Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Analisa SSF Dalam Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Tongkol

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan energi bahan bakar yang berasal dari eksplorasi fosil

meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri dan ekonomi.

Hal tersebut dapat menjadi masalah besar ketika negara belum bisa

mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau bahan bakar

minyak (BBM), sedangkan cadangan sumber energi tersebut semakin

terbatas.

Kebijakan mengurangi konsumsi energi bukan merupakan langkah

tepat, karena konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua

sisi yang saling mempengaruhi, diperlukan kehati-hatian dalam menerapkan

kebijakan energi agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Supaya

perekonomian dunia lebih stabil, penggunaan sumber energi alternatif

dengan bahan baku non-fosil seperti bahan bakar dari sumber nabati dapat

menjadi solusi yang baik.

Pembakaran bahan bakar fosil juga akan menghasilkan gas CO2 yang

lama kelamaan akan menumpuk di atmosfer, sehingga menyebabkan suhu

bumi meningkat (green house effect). Oleh karena itu, pemakaian suatu

bahan bakar terbarukan yang lebih aman dan ramah lingkungan merupakan

1
suatu hal yang mutlak. Salah satu energi alternatif yang dapat menggantikan

sumber energi fosil adalah bioetanol. Bioetanol adalah cairan biokimia dari

proses fermentasi gula dari sumber glukosa, selulosa, dan pati atau

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.

Keuntungan atau kelebihan dari penggunaan bioetanol yaitu dapat

diproduksi terus menerus, ramah lingkungan serta dapat digunakan sebagai

bahan baku industri kimia, kosmetik, farmasi, dan sebagai bahan bakar

(Masfufatun, 2012). Salah satu bahan baku yang dapat dijadikan bioetanol

adalah tongkol jagung.

Tongkol jagung mengandung selulosa 48%, pentosan 36%, lignin 10%,

abu 4%, dan air 2% (Rosmiati, 2008). Dilihat dari selulosa yang cukup tinggi

maka tongkol jagung memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan

baku untuk pembuatan bioetanol. Salah satu metode yang dilakukan untuk

pembuatan bioetanol yaitu dengan proses simultaneous sacharificatian and

fermentation (SSF) atau dikenal dengan proses sakarifikasi fermentasi

serentak (SFS).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pembuatan Bioetanol dengan proses simultaneous

sacharificatian and fermentation (SSF) ?

2
C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat Bioetanol dengan proses

simultaneous sacharificatian and fermentation (SSF) atau dikenal dengan

proses sakarifikasi fermentasi serentak (SFS).

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

Dapat melakukan proses membuat bioetanol dari tongkol jagung

melalui proses simultaneous sacharificatian and fermentation (SSF) atau

proses sakarifikasi fermentasi serentak (SFS).

2. Bagi Masyarakat

Dapat mengetahui bahwa tongkol jagung dapat digunakan untuk

membuat bioetanol.

3. Bagi Institusi

Dapat menambah data tentang pembuatan bioetanol dari tongkol

jagung.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioetanol
Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat (selulosa) menggunakan bantuan mikroba. Produksi bioetanol

dari tanaman yang mengandung selulosa, dilakukan melalui proses konversi

lignoselulosa menjadi selulosa dengan beberapa metode diantaranya

dengan hidrolisis fisik, kimia, dan biologi (Khairani, 2007).

Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang memiliki keunggulan

mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %. Bioetanol memiliki karakteristik

mudah menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik, dan

tidak berdampak negatif pada lingkungan. Bioetanol mempunyai manfaat

untuk dikonsumsi manusia sebagai minuman beralkohol. Selain itu,

bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan kandungan

minimal 10 % etanol (Seftian dkk., 2012). Biaya produksi bioetanol tergolong

murah karena sumber bahan baku berasal dari limbah pertanian yang

memiliki nilai ekonomis yang rendah (Novia dkk., 2014).

Bioetanol adalah etanol yang. Berasal dari sumber hayati. Bioetanol

bersumber dari karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku seperti tebu, nira

sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung: jerami, bonggol jagung dan kayu.

4
Etanol dihasilkan melalui proses fermentasi. Etanol adalah senyawa organik yang

terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai derivat

senyawa hidrokarbon yang mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH.

Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan

menguap, dapat bercampur dalam air dengan segala perbandingan. Bioetanol

adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana memiliki

keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%. DiIndonesia, minyak

bioethanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya

merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal

masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah

tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi

kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung, jerami, bonggol jagung, dan kayu Banyaknya

variasi tumbuhan yang tersedia memungkinkan kita lebih leluasa memilih jenis yang

sesuai dengan kondisi tanah yang ada. Sebagai contoh ubi kayu dapat tumbuh di

tanah yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit dan

dapat diatur waktu panennya. Namun kadar patinya yang hanya 30%, masih lebih

rendah dibandingkan dengan jagung (70%) dan tebu (55%) sehingga bioetanol yang

dihasilkan jumlahnya pun lebih sedikit. Biaya produksi bioetanol tergolong murah

karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian atau produk pertanian

yang nilai ekonomisnya rendah serta berasal dari hasil pertanian budidaya tanaman

pekarangan (hortikultura) yang dapat diambil dengan mudah. Dilihat dari proses

produksinya juga relative sederhana dan murah.

5
B. Proses pembuatan Bioetanol

Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman

yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi

karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.Glukosa dapat dibuat dari pati-

patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang

dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua

jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan,

sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat

berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini

dipergunakan dengan hydrolisaenzyme.Konversi bahan baku tanaman yang

mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioethanol ditunjukkan

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau

Karbohidrat Dan Tetes Menjadi Bioethanol

Kandungan
Bahan
Gula Dalam Jumlah Hasil Konversi Perbandingan Bahan
Baku Konsumsi (Kg)
Bahan Baku Bioethanol (liter) Baku dan Bioetanol
(Jenis)
(kg)

Ubi Kayu 1000 250-300 166.6 6.5:1

Jagung 1000 600-700 200 5:01

Sagu 1000 120-160 90 12:01

6
Tetes 1000 500 250 4:01

Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan

dengan penambahan air dan enzyme, kemudian dilakukan proses peragian atau

fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi

yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana

ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.

Selain ethanol/bio-ethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang

mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman

yang mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses

penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bio-ethanol

dari selulosa tidak perlu direkomendasikan. Meskipun teknik produksi

ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun

ethanol/bio-ethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan

karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia

antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi,

sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol

7
masih perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bio-

ethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, fermentasi dan

distilasi. N amen untuk proses produksi yang menggunakan molasses proses

produksi langsung memasuki proses fermentasi dan dilanjutkan dengan proses

distilasi.

1. Fermentasi

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi

ethanol/bio ethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast

(saccharomyces cerevisiae). Alkohol yang diperoleh dari proses

fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen

volume. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan bahan baku

gula (molases), proses pembuatan ethanol dapat lebih cepat.

Pembuatan ethanol dari molases tersebut juga mempunyai keuntungan

lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Ethanol yang

dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya

dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan. Alkohol

yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas-

gas antara lain CO2 (yang ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi

ethanol/bio-ethanol) dan aldehyde yang perlu dibersihkan.

Gas CO2 pada hasil fermentasi tersebut biasanya mencapai 35

persen volume, sehingga untuk memperoleh ethanol/bio-ethanol yang

berkualitas baik, ethanol/bio- ethanol tersebut harus dibersihkan dari


8
gas tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2 dilakukan dengan

menyaring ethanol/bio-ethanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat

diperoleh ethanol/bio-ethanol yang bersih dari gas CO2). Kadar

ethanol/bio- ethanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya

hanya mencapai 8 sampai 10 persen saja, sehingga untuk memperoleh

ethanol yang berkadar alkohol 95 persen diperlukan proses lainnya,

yaitu proses distilasi.

2. Distilasi

Sebagaimana disebutkan diatas, untuk memurnikan bioetanol menjadi

berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol

hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati

proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan

memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian

diembunkan kembali. Untuk memperoleh bio-ethanol dengan kemurnian lebih

tinggi dari 99.5% atau yang umum disebut fuel based ethanol, masalah yang

timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia

alkohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan fuel

grade ethanol anhydrous dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan

dehidarasi.

3. Dehidrasi

Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam

bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering.

9
Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100"C.

Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke

dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap

kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan

bensin.

Proses produksi diatas merupakan proses yang khusus digunakan

untuk memproduksi bioethanol yang berbahan baku molasses. Untuk

bioethanol yang menggunakan bahan baku singkong, jagung serta biji-

bijian lainnya harus melalui proses penggilingan dan proses hydrolysis

terlebih dahulu sebelum dilakukannya proses fermentasi. Sementara

untuk molasses jalur tersebut tidak perlu dilalui karena molasses sudah

merupakan bentuk gula sederhana yang bisa melalui proses fermentasi

langsung.

C. SIMULTANEOUS SACHARIFICATIAN AND FERMENTATION (SSF)


Produksi bioetanol dari limbah tidak membutuhkan penanaman khusus

sehingga tidak perlu perluasan lahan dan penggunaan pupuk kimia. Selain itu,

penggunaan limbah juga membantu mengatasi permasalahan lingkungan seperti

polusi air, udara, dan tanah (Noordwijk, 2003). Salah satu faktor penentu harga

produksi bioetanol dari biomassa limbah agroindustri adalah harga enzim

pendegradasi biomassa yang mengandung selulosa dan hemiselulosa [Yinbo etal,

2006]. Komponen terbesar polisakarida dalam biomassa adalah selulosa dan

hemiselulosa, sehingga untuk memecah komponen–komponen tersebut diperlukan


10
enzim yang spesifik. Proses hidrolisis dan fermentasi untuk memproduksi bioetanol

biasanya dilakukan secara terpisah, atau Separate Hydrolysis and Fermentation

(SHF). Namun proses tersebut masih kurang efektif karena dilakukan dalam dua

buah reaktor dan tidak dilakukan secara berkelanjutan atau simultan. Untuk

mengatasi masalah ini, dilakukan proses Simultaneous Saccharification and

Fermentation (SSF). Kelebihan proses ini tanpa melalui tenggang waktu yang lama,

dilakukan dalam satu reaktor sehingga dapat menghemat biaya.

Secara umum sintesis bioetanol yang berasal dari biomassa terdiri dari dua

tahap utama, yaitu hidrolisis dan fermentasi. Pada metode terdahulu proses

hidrolisis dan fermentasi dilakukan secara terpisah atau Separated Hydrolisys and

Fermentation (SHF) dan yang terbaru adalah proses Simultaneous Saccharification

and Fermentation (SSF) atau Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SFS).

Satu diantara beberapa keuntungan dari proses SSF adalah hidrolisis dan

fermentasi dilakukan dalam satu wadah atau reaktor sehingga dapat berlangsung

secara efisien. Hidrolisis bertujuan untuk memecah polisakarida menjadi

monosakarida sehingga dapat langsung difermentasi oleh yeast. Pada penelitian ini

hidrolisis dilakukan secara biologis, yaitu menggunakan enzim. Enzim merupakan

protein yang bersifat katalis, sehingga sering disebut biokatalis. Enzim memiliki

kemampuan mengaktifkan senyawa lain secara spesifik dan dapat meningkatkan

kecepatan reaksi kimia yang akan berlangsung lama apabila tidak menggunakan

enzim.

Enzim yang digunakan harus sesuai dengan polisakarida yang akan

dihidrolisis. SSF pertama kali dikenalkan oleh Takagi etal, 1977, yaitu kombinasi

antara hidrolisis menggunakan enzim selulase dan yeast S. cerevisiae untuk

11
fermentasi gula menjadi etanol secara simultan. Proses SSF sebenarnya hampir

sama dengan dengan proses yang terpisah antara hidrolisis dengan enzim dan

proses fermentasi, hanya dalam proses SSF hidrolisis dan fermentasi dilakukan

dalam satu reaktor. Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi

menjadi monosakarida tidak kembali menjadi polisakarida karena monosakarida

langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan menggunakan satu reaktor

dalam prosesnya akan mengurangi biaya peralatan yang digunakan.

(Samsuri, 2007) Fermentasi adalah proses produksi energy dalam sel pada

keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu

bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang

mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan

tanpa akseptor electron eksternal.

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

glukosa, selulosa, dan pati atau karbohidrat menggunakan bantuan

mikroorganisme. Keuntungan atau kelebihan dari penggunaan bioetanol yaitu

dapat diproduksi terus menerus, ramah lingkungan serta dapat digunakan sebagai

bahan baku industri kimia, kosmetik, farmasi, dan sebagai bahan bakar

(Masfufatun, 2012). Salah satu bahan baku yang dapat dijadikan bioetanol adalah

tongkol jagung. Tongkol jagung mengandung selulosa 48%, pentosan 36%, lignin

10%, abu 4%, dan air 2% (Rosmiati, 2008). Dilihat dari selulosa yang cukup tinggi

maka tongkol jagung memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku

untuk pembuatan bioetanol. Salah satu metode yang dilakukan untuk pembuatan

bioetanol yaitu dengan proses simultaneous sacharificatian and fermentation (SSF)

atau dikenal dengan proses sakarifikasi fermentasi serentak (SFS). Proses SSF yaitu

12
kombinasi antara hidrolisis menggunakan enzim selulase dan yeast Saccharomyces.

cerevisiae untuk fermentasi gula menjadi etanol secara simultan.

Proses SSF sebenarnya hampir sama dengan dengan proses yang terpisah

antara hidrolisis dengan enzim dan proses fermentasi, hanya dalam proses SSF

hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu reaktor. Secara singkat reaksi yang

terjadi melalui proses Simultaneous Sacharification and Fermentation (SSF)

(Effendi, 2012).

Gambar 1.1 Skema reaksi dalam proses Simultaneous Sacharification and

Fermentation (SSF)

13
E. Kerangka Berpikir

14
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

A. Tempat

Penelitian ini dilakukan DI Laboratorium Teknologi Bioproses Jurusan

Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Binawidya Jl. HR

Subrantas Km. 12,5 Pekanbaru 28293

B. Waktu

Penelitian ini dilakukan tanggal 03 September 2018 – 15 Oktober

2018

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Data

kuantitatif di peroleh melaluai observasi langsung di lapangan. Dengan

C. Prosedur Penelitian

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan du acara,

yaitu :

D. Analisis Data dan Perhitungan

1. Produksi Enzim Selulase

15
Tahap awal pembuatan enzim yaitu persiapan bahan baku

(tongkol jagung). Tahap selanjutnya yaitu pembuatan starter yang

diawali dengan pembenihan Aspergilus niger dilakukan pada PDA

secara zig-zag dengan menggunakan kawat inokulasi di dalam test

tube secara aseptik. Mikroba diinkubasi pada suhu ruang selama 5

hari supaya jamur dapat berkembang. Setelah pembenihan, proses

selanjutnya penyiapan inokulum dilakukan dalam media padat.

media padat ini terdiri dari tongkol jagung dan larutan nutrisi (yeast

extract 1%, MgSO4.7H2O 0,5%, CaCl2 0,5%, KH2PO4 8%). Volume

nutrisi (ml) yang ditambahkan dengan tongkol jagung (g) adalah

dengan perbandingan 2 dan 10, lalu ditambahkan aquades hingga

mencapai kadar air 70% berat basah. Substrat yang sudah diberi

dengan larutan nutrisi dan mineral kemudian disterilisasi dalam

autoclave pada suhu 121oC selama 15-20 menit. Api bunsen dan

kawat ose disiapkan. Ujung kawat ose dicelupkan ke dalam alkohol

96% lalu dipanaskan pada api bunsen sampai berwana merah. Biakan

Aspergillus niger kemudian diberi aquadest sebanyak 10 ml. Jamur

dilepaskan dengan menggunakan jarum ose, lalu dikocok dan

dipindahkan ke tabung lain yang sudah disterilkan. Suspensi jamur

sebanyak 2 ml yang diperoleh diinokulasikan ke dalam susbtrat steril

yang sudah tersedia, kemudian diinkubasikan ke dalam inkubator

pada suhu ruang selama 4 hari. Suspensi jamur yang digunakan

16
ditentukan sampai Optical Density (OD) 1 dan panjang gelombang

maksimal (Carolina, 2012). Tahap selanjutnya, ke dalam media padat

ditambahkan 100 ml buffer asetat dengan pH 5 untuk ekstraksi enzim

selulase. Cairan enzim diaduk dan dikocok menggunakan shaker pada

200 rpm selama 2 jam kemudian disentrifuge pada 900 rpm selama

180 menit sehingga didapatkan enzim selulase kasar berupa

supernatan berwarna coklat (Effendi, 2012).

2. Produksi Bioetanol

a. Pretreatment (Delignifikasi) tongkol jagung dengan larutan NaOH

Tongkol jagung dipotong menjadi potongan-potongan kecil,

lalu dijemur dan dihaluskan. Kemudian diayak sehingga menjadi

bubuk halus dengan ukuran 20-40 mesh. Sampel dengan berat 10 g

direndam di dalam 100 mL larutan natrium hidroksida 10% (NaOH)

pada suhu kamar (28oC) selama 28 jam. Campuran disaring, dicuci

berulang kali dengan menggunakan air suling sampai pH netral untuk

menghilangkan sisa dari larutan NaOH. Sisa yang didapat kemudian

dikeringkan hingga mencapai berat konstan pada suhu 110 oC

(Fitriani, 2013).

b. Pembuatan Inokulum S. cerevisiae

Biakan Saccharomyces Cerevisiae sebanyak satu ose sel

ditumbuhkan pada 5 ml media Yeast Malt Extract (YME) cair dengan

komposisi pepton 0,5 gram; yeast extract 0,3 gram; malt extract 0,3

17
gram; glukosa 1 gram dan akuades hingga menncapai volume 100 ml.

Biakan diinkubasi pada suhu 30OC selama 24 jam. (Triana dkk, 2009).

c. Pembuatan Bioetanol

Tongkol jagung kering yang telah melalui pretreatment delignifikasi

menggunakan NaOH kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250

mL lalu ditambahkan dengan 0,08 g l-1 ekstrak ragi, 0,002 g l-1

MgSO4 dan 0.25 g l-1 (NH4)2HPO4, kemudian dilarutkan di dalam

buffer. Larutan kemudian disterilkan dengan menggunakan autoclave

dengan suhu 121 ºC selama 15 menit. Suhu larutan dibiarkan turun

lalu tambahkan enzim selulase cair sesuai variabel bebas dan

tambahkan juga Saccharomyces cereviseae dengan konsentrasi 10%.

Fermentasi bioetanol dilaksanakan di suhu ruang pada kondisi

anaerob selama variasi waktu 72 jam, 96 jam dan 120 jam dengan 0.5

ml suspensi sel diinokulasi ke dalam labu 100 ml dengan volume kerja

150 ml. Setelah dilakukan proses fermentasi, larutan dimurnikan

menggunakan rotary evaporator untuk kemudian dianalisa kadar

glukosa dan alkoholnya.

18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Pada penelitian ini, sebelum memasuki tahapan proses fermentasi

pembuatan bioetanol, Peneliti terlebih dahulu melakukan proses

pendahuluan yaitu penggilingan limbah padat tongkol jagung untuk

penyeragaman ukuran sebesar -20,+40 mesh (Effendi, 2012), kemudian

dilakukan proses delignifikasi dengan menggunakan larutan NaOH 10%

selama 28 jam dan dicuci dengan aquades hingga pH netral. Penelitian ini

dilakukan untuk melihat pengaruh proses delignifikasi tongkol jagung dan

menentukan pengaruh konsentrasi enzim serta waktu fermentasi terhadap

kadar bioetanol yang dihasilkan. Untuk kondisi operasi mengikuti kondisi

optimum peneliti sebelumnya yaitu fermentasi pada pH 5, waktu inkubasi

enzim 4 (empat) hari, dan ukuran tongkol jagung sebesar -20,+40 mesh.

Setelah diperoleh enzim selulase kasar, kemudian dilakukan proses

pembuatan bioethanol dengan metode sakarifikasi dan fermentasi serentak

(SFS) menggunakan inokulum Saccharomyces Cerevisiae dan enzim selulase

pada variasi konsentrasi enzim 3%, 5%, 7%, 9%, dan 11% substrat dan variasi

waktu fermentasi 3, 4, dan 5 hari. Setelah melalui proses SFS, sebagian

larutan diambil untuk uji kadar glukosa dan sisanya dilakukan pemurnian

19
menggunakan rotary evaporator untuk kemudian dihitung kadar

bioetanolnya menggunakan alkoholmeter. Adapun kadar bioetanol dan

kadar glukosa akhir yang didapat pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

waktu konsentrasi kadar bioetanol kadar glukosa akhir


fermentasi enzim (%) (%) (mg/L)
3 5 855
5 5 861.5
72 jam 7 6 867
9 7 874.5
11 8 877.5
3 4 862
5 4 871
96 jam 7 5 873.5
9 5 875
11 6 879.5
3 3 862.5
5 3 891
120 jam 7 4 935
9 5 952.5
11 5 1023.5

Tabel 1 Tabel perolehan kadar bioetanol (%) dan kadar glukosa akhir (%)

dengan proses delignifikasi

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar bioetanol tertinggi yaitu

sebesar 8% didapat pada variasi waktu fermentasi 72 jam dan konsentrasi

enzim 11% juga didapat kadar glukosa akhir terendah yaitu sebanyak 855

mg/mL pada variasi waktu fermentasi selama 72 jam dan konsentrasi enzim

3%.

20
1. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Kadar Bioetanol

Dari Tabel 1 dapat dibuat grafik untuk melihat pengaruh

penambahan konsentrasi enzim terhadap kadar bioetanol yang

dihasilkan pada Gambar 3.1 sebagai berikut

9
8
7
6
5 72 jam
4 96 jam
3 120 jam
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12

Gambar 3.1 Grafik pengaruh konsentrasi enzim terhadap kadar

bioetanol

Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa semakin banyak enzim selulase

yang ditambahkan maka kadar bioetanol yang dihasilkan semakin tinggi.

Kadar bioetanol tertinggi didapat pada konsentrasi enzim 11% dan

waktu fermentasi 3 hari yaitu sebesar 8%. Konsentrasi enzim selulase

berpengaruh terhadap perolehan bioetanol dengan menggunakan

jumlah substrat yang sama, karena enzim selulase kasar akan

mempercepat proses hidrolisis sehingga lebih banyak gula yang tersedia

untuk difermentasikan menjadi bioetanol. Maemunah (2005)

mengungkapkan bahwa hidrolisa dinding selulosa oleh enzim selulase

21
telah meningkatkan jumlah glukosasehingga Saccharomyces Cerevisiae

akan memfermentasiglukosa dengan jumlah yang lebih besar dan

menghasilkan kadar bioetanol yang lebih tinggi sebagai hasil

fermentasinya.

2. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol

Untuk mengetatahui kondisi terbaik bioetanol yang dihasilkan, yaitu

kondisi pada saat dihasilkan kadar biotanol tertinggi dibutuhkan waktu

fermentasi yang optimum. Waktu fermentasi adalah waktu yang

dibutuhkan yeast Saccharomyces cerevisiae untuk mengubah glukosa hasil

hidrolisis menjadi bioetanol. Waktu fermentasi yang divariasikan akan

mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan.

Pada penelitian ini, variasi waktu yang dilakukan adalah 3 hari 4

hari, dan 5 hari pada berbagai variasi konsentrasi enzim. Tujuan dilakukan

variasi waktu ini yaitu untuk mengetahui dan memperoleh data pengaruh

waktu fermentasi terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan. Gambar 3.2

berikut memperlihatkan pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar

bioetanol yang dihasilkan pada berbagai konsentrasi enzim

22
Gambar 3.2 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol

Dari Gambar 3.2 terlihat bahwa lamanya waktu fermentasi

mempengaruhi hasil kadar bioetanol yang diperoleh. Kadar bioetanol

tertinggi didapatkan pada waktu fermentasi selama 72 jam dengan

konsentrasi enzim11%yaitu 8% bioetanol (v/v). Pada waktu fermentasi 96

jam, kadar bioetanol menurun dan semakin menurun saat waktu

fermentasi 120 jam. Hal ini terjadi karena bioetanol dikonversi oleh khamir

menjadi suatu senyawa seperti ester sehingga menurunkan kadar bioetanol

(Sari dkk., 2008).

Ester atau Asam asetat dapat dihasilkan dari senyawa C2H5OH

(bioetanol) atau buah-buahan yang mengandung senyawa tersebut melalui

proses oksidasi biologis yg menggunakan mikroorganisme. Bioetanol

dioksidasikan menjadi acetaldehid dan air. Acetaldehid yang telah dihidrasi,

kemudian dioksidasikan menjadi asam asetat dan air. Reaksi pembentukan

asam asetat yaitu:

23
CH3CH2OH + O2 CH3CHO + H2O

hidrasi

CH3CHO + H2O CH3CH(OH)2

CH3CH(OH)2 + O2 CH3COOH+H2O

3. Perbandingan Perolehan Kadar Bioetanol dengan Peneliti Lain

Perbandingan penelitian sebelumnya yang melakukan penelitian

membuat bioetanol dari tongkol jagung dengan berbagai variabel

ditunjukan pada Tabel 2

Mikroba yang Kadar Penelit


Substrat Variasi
digunakan bioetanol i
konsentrasi octavi
tongkol saccharomyces
NH4OH dan 3.20% a,
jagung cerevisiae
waktu fermentasi 2013
waktu
delignifikasi
tongkol saccharomyces fitriani
terhadap 6%
jagung cerevisiae , 2013
rendemen
selulosa

tongkol konsentrasi asam saccharomyces fachri,


klorida dan waktu cerevisiae 1.30%
jagung 2013
fermentasi
konsentrasi enzim
tongkol saccharomyces penelit
dan waktu 8%
jagung cerevisiae ian ini
fermentasi
Tabel 2 Tabel perbandingan konsentrasi bioetanol dengan penelitian

lainnya

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa penelitian ini memperoleh hasil

yang lebih tinggi dari beberapa penelitian lainnya karena memvariasikan

konsentrasi enzim selulase kasar pada substrat dengan jumlah yang sama.

24
Pada konsentrasi substrat tetap, dalam batas tertentu, laju suatu reaksi

enzimatik meningkat sebanding dengan meningkatnya konsentrasi enzim,

dengan semakin meningkatnya konsentrasi enzim maka akan

meningkatkan jumlah selulosa yang dikonversi menjadi glukosa pada

proses hidrolisis, sehingga secara langsung berpengaruh terhadap

meningkatnya kadar bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi. Hal

ini berarti semakin banyak enzim, sampai batas tertentu, semakin banyak

substrat yang terkonversi karena semakin tinggi aktivitas enzim. Karena

enzim bersifat spesifik terhadap substrat maka konsentrasi yang berlebihan

juga akan mempengaruhi laju reaksi enzimatik (Sukandar, 2011).

25
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bioetanol dapat

diproduksi dari bahan baku limbah tongkol jagung dengan proses Sakarifikasi

dan Fermentasi Serentak menggunakan enzim selulase kasar serta yeast

Saccharomyces cerevsiae. Proses delignifikasi dapat meningkatkan jumlah

selulosa yang dikonversi menjadi glukosa, sehingga turut meningkatkan

jumlah bioetanol yang diperoleh. Penambahan enzim dapat mempengaruhi

kadar bioetanol yang diperoleh. Semakin banyak enzim yang ditambahkan

maka kadar bioetanol yang dihasilkan semakin besar karena semakin banyak

glukosa yang dikonversi menjadi bioetanol, sedangkan pengaruh waktu

fermentasi, dari penelitian diperoleh waktu fermentasi dengan kadar alkohol

tertinggi yang dihasilkan adalah 72 jam karena waktu terbaik Saccharomyces

cerevisiae bekerja mengubah glukosa menjadi bioetanol adalah 72 jam.

B. SARAN

Sebaiknya untuk penelitian berikutnya analisa kadar bioetanol dianalisa

menggunakan GC untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat

26
DAFTAR PUSTAKA

Adiprabowo, D. S., 2011. Pendeteksi Kadar Alkohol Jenis Etanol Pada Cairan

Dengan Menggunakan Mikrokontroler ATMEGA 8535. Skripsi, Universitas

Diponegoro. Semarang.

Badan Pusat Statistik, 2010. Statistik Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di

Indonesia, http://www.bps.go.id/, Jakarta. Diakses 27 febuari 2014.

Dewantie N.S., 2010. Rancang Bangun Alkoholmeter Berbasis AVR ATMEGA8535.

Jurusan Fisika D3 Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Diponegoro. Semarang.

Effendi, D., 2012. Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung Untuk Produksi Enzim

Sellulase Dan Bioetanol Menggunakan Jamur Aspergillus Niger. Skripsi,

Universitas Riau, Pekanbaru.

Enari, T.M., 1983. Microbial Cellulase. Applied Science Publisher, New York. 1983.

Hal 287-301.

Fitriani, 2013. Produksi Bioetanol Tongkol Jagung (Zea Mays) dari Hasil Proses

Delignifikasi. Online Jurnal of Natural Science, Vol 2 (3). Desember 2013.

66-74.

Gozan, M., 2007. Sakarafikasi dan Fermentasi Bagas Menjadi Etanol

Menggunakan Enzim Sellulase dan Enzim Sellobiase, Jurnal Teknologi 8:

43-47.

Gunam, I.B.W., Antara, N.S., 1999. Study on Sodium Hydroxide Treatment of Corn

Stalk to Increase Its Cellulose Saccharification Enzymatically by Using


27
Culture Filtrate of Trichodermareesei. Gitayana (Agric. Technol. J.). 5 (1):

34-38.

Gunam, I.B.W., Wartini, N.M., Anggreni, A.A.M.D., Suparyana, P.M. 2011.

Delignifikasi Ampas Tebu Dengan Larutan Natrium Hidroksida Sebelum

Proses Sakarifikasi Secara Enzimatis Menggunakan Enzim Selulase Kasar

Dari Aspergillus Niger FNU 6018. Teknologi Indonesia LIPI Press, Vol 34,

Edisi Khusus 2011. 24-32.

Falony, Gwen., 2006. Production Of Extracellular Lipase From Aspergillus Niger By

Solid State Fermentation. Cuba :Grupo De Biotecnologia Aplicada.

Hanifah, F. S., 2007. Produksi Etanol Dari Bagas Menggunakan Enzim

Selulase Dan Sellobiase. Skripsi. DepartemenTeknik Kimia FT UI. Depok.

Ikbal, Moh, 2010. Produksi Bioetanol Dari Jerami Padi (Oryza sativa) Secara

Fermentasi Menggunakan Inokulum Ragi Amobil. Skripsi. Universitas

Tadulako. Palu.

Iriany R. N., Asal, Sejarah, Evolusi, Dan Taksonomi Tanaman Jagung. Dilihat di:

Http://Pustaka.Litbang. Deptan.Go.Id/Bppi/Lengkap/Bpp10231. Pdf.

Diakses Tanggal 16 Maret 2014.

Judoamidjojo, R.M., E.G Said dan L. Hartoto., 1989. Biokonversi. PAU

Bioteknologi IPB, Bogor.

Kim, T.H., Kim, J.S., Sunwoo, C., dan Lee, Y.Y., 2003, Pretreatment of Corn Stover

by Aqueous Ammonia, Bioresource Technology, 90, 39-47.

28
Lestari, E.M., 2014. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Tongkol Jagung

Menggunakan Proses Simultaneous Saccharification and Fermentation

dengan Variasi Konsentrasi Enzim dan Waktu Fermentasi. Skripsi Sarjana,

Universitas Riau, Pekanbaru.

Maemunah, S., 2005. Aplikasi Enzim Selulase dari Trichoderma Reesei QM 9414

untuk Peningkatan Produksi Etanol dari Singkong Melalui Proses

Sakarifikasi Fermentasi Simultan. Departemen Teknik Kimia, Fakultas

Teknologi Industri ITB. Bandung.

Mandari, S., 2013. Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Nanas (Ananas Comosus L.)

Menggunakan Enzim Selulase Dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae

Dengan Proses Simultaneous Sacharificatian And Fermentation (SSF)

Dengan Variasi Konsentrasi Enzim Dan Waktu Fermentasi. Skripsi Sarjana,

Universitas Riau, Pekanbaru.

Marsden, W.L and P.P. Gray., 1986. Enzymatic Hydrolysis of Cellulases in

Lignocellulosic Material. CRC.Critical Rev. in Biotechnol. 3: 235-276.

Monruw., 2011. Morfologi Khamir. http://Monruw.Wordpress.Com/ Tag/

Saccharomyces/ diakses pada 3 maret 2014.

Oktavia, M., 2013. Produksi Bioetanol Dari Tongkol Jagung Dengan Metoda

Simultan Sakarifikasi Dan Fermentasi. Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-

3401), Volume 2 Nomor 1, Maret 2013.

Palinka, A., 2009. Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi Dengan Aspergilus

Niger Dalam Ransum Ayam Broiler, Jurnal Urip Santoso.

29
Prihandana, R. dan R. Hendroko., 2007. Energi Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.

2007

Sari, I. M., Noverita., & Yulneriwarni, 2008. Pemanfaatan jerami padi dan alang-

‐alang dalam fermentasi etanol menggunakan kapang Trichoderma viride

dan khamir Saccharomycess cerevisiae. Vis Vitalis. 5 (2): 55-‐62. 2008

Simamora, 2008. Investor dan Produksi Bioetanol.

http://www.energibio.blogspot.com, diakses 3 Maret 2014.

Soeprijanto, 2010. Biokonversi Selulose Dari Limbah Tongkol Jagung Menjadi

Glukosa Menggunakan Jamur Aspergillus Niger. Jurnal. FT Industri Institut

Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Sukandar, U., 2011. Sakarifikasi Pati Ubi Kayu Menggunakan Amilase Aspergilus

Niger ITB CC L74. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. ITB. 2011.

Taherzadeh, M.J., Dan Karimi, K. 2007. “Enzyme-Based Hydrolysis For Ethanol

From Lignosellulosic Materials: A Review”, Bioresources 2(4), 707-738.

30
LAMPIRAN

31

Anda mungkin juga menyukai