Contoh Makalah Bahasa Indonesia
Contoh Makalah Bahasa Indonesia
Contoh Makalah Bahasa Indonesia
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepribadian dan Service Excellent
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
Semoga makalah yang kami tulis ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi
teman-teman mahasiswa keperawatan dan semoga bisa menjadi bahan referensi untuk
pembelajaran kita bersama.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
B. Saran .................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana biografi singkat Alfred Adler?
2) Bagaimana pandangan dasar teori Alfred Adler?
3) Bagaimana teori dinamika kepribadian Alfred Adler?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
teoritikus selanjutnya, seperti Maslow, Rogers, dan Ellis sehingga pandangan tersebut
tidak lagi diasosiasikan dengan nama Adler.
Walaupun tulisan-tulisanya mengungkapkan pandangan yang mendalam terhadap
kedalaman dan kompleksitas kepribadian manusia, Adler menyusun teori yang sederhana
dan parsimonius. Menurut Adler, manusia lahir dengan tubuh yang lemah dan inferorior-
suatu kondisi yang mengarah pada perasaan inferior sehingga mengakibatkan
ketergantungan pada orang lain. Oleh karena itu, perasaan menyatu dengan orang lain
(minat sosial) sudah menjadi sifat manusia dan merupakan standar akhir untuk kesehatan
psikologis. Lebih spesifik, prinsip utama dalam teori Adler bisa diuraikan dalam bentuk
kerangka (outline). Rincian pokok-pokok teori Adler mencakup enam hal yaitu:
1) Kekuatan dinamis di balik perilaku manusia adalah berjuang untuk meraih
keberhasilan atau superioritas (striving for succes or superiority)
2) Persepsi subjektif (subjective perception) manusia membentuk perilaku dan
kepribadiannya.
3) Kepribadian itu menyatu (unifed) dan konsistensi diri (self-consistent)
4) Nilai dari semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang minat
sosial (social interest)
5) Struktur kepribadian yang self-consistent berkembang menjadi gaya hidup
(style of life) seseorang
6) Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif (creative power).
(Jess Feist, teori kepribadian hal 81)
7
sedangkan individu yang sehat secara psikologis mencari keberhasilan untuk semua
umat manusia.
Adler yakin bahwa individu memulai hidup dengan kelemahan fisik yang
mengaktifkan perasaan inferior, perasaan yang menggerakkan orang untuk berjuang
untuk menjadi superiorita atau untuk menjadi sukses. Individu yang secara
psikologis kurang sehat berjuang untuk menjadi pribadi yang superior, dan individu
yang secara psikologis sehat termotivasi untuk mensukseskan umat manusia.pada
teori finalnya, adler membatasi perjuangan menjadi superiorita sebagai milik
neurotik yang berjuang untuk menjadi pribadi yang lebih superior dibanding orang
lain, dan mengenalkan istilah “perjuangan menjadi sukses” untuk orang sehat yang
berjuang mencapai kesempurnaan bagi semua orang- perjuangan yang dimotivasi
oleh minat sosial yang sudah berkembang. Perjuangan bisa jadi mempunyai motivasi
yang berebeda, tetapi semuanya diarahkan menuju tujuan final (final goal)
(Alwisol, psikologi kepribadian hal 64)
Final goal merupakan fiksi, tidak memiliki eksistensi objektif. Tujuan akhir
menjadi penting karena sanggup menyatukan kepribadian dan menjadikan semua
perilaku dapat dipahami. Tujuan itu tidak ditentukan oleh genetis ataupun
lingkungan, namun sebagai produk dari creative power (daya kretif), yaitu
kemampuan manusia untuk secara bebas membentuk perilaku dan menciptakan
kepribadian mereka sendiri. Anak anak yang lahir kecil, tidak sempurna, lemah dan
merasa inferior dan powerless, dan untuk mengatasi kelemahan tersebut, mereka
menyusun tujuan fiksi untuk menjadi besar, sempurna dan kuat. Tujuan akhir
seseorang akan mengurangi rasa sakit atas perasaan inferioritas dan menunjukkan
arah orang tersebut untuk superior maupun sukses.
8
a. Fiksionalisme
Fiksi mereka yang paling penting adalah tujuan meraih superioritas atau
keberhasilan, tujuan yang kita ciptakan di awal kehidupan dan mungkin tidak
dipahami dengan jelas. Tujuan akhir yang fiksional dan subjektif ini menuntun
gaya hidup kita dan menyatukan kepribadian kita. Gagasan Adler akan
fiksionalisme berasal dari buku Hans Vaihinger yang berjudul The Phylosophy
of “As If” (1911/1925). Vaihinger percaya bahwa fiksi adalah gagasan yang
tidak mempunyai bentuk nyata, namun mempengaruhi manusia sehingga
seakan-akan gagasan tersebut adalah nyata. Salah satu contoh sebuah fiksi
adalah “Pria lebih superior dibanding wanita”. Walaupun gagasan ini fiksi,
banyak orang, baik pria maupun wanita bertindak seolah-olah hal ini nyata.
Manusia tidak dimotivasi oleh sesuatu yang nyata, tetapi oleh persepsi
subjektif mereka tentang apa yang benar.
Penekanan Adler pada fiksi, konsisten dengan pendekatan teleologis
tentang motivasi yang ia pegang erat. Teleologi adalah penjelasan tentang
perilaku dalam pengertian tujuan atau sasaran akhirnya. Ini berlawanan dengan
kausalitas, yang melihat perilaku sebagai hal yang tumbuh dari sebab spesifik.
Teleologi biasanya memperhatikan tujuan masa depan, sedangkan kausalitas
banyak berhubungan dengan pengalaman masa lalu yang menghasilkan
pengaruh di masa sekarang. Pandangan Freud tentang motivasi pada dasarnya
adalah kausal. Ia percaya bahwa pengalaman masa lalu memotivasi perilaku
saat ini . Sebaliknya, Adler memakai pendekatan teleologis di mana manusia
dimotivasi oleh persepsi mereka pada saat ini tentang masa depan. Sebagai
fiksi, persepsi-persepsi ini tidak perlu disadari atau dimengerti. Namun
demikian, persepsi ini memberikan tujuan pada tindakan manusia dan
bertanggung jawab untuk pola konsisten yang berjalan disepanjang hidup
mereka.
b. Kelemahan Fisik
Oleh karena manusia memulai hidupnya dari kondisi yang kecil,
lemah, dan inferior, maka mereka mengembangkan fiksi atau sistem
kepercayaan tentang bagaimana mengatasi kelemahan fisik ini dengan menjadi
besar, kuat, dan superior. Akan tetapi, bahkan setelah mereka memperoleh
ukuran yang besar, kekuatan, dan superioritas, mereka bersikap seolah-olah
mereka masih kecil, lemah, dan inferior.
9
Adler (1929/1969), bersikeras bahwa semua umat manusia
“dikaruniai” kelemahan anggota tubuh. Keterbatasan fisik sedikit atau bahkan
tidak berarti sama sekali bagi manusia, kecuali keterbatasan ini menstimulasi
perasaan subjektif tentang inferioritas, yang berfungsi sebagai dorongan
menuju kesempurnaan atau keutuhan. Beberapa orang mengganti perasaan
inferior ini dengan bergerak menuju keadaan psikologis yang sehat dan gaya
hidup yang bermanfaat, sementara yang lain melakukan kompensasi secara
berlebihan dan termotivasai untuk menaklukkan orang lain atau menarik diri
dari orang lain.
Sejarah memberikan banyak contoh, seperti Demosthenes atau
Beethoven yang mengatasi kelemahannya dan memberikan kontribusi penting
dalam masyarakat. Adler sendiri lemah dan sakit-sakitan ketika ia masih kecil,
dan penyakitnya ini mendorongnya untuk mengalahkan kematian dengan
menjadi seorang dokter serta mendorongnya untuk bersaing dengan kakak
laki-lakinya dan Sigmund Freud.
Adler (1929/1969) menekankan bahwa kelemahan fisik saja tidak
menyebabkan seseorang menjalani gaya hidup tertentu. Kelemahan fisik hanya
memberikan motivasi pada saat ini untuk meraih tujuan masa depan. Motivasi
seperti ini, seperti semua aspek kepribadian, menyatu dan self-consistent.
(Jess Feist, teori kepribadian hal 85-86)
10
a. Bahasa Organ (Organt Dialect)
Gangguan terhadap suatu bagian tubuh tidak bisa dilihat secara terpisah
atau tersendiri karena hal ini mempengaruhi keseluruhan diri seseorang.
Faktanya, kelemahan suatu organ tubuh memperlihatkan arah dari tujuan
seseorang, suatu kondisi yang dikenal sebagai bahasa organ (organ dialect).
Melalui bahasa organ, organ-organ tubuh “berbicara sebuah bahasa yang
biasanya lebih ekspresif dan mengungkapkan pikiran seseorang dengan lebih
jelas daripada yang bisa diungkapkan oleh kata-kata”. (Adler, 1956, hlm. 223)
Salah satu contoh bahasa organ adalah seorang pria yang menderita
rheumatoid arthritis di tangannya. Sendinya yang kaku dan cacat menyuarakan
seluruh gaya hidup pria tersebut. Seolah-olah organ tubuhnya berseru,
“Lihatlah kelainan pada diri saya. Lihat kecacatan pada diri saya. Anda tidak
bisa mengharapkan saya untuk menggunakan tangan dalam melakukan
pekerjaan”. Tanpa adanya suara, tangannya berbicara tentang keinginannya
mendapatkan simpati dari orang lain.
b. Kesadaran dan Ketidaksadaran (Conscious and Unconscious)
Contoh kedua dari kepribadian yang menyatu adalah keserasian antara
tindakan sadar dan tidak sadar. Adler (1956) mendefinisikan ketidaksadaran
sebagai bagian dari tujuan yang tidak dirumuskan dengan jelas atau tidak
dipahami secara utuh oleh seseorang. Berdasarkan definisi ini, Adler
menghindari dikotomi antara ketidaksadaran dan kesadaran, di mana ia
memandangnya sebagai dua bagian yang bekerja sama dalam sistem yang
menyatu. Pikiran-pikiran sadar adalah pikiran yang dipahami dan
diperlakukan seseorang sebagai hal yang membantunya dalam usaha meraih
keberhasilan, sedangkan pikiran-pikiran tidak sadar adalah pikiran yang tidak
membantu usaha tersebut. Apakah perilaku seseorang mengarah ke gaya hidup
yang sehat atau tidak sehat tergantung pada tingkat minat sosial yang mereka
kembangkan selama masa kanak-kanak. (Jess feist, teori kepribadian hal 87).
11
Minat sosial (social interest) adalah terjemahan Alder, yang sedikit
menyesatkan, dari istilah Jerman yang asli, yaitu Gemeinschaftsgefühl. Terjemahan
yang lebih baik bisa jadi “perasaan sosial” atau “perasaan berkomunikasi”, tetapi
Gemeinschaftsgefühl sebenarnya mempunyai makna yang tidak bisa diekspresikan
secara penuh dalam kata atau frasa bahasa inggris. Kira-kira maknanya adalah
perasaan menjadi satu dengan umat manusia; menyatakan secara tidak langsung
keanggotaan dalam komunitas sosial seluruh manusia. Minat sosial bisa
didefinisikan sebagai sikap keterkaitan dengan umat manusia secara umum maupun
sebagai sikap keterikatan dengan umat manusia secara umum maupun sebagai
empati untuk setiap anggota masyarakat. Minat sosial adalah kondisi alamiah dari
manusia dan bahan perekat yang mengikat masyarakat bersama-sama (Alder, 1967).
Inferioritas alamiah dari manusia menyebabkan mereka mengikatkan diri bersama-
sama untuk membentuk masayarakat.
Minat sosial adalah ukuran Alder untuk mengukur kesehatan psikologi
sehingga hal ini dianggap sebagai “kriteria tunggal dari nilai manusia” (Alder, 1927,
hlm. 167). Bagi Alder, minat sosial adalah satu-satunya standrat untuk menilai
seberapa berharganya seseorang. Sebagai barometer kenormalan, minat sosial adalah
standar yang digunakan untuk menentukan seberapa bermanfaatnya hidup
seseorang.
12
tinggi dalam proses evolusi dan bentuk ini sangat mungkin memenuhi dunia di masa
depan (Jess Feist, teori kepribadian hal 91-92).
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adler melihat kepribadian sebagai sosok yang tidak dapat dibagi-bagi (kesatuan
antara wilayah fisik dengan psikis) dan untuk melihat apa yang sebenarnya ingin
disampaikan tentang perasaannya seringkali terlihat dari gejala fisiknya. Sebagai pribadi
setiap manusia memiliki tujuan dan untuk mencapai tujuan itu setiap orang memiliki
kekuatan atau kelebihan tersendiri dalam dirinya, kekuatan itu Adler sebut dengan
superioritas pribadi.
Superioritas ini adalah keinginan dan kemampuan manusia untuk unggul dalam
mencapai kesuksesannya. Dan superioritas yang dibenarkan adalah yang bisa bermanfaat
bagi orang lain, bisa menjadi kontribusi dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenanya
pribadi dengan kehidupan sosial sangat berkaitan. Hal yang paling esensi dalam
pendangan Adler, bahwa kepedulian sosial merupakan satu-satunya tolok ukur pribadi
yang sehat, kemampuan seseorang dalam mengembangkan minat sosial menandakan ia
sebagai pribadi yang berguna, yang bisa memberikan manfaat pada manusia lain saat ia
mencapai kesuksesan.
Teori psikologi individual Adler Adler mencakup enam hal yaitu:
1) Kekuatan dinamis di balik perilaku manusia adalah berjuang untuk meraih
keberhasilan atau superioritas (striving for succes or superiority)
2) Persepsi subjektif (subjective perception) manusia membentuk perilaku dan
kepribadiannya.
3) Kepribadian itu menyatu (unifed) dan konsistensi diri (self-consistent)
4) Nilai dari semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang minat sosial
(social interest)
5) Struktur kepribadian yang self-consistent berkembang menjadi gaya hidup (style
of life) seseorang
6) Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif (creative power).
B. Saran
Salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Adler yaitu mengenai daya kreatif.
Walaupun menarik, konsep daya kreatif seakan masih menjadi sebuah fiksi dan belum
14
bisa dipelajari secara ilmiah karena kurangnya definisi yang akurat. Jadi menurut kami
masih diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut sehingga konsep
psikologi individual dapat menjadi lebih sederhana.
15
DAFTAR PUSTAKA
Feist Jess, Feist J Gregory J.2010. Teori Kepribadian. Terj. Handriatno. Jakarta: Salemba
Humanika
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/39112616b656f6d1a2e8c65436ebc3
8f.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196010151987101-
ZULKIFLI_SIDIQ/PSIKOLOGI_INDIVIDUAL_ALFRED_ADLER.pdf
16