Makalah - Orde - Baru. Dede Rokaesih
Makalah - Orde - Baru. Dede Rokaesih
Makalah - Orde - Baru. Dede Rokaesih
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen : Asep Hidayatulloh, S.Pd., M.pd.
Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwasannya atas
limpahan rakhmat dan karuniaNya, kami telah diberikan kesempatan untuk dapat
menyelesaikan tugas karya tulis ini dalam bentuk makalah dengan judul “ MASA ORDE
BARU (1966-1998)”.
Makalah ini memuat tentang segala peristiwa dan penyebab yang terjadi pada masa
Orde Baru, yang disajikan secara sistematis berdasarkan literatur dari beberapa sumber.
Namun demikian, penulis dalam hal ini sangat menyadari, bahwa penulisan
makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, ibarat tiada gading yang tak
retak, tentunya masih banyak kekurangan yang terdapat pada penulis, dengan segala
kerendahan hati dan segenap kemampuan yang kami miliki, penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya kepada para pembaca. Teriring harapan, sudilah kiranya para pembaca
memberikan kritik serta saran yang membangun, demi kesempurnaan di masa yang akan
datang.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang.................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan............................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan............................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
a. Bagaimana sejarah lahirnya Orde Baru ?
b. Bagaimana kehidupan politik masa Orde Baru?
c. Apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde Baru?
d. Bagaimana tindakan sosial pada masa Orde Baru?
2
BAB III
PEMBAHASAN
3
7. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965
tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub).
8. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil
langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.
4
b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
c.Golongan Karya (Golkar)
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam
kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa
demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan
dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).Kenyataannya pemilu
diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu
mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut
sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR.
Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia
selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan
Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari
MPR dan DPR tanpa catatan.
5. Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi
ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan
Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara
pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama
di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan.
Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
6. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai
pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia
Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang
umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau
biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
5
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai
demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan
kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini
rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh
pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun
1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran
P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari
sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan
oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi
keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
8
3.3 Proses Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru
Berkuasanya Orde Baru ternyata menimbulkan banyak perubahan yang dicapai
bangsa Indonesia melalui tahapan pembangunan di segala bidang. Pemerintahan
Orde Baru berusaha meningkatkan peran negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, sehingga langkah-langkah yang diambil adalah mencapai stabilitas
ekonomi dan politik.
Merujuk hasil Sidang Umum IV MPRS yang mengambil suatu keputusan
untuk menugaskan Jenderal Soeharto selaku pengembang Surat Perintah Sebelas
Maret yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 untuk
membentuk kabinet baru. Kabinet baru diberi nama Kabinet Ampera yang
merupakan singkatan dari Kabinet Amanat Penderitaan Rakyat selanjutnya diberi
tugas untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan dalam
melaksanakan pembangunan nasional. Tugas ini yang dikelak terkenal dengan
sebutan ”Dwi Darma Kabinet Ampera”. Sedangkan program kerja terkenal dengan
sebutan Catur Karya Kabinet Ampera, yaitu: (1) memperbaiki kehidupan rakyat
terutama dibidang sandang dan pangan; (2) melaksanakan pemilihan umum dalam
batas waktu seperti yang tercantum dalam ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966
yaitu pada 5 Juli 1968;(3) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk
kepentingan nasional, sesuai dengan Tap No. XI/MPRS/1966; (4) melanjutkan
perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
Pada 21 Maret 1968 Jenderal Soeharto selaku Pejabat Presiden menyampaikan
laporan kepada Sidang Umum V MPRS Tahun 1968 tentang pelaksanaan Dwi
Darma dan Catur Karya Kabinet Ampera, yang dilaporkan pertama kali bahwa telah
dilaksanakan usaha mendudukkan kembali posisi, fungsi, dan hubungan antar
lembaga negara tertinggi sesuai dengan yang diatur dalam UUD 1945.
9
AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai
berikut.
a. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan
b. Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
c. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan
nasional.
d. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
3.4.2 Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai
tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan
penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian
tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program.
Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu:
a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi,
PSII, danPartai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973
(kelompok partai politik Islam).
b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai
Katolik, PartaiMurba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang
bersifat nasionalis).
c. Golongan karya (Golkar)
10
a. UU No.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.
b. UU No.2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan MPR dan DPR.
c. UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya.
d. UU No.4 Tahun 1985 tentang preferendum.
e. UU No.5 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Sistem politik yang adalah otoriter dan tidak demokratis, dimana kekuasaan
eksekutif terpusat dan tertutup dibawah kontrol lembaga kepresidenan, dalam
penyelenggaraan negara dan pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN.
Pemerintahan orde baru pimpinan soekarto berlangsung selama 32 tahun namun
kehidupan politik pada waktu itu dinilai gagal. Sistem politik yang berlaku adalah
oteriter dan tidak demokratis dimana kekuasaan eksekutif terpesat dan tertutup
dibawah kontro lembaga kepresidenan dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Selanjutnya pemerintahan orde baru
juga dinilai gagal karena telah menciptakan pemerintahan yang sentralistik yaitu
mekanisme hubungan pusat dan daeraah cenderung menganut sentralisasi kekuasaan
sehingga menyebabkan kesenjangandan ketidakadilan antara pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah
Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan
pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali,
yaitu: tahun 1971, 1977,1982, 1987, 1992, dan1997.
1. Pemilu 1971
Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana
para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai
peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat
pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang
anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya
(236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin
Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen
Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi),
Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
11
2. Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR
mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai penyederhanaan
jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan
PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3 kontestan
menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk
PDI.
3. Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan
suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal memperoleh
kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar berhasil
merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10 kursi
sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4. Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari
Pemilu 1987 adalah:
PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding
dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan
asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu
Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang.
Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299
kursi.
PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP
PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri
Soepardjo Rustam.
5. Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992
menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar
menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP memperoleh 62
kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6. Pemilu 1997
Pemilu ke enam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
12
Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 %
dengan perolehan kursi 325 kursi.
PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan
perolehan kursi 27 kursi.
PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11
kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal dan
terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung
secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu
Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997.
Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan
pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan
tersebut memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam
periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-
undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR
dan DPR tanpa catatan.
13
3.7 Upaya-Upaya Pembaruan Politik Luar Negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru
juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-
upaya pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari
PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan
PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri
Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa
sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC
disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan
kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri
Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan
normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17
September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan
Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966. Dalam pertemuan
tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik,
sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar
Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang
disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan
kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan
mereka dalam Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara
pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik
14
bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura,
dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada
tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi
ASEAN.
15
g. Kondisi politik lebih payah dengan adnya upaya penegakan hukum yang
sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan
pemerimtah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para
konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
16
a. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan, seperti :
rendahnya penerimaan Negara
tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
terlalu banyak tunggakan hutang luar negri
penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi
pada kebutuhan prasarana.
b. Debirokrtisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
c. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil
17
melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup
masyarakat.
2. Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia paska Orde Lama sangat parah,hutangnya
mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta Negara-
negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia.
Pemerintah mengikuti perundingan dengan Negara-negara kreditor di Tokyo
Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah
Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang
yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku.
Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai
berikut:
a. Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda
pembayarannya hingga tahun 1972-1979
b. Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun1969 dab 1970
dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Kemudian kerundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal
23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan
Indonesia akan bantuan luar negri serta kemungkinan pemberian bantuan
dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter
Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah
Indonesia berhasil mengusahakn bantuan luar negri. Indonesia mendapatkan
penangguhan dan keinginan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan
ekonomi yang stabil. Isi trilogi Pembangunan adalah sebagai berikut :
a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
18
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Sedangkan pelaksanannya pembanguanan nasional dilakukan secara
bertahap yaitu:
a. Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun.
b. Jangka pendek mencakup periode 5 tahun(pelita / pembangunan lima
tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang
sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambunagn.
19
c. Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita
III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan
penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan
Jalur Pemerataan, yaitu:
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang,
pangan, dan perumahan
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
Pemerataan pembagian pendapatan
Pemerataan kesempatan kerja
Pemerataan kesempatan berusaha
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya
bagi generasi muda dan kaum perempuan.
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
d. Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989.
titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi
resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal
sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
e. Pelita V
Pelita V dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik
beratnya pada sektor pertnian dan industri. Indonesia memiliki kondisi
ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun. Posisi
perdagangan luar negri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
f. Pelita VI
Pelita VI dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.
Titik beratnya pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembanguan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang
20
melanda Negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa plitik dalam negri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
21
ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia
menkelang akhir tahun 1997.
22
tetapi jumlah lulusannya lebih banyak daripada yang bisa dipekerjakan negara,
kerena faktanya tingkat pengangguran bagi lulusan kian bertambah. Kualitas
pendidikan pada tingkat perguruan tinggi ini juga menuai kririk. Pemerintah
baru mampu membuat kemajuan besar dibidang kesehatan dan pendidikan
dipertengahan tahun 1970-an.
3. Sosial Budaya
Masalah sosial bangsa semakin rumit dengan berlanjutnya urbanisasi.
Pada ahun 1971, sebanyak 17,3% dari penduduk Indonesia tinggal dikota
bandingkan dengan 14,8% Pada tahun 1962 dan 3,8% pada tahun 1930/. Pada
tahun 1971,penduduk Jakarta sudah melampaui 4,5 juta jiwa. Jawa tetap tecatat
sebagai pulau dengan jumlah populasi tersebar di Indonesia (60,4% pada ahun
1971). Orde Baru, seperti juga Belanda, gagal memindahkan penduduk dipulau
Jawa keluar pulau dalam proporsi yang signifikan. Kebijakan memindahkan
penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang jarang ini kini disebut dengan
“transmigrasi”.
Masa Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses
untuk mewujudkan cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya,
masyarakat dapat digambarkan dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an
laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,3% setiap tahun. Dalam tahun tahun
awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan menjadi sekitar 1,6% setiap tahun.
Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai harapan hidup rata-
rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an harapan hidup lebih dari 61
tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka kematian bayi menurun dari 142
untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1000 kelahiran
hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin meningkatnya pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh adanya Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di tingkat desa
atau RT.
Dalam himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan, fasilitas
pendidikan dasar sudah makin merata. Pada tahun 1968 fasilitas sekolah dasar
yang ada hanya dapat menampung sekitar 41% dari seluruh anak yang berumur
sekolah dasar. Fasilitas sekolah dasar yang telah dibangun di pelosok tanah air
praktis mampu menampung anak Indonesia yang berusia sekolah dasar.
Kondisi ini merupakan landasan kuat menuju pelaksanan wajib belajar 9 tahun
23
di tahun-tahun yang akan datang. Sementara itu, jumlah rakyat yang masih
buta huruf telah menurun dari 39% dalam tahun 1971 menjadi sekitar 17% di
tahuan1990-an. Dampak dari pemerataan pendidikan juga terlihat dari
meningkatnya tingkat pendidikan angkatan kerja. Dalam tahun 1971 hampir
43% dari seluruh angkatan kerja tidak atau belum pernah sekolah. Pada tahun
1990-an jumlah yang tidak atau belum pernah sekolah menurun menjadi sekitar
17%. Dalam kurun waktu yang sama angkatan kerja yang berpendidikan SMA
ke atas adalah meningkat dari 2,8% dari seluruh angkatan kerja menjadi hampir
15%. Peningkatan mutu angkatan kerja akan mempunyai dampak yang luas
bagi laju pembangunan di waktu-waktu yang akan datang.
Pemerintah Orde Baru mendefinisikan kebudayaan nasional sebagai
puncak-puncak kebudayaan daerah. Dengan demikian, kebudayaan daerah
yang dianggap bertentangan atau membahayakan kebudayaan nasional akan
dihapus atau dilarang. Pemerintah juga mengontrol kerja dan produksi
kebudayaan. Seniman tidak bisa seenaknya mengahasilkan karya seni. Karya
seni yang membahayakan Pancasila dan UUD akan dilarang. Demikian pula
dengan pementasan drama atau teater. Semuanya harus ada izin tertulis dari
aparat keamanan. Selain itu isi pementasan atau isi puisi harus dikontrol.
4. Ekonomi
Untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan
masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah menempuh cara:
1. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
2. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program
pembangunan. Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA
mengacu pada TapMPRS tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor
yang menyebabkan kemacetan.
b. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
c. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk
melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka
ditempuh cara:
Mengadakan operasi pajak
24
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan
kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung
pajak orang.
Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran
konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi
perusahaan negara.
Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Seluruh perencanaan dan pembangunan ekonomi
dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah. Masyarakat tidak
pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan. Rakyat
hanya menjadi objek atau sasaran pembangunan. Untuk
memajukan perekonomian nasional, pemerintah terus
memajukan pembangunan di berbagai sektor, termasuk sektor
pertanian. Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde
baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau
merupakan perubahan cara bercocok tanam daricara
tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau (Green
Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian
dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul
baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang
mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk
menggalakkan revolusi hijau ditempuh dengan cara:
d. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama
Panca Usaha Tani yang meliputi:
Pemilihan bibit unggul
Pengolahan tanah yang baik
Pemupukan
Irigasi
Pemberantasan hama
e. Ekstensifikasi Pertanian
25
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang
dapat ditanami dengan pembukaan lahan-lahan baru.
f. Diversifikasi Pertanian
Usaha penganeka-ragaman jenis tanaman pada suatu lahan
pertanian melalui sistem tumpang sari.
g. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya
pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi lingkungan,
serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di daerah tersebut.
5. Pertahanan dan Keamanan
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan
peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran
ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya
pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan
TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan
DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan
pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator. Peran
dan kedudukan ABRI semacam tidak hanya mengukuhkan kekuatan pengaruh
ABRI dalam penyelenggaraan Negara, tetapi juga mengamankan kekuasaan
Orde Baru itu sendiri. Tentara selama masa Orde Baru adalah sebagai alat
kekuasaan bagi pemerintah Orde Baru.
6. Agama
Selama masa Orde Baru, hanya 5 agama saja yang diperbolehkan hidup
dan berkembang di kalangan masyarakat sedangkan agama-agama lain
dilarang. Orang yang tidak beragama pun dilarang, jadi semua orang harus
beragama, tetapi agamanya harus salah satu dari kelima agama yang
diperbolehkan. Pemerintah juga mengawasi praktik-praktik keagamaan setiap
agama. Praktik keagamaan yang membahayakan keamanan atau bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945 akan ditindak dengan keras.
26
3.12Jatuhnya Orde Baru
Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa
kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) tumbuh subur. Kasus-kasus korupsi tidak pernah mendapat
penyelesaian hukum secara adil. Pembangunan Indonesia berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidak adilan dan kesenjangan sosial.
Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan pembangunan karena sebagian
besar kekayaan daerah disedot ke pusat. Akhirnya, muncul rasa tidak puas di
berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial
antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan
pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan
sosial. Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan
politik.
Pemerintah melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde
Baru. Kebebasan pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan koran maupun majalah.
Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai
kekerasan bersenjata. Misalnya, program ”Penembakan Misterius” (Petrus) atau
Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun
1997–1998.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter
tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring
dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN
semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya
ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan
sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum
demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998.
Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa
Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa
tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin
Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai
“Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto
berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi.
27
Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas
menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UUAnti monopoli, dan UU Anti korupsi. Dalam perkembangannya, Komite
Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan
dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden
B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan
dimulainya Orde Reformasi.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Lahirnya orde baru dilatarbelakangi oleh terjadinya G30S 1965, diikuti
dengan kondisi politik, keamanan dan ekonomi yang kacau (inflasi tinggi). Wibawa
presiden Sukarno semakin menurun setelah gagal mengadili tokoh-tokoh yang
terlibat G30S. Presiden mengeluarkan SUPERSEMAR 1966 bagi Letjen Suharto
guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk memperbaiki keadaan negara.
Akhirnya Presiden Sukarnomengundurkan diri dan digantikan oleh Presiden Suharto.
Perkembangan politik pada masa orde baru diawali dari penataan politik dalam
negeri yaitu setelah sidang MPRS 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden dan
dibentuklah Kabinet Pembangunan, penyederhanaan dan pengelompokan partai
politik, pemilihan umum serta mengadakan Perpera di Irian Barat pada 2 Agustus
1969. Kedua, melakukan penataan politik luar negeri yaitu dengan kembali menjadi
anggota PBB serta normalisasi hubungan dengan beberapa negara.
Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat
mulai dari pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur dll. Upaya
pembangunanekonomi dilaksanakan melalui REPELITA (Rencana Pembangunan
Lima Tahun) yangdimulai pada tanggal 1 April 1969. Namun pada akhir tahun 1997
Indonesia dilandakrisis ekonomi. Kondisi kian terpuruk ditambah dengan KKN yang
merajalela.
Dalam bidang social budaya pada masa orde baru telah mengalami kemajuan.
Antara lainmakin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan fasilitas
pendidikan dasar sudah makin merata dengan adanya program wajib belajar 9 tahun.
Ditetapkan tentang P-4 yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka
Parasetia Pancakarsa)untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
4.2 Saran
Dengan permasalahan yang dialamai oleh pemerintahan pada masa Orde Baru,
seperti dengan banyaknya uatang luar negri bangsa indonesia untuk pembangunan,
meskipun pembangunan berjalan dengan lancar, tapi inonesia menanggung utang
yang begitu banyak. Selain itu, pemerintah pada zaman tersebut terjadi sentralisasi
dalam pemerintahan dan kegiatan ekonomi.
29
Oleh karena itu penulis memberikan salah terhada permasalah tersebut. Yaitu
lakukan otonomi daerah kepada seluruh propinsi,sehingga potensi-potensi yang ada
pada dareah tersebut bisa dioptimalkan dengan seefisien mungkin. Harus terjadi
transparansi dalam sistem keuangan sehingga masyarakat bisa mengerti.
30
DAFTAR PUSTAKA
As’ad Djamhari, Saleh. 1979. Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI (1945 Sekarang).Cet. Ke-
2. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI
M.C Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2400. Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta.
Rina, 2008. Dinamika Kehidupan Poltik, Ekonomi, Sosial masa Orde Baru . [serial on
line]. http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-orde-baru/. [13
Agustus 2016]
BIODATA
Nama :
Nim :
Kelas :
Gmail: