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan
pemerimtah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para
konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.

3.8 Keadaan Ekonomi Masa Orde Baru


Pada masa Demokrasi Terpimpin, Negara bersama aparat ekonominya
mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-
unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah
berorientasi pada usaha penyelamtan ekonomi nasioanl terutama pada usaha
mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan Negara dan pengamanan
kebutuhan pokok rakyat . Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya
kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih
650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan
yang telah direncanakan pemerintah.Oleh karena itu pemerintah menempuh cara
sebagai berikut :
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi terpimpin,
pemerintah menempuh cara:
 Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
pembangunan.
 MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penylematan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program
pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi
nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti
mengendaliakan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.
Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi
berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi kearah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.Langkah-
langakah yang diambil Kabinet pada saat itu yang mengacu pada Tap MPRS
tersebut adalah sebagai berikut:

16
a. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan, seperti :
 rendahnya penerimaan Negara
 tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
 terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
 terlalu banyak tunggakan hutang luar negri
 penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi
pada kebutuhan prasarana.
b. Debirokrtisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
c. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka


ditempuh cara:
a. mengadakan operasi pajak
b. cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan
dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang
c. penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin),
serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara
d. membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor
Program stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju
inflasi.Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan
kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun
1967- awal 1968). Sesudah kabinet pembangunan dibentuk pada bulan juli
1968 berdasarkan Tap MPRS NO.XLI/MPRS/1968, kebijakn ekonomi
pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga
barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valas. Sejak saat itu kestabilan
ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1966 kenaikan harga bahan-
bahan pokok dan valas dapat diatasi.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan
kemampuan berproduksi. Selam 10 tahun mengalami kelumpuhan dan
kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa,
gerakan koperasi, perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh
golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat

17
melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup
masyarakat.
2. Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia paska Orde Lama sangat parah,hutangnya
mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta Negara-
negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia.
Pemerintah mengikuti perundingan dengan Negara-negara kreditor di Tokyo
Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah
Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang
yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku.
Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai
berikut:
a. Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda
pembayarannya hingga tahun 1972-1979
b. Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun1969 dab 1970
dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Kemudian kerundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal
23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan
Indonesia akan bantuan luar negri serta kemungkinan pemberian bantuan
dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter
Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah
Indonesia berhasil mengusahakn bantuan luar negri. Indonesia mendapatkan
penangguhan dan keinginan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan
ekonomi yang stabil. Isi trilogi Pembangunan adalah sebagai berikut :
a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

18
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Sedangkan pelaksanannya pembanguanan nasional dilakukan secara
bertahap yaitu:
a. Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun.
b. Jangka pendek mencakup periode 5 tahun(pelita / pembangunan lima
tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang
sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambunagn.

3.9 Repelita Orde Baru


a. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi
landasan awal pembanguna ORBA. Tujuan Pelita I : untuk meningkatkan taraf
hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam
tahap berikutnya. Sasaran Pelita I : pangan, sandang, perbaikan
prasarana,perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan
rohani.
Titik Berat Pelita I : pembanguan bidang pertanian sesuai dengan tujuan
untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil
pertanian.
Muncul peristiwa marali (malapetaka limabelas januari) terjadi pada
tanggal 15-16 Januari 1974 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka
ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa
yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia
sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah
pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
b. Pelita II
Pelita II dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979.
Sasaran Utamanya adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil, pertimbuhan ekonomi rata-rata mencapai
7 % per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60 %
dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47 %. Selanjutnya pada tahun
keempat Pelita II, inflasi menjadi 9,5 %.

19
c. Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita
III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan
penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan
Jalur Pemerataan, yaitu:
 Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang,
pangan, dan perumahan
 Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
 Pemerataan pembagian pendapatan
 Pemerataan kesempatan kerja
 Pemerataan kesempatan berusaha
 Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya
bagi generasi muda dan kaum perempuan.
 Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
 Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
d. Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989.
titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi
resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal
sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
e. Pelita V
Pelita V dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik
beratnya pada sektor pertnian dan industri. Indonesia memiliki kondisi
ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun. Posisi
perdagangan luar negri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
f. Pelita VI
Pelita VI dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.
Titik beratnya pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembanguan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang
20
melanda Negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa plitik dalam negri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

3.10 Kebijakan Ekonomi Orde Baru


1. Dampak Positif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
a. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan
pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat dilihat secara
konkrit.
b. Indonesia mengubah ststus dari Negara pengimpor beras terbesar
menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada
beras).
c. Penurinan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan
kesejahteraan rakyat.
d. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar
yang semakin meningkat.
2. Dampak Negatif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
a. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan summer daya alam.
b. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar
kelompok dalam masyarakat tersa semakin tajam.
c. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (marginalisasi sosial)
d. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme).
e. Pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh
sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat
dan tidak merata.
f. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa
diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dam sosial yang demokratis dan
berkeadilan.
g. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental
pembangunan ekonomi sangat rapuh.
h. Pembangunan tidak merata, tampak dengan adanya kemiskinan
disejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar
seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selanjutnya

21
ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia
menkelang akhir tahun 1997.

