Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

5829 - Laporan Kasus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

Mei 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ILEUS OBSTRUKSI

Oleh:
