Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Karakteristik Problematika Multikultural

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 2

Karakteristik Problematika Multikultural

Karakteristik problematika pendidikan multikultural di Indonesia dan implikasinya


terhadap pengembangan pendidikan multikultural. Persooalan SARA banyak terjadi
dan terus bermunculan di negri ini. Dari Sabang sampai Marauke terjadi berbagai
peristiwa berdarah. Bangsa Indonesia yang dulunya dikenal berbudaya ramah, ternyata
mulai dikenal sebagai bangsa yang primitif dengan kebuasan kulturlnya

Faktor-faktor yang melatar belakangi semua pertikaian di tanah air selama ini
disebabkan antara lain:

a. Kuatnya prasangka, etnosentrisme, stereotip dan diskriminatif antar kelompok.

b. Merosotnya rasa kebersamaan dan persatuan serta saling pengertian.

c. Aktivitas politis identitas kelompok/daerah di dalam era reformasi.

d. Tekanan sosial ekonomi.

Dari semua faktor diatas, semuanya bertitik tolak dari kenyataan yang tak bisa ditolak
bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agam dan lai-lain
sehingga angsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat
“Multikultural”. Semua kondisi ini memang indah dan menjadi kekayaan budaya, tetapi
kondisi ini rentan terhadap adanya perpecahan.

Ketika banyak terjadi peristiwa yang silih berganti dan beragam bentuk itu, timbul
pemikiran di sebagian besar bangsa Indonesia. ada tiga kelopmok pemikiran yang
biasa berkembang di Indonesia dalam menyikapi konflik yang sering muncul. Pertama,
pandangan primordialis. Kelompok ini menganggap perbedaan – perbedaan yang
berasal dari ikatan primordial seperti suku, ras, agama, dan antar golongan merupakan
sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan. Kedua, pandangan
intrumentalis. Menurut mereka, suku, agama dan identitas yang lain dianggap sebagai
alat saja, yang digunakan individu atau kelompok tertentu untuk mengejar tujuan yang
lebih besar, baik dalam bentuk meteril maupun non-materil. Ketiga, pandangan
Kontruktivis, yang beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku,
sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Bagi mereka, persamaan adalah
anugrah dan perbedaan adalah berkah. Diantara ketiganya, kelompok ketiga ini yang
berfikir positif tentang kondisi multikultural Indonesia.

Sudah seyogyanya kita sebagai umat Islam memandang kondisi multikulutural di


Indonesia dengan pandangan Kontruktivis, yakni yang bernggapan bahwa persamaan
adalah anugrah dan perbedaan adalah berkah. Tidak diragukan lagi, bahwa penggerak
yang paling utama untuk mengantarkan manusia menuju puncak ketinggian dan
pendorong kebangkitan untuk mencapai cita-cita yang mulia dan terhormat ialah
kesatuan hati dan sepakat dalam tujuan dan cita-cita.

Jika hati telah bersatu padu, dan telah sepakat dalam mencapai sebuah tujuan,
niscaya ummat manusia ini akan menjadi kuat dan akan mencapai cita-cita yang mulia.
Namun sebaliknya, jika hati ummat sudah terpecah belah dan bercerai berai, niscaya
manusia akan berada diposisi rendah yakni dijurang perpecahan serta perumusuhan.
Oleh karena itu didalam agama Islam kita diperintahkan untuk menjaga persatuan dan
persaudaraan sehingga tidak terjadi perpecahan dan permusuhan. 1 Sebagaimana
firman Allah swt

‫َّللاِ َج ِميعًا َوال تَفَ هرقُوا‬


‫ص ُموا ِب َح ْب ِل ه‬
ِ َ ‫َوا ْعت‬
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai

1
Adabul Insan Fil Islam, hlm 100

Anda mungkin juga menyukai