3.11 Keadaan Masyarakat Masa Orde Baru


1. Pendidikan dan Kesehatan
Orde Baru harus mengahadapi masalah-maslah sosial yang lebih besar
daripada yang dihadapi para reformis dimasa politik Etis. Hal ini terjadi
sebagian karena Belanda gagal menyelesaikan masalah-masalah ini beberapa
dekade sebelumnya, dan sebagian lagi karena berlalunya waktu dan pergolakan
yang terjadi sejak penahlukan Jepang membuat masalah tersebut kin kompleks.
Belanda gagal memenuhi kesejahteraan bangsa yang pada tahun 1930
berpenduduk 60,7 juta. Karena kelalaian selama beberapa dekade lalu dan
mndesaknya kebutuhan untuk lebih dahulu mengendalikan ekonomi bangsa
ditahun-tahun setelah 1965, maka mungkin tak mengejutkan jika pemerintahan
Orde Baru awalnya tidak mampu berkontribusi banyak dalam memenuhi
kesejahteraan penduduknya, yang pada sensus tahun 1971 telah mencapai
119,2 juta jiwa dan 147,3 jutapada tahun 1980.
Standar kesehatan dan pendidikan masih rendah, tetapi jauh lebih baik
daripada di zaman Belanda. Pada tahun 1974, trdapat 6.221 dokter. Di Jawa
terdapat satu dokter untuk setiap 21,7 ribu penduduk dan diluar pulau Jawa
terdapat satu dokter untuk setiap 17,9 ribu ( angka ini tidak berarti akses untuk
mendapatkan dokter lebih mudah disana, karena penduduk tersebar ditempat
yang saling berjauhan). Sensus tahun 1971 menunjukkan bahwa tingkat melek
huruf bagi anak yang berusia 10 tahun adalah 72% dikalangan laki-laki dan
50,3% pada perempuan. Tetapi secara umum kualitas sistem sekolah telah
menurun sejak tahun 1950-an, sehingga angka melek huruf ini tidak bisa
dianggap sebagai bukti bhwa pendidikan formal sudah cukup tersedia. Pada
tahun 1973, walaupun 57% (11,8 juta) dari penduduk yang berusia 7-12 tahun
duduk disekolah dasar, namun masih tersisa sekitar 8.9 juta dalam kelompok
ini ynag tidak berpendidikan. Pada tingat perguruan tinggi, pemerintahan
ndonesia mampu melampaui rekor yang dicapai Belanda. Namun, pada tahun
1973, hanya sekitar seperempat dari 1% penduduk (329.300) yang terdaftar
dilembaga perguruan tinggi negeri dan swasta, 117.600 diantaranya terdaftar di
Universitas atau lembaga perguruan tinggi negeri. Jumlah ini agak rendah,

22
tetapi jumlah lulusannya lebih banyak daripada yang bisa dipekerjakan negara,
kerena faktanya tingkat pengangguran bagi lulusan kian bertambah. Kualitas
pendidikan pada tingkat perguruan tinggi ini juga menuai kririk. Pemerintah
baru mampu membuat kemajuan besar dibidang kesehatan dan pendidikan
dipertengahan tahun 1970-an.
3. Sosial Budaya
Masalah sosial bangsa semakin rumit dengan berlanjutnya urbanisasi.
Pada ahun 1971, sebanyak 17,3% dari penduduk Indonesia tinggal dikota
bandingkan dengan 14,8% Pada tahun 1962 dan 3,8% pada tahun 1930/. Pada
tahun 1971,penduduk Jakarta sudah melampaui 4,5 juta jiwa. Jawa tetap tecatat
sebagai pulau dengan jumlah populasi tersebar di Indonesia (60,4% pada ahun
1971). Orde Baru, seperti juga Belanda, gagal memindahkan penduduk dipulau
Jawa keluar pulau dalam proporsi yang signifikan. Kebijakan memindahkan
penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang jarang ini kini disebut dengan
“transmigrasi”.
Masa Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses
untuk mewujudkan cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya,
masyarakat dapat digambarkan dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an
laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,3% setiap tahun. Dalam tahun tahun
awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan menjadi sekitar 1,6% setiap tahun.
Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai harapan hidup rata-
rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an harapan hidup lebih dari 61
tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka kematian bayi menurun dari 142
untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1000 kelahiran
hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin meningkatnya pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh adanya Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di tingkat desa
atau RT.
Dalam himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan, fasilitas
pendidikan dasar sudah makin merata. Pada tahun 1968 fasilitas sekolah dasar
yang ada hanya dapat menampung sekitar 41% dari seluruh anak yang berumur
sekolah dasar. Fasilitas sekolah dasar yang telah dibangun di pelosok tanah air
praktis mampu menampung anak Indonesia yang berusia sekolah dasar.
Kondisi ini merupakan landasan kuat menuju pelaksanan wajib belajar 9 tahun

23
di tahun-tahun yang akan datang. Sementara itu, jumlah rakyat yang masih
buta huruf telah menurun dari 39% dalam tahun 1971 menjadi sekitar 17% di
tahuan1990-an. Dampak dari pemerataan pendidikan juga terlihat dari
meningkatnya tingkat pendidikan angkatan kerja. Dalam tahun 1971 hampir
43% dari seluruh angkatan kerja tidak atau belum pernah sekolah. Pada tahun
1990-an jumlah yang tidak atau belum pernah sekolah menurun menjadi sekitar
17%. Dalam kurun waktu yang sama angkatan kerja yang berpendidikan SMA
ke atas adalah meningkat dari 2,8% dari seluruh angkatan kerja menjadi hampir
15%. Peningkatan mutu angkatan kerja akan mempunyai dampak yang luas
bagi laju pembangunan di waktu-waktu yang akan datang.
Pemerintah Orde Baru mendefinisikan kebudayaan nasional sebagai
puncak-puncak kebudayaan daerah. Dengan demikian, kebudayaan daerah
yang dianggap bertentangan atau membahayakan kebudayaan nasional akan
dihapus atau dilarang. Pemerintah juga mengontrol kerja dan produksi
kebudayaan. Seniman tidak bisa seenaknya mengahasilkan karya seni. Karya
seni yang membahayakan Pancasila dan UUD akan dilarang. Demikian pula
dengan pementasan drama atau teater. Semuanya harus ada izin tertulis dari
aparat keamanan. Selain itu isi pementasan atau isi puisi harus dikontrol.
4. Ekonomi
Untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan
masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah menempuh cara:
1. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
2. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program
pembangunan. Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA
mengacu pada TapMPRS tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor
yang menyebabkan kemacetan.
b. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
c. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk
melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka
ditempuh cara:
 Mengadakan operasi pajak

24
 Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan
kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung
pajak orang.
 Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran
konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi
perusahaan negara.
 Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Seluruh perencanaan dan pembangunan ekonomi
dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah. Masyarakat tidak
pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan. Rakyat
hanya menjadi objek atau sasaran pembangunan. Untuk
memajukan perekonomian nasional, pemerintah terus
memajukan pembangunan di berbagai sektor, termasuk sektor
pertanian. Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde
baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau
merupakan perubahan cara bercocok tanam daricara
tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau (Green
Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian
dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul
baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang
mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk
menggalakkan revolusi hijau ditempuh dengan cara:
d. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama
Panca Usaha Tani yang meliputi:
 Pemilihan bibit unggul
 Pengolahan tanah yang baik
 Pemupukan
 Irigasi
 Pemberantasan hama
e. Ekstensifikasi Pertanian

25
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang
dapat ditanami dengan pembukaan lahan-lahan baru.
f. Diversifikasi Pertanian
Usaha penganeka-ragaman jenis tanaman pada suatu lahan
pertanian melalui sistem tumpang sari.

g. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya
pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi lingkungan,
serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di daerah tersebut.
5. Pertahanan dan Keamanan
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan
peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran
ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya
pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan
TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan
DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan
pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator. Peran
dan kedudukan ABRI semacam tidak hanya mengukuhkan kekuatan pengaruh
ABRI dalam penyelenggaraan Negara, tetapi juga mengamankan kekuasaan
Orde Baru itu sendiri. Tentara selama masa Orde Baru adalah sebagai alat
kekuasaan bagi pemerintah Orde Baru.
6. Agama
Selama masa Orde Baru, hanya 5 agama saja yang diperbolehkan hidup
dan berkembang di kalangan masyarakat sedangkan agama-agama lain
dilarang. Orang yang tidak beragama pun dilarang, jadi semua orang harus
beragama, tetapi agamanya harus salah satu dari kelima agama yang
diperbolehkan. Pemerintah juga mengawasi praktik-praktik keagamaan setiap
agama. Praktik keagamaan yang membahayakan keamanan atau bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945 akan ditindak dengan keras.

26
3.12Jatuhnya Orde Baru
Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa
kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) tumbuh subur. Kasus-kasus korupsi tidak pernah mendapat
penyelesaian hukum secara adil. Pembangunan Indonesia berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidak adilan dan kesenjangan sosial.
Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan pembangunan karena sebagian
besar kekayaan daerah disedot ke pusat. Akhirnya, muncul rasa tidak puas di
berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial
antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan
pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan
sosial. Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan
politik.
Pemerintah melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde
Baru. Kebebasan pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan koran maupun majalah.
Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai
kekerasan bersenjata. Misalnya, program ”Penembakan Misterius” (Petrus) atau
Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun
1997–1998.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter
tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring
dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN
semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya
ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan
sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum
demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998.
Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa
Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa
tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin
Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai
“Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto
berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi.

27
Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas
menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UUAnti monopoli, dan UU Anti korupsi. Dalam perkembangannya, Komite
Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan
dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden
B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan
dimulainya Orde Reformasi.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Lahirnya orde baru dilatarbelakangi oleh terjadinya G30S 1965, diikuti
dengan kondisi politik, keamanan dan ekonomi yang kacau (inflasi tinggi). Wibawa
presiden Sukarno semakin menurun setelah gagal mengadili tokoh-tokoh yang
terlibat G30S. Presiden mengeluarkan SUPERSEMAR 1966 bagi Letjen Suharto
guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk memperbaiki keadaan negara.
Akhirnya Presiden Sukarnomengundurkan diri dan digantikan oleh Presiden Suharto.
Perkembangan politik pada masa orde baru diawali dari penataan politik dalam
negeri yaitu setelah sidang MPRS 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden dan
dibentuklah Kabinet Pembangunan, penyederhanaan dan pengelompokan partai
politik, pemilihan umum serta mengadakan Perpera di Irian Barat pada 2 Agustus
1969. Kedua, melakukan penataan politik luar negeri yaitu dengan kembali menjadi
anggota PBB serta normalisasi hubungan dengan beberapa negara.
Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat
mulai dari pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur dll. Upaya
pembangunanekonomi dilaksanakan melalui REPELITA (Rencana Pembangunan
Lima Tahun) yangdimulai pada tanggal 1 April 1969. Namun pada akhir tahun 1997
Indonesia dilandakrisis ekonomi. Kondisi kian terpuruk ditambah dengan KKN yang
merajalela.
Dalam bidang social budaya pada masa orde baru telah mengalami kemajuan.
Antara lainmakin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan fasilitas
pendidikan dasar sudah makin merata dengan adanya program wajib belajar 9 tahun.
Ditetapkan tentang P-4 yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka
Parasetia Pancakarsa)untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
4.2 Saran
Dengan permasalahan yang dialamai oleh pemerintahan pada masa Orde Baru,
seperti dengan banyaknya uatang luar negri bangsa indonesia untuk pembangunan,
meskipun pembangunan berjalan dengan lancar, tapi inonesia menanggung utang
yang begitu banyak. Selain itu, pemerintah pada zaman tersebut terjadi sentralisasi
dalam pemerintahan dan kegiatan ekonomi.

29
Oleh karena itu penulis memberikan salah terhada permasalah tersebut. Yaitu
lakukan otonomi daerah kepada seluruh propinsi,sehingga potensi-potensi yang ada
pada dareah tersebut bisa dioptimalkan dengan seefisien mungkin. Harus terjadi
transparansi dalam sistem keuangan sehingga masyarakat bisa mengerti.

30
DAFTAR PUSTAKA

As’ad Djamhari, Saleh. 1979. Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI (1945 Sekarang).Cet. Ke-
2. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI

Notosusanto, Nugraha. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 6, Jakarta : Balai Pustaka.

M.C Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2400. Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta.

Rina, 2008. Dinamika Kehidupan Poltik, Ekonomi, Sosial masa Orde Baru . [serial on
line]. http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-orde-baru/. [13
Agustus 2016]
BIODATA

Nama :
Nim :
Kelas :
Gmail:

Anda mungkin juga menyukai