Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Laporan Ekologi Mangrove Kelompok 2 Rombongan I (Revisi)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MANGROVE

Oleh :
Intan Eka M. S.
Andriani Diah Irianti
Muhammad Zaky
Halimatus Sadiyah
Dwi Oktaviani
Rismi Seftiani J

B1J011129
B1J012011
B1J012132
B1J013021
B1J013057
B1J013119

Asisten : Mukhlisal Ibrahim

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MANGROVE

Oleh :
Kelompok: 2
Rombongan: I
Intan Eka M. S.
Andriani Diah Irianti
Muhammad Zaky
Halimatus Sadiyah
Dwi Oktaviani
Rismi Seftiani J

B1J011129
B1J012011
B1J012132
B1J013021
B1J013057
B1J013119

Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Responsi


Mata Kuliah Ekologi Mangrove di Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Diterima dan Disetujui


Purwokerto, November 2015
Asisten
Mukhlisal Ibrahim
B1J009011

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv
DAFTAR TABEL....................................................................................... vi
I.
Pendahuluan................................................................................... 1
A. Latar Belakang
1
...............................................................................................
B. Maksud dan Tujuan Praktikum
2
...............................................................................................
II.
Tinjauan Pustaka............................................................................ 3
III.
Materi dan Metode......................................................................... 5
IV.
Hasil dan Pembahasan................................................................... 7
A. Hasil
7
.................................................................................................
B. Pembahasan
10
.................................................................................................
V.
Kesimpulan dan Saran................................................................... 29
A. Kesimpulan
29
.................................................................................................
B. Saran
29
.................................................................................................
Daftar Referensi......................................................................................... 30

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Dendrogam Berdasarkan Tingkat Kesamaan Pancang.............


Gambar 2. Dendrogam Berdasarkan Tingkat Kesamaan Semai ...............
Gambar 3. Peta Segara Anakan Kabupaten Cilacap..................................
Gambar 4. Lokasi Praktikum Segara Anakan............................................
Gambar 5. Bruguiera gymnorrhiza............................................................
Gambar 6. Ceriops tagal ...........................................................................
Gambar 7. Aegiceras corniculatum ...........................................................
Gambar 8. Rhizophora apiculata...............................................................
Gambar 9. Rhizophora mucronata ............................................................
Gambar 10. Cerithidea djadjarensis .........................................................
Gambar 11. Chicoreus capucinus...............................................................
Gambar 12. Telescopium telescopium........................................................
Gambar 13. Neritina lineata ......................................................................
Gambar 14. Cassidula aurisfelis ...............................................................
Gambar 15. Littoraria carinifera ..............................................................
Gambar 16. Litteratoria sp. .......................................................................
Gambar 17. Cerithidhea obtusa ................................................................
Gambar 18. Strombus canarium.................................................................

9
9
11
11
12
14
15
17
18
19
21
22
22
23
24
24
25
26

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Vegetasi Mangrove....................................................................... 7
Tabel 2. Gastropoda di Ekosistem Mangrove............................................ 7
Tabel 3. Stasiun A5 plot 10x10 meter........................................................ 7
Tabel 4. Stasiun A5 plot 5x5 meter............................................................ 8
Tabel 5. Stasiun A5 plot 1x1 meter ........................................................... 8
Tabel 6. Stasiun B5 plot 5x5 meter............................................................ 8
Tabel 7. Stasiun B5 plot 1x1 meter............................................................ 8

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
II. Mangrove adalah tanaman yang tumbuh dan mendominasi di
zona inter-tidal sepanjang garis pantai dan estuarin. Peran mangrove
sangat penting dalam melindungi pantai dan lingkungan pesisir (Ng dan
Sivasothi, 2005). Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir
tropis atau subtropis yang sangat dinamis serta memiliki produktivitas,
nilai ekonomi, dan nilai ekologi yang tinggi. Hutan mangrove sebagai
daerah dengan produktivitas tinggi memberikan konstribusi besar terhadap
dendritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota
yang hidup di sekitarnya. Hutan mangrove di dalamnya terdapat berbagai
jenis hewan dan tumbuhan yang hidup mulai dari mikroba, protozoa
hingga yang berukuran besar seperti ikan, krustaceae, moluska, reptil,
burung dan mamalia, dimana kelompok hewan-hewan tersebut memiliki
fungsi penting dalam membangun struktur mangrove. Hutan mangrove di
Indonesia merupakan kawasan terluas di dunia yaitu 4,25 juta Ha atau
27% dari luas hutan mangrove yang ada di dunia dengan tingkat
keanekaragaman hayati serta struktur yang paling bervariasi di dunia
(Irwanto, 2006).
III.
Luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami penurunan dari 425 juta Ha pada tahun 1982 menjadi 377 juta
Ha pada tahun 1993 (Dahuri, 2004). Penurunan luas hutan mangrove
disebabkan oleh dua hal yaitu aktivitas manusia dan faktor alam. Aktifitas
manusia yang menyebabkan penurunan luas hutan mangrove yaitu
perambahan hutan mangrove secara besar-besaran untuk pembuatan arang,
kayu bakar, dan bahan bangunan, serta penguasaan lahan oleh masyarakat,
konversi lahan untuk pertambakan ikan dan garam, pemukiman, pertanian,
pertambangan, dan perindustrian Salah satu contoh hutan mangrove yang
mengalami penurunan luas akibat pengkonversian ke jenis hutan lain yaitu
hutan mangrove di Segara Anakan yang mengubah 6000 Ha dari total luas

11. 263 Ha menjadi perkebunan kayu putih oleh perhutani pada tahun
1997 (Setyawan et al., 2003).
IV.
Segara Anakan merupakan sebuah kawasan laguna unik
yang terletak di kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. Segara Anakan
bukan hanya menjadi hutan bakau dengan keberagaman flora dan fauna,
namun juga menjadi tempat yang menarik bagi para nelayan yang tinggal
di kampung tersebut. Area mangrove Segara Anakan sebenarnya
merupakan yang terluas di Jawa yaitu 13.500 Ha. Namun, jumlahnya kini
makin menyusut seiring dengan banyaknya reklamasi lahan ilegal dan
pencurian kayu bakau. Padahal, hutan mangrove ini menjadi tempat
berlindung 85 spesies burung, termasuk spesies yang endemik hanya ada
di Segara Anakan: Centropus nigrorufus Bahkan hutan bakau Segara
Anakan sering menjadi ajang berkumpulnya kawanan burung yang
bermigrasi dari selatan saat di wilayah Australia musim dingin (Pribadi et
al., 2009).
V.
B. Maksud dan Tujuan
VI. Praktikum lapangan mata kuliah Ekologi Mangrove memuat
beberapa acara yang memiliki tujuan sebagai berikut:
VII. Acara I. Identifikasi Vegetasi Mangrove:
1

Mengidentifikasi beberapa spesies tumbuhan mangrove mayor, minor, dan

tumbuhan lain yang berasosiasi di lingkungan mangrove Segara Anakan.


Mengetahui bagian-bagian morfologi khas tumbuhan mangrove mayor dan

minor, serta perbedaannya dengan tumbuhan asosiasi.


VIII. Acara II. Identifikasi Vegetasi Gastropoda Mangrove:
Mengetahui keanekaragaman spesies gastopoda yang hidup di ekosistem

mangrove Segara Anakan.


Mengetahui karakter morfologi gastropoda sebagai dasar identifikasi.
IX.
Acara III. Ekosistem - Analisis Vegetasi:
X. Mengetahui struktur, komposisi, dan distribusi tumbuhan
mangrove di Segara Anakan, yaitu melalui densitas, frekuensi, distribusi,
nilai penting, indeks diversitas dan indeks similaritas.
XI.

XII.
XIII.

TINJAUAN PUSTAKA

Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas

tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh
pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan
antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung
daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar
untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh
air payau. Daerah pasang surut adalah daerah yang mendapat pengaruh
pasang surut dan terletak di sepanjang garis pantai, termasuk tepi laut,
muara sungai, laguna dan tepi sungai (Kitamura et al. 1997).
XIV. Mangrove memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh
topografi pantai baik estuari atau muara sungai, dan daerah delta yang
terlindung. Daerah tropis dan sub tropis mangrove merupakan ekosistem
yang terdapat di antara daratan dan lautan. Hutan mangrove akan
membentuk hutan yang ekstensif dan produktif pada kondisi yang sesuai.
Secara karakteristik hutan mangrove mempunyai habitat dekat pantai.
Sebagaimana menurut FAO (1982) bahwa hutan mangrove merupakan
jenis maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut.
Mangrove

mempunyai

kecenderungan

membentuk

kerapatan

dan

keragaman struktur tegakan yang berperan sebagai perangkap endapan dan


perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan
mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai
penyangga antara laut dan daratan. Disamping itu, memiliki kapasitasnya
sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke
daratan. Selain itu, umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran
yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran
ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin
oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tumbuh dan berkembang pada
pantai-pantai tepat di sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung dari
angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau di belakang terumbu karang
di pantai yang terlindung.

XV.

Hutan

Mangrove

memberikan

manfaat

sebagai

perlindungan kepada berbagai organisme baik hewan darat maupun hewan


air untuk bermukim dan berkembang biak. Selain itu, manfaat mangrove
adalah untuk menyerap karbon, sebagai daerah asupan, sebagai tempat
pemijahan, sebagai tempat mencari makan, supply nutrisi ke lingkungan.
Hutan Mangorove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia,
amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya.
Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem
Mangorove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang
keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangorove
merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan
tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery
ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat
berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang
(shellfish) dari predator (Arief, 2003).
XVI.
XVII.
XVIII.

XIX. MATERI DAN METODE PRAKTIKUM


A. Materi
XX.

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ekologi

mangrove yaitu:
1

Acara I Identifikasi Vegetasi Mangrove.


XXI. Objek yang diamati meliputi beberapa spesies tumbuhan, baik
tergolong mangrove mayor, minor atau asosiasi. Buku identifikasi, buku
gambar dan alat tulis.

Acara II Identifikasi Gastropoda Ekosistem Mangrove.


XXII. Objek yang diamati berupa gastropoda. Formalin 4%, botol
sampel, kaca pembesar, buku identifikasi.

Acara III Ekosistem-Analisis Vegetasi.


XXIII. Objek yang diamati meliputi seluruh spesies tumbuhan, baik
tergolong mangrove mayor, minor atau asosiasi. Bahan dan alat yang
digunakan relative sama dengan praktikum biodiversitas spesies, ditambah
peralatan untuk membuat plot kuadrat berupa tali rafia, patok, palu, meteran
dan rol meter.
XXIV.

XXV. B. Metode
1. Identifikasi Vegetasi Mangrove
Spesies segar hasil koleksi diidentifikasi

dan

dicatat

sifat-sifat

morfologinya.
Di gambar dan kemudian di deskripsikan
2. Identifikasi Gastropoda Ekosistem Mangrove
Mengambil sampel biota asosiasi (molluska, crustacea, serangga ataupun
apa saja yang ada di dalam transek) dan yang tidak dikenal dimasukan ke
dalam toples untuk diidentifikasi.
Data yang diperoleh dianalisa.
3. Ekosistem- Analisis Vegetasi
Data vegetasi mangrove yang diperoleh
Data dianalisis dengan perhitungan:
jumlah individu suatu spesies
Kerapatan/ Densitas =
luas seluruh plot
kerapatan suatu spesies
Kerapatan Relatif (KR) =
x 100 %
kerapatan seluruh spesies
jumlah plot yang ditempatisuatu spesies
Frekuensi =
jumlah plot seluruh pengamatan

frekuensi suatu spesies


x 100 %
frekuensi seluruh spesies
jumlah basal area suatu spesies
Dominansi =
luas seluruh plot
dominansi suatu spesies
Dominansi Relatif (DR) =
x 100 %
dominansi seluruh spesies
Nilai Penting = KR + FR + DR
XXVI.
XXVII.
XXVIII.
Frekuensi Relatif (FR) =

XXX.

XXIX. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Tabel 1. Vegetasi Mangrove

XXXI.
N

XXXII.Familia

XXXVI.
Rhi
XXXV.
zhophora
1
ceae
XXXIX.XL. Rhizhoph
2
oraceae
XLIII. XLIV. Rhizhoph
3
oraceae
XLVII. XLVIII.Myrsinac
4
LI.
5

LII.

eae
Rhizhoph

XXXIII.

XXXVII.

Spesies

Ceriops tagal

XXXIV.
Jumlah
XXXVIII.
66

XLI.

Bruguiera
gymnorrhiza

XLII. 4
3

XLV.

Rhizophora
apiculata

XLVI. 3
2

XLIX. Aegiceras

L.

2
1

LIV.

LX.

corniculatum
LIII.

oraceae

Rhizophora
mucronata

LV.
LVI. Tabel 2. Gastropoda di Ekosistem Mangrove
u

LVII.
N

LVIII. Familia

LIX. Spesies

m
l
a
h

LXI.
1

LXII. Potamidi

dae
LXV. LXVI. Muricida
2
e
LXIX. LXX. Potamidi
3
dae
LXXIII.LXXIV.

Ne

LXIII. Cerithidea
djadjarensis
LXVII.

Chicoreus

capucinus

LXIV. 1
LXVIII.
2

LXXI. Telescopium
telescopium

LXXII.2

LXXV. Nerita lineata

LXXVI.
1

4
ritidae
LXXVII.
LXXVIII.
Ell

LXXIX. Cassidula

5
obiidae
LXXXI.LXXXII.
Litt

aurisfelis
LXXXIII.

Littorinidae

LXXX. 1
LXXXIV.

orinidae

LXXXV.
LXXXVI.
7
LXXXIX.
XC.

Litt

LXXXVII.

orinidae
Potamidi

XCI.

8
dae
XCIII. XCIV. Strombia
9
XCVII.
XCVIII.

carinifera

LXXXVIII.
1

Littoraria sp.

Cerithidea obtusa

XCII. 1

XCV. Strombus canarium

dae

XCVI. 1

Tabel 3. Stasiun A5 plot 10x10 meter


C.

K
R

XCIX. Vegetasi

CI.
FR

CII.

CIII. N

DR

%
)

CIV.

CIX.

Bruguiera
gymnorrhiza

Aegiceras
corniculatum

CV.

CX.

CVI.

50

CXI.

50

CVII.
95.4

CXII.
4.51

CVIII. 1
9
5
.
4
8
2
CXIII. 1
0
4
.
5
1
8

CXIV.
CXV.Tabel 4. Stasiun A5 plot 5x5 meter
CXVII.K
R
CXVI. Vegetasi

CXIX. D
CXVIII.
FR

(
%
)

R
CXX.
NP

CXXI. Bruguiera
gymnorrhiza

CXXII. 3
.
0
3
0
3
0
3
0
3

CXXIV.
33.94

CXXVI. Aegiceras
corniculatu
m

CXXVII.
24.2424
2
4
2

CXXVIII.
20

CXXX.
83.456

CXXXI. Rhizophora
apiculata

CXXXII.
72.7272
7
2

CXXXIV.
46.8464
CXXXIII.
8
40

CXXXV.
159.57

CXXV.
56.970

CXXIII.
20
CXXIX.
19.2135
3

CXXXVI.
CXXXVII.Tabel 5. Stasiun A5 plot 1x1 meter
CXXXVIII. Veget
asi

CXXXIX.
KR (%)

CXLII. Aegiceras
corniculatu
m

CXLIII.
50

CXLVI.Bruguiera
gymnorrhiz
a

CXLVII.
7.14285
7
1
4
3

CL.

CLI.

Rhizophora
apiculata

3
5
,
7
1
4

CXL.
FR

CXLIV.
20

CXLV. 7
0

CXLVIII.
20

CXLIX.
27.1428
5
7
1
4

CLII.
40

CXLI. N
P

CLIII. 7
5
.
7
1
4

CLIV. Rhizophora
mucronata
CLVIII.
CLIX.
CLX.

2
8
5
7
1

2
8
5
7
1

CLV. 7
,
1
4
2
8
5
7
1
4
3

CLVII. 2
7
.
1
4
2
8
5
7
1
4

CLVI.
20

Tabel 6. Stasiun B5 plot 5x5 meter


Vegetasi

CLXI.

Ceriops

R (%)
CLXVI. 8

FR (%)
DR
CLXVII. CLXVIII.

NP
CLXIX.

tagal
CLXX.
Rhizophora

8.8889
CLXXI. 6

33.3333
90.1045
CLXXII. CLXXIII.

212.327
CLXXIV.

apiculata
CLXXV. Aegiceras

.66667
CLXXVI. 2

33.3333
4.8587
44.8587
CLXXVII. CLXXVIII. CLXXIX.

corniculatum
CLXXX. Bruguiera

.22222
CLXXXI. 2

16.6667
0.45132
19.3402
CLXXXII. CLXXXIII. CLXXXIV.

CLXV.

CLXII.

CLXIII.

gymnorrhiza
.22222
16.6667
CLXXXV.
CLXXXVI.
Tabel 6. Stasiun B5 plot 1x1 meter

4.58544

CLXXXVIII.
CLXXXVII. Veget
asi

CXCI. Bruguiera
gymnorhiza

KR

CLXXXIX.
(

FR
CXC. N
P

%
)
CXCII.4
2
.

10

CXCIII.
50

CXCIV.
92.6229
5

CLXIV.

23.4743

6
2
3

CXCV. Ceriops
tagal

0
8

CXCVI.
57.377

CXCVII.
50

CXCVIII.
107.377
0
4
9

CXCIX.
PANCANG
Group average
Resemblance: S17 Bray Curtis similarity

20

Similarity

40

60

VIII

IX

VI

VII

IV

III

100

II

80

Samples
CC.
CCI. Gambar 1. Dendogram Berdasarkan Tingkat Kesamaan (Pancang)
CCII.

11

SEMAI
Group average
Resemblance: S17 Bray Curtis similarity

20

Similarity

40

60

IX

VIII

VII

IV

VI

II

III

100

80

Samples
CCIII.
CCIV.
Gambar 2. Dendogram Berdasarkan Tingkat Kesamaan (Semai)
CCV.
CCVI.
CCVII.

12

B. Pembahasan
CCVIII. Praktikum ekologi mangrove dilakukan di Segara Anakan,
tepatnya terletak di Kabupaten Cilacap yang merupakan daerah terluas di
Jawa Tengah. Kabupaten Cilacah memiliki batas wilayah di sebelah
selatan yaitu Samudra Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Kuningan
Propinsi Jawa Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Kebumen dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan
Kota

Banjar Propinsi

Jawa Barat. Terletak diantara

10804-300-

1090300300 garis Bujur Timur dan 70300-70450200 garis Lintang Selatan,


mempunyai luas wilayah 225.360,840 Ha, yang terbagi menjadi 24
Kecamatan 269 desa dan 15 Kelurahan. Wilayah tertinggi adalah
Kecamatan Dayeuhluhur dengan ketinggian 198 M dari permukaan laut
dan wilayah terendah adalah Kecamatan Cilacap Tengah dengan
ketinggian 6 M dari permukaan laut (Budiman, 1985).
CCIX.

Segara Anakan adalah sebuah laguna yang merupakan suatu

ekosistem unik yang terdiri dari badan air (laguna) bersifat payau, hutan
mangrove dan lahan rendah yang dipengaruhi pasang surut. Ekosistem tersebut
berfungsi sebagai tempat pemijahan udang dan ikan, sebagai habitat burungburung air migran dan non migran, berbagai jenis reptil dan mamalia serta
berbagai jenis flora. Dari perspektif Sumber Daya Air, Laguna tersebut termasuk
dalam DAS Segara Anakan yang merupakan bagian hilir dari wilayah sungai
Citanduy. Laguna Segara Anakan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu
sebagai muara sungai Citanduy, sungai Cibeureum, sungai Palindukan, sungai
Cikonde dan sungai-sungai lainnya yang berpengaruh besar terhadap kelancaran
fungsi sistem drainasi daerah irigasi Sidareja-Cihaur seluas 22.500 ha (Kab.
Cialacap), daerah irigasi Lakbok Selatan seluas 4.050 ha dan daerah irigasi
Lakbok Utara seluas 6.700 ha (Kab. Ciamis) serta sistem pengendalian banjir
Wilayah Sungai Citanduy (Dep.PU Dirjen SDA IPK PWS Citanduiwulan, 2006 ).

13

CCX.

CCXI.

Gambar 3. Peta Segara Anakan Kabupaten Cilacap


CCXII.
CCXIII.

CCXIV. Gambar 4. Lokasi Praktikum Ekologi Mangrove di Sagara


Anakan, Cilacap (Sumber: Google Earth)
CCXV.

14

CCXVI.Berdasarkan hasil praktikum Ekologi Mangrove di Segara


Anakan Cilacap didapatkan hasil vegetasi mangrove diantaranya:
1. Bruguiera gymnorrhiza
CCXVII.
Bruguiera gymnorrhiza merupakan tumbuhan
mangrove dengan nama setempat yaitu pertut, taheup, tenggel, putut,
tumu, tomo, kandeka, tanjang merah, tanjang, lindur, sala-sala, dau,
tongke, totongkek, mutut besar, wako, bako, bangko, mangimangi, sarau.
Perawakan berupa pohon, tinggi dapat mencapai 20 m, kulit kayu abu-abu
kehitaman, kasar, berlenti sel dan bercelah. Daun: tunggal, permukaan
hijau tua, permukaan bawah hijau kekuningan, tulang daun kadangkala
berwarna kemerah-merahan, tersusun berlawanan, ujung runcing, bentuk
elip sampai bulat panjang, ukuran panjang 8-15 cm, lebar 4-6 cm. Bunga
soliter, terletak di ketiak daun, kelopak berjumlah 10-14, bentuk genta,
warna merah sampai merah muda, mahkota runcing dan sedikit pendek
dari kelopak, benangsari berpasang-pasangan dan melekat pada daun
mahkota. Buah berbentuk bulat, diameter 1,5-2 cm, hipokotil halus, mirip
cerutu, berwarna hijau tua sampai ungu kecoklatan, ujung tumpul, panjang
7-15 cm, diameter 1,5-2 cm. Akar: akar papan yang melebar, disertai akar
lutut. Habitat: tanah basah, yang sedikit berpasir (Ashton, 1988). Buah
lindur (Bruguiera gymnorrhiza) adalah salah satu tumbuhan mangrove
yang biasanya dikenal sebagai bakau daun besar. B. gymnorrhiza tersebar
di daerah tropis Afrika Selatan dan Timur dan Madagaskar, ke Asia
Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan negara di kawasan
Malesia), sampai timurlaut Australia, Mikronesia, Polinesia and kepulauan
Ryukyu (Duke, 2006).
CCXVIII.
Klasifikasi B. gymnorrhiza menurut Duke (2006),
sebagai berikut:
CCXIX.
Kingdom : Plantae
CCXX. Divisi
: Magnoliophyta
CCXXI.
Class
: Magnoliopsida
CCXXII.
Ordo
: Myrtales
CCXXIII.
Famili
: Rhizophoraceae
CCXXIV.
Genus
: Bruguiera
CCXXV.
Spesies
: Bruguiera gymnorrhiza

15

CCXXVI.
CCXXVII. Gambar 5. Bruguiera gymnorrhiza
2. Ceriops tagal (Perr.)
CCXXVIII.

Ceriops tagal merupakan tumbuhan mangrove

dengan nama setempat tengar, tengah, tangar, tingih, tingi, palun, parun,
bido-bido, lonro, mentigi, tengar, tinci, mange darat, wanggo. C. tagal
merupakan pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m.
Kulit kayu berwarna abu-abu, kadang-kadang coklat, halus dan
pangkalnya menggelembung. Pohon seringkali memiliki akar tunjang yang
kecil. Daun hijau mengkilap dan sering memiliki pinggiran yang
melingkar ke dalam. Unit dan letak daun sederhana dan berlawanan.
Bentuk daun bulat telur terbalik-elips. Ujung daun membundar. Ukuran
daun 1-10x2-3,5 cm. Bunga mengelompok di ujung tandan. Gagang bunga
panjang dan tipis, pada ujung cabang baru atau pada ketiak cabang yang
lebih tua. Letak bunga di ketiak daun. Formasi bunga berkelompok (5-10
bunga per kelompok) (Noor et al., 2012).
CCXXIX.
Daun mahkota berjumlah 5, berwarna putih dan
kemudian jadi coklat. Kelopak bunga berjumlah 5, berwarna hijau,
panjang 4- 5 mm, tabung 2 mm. Tangkai benang sari lebih panjang dari
kepala sarinya yang tumpul. Buah panjangnya 1,5-2 cm, dengan tabung
kelopak yang melengkung. Hipokotil berbintil, berkulit halus, agak
menggelembung dan seringkali agak pendek. Ukuran buah Hipokotil,
panjang 4-25 cm dan diameter 8-12 mm. C. tagal membentuk belukar
yang rapat pada pinggir daratan dari hutan pasang surut dan/atau pada
areal yang tergenang oleh pasang tinggi dengan tanah memiliki sistem
pengeringan baik, juga terdapat di sepanjang tambak. Menyukai substrat

16

tanah liat, dan kemungkinan berdampingan dengan C. decandra.


Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Penyebaran C. tagal dari Mozambik
hingga Pasifik Barat, termasuk Australia Utara, Malaysia dan Indonesia
(Noor et al., 2012).
CCXXX.

Klasifikasi Ceriops tagal menurut Noor et al.

(2012), sebagai berikut :


CCXXXI.
Kingdom : Plantae
CCXXXII. Divisi
: Magnoliophyta
CCXXXIII. Class
: Magnoliopsida
CCXXXIV. Ordo
: Myrtales
CCXXXV. Famili
: Rhizophoraceae
Genus: Ceriops
CCXXXVI. Spesies
: Ceriops tagal (Perr.) C.B. Rob.
CCXXXVII.
CCXXXVIII.
CCXXXIX.
CCXL.
CCXLI.
CCXLII.
CCXLIII.
CCXLIV.
CCXLV.
CCXLVI. Gambar 6. Ceriops tagal
3. Aegiceras corniculatum
CCXLVII.

Aegiceras

corniculatum

merupakan

tumbuhan

mangrove dengan nama setempat teruntun, gigi gajah, perepat tudung,


perepat kecil, tudung laut, duduk agung, teruntung, kayu sila, kacangan,
klungkum, gedangan, kacang-kacangan.
CCXLVIII. A. corniculatum merupakan semak atau pohon kecil
yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan ketinggian pohon mencapai 6
m. A. corniculatum memiliki akar menjalar di permukaan tanah. Kulit
kayu bagian luar berwarna abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah,
serta memiliki sejumlah lentisel. Daunnya berkulit, terang, berwarna hijau
mengkilat pada bagian atas dan hijau pucat di bagian bawah, seringkali
bercampur warna agak kemerahan (Tangkery et al., 2013). Kelenjar
pembuangan garam terletak pada permukaan daun dan gagangnya. Unit
dan letak daun sederhana dan bersilangan. Bentuk daun bulat telur terbalik

17

hingga elips. Ujung daun membundar. Ukuran daun 11 x 7,5 cm (Noor et


al., 2012).
CCXLIX.

A. corniculatum dalam satu tandan terdapat banyak

bunga yang bergantungan seperti lampion, dengan masing-masing tangkai


atau gagang bunga panjangnya 8-12 mm. Letak bunga di ujung tandan
atau tangkai bunga. Formasi bunga payung. Daun mahkotanya berjumlah
5, berwarna putih, ditutupi rambut pendek halus hingga mencapai 5-6 mm.
Kelopak bunga berjumlah 5, berwarna putih-hijau. Buahnya berwarna
hijau hingga merah jambon (jika sudah matang), permukaan halus,
membengkok seperti sabit, didalam buah terdapat satu biji yang membesar
dan cepat rontok. Ukuran panjangnya 5-7,5 cm dan diameter 0,7 cm. A
corniculatum memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas, tanah dan
cahaya yang beragam. Umumnya tumbuh di tepi daratan daerah mangrove
yang tergenang oleh pasang naik yang normal, serta di bagian tepi dari
jalur air yang bersifat payau secara musiman. Perbungaan terjadi
sepanjang tahun, dan kemungkinan diserbuki oleh serangga. Biji tumbuh
secara criptovivivar, dimana embrio muncul melalui kulit buah ketika buah
yang membesar rontok. Biasanya segera tumbuh sekelompok anakan di
bawah pohon dewasa. Buah dan biji telah teradaptasi dengan baik terhadap
penyebaran melalui air. Penyebaran A. corniculatum terdapat di Sri Lanka,
Malaysia, seluruh Indonesia seperti, Papua New Guinea, Cina selatan,
Australia dan Kepulauan Solomon (Noor et al., 2012).
CCL. Klasifikasi Aegiceras corniculatum menurut Noor et al.
(2012), sebagai berikut:
CCLI. Kingdom : Plantae
CCLII. Divisi : Magnoliophyta
CCLIII.Class
: Magnoliopsida
CCLIV.Ordo
: Primulales
CCLV. Famili
: Myrsinaceae
Genus: Aegiceras
CCLVI.Spesies
: Aegiceras corniculatum (L.) Blanco

18

CCLVII.
CCLVIII. Gambar 7. Aegiceras corniculatum
4. Rhizophora apiculata
CCLIX. Rhizophora apiculata merupakan mangrove dengan nama
setempat bakau minyak, bakau tandok, bakau akik, bakau puteh, bakau
kacang, bakau leutik, akik, bangka minyak, donggo akit, jankar, abat,
parai, mangi-mangi, slengkreng, tinjang, wako. Rhizophora apiculata
memiliki pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter
batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai
ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar
dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Daun
berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan
kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan
warnanya kemerahan. Unit dan Letak sederhana dan berlawanan. Bentuk
elips menyempit. Ujung meruncing. Ukuran 7-19 x 3,5-8 cm. Bunga
biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada gagang berukuran
<14 mm. Letak di ketiak daun. Formasi kelompok (2 bunga per
kelompok). Daun mahkota berjumlah 4; kuning-putih, tidak ada rambut,
panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga berjumlah 4; kuning kecoklatan,
melengkung. Benang sari berjumlah 11-12; tak bertangkai. Buah buah
kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat,
panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil silindris, berbintil,
berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika sudah
matang. Ukuran hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.
Rhizophora apiculata tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan
tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih
keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai

19

90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang
surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara
permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena
gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga
menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan.
Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun. Rhizophora
apiculata tersebar di Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga
Australia Tropis dan Kepulauan Pasifik. Kelimpahan melimpah di
Indonesia, tersebar jarang di Australia. Manfaat kayu dimanfaatkan untuk
bahan bangunan, kayu bakar dan arang. Kulit kayu berisi hingga 30%
tanin (per sen berat kering). Cabang akar dapat digunakan sebagai jangkar
dengan diberati batu. Di Jawa acapkali ditanam di pinggiran tambak untuk
(Noor et al., 2012).
CCLX. Klasifikasi R. apiculata menurut Noor et al. (2012),
adalah sebagai berikut:
CCLXI.
Kingdom : Plantae
CCLXII.
Divisi
: Magnoliophyta
CCLXIII.
Kelas
: Magnoliopsida
CCLXIV.
Ordo
: Myrtales
CCLXV.
Family
: Rhizophoraceae
CCLXVI.
Genus
: Rhizophora
CCLXVII. Species
: Rhizophora apiculata Bl.

CCLXVIII.
CCLXIX. Gambar 8. Rhizophora apiculata
5. Rhizophora mucronata
CCLXX. Rhizophora mucronata memiliki nama daerah sebagai bakau,
bakau gundul, bakau, genjah dan bangko. Tanaman ini termasuk ke dalam Famili
Rhizophoraceae dan banyak ditemukan pada daerah berpasir serta daerah pasang
surut air laut. Tanaman ini dapat tumbuh hingga ketinggian 35-40 m. Batang

20

berbentuk silindris, kulit luar berwarna cokelat keabu-abuan sampai hitam, pada
bagian luar kulit terlihat retak-retak. Bentuk akar tanaman ini menyerupai akar
tunjang (akar tongkat). Akar tunjang digunakan sebagai alat pernapasan karena
memiliki

lentisel pada

permukaannya. Akar tanaman

tersebut tumbuh

menggantung dari batang atau cabang yang rendah dan dilapisi semacam sel lilin
yang dapat dilewati oksigen tetapi tidak tembus air (Murdiyanto, 2003). R.
mucronata memiliki daun melonjong, berwarna hijau dan mengkilap dengan
panjang tangkai 17-35 mm. Tanaman ini umumnya memiliki bunga berwarna
kuning yang dikelilingi kelopak berwarna kuning-kecoklatan sampai kemerahan.
Proses penyerbukan dibantu oleh serangga dan terjadi pada April sampai dengan
Oktober. Penyerbukan menghasilkan buah berwarna hijau yang umumnya
memiliki panjang 36-70 cm dan diameter 2 cm (Kusmana et al., 2003).
CCLXXI.

Klasifikasi R. mucronata menurut Noor et al.

(2012), adalah sebagai berikut:


CCLXXII. Kingdom : Plantae
CCLXXIII. Divisi
: Magnoliophyta
CCLXXIV. Kelas
: Magnoliopsida
CCLXXV. Ordo
: Myrtales
CCLXXVI. Family
: Rhizophoraceae
CCLXXVII. Genus
: Rhizophora
CCLXXVIII. Species
: Rhizophora mucronata

CCLXXIX.
CCLXXX. Gambar 9. Rhizophora mucronata
CCLXXXI.

Mangrove merupakan komunitas tiga dimensi yang

dibatasi dua daerah utama yaitu horizontal dari daratan menuju ke laut dan
vertikal dari atas pohon ke tanah. Berbagai avertebrata menggantungkan
hidupnya pada produktivitas mangrove baik langsung maupun tidak
langsung. Avertebrata yang paling melimpah dan menyolok adalah
krustasea dan. moluska yang diwakili oleh sejumlah siput, yang umumnya

21

hidup pada akar dan batang pohon bakau dan lainnya pada lumpur di dasar
akar mencakup sejumlah pemakan detritus. Beberapa jenis gastropoda
hidup menempel pada substrat yang keras, akan tetapi adapula yang hidup
pada substrat yang lunak seperti pasir dan lumpur. Habitat gastropoda di
hutan mangrove terbagi menjadi 3 yaitu di pohon mangrove, di atas
permukaan lumpur, dan di dalam sedimen. Gastropoda yang hidup di
pohon mangrove terbagi lagi menjadi gastropoda yang hidup pada akar,
batang dan daun mangrove dan yang hidup pada kayu yang sudah mati.
Sebagian dari gastropoda hidup di daerah-daerah hutan bakau, ada yang
hidup di atas tanah berlumpur, ada pula yang menempel pada akar atau
batang mangrove dan ada juga yang memanjatnya, misalnya Littorina,
Cassidula, Cerithidae dan lain-lain. Sebagai salah satu hewan yang hidup
di hutan mangrove, gastropoda dapat digunakan sebagai indikator
biogeografi tentang produktivitas ekosistem mangrove tersebut (Pribadi et
al., 2009).
CCLXXXII. Berdasarkan hasil praktikum Ekologi Mangrove di
Segara Anakan Cilacap didapatkan gastropda sebagai berikut :
1. Cerithidea djadjarensis
CCLXXXIII.

Klasifikasi dari Cerithidea djadjariensis menurut Robert

et al. (1982), adalah sebagai berikut:


CCLXXXIV. Kingdom : Animalia
CCLXXXV. Phylum
: Molusca
CCLXXXVI. Classis
: Gastropoda
CCLXXXVII. Family
: Potamididae
CCLXXXVIII.
Genus
: Cerithidea
CCLXXXIX. Species
: Cerithidea djadjarensis
CCXC. Cerithidea djadjariensis memiliki cangkang berbentuk conical
memanjang dengan sulur yang tinggi dan apex yang agak tumpul.
Cangkang berwarna cokelat muda hingga cokelat tua. Permukaan luar
cangkang dihiasi oleh ornamen garis-garis aksial dalam yang
berpotongan dengan garis-garis spiral yang lebih halus sehingga
membentuk bintil-bintil kecil yang beraturan. Suture cukup dalam
dengan tepi cangkang mencembung (membulat). Aperture berbentuk
oval dan agak lebar. Warna dinding dalam aperture sama dengan warna

22

dinding luar cangkang dan bertekstur halus. Operkulum tipis dan


sedikit transparan, serta memiliki inti di tengah (Robert et al., 1982).

CCXCI.
CCXCII.

Gambar 10. Cerithidea djadjarensis


CCXCIII.
CCXCIV.
CCXCV.
CCXCVI.
2. Chicoreus capucinus
CCXCVII. Klasifikasi Chicoreus capucinus menurut Hinton (1972),
adalah sebagai berikut :
CCXCVIII. Phylum
: Mollusca
CCXCIX.
Class : Gastropoda
CCC. Subclass : Prosobranchia
CCCI. Ordo : Neogastropoda
CCCII. Family
: Muricidae
CCCIII. Genus
: Chicoreus
CCCIV.
Species
: Chicoreus capucinus (Lamarck, 1822).
CCCV.
Cangkang berbentuk fusiformis dengan ujung cangkang
meruncing dan arah putaran cangkangnya dekstral. Umumnya berwarna
coklat dengan garisgaris spiral bagian dorsal yang sangat menonjol. Kanal
sifon memanjang dan umbilikus terbuka. Bibir cangkang bagian luar
bergelombang kasar dan aperture berwarna abu-abu kecoklatan dengan
panjang rata-rata cangkang Chicoreus capucinus sekitar 50 mm (Tan dan
Oh, 2002). Menurut Oemarjati dan Wardhana (1990), Chicoreus
capucinus memiliki operkulum yang bertipe concentric dan berbentuk
corneous.
CCCVI. Chicoreus

capucinus

merupakan

salah

satu

jenis

Gastropoda predator dari famili Muricidae yang hidup di hutan mangrove,


umumnya Chicoreus capucinus hidup di hutan mangrove di tepi pantai
berlumpur di sekitar muara sungai, seperti halnya biota yang hidup di zona
intertidal,

predator

tersebut

dapat

beradaptasi

dengan

baik

di

lingkungannya pada kisaran salinitas antara 15-45 ppt, pH 9, dan suhu

23

pada kisaran 27-290 C. Gastropoda predator tersebut biasanya dijumpai


berkelompok di dalam batang mangrove yang berlubang atau di bawah
batang mangrove yang telah lapuk. Batang-batang pohon yang terdapat di
hutan mangrove melindungi Chicoreus capucinus dari predatornya, seperti
kepiting dan ikan. Chicoreus capucinus memangsa Gastropoda, Bivalvia,
dan Crustacea yang terdapat di hutan mangrove. Mangsa utama Chicoreus
capucinus di hutan mangrove adalah Cerithidea cingulate (Tan dan Oh,
2002).
CCCVII.
CCCVIII.

CCCIX.
CCCX.Gambar 11. Chicoreus capucinus
3. Telescopium telescopium
CCCXI.

Klasifikasi dari Telescopium telescopium Budiman (1985),

adalah sebagai berikut :


CCCXII.
Kindom : Animalia
CCCXIII.
Phylum
: Molusca
CCCXIV.
Class : Gastropoda
CCCXV.
Ordo : Mesogastropoda
CCCXVI.
Famili
: Potamididae
CCCXVII.
Genus
: Telescopium
CCCXVIII. Spesies
: Telescopium telescopium
CCCXIX.
Keong atau molusca T. telescopium merupakan salah satu
dari suku potamididae yang merajai komunitas mangrove dan tersebar
luas di daerah Indo-Pasifik. Penyebaran T. telescopium di hutan
mangrove selain ditentukan oleh preferensi habitat juga dipengaruhi
oleh perilaku keong tersebut. Spesies ini sangat berperan dalam
ekologis dalam jaring-jaring makanan di daerah mangrove. Kerusakan
hutan mangrove akan sangat berpengaruh terhadap jenis tersebut.
Masyarakat

Indonesia

memanfaatkan

keong

tersebut

untuk

dikonsumsi. Jenis ini ditemui mengelompok di daerah paparan lumpur

24

cair pada bagian yang terbuka dengan frekuensi dan kelimpahan yang
rendah. Cara untuk berlindung di daerah yang ekstrem dengan
membenamkan diri ke lumpur dan menutup rapat operkulanya. Ketika
membenamkan diri posisinya tidak aktif dengan posisi semi-vertikal di
bawah permukaan. Perilaku ini dipengaruhi oleh dinamika pasang
surut aktifitas berkopulasi selama air dalam keadaan surut. Kemudian
aktifitas lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan daripada oleh
faktor endogenous (Budiman, 1985).

CCCXX.
CCCXXI. Gambar 12. Telescopium telescopium
4. Nerita lineata
CCCXXII.Klasifikasi dari Nerita lineata menurut Tan and Clements
(2008), adalah sebagai berikut:
CCCXXIII. Kingdom : Animalia
CCCXXIV. Phylum
: Mollusca
CCCXXV.
Class
: Gastropoda
CCCXXVI. Family
: Neritidae
CCCXXVII. Genus
: Neritidae
CCCXXVIII. Spesies
: Nerita lineata
CCCXXIX. Nerita lineata adalah salah satu molusca yang hidup
di

ekosistem mangrove. Nerita lineata merupakan familia Neritidea,

bagian dari kelas gastropoda yang terdistribusi secara luas di wilayah


tropis. Lebih dari 100 spesies dari N. lineata dapat ditemukan di dunia. N.
lineata merupakan siput dengan bentuk primitive dan secara morfologi,
gastropoda terdiri dari cangkang sebagai pelindung, bentuk cangkang yang
berbentuk asimetri dan silinder (Tan and Clements 2008).

25

CCCXXX.
CCCXXXI. Gambar 13. Nerita lineata
5. Cassidula aurisfelis
CCCXXXII.
Klasifikasi dari Cassidula nucleus menurut Dharma
(1992) adalah sebagai berikut:
CCCXXXIII. Kingdom : Animalia
CCCXXXIV. Phylum
: Mollusca
CCCXXXV. Class
: Gastropoda
CCCXXXVI. Ordo
: Eupulmonata
CCCXXXVII. Family
: Ellobiidae
CCCXXXVIII.
Genus
: Cassidula
CCCXXXIX. Spesies
: Cassidula aurisfelis
CCCXL. Jenis ini memiliki cangkang berbentuk konikal dengan bentuk
unit whorl piramida. Pola warna cangkang pada jenis ini tidak menunjukan
adanya garis horizontal. Biasanya menempel pada batang dan akar mangrove.
Relatif mudah ditemukan terutama pada area mangrove bersubstrat lumpur
berpasir.

CCCXLI.
CCCXLII. Gambar 14. Cassidula aurisfelis
6. Littoraria carinifera
CCCXLIII.
Klasifikasi dari Littoraria carinifera menurut Dharma
(1992) adalah sebagai berikut:
CCCXLIV. Kingdom : Animalia
CCCXLV.
Phylum
: Mollusca
CCCXLVI. Class
: Gastropoda
CCCXLVII. Ordo
: Neotaenioglossa
CCCXLVIII. Family
: Littorinidae
CCCXLIX. Genus
: Littoraria
CCCL. Spesies
: Littoraria carinifera

26

CCCLI. Littoraria carinifera masuk ke dalam famili Littoraria. Secara


umum cangkang dari famili ini berbentuk piramidal. Littoraria

carinifera

memiliki sedikit modifikasi dari tipikal liittoranidae yaitu pada jenis spirenya
yang membentuk struktur menonjol yang dikenal sebagai carina (Karyanto et al.
2003).

CCCLII.
CCCLIII. Gambar 15. Littoraria carinifera
7. Littoraria sp.
CCCLIV. Klasifikasi dari Littoraria sp. menurut Dharma (1992) adalah
sebagai berikut:
CCCLV. Kingdom : Animalia
CCCLVI.
Phylum
: Mollusca
CCCLVII.
Class
: Gastropoda
CCCLVIII. Ordo
: Mesogastropoda
CCCLIX.
Family
: Littorinidae
CCCLX.
Genus
: Littoraria
CCCLXI.
Spesies
: Littoraria sp.
CCCLXII.

Littoraria sp. memiliki panjang cangkang 3 cm,

dengan ukuran sedang. Bentuk cangkang seperti gulungan benang. Warna


cangkang putih kuning sampai coklat. Mulut cangkang berbentuk lonjong
sempit denga posterior kanal. Jumlah suture tiga. Garis aksial halus dari
puncak ke bawah. Tidak terdapat duri. Permukaan cangkang halus. Puncak
cangkang lancip. Menurut Faezah dan Farah (2011), Littoraria sp. sering
ditemukan di atas pohon bakau, karena hewan ini memakan remah
epibentik pada batang akar serta ditemukan sedang menempel pada daun
untuk makan.

27

CCCLXIII.
CCCLXIV.
8. Cerithidea obtusa
CCCLXV.

Gambar Littoraria sp.

Klasifikasi dari Cerithidea obtusa menurut Dharma (1992)

adalah sebagai berikut:


CCCLXVI. Kingdom : Animalia
CCCLXVII. Phylum
: Mollusca
CCCLXVIII. Class
: Gastropoda
CCCLXIX. Ordo
: Neotaenioglossa
CCCLXX.
Family
: Potamididae
CCCLXXI. Genus
: Cerithidea
CCCLXXII. Spesies
: Cerithidea obtusa.
CCCLXXIII. Cerithidea obtusa merupakan gastropoda yang
sering ditemukan atau dijumpai sedang memanjat pada batang mangrove.
C. obtusa memiliki aperture yang berbentuk bulat tanpa saluran siphon
yang membentuk celah pada sudut aperture (Karyanto et al. 2003).

CCCLXXIV.
CCCLXXV. Gambar 17. Cerithidea obtusa
9. Strombus canarium
CCCLXXVI. Klasifikasi dari Strombus canarium menurut Andiarto
(1989) adalah sebagai berikut:
CCCLXXVII. Kingdom : Animalia
CCCLXXVIII.
Phylum
: Mollusca
CCCLXXIX. Class
: Gastropoda
CCCLXXX. Family
: Strombiadae
CCCLXXXI. Genus
: Strombus
CCCLXXXII. Spesies
: Strombus canarium

28

CCCLXXXIII.

S. canarium atau yang disebut dengan siput

gonggong merupakan jenis siput laut bertubuh lunak yang hidup di


lingkungan pesisir pada ekosistem padang lamun bersubstrat lumpur
berpasir hingga pasir berlumpur. Ciri-ciri dari siput gonggong ialah
memiliki cangkang berbentuk seperti kerucut, bentuk kepala jelas,
mempunyai tentakel, mata dan lidah bergigi (lidah parut) yang
melengkung kebelakang disebut (radula) serta probosis yang besar yang
berguna untuk menyapu dan menyedot makanan yang bercampur lumpur
yang berada di dasar perairan. Siput gonggong (S. canarium) merupakan
biota herbivor yang makanannya terdiri dari makro alga (25%), lamun
(20%), fitoplankton (15%), zooplankton (5%) dan detritus (20%). Siput
gonggong hidup diatas substrat, jika berjalan seperti melompat-lompat
dengan menggunakan operculum atau penutup cangkangnya yang
berbentuk seperti pisau berduri dengan kondisi perairan; suhu berkisar
antara 26C 30C, salinitas 26 - 32, pH antara 7,1 8,0, DO
4,5ppm 6,5 ppm, kecerahan air 0,5m 3,0m (Siddik, 2011).

CCCLXXXIV.
CCCLXXXV.
CCCLXXXVI.

Gambar 18. Strombus canarium


Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Nilai

Penting (INP) tertinggi pada stasiun satu plot plot 10x10 meter adalah
untuk jenis Bruguiera gymnorrhiza sebesar 195, 482 dan tingkat terendah
ditempati oleh Aegiceras corniculatum sebesar 104,518. INP tertinggi
pada plot 5x5 meter adalah Rhizophora apiculata sebesar 159,574 dan
tingkat terendah Bruguiera gymnorrhiza 56,9703, sedangkan INP tertinggi
pada plot 1x1 meter

adalah Aegiceras corniculatum sebesar 70 dan

tingkat terendah Bruguiera gymnorrhiza dan Rhizophora mucronata


sebesar 27, 1428571. INP tertinggi pada stasiun dua plot 5x5 meter tingkat
tertinggi adalah Ceriops tagal 212,327 dan terendah

29

Aegiceras

corniculatum 19,3402, sedangkan pada plot 1x1 meter tingkat tertinggi


adalah Bruguiera gymnorrhiza sebesar 107,377049 dan tingkat terendah
Ceriops tagal sebesar 92,6229508.
CCCLXXXVII.
Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan
bahwa tidak ada pola regenerasi yang baik dan berkesinambungan di
daerah tersebut. Jenis Rhizophora sebenarnya dapat tumbuh dengan baik
pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, dengan ciri akar
tunggang yang melengkung dan rapat mengakibatkan komunitas tersebut
sukar ditembus oleh manusia. Namun pembukaan tambak yang terlalu
rapat telah mengakibatkan terputusnya pola regenerasi di daerah tersebut.
Aktivitas

pembuatan

pemukiman

di

sekitar

hutan

bakau

juga

mengakibatkan penebangan bakau secara besar-besaran. Juga ditengarai


adanya kondisi yang mengakibatkan terjadinya hipersalinitas akibat
pembukaan tambak garam di darah muara sungai. Hipersalinitas
cenderung mematikan bakau dan membentuk daerah gundul sehingga
mangrove tidak dijumpai di daerah tersebut.
CCCLXXXVIII. Hasil penelitian menunjukkan luas mangrove
Segara Anakan sebesar 6.716 Ha. Menurut Purwanto et al. (2014) luas
mangrove di Segara Anakan pada tahun 2012 sebesar 8.000 Ha. Hal itu
sebagai salah satu indikasi telah terjadi penurunan luas mangrove sebesar
1.284 Ha dibandingkan tahun

sebelumnya. Penurunan luas mangrove

disebabkan oleh faktor alam dan aktivitas manusia. Kondisi di lapangan


menunjukkan banyaknya aktivitas manusia yang sangat membahayakan
keberadaan dari hutan mangrove, diantaranya illegal logging, perubahan
tata guna lahan, polusi dan tingginya sedimentasi hingga terbentuk
daratan-daratan baru. Oleh karena itu pihak terkait diharapkan semakin
meningkatkan

pengawasan dan sosialisasi terkait pentingnya menjaga

kelestarian hutan mangrove.


CCCLXXXIX.
Secara ekologis, hutan mangrove Segara
Anakan berfungsi sebagai tempat pemijahan (spawning ground), ipukan
(nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis
hewan seperti ikan, udang-udangan dan makrobenthos (Moosa et al.,
1996). Menurut Snedaker (1978), memperkirakan lebih dari 90% jenis

30

biota perairan tropik, di dalam siklus hidupnya pernah ditemukan di


sekitar hutan mangrove. Selain itu akar-akar dari mangrove dan substrat
lumpur sangat baik untuk berlindung moluska, krustasea dan beberapa
jenis ikan dari derasnya arus air dan serangan hewan-hewan pemangsa.
CCCXC.
Berdasarkan dendogram tingkat kesamaa (Pancang)
hasil praktikum ekologi mangrove yaitu diperoleh bahwa Vegetasi di
stasiun II memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan vegetasi di
stasiun III dengan nilai 92,46 %. Vegetasi di stasiun V memiliki hubungan
kekerabatan dekat dengan vegetasi di stasiun VI dengan nilai 80,95%,
vegetasi di stasiun VII memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan
vegetasi kedua stasiun tersebut dengan nilai 72,57%, vegetasii di stasiun
I memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan vegetasi ketiga stasiun
tersebut dengan nilai 69,04 %, dan vegetasi di stasiun IV memiliki
hubungan kekerabatan dekat dengan vegetasi keempat stasiun tersebut
dengan nilai 58,49%. sedangkan vegetasi di stasiun X memiliki hubungan
kekerabatan dekat dengan svegetasi di stasiun VIII dengan nilai 55,58%,
vegetasi di stasiun IX memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan kedua
stasiun tersebut dengan nilai 48,19%.
CCCXCI.
Selanjutnya dilihat dari dendogram berdasarkan
tingkat kesamaan (Semai) didapat bahwa vegetasi di stasiun I memiliki
hubungan kekerabatan dekat dengan svegetasi di stasiun III dengan nilai
75,28%. Vegetasi di stasiun II memiliki hubungan kekerabatan dekat
dengan vegetasi di stasiun VI dengan nilai 74,93%. Vegetasi di stasiun VII
memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan svegetasi di stasiun X
dengan nilai 65,71%, dan vegetasi di stasiun IV memiliki hubungan
kekerabatan dekat dengan vegetasi kedua stasiun tersebut dengan nilai
50,73%%. Sedangkan vegetasi di stasiun IX memiliki hubungan
kekerabatan dekat dengan svegetasi di stasiun VIII dengan nilai 33,82%.
Semakin banyak jumlah ciri yang mirip antara dua takson yang
dibandingkan, berarti makin dekat hubungan kekerabatannya dan
sebaliknya (Sokal dan Snenth, 1973).Tingkat kemiripan genetik suatu
populasi dapat digambarkan oleh jarak genetik dari individu-individu
anggota populasi tersebut.Semakin kecil jarak genetik antar individu dalan

31

suatu populasi, maka semakin seragam populasi tersebut.Sebaliknya


semakin besar jarak genetik individu-individu di dalam suatu populasi,
maka populasi tersebut mempunyai anggota yang semakin beragam.
Koefisien kemiripan dari setiap primer acak yang digunakan, dipakai
untuk analisis sidik gerombol guna melihat hubungan kekerabatan dengan
menggunakan dendogram (Rohlf, 2000)
CCCXCII.
CCCXCIII.
CCCXCIV.

32

CCCXCV.
KESIMPULAN
CCCXCVI.Berdasarkan hasil praktikum ekologi

mangrove

data

disimpulkan sebagai berikut:


1. Spesies tumbuhan mangrove yang terdapat di lingkungan ekosistem mangrove
di Segara Anakan Cilacap yaitu Aegiceras corniculatum, Ceriops tagal,
Rhizophora apiculata, R. mucronata, dan Bruguiera gymnorhiza.
2. Spesies Gastropods yang hidup di lingkungan ekosistem mangrove di Segara
Anakan Cilacap adalah Telescopium-telescopium, Chicoreus capucinus,
Cerithidea djajarensis, Cerithidea obtusa, Neritina lineata, Littoraria sp.,
Littoraria carinifera, Cassidula aurifelis dan Strombus caranium, .
3. hasil perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada stasiun satu plot
10x10 meter yaitu Bruguiera gymnorrhiza sebesar 195,482 tingkat terendah
Aegiceras corniculatum sebesar 104,518. INP tertinggi pada plot 5x5 meter
Rhizophora

apiculata

sebesar

159,574

tingkat

terendah

Bruguiera

gymnorrhiza 56,9703, sedangkan INP tertinggi pada plot 1x1 meter Aegiceras
corniculatum sebesar 70 tingkat terendah Bruguiera gymnorrhiza dan
Rhizophora mucronata sebesar 27, 1428571. INP tertinggi pada stasiun dua
plot 5x5 meter tertinggi adalah Ceriops tagal 212,327 terendah Aegiceras
corniculatum 19,3402, sedangkan pada plot 1x1 meter tingkat tertinggi
Bruguiera gymnorrhiza sebesar 107,377049 dan tingkat terendah Ceriops tagal
sebesar 92,6229508.
CCCXCVII.
CCCXCVIII.

33

CCCXCIX. DAFTAR REFRENSI


CD. Andiarto, H. 1989. Studi Ekologi Morfometri Tedong Gonggong (Strombus
canarium, Lindner, 1758) dan Asosiasinya dengan Founa Moluska di
Perairan Pulau Binta. Karya Ilmiah, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 139
Halaman.
CDI. Arief A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kansius.
Yogyakarta.
CDII.Budiman, A. 1985. The Molluscan Fauna in Reef Associated Mangrove
Forests in Elpaputih and Wallale, Ceram, Indonesia. Austr. Nat. Univ.
Mangrove Monograph. pp. 251-258.
CDIII.
Dharma, B., 1992. Siput dan Kerang Indonesia I (Indonesian Shells).
Jakarta: PT. Sarana Graha.
CDIV.
Duke, N. C. 2006. Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata,
Rhizophora stylosa, Rhizophora anamalai, Rhizophora exlamarckii (Indo
West Spacific STILT Mangrove). Permanent Agriculture Resourch: 2 (1).
CDV.Faezah, P. dan H. S. Farah. 2011. Composition of Gastropoda In Mangroves
of Tanjung Dawai and Pulau Sayak, Kedah. Malays. Appl. Biol, 40(1), pp. 1317.
CDVI.
FAO, 1982. Management and Utilization of Mangroves in Asia and
the Pasific. FAOEnvironmenta Inhaca Island, Mozambique. J. Ecol. 50: 93 .
128.
CDVII.
Hinton, A.G. 1972. Shells of New Guinea and the Central IndoPasific. Queensland: The Jacaranda Press.
CDVIII. Irwanto. 2006. Keanekaragaman Founa Pada Habitat Mangrove.
Yogyakarta.
CDIX.
Karyanto, P., Maridi, M. Indrowati. 2003. Variasi Cangkang
Gastropoda Ekosistem Mangrove Cilacap Sebagai Alternatif Sumber
Pembelajaran Moluska: Gastropoda. Bioedukasi, 1(10), pp. 1-6.
CDX.
Kitamura, S., C. Anwar., A. Chaniago & S. Baba. 1997. Handbook of
Mangroves in Indonesia, Bali & Lombok. JICA & ISME.
CDXI.
Moosa, Kasim, D. Rokhmin, M. Hutomo, S.S. Ismu, and S. Salim.
1996. Indonesian Country Study on Integrated Coastal and Marine
Biodiversity Management. Ministry of State for Environment Republic of
Indonesia in coorporation with Directorate for Nature Management,
Kingdom of Norway.Snedaker, S.C. 1978. Mangrove; their values and
perpetuation. National Resources, 14, pp. 6-13
CDXII.
Murdiyanto, B. 2003. Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan
Pengelolaan Sumber Daya Perikanan. Jakarta. Halm 83-85.
CDXIII. Ng, P. K. L. dan N. Sivasothi. 2001. A Guide to Magroves of
Singapore. Singapore: The Singapore Science Centre.
CDXIV. Noor, R.Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2012. Panduan
Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: PHKA/WI-IP.
CDXV.
Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamungkas, C. Wibowo, T.
Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitation
Mangrove Forest and Coastal Area Damage by Tsunami in Aceh.
CDXVI. Oemarjati, B. S. & W. Wardhana. 1992. Taksonomi avertebrata:
Pengantar praktikum laboratorium. Jakarta: UI Press.

34

CDXVII. Pribadi, R., Retno H., Chrisna A.S. 2009. Komposisi Jenis dan
Distribusi Gastropoda di Kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap.
Ilmu Kelautan, 4 (2), pp. 102-111.
CDXVIII. Purwanto, .A.D., Asriningrum, W., Winarso, G., Parwati, E. 2014.
Analisis Sebaran Dan Kerapatan Mangrove Menggunakan Citra Landsat 8 Di
Segara Anakan, Cilacap. Pengolahan Data dan Pengenalan Pola, pp. 232241.
CDXIX.
Roberts, D., S. Soemodihardjo & W. Kastoro. 1982. Shallow water
marinemolluscs of the North-West Java. Jakarta: LON-LIPI.
CDXX.
Rohlf Fj. 2000. NTSYS-pc. Numerical Taxonomy and Multivariate
Analysis System. Version 2.10. New York: Exeter Software
CDXXI. Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International Indonesia
Programme, Bogor.
CDXXII. Siddik, J. 2011. Sebaran Spasial dan Potensi Reproduksi Populasi
Gonggong (Strombus turturella) di Teluk Klabata Bangka Belitung. Tesis.
IPB. Bogor, 79 Halaman.
CDXXIII. Snedaker, S.C. 1978. Mangrove; their values and perpetuation.
National Resources, 14, pp. 6-13
CDXXIV. Tan, K.S., dan T.M. Oh 2002. Feeding habits of Chicoreus capucinus
(Neogastropoda: Muricidae) in a Singapore mangrove. Bolettino
Malacologico, 28 (4), pp. 43--50.
CDXXV. Tan, S.K dan Clements, E. 2008. Taxonomy and Distribution of the
Neritidae (Mollusca : Gastropoda) in Singapore. Zoological Studies, 47(4),
pp. 481-494.
CDXXVI. Tangkery, R. A. B., D. S. Paransa dan A. Rumengan. 2013. Uji
Aktivitas Antikoagulan Ekstrak Mangrove Aegiceras corniculatum. Jurnal
Pesisir dan Laut Tropis, 1(1), pp.7-14.
CDXXVII.
CDXXVIII.
CDXXIX. .
CDXXX.

35

Anda mungkin juga menyukai