Analisa SSF Dalam Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Tongkol
Analisa SSF Dalam Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Tongkol
Analisa SSF Dalam Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Tongkol
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hal tersebut dapat menjadi masalah besar ketika negara belum bisa
terbatas.
dengan bahan baku non-fosil seperti bahan bakar dari sumber nabati dapat
Pembakaran bahan bakar fosil juga akan menghasilkan gas CO2 yang
bumi meningkat (green house effect). Oleh karena itu, pemakaian suatu
bahan bakar terbarukan yang lebih aman dan ramah lingkungan merupakan
1
suatu hal yang mutlak. Salah satu energi alternatif yang dapat menggantikan
sumber energi fosil adalah bioetanol. Bioetanol adalah cairan biokimia dari
proses fermentasi gula dari sumber glukosa, selulosa, dan pati atau
bahan baku industri kimia, kosmetik, farmasi, dan sebagai bahan bakar
(Masfufatun, 2012). Salah satu bahan baku yang dapat dijadikan bioetanol
abu 4%, dan air 2% (Rosmiati, 2008). Dilihat dari selulosa yang cukup tinggi
baku untuk pembuatan bioetanol. Salah satu metode yang dilakukan untuk
serentak (SFS).
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
2. Bagi Masyarakat
membuat bioetanol.
3. Bagi Institusi
jagung.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bioetanol
Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber
mudah menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik, dan
murah karena sumber bahan baku berasal dari limbah pertanian yang
bersumber dari karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku seperti tebu, nira
sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung: jerami, bonggol jagung dan kayu.
4
Etanol dihasilkan melalui proses fermentasi. Etanol adalah senyawa organik yang
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai derivat
Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan
adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana memiliki
bioethanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya
merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal
tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi
kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung, jerami, bonggol jagung, dan kayu Banyaknya
variasi tumbuhan yang tersedia memungkinkan kita lebih leluasa memilih jenis yang
sesuai dengan kondisi tanah yang ada. Sebagai contoh ubi kayu dapat tumbuh di
tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit dan
dapat diatur waktu panennya. Namun kadar patinya yang hanya 30%, masih lebih
rendah dibandingkan dengan jagung (70%) dan tebu (55%) sehingga bioetanol yang
dihasilkan jumlahnya pun lebih sedikit. Biaya produksi bioetanol tergolong murah
karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian atau produk pertanian
yang nilai ekonomisnya rendah serta berasal dari hasil pertanian budidaya tanaman
pekarangan (hortikultura) yang dapat diambil dengan mudah. Dilihat dari proses
5
B. Proses pembuatan Bioetanol
karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.Glukosa dapat dibuat dari pati-
jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan,
Tabel 2.1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau
Kandungan
Bahan
Gula Dalam Jumlah Hasil Konversi Perbandingan Bahan
Baku Konsumsi (Kg)
Bahan Baku Bioethanol (liter) Baku dan Bioetanol
(Jenis)
(kg)
6
Tetes 1000 500 250 4:01
Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan
dengan penambahan air dan enzyme, kemudian dilakukan proses peragian atau
fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi
mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman
antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi,
7
masih perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bio-
ethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, fermentasi dan
distilasi.
1. Fermentasi
lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Ethanol yang
gas antara lain CO2 (yang ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi
2. Distilasi
berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol
hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati
tinggi dari 99.5% atau yang umum disebut fuel based ethanol, masalah yang
timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia
alkohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan fuel
dehidarasi.
3. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam
bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering.
9
Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100"C.
Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke
dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap
kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan
bensin.
untuk molasses jalur tersebut tidak perlu dilalui karena molasses sudah
langsung.
sehingga tidak perlu perluasan lahan dan penggunaan pupuk kimia. Selain itu,
polusi air, udara, dan tanah (Noordwijk, 2003). Salah satu faktor penentu harga
(SHF). Namun proses tersebut masih kurang efektif karena dilakukan dalam dua
buah reaktor dan tidak dilakukan secara berkelanjutan atau simultan. Untuk
Fermentation (SSF). Kelebihan proses ini tanpa melalui tenggang waktu yang lama,
Secara umum sintesis bioetanol yang berasal dari biomassa terdiri dari dua
tahap utama, yaitu hidrolisis dan fermentasi. Pada metode terdahulu proses
hidrolisis dan fermentasi dilakukan secara terpisah atau Separated Hydrolisys and
Satu diantara beberapa keuntungan dari proses SSF adalah hidrolisis dan
fermentasi dilakukan dalam satu wadah atau reaktor sehingga dapat berlangsung
monosakarida sehingga dapat langsung difermentasi oleh yeast. Pada penelitian ini
protein yang bersifat katalis, sehingga sering disebut biokatalis. Enzim memiliki
kecepatan reaksi kimia yang akan berlangsung lama apabila tidak menggunakan
enzim.
dihidrolisis. SSF pertama kali dikenalkan oleh Takagi etal, 1977, yaitu kombinasi
11
fermentasi gula menjadi etanol secara simultan. Proses SSF sebenarnya hampir
sama dengan dengan proses yang terpisah antara hidrolisis dengan enzim dan
proses fermentasi, hanya dalam proses SSF hidrolisis dan fermentasi dilakukan
dalam satu reaktor. Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi
langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan menggunakan satu reaktor
(Samsuri, 2007) Fermentasi adalah proses produksi energy dalam sel pada
keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
dapat diproduksi terus menerus, ramah lingkungan serta dapat digunakan sebagai
bahan baku industri kimia, kosmetik, farmasi, dan sebagai bahan bakar
(Masfufatun, 2012). Salah satu bahan baku yang dapat dijadikan bioetanol adalah
tongkol jagung. Tongkol jagung mengandung selulosa 48%, pentosan 36%, lignin
10%, abu 4%, dan air 2% (Rosmiati, 2008). Dilihat dari selulosa yang cukup tinggi
untuk pembuatan bioetanol. Salah satu metode yang dilakukan untuk pembuatan
atau dikenal dengan proses sakarifikasi fermentasi serentak (SFS). Proses SSF yaitu
12
kombinasi antara hidrolisis menggunakan enzim selulase dan yeast Saccharomyces.
Proses SSF sebenarnya hampir sama dengan dengan proses yang terpisah
antara hidrolisis dengan enzim dan proses fermentasi, hanya dalam proses SSF
hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu reaktor. Secara singkat reaksi yang
(Effendi, 2012).
Fermentation (SSF)
13
E. Kerangka Berpikir
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat
B. Waktu
2018
B. Jenis Penelitian
C. Prosedur Penelitian
yaitu :
15
Tahap awal pembuatan enzim yaitu persiapan bahan baku
media padat ini terdiri dari tongkol jagung dan larutan nutrisi (yeast
mencapai kadar air 70% berat basah. Substrat yang sudah diberi
autoclave pada suhu 121oC selama 15-20 menit. Api bunsen dan
96% lalu dipanaskan pada api bunsen sampai berwana merah. Biakan
16
ditentukan sampai Optical Density (OD) 1 dan panjang gelombang
200 rpm selama 2 jam kemudian disentrifuge pada 900 rpm selama
2. Produksi Bioetanol
(Fitriani, 2013).
komposisi pepton 0,5 gram; yeast extract 0,3 gram; malt extract 0,3
17
gram; glukosa 1 gram dan akuades hingga menncapai volume 100 ml.
Biakan diinkubasi pada suhu 30OC selama 24 jam. (Triana dkk, 2009).
c. Pembuatan Bioetanol
anaerob selama variasi waktu 72 jam, 96 jam dan 120 jam dengan 0.5
18
BAB IV
A. HASIL
selama 28 jam dan dicuci dengan aquades hingga pH netral. Penelitian ini
enzim 4 (empat) hari, dan ukuran tongkol jagung sebesar -20,+40 mesh.
pada variasi konsentrasi enzim 3%, 5%, 7%, 9%, dan 11% substrat dan variasi
larutan diambil untuk uji kadar glukosa dan sisanya dilakukan pemurnian
19
menggunakan rotary evaporator untuk kemudian dihitung kadar
kadar glukosa akhir yang didapat pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
Tabel 1 Tabel perolehan kadar bioetanol (%) dan kadar glukosa akhir (%)
enzim 11% juga didapat kadar glukosa akhir terendah yaitu sebanyak 855
mg/mL pada variasi waktu fermentasi selama 72 jam dan konsentrasi enzim
3%.
20
1. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Kadar Bioetanol
9
8
7
6
5 72 jam
4 96 jam
3 120 jam
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12
bioetanol
Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa semakin banyak enzim selulase
21
telah meningkatkan jumlah glukosasehingga Saccharomyces Cerevisiae
fermentasinya.
hari, dan 5 hari pada berbagai variasi konsentrasi enzim. Tujuan dilakukan
variasi waktu ini yaitu untuk mengetahui dan memperoleh data pengaruh
22
Gambar 3.2 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol
fermentasi 120 jam. Hal ini terjadi karena bioetanol dikonversi oleh khamir
23
CH3CH2OH + O2 CH3CHO + H2O
hidrasi
CH3CH(OH)2 + O2 CH3COOH+H2O
lainnya
konsentrasi enzim selulase kasar pada substrat dengan jumlah yang sama.
24
Pada konsentrasi substrat tetap, dalam batas tertentu, laju suatu reaksi
ini berarti semakin banyak enzim, sampai batas tertentu, semakin banyak
25
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
diproduksi dari bahan baku limbah tongkol jagung dengan proses Sakarifikasi
maka kadar bioetanol yang dihasilkan semakin besar karena semakin banyak
B. SARAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Adiprabowo, D. S., 2011. Pendeteksi Kadar Alkohol Jenis Etanol Pada Cairan
Diponegoro. Semarang.
Badan Pusat Statistik, 2010. Statistik Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di
Effendi, D., 2012. Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung Untuk Produksi Enzim
Enari, T.M., 1983. Microbial Cellulase. Applied Science Publisher, New York. 1983.
Hal 287-301.
Fitriani, 2013. Produksi Bioetanol Tongkol Jagung (Zea Mays) dari Hasil Proses
66-74.
43-47.
Gunam, I.B.W., Antara, N.S., 1999. Study on Sodium Hydroxide Treatment of Corn
34-38.
Dari Aspergillus Niger FNU 6018. Teknologi Indonesia LIPI Press, Vol 34,
Ikbal, Moh, 2010. Produksi Bioetanol Dari Jerami Padi (Oryza sativa) Secara
Tadulako. Palu.
Iriany R. N., Asal, Sejarah, Evolusi, Dan Taksonomi Tanaman Jagung. Dilihat di:
Kim, T.H., Kim, J.S., Sunwoo, C., dan Lee, Y.Y., 2003, Pretreatment of Corn Stover
28
Lestari, E.M., 2014. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Tongkol Jagung
Maemunah, S., 2005. Aplikasi Enzim Selulase dari Trichoderma Reesei QM 9414
Mandari, S., 2013. Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Nanas (Ananas Comosus L.)
Oktavia, M., 2013. Produksi Bioetanol Dari Tongkol Jagung Dengan Metoda
Simultan Sakarifikasi Dan Fermentasi. Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-
29
Prihandana, R. dan R. Hendroko., 2007. Energi Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.
2007
Sari, I. M., Noverita., & Yulneriwarni, 2008. Pemanfaatan jerami padi dan alang-
Sukandar, U., 2011. Sakarifikasi Pati Ubi Kayu Menggunakan Amilase Aspergilus
30
LAMPIRAN
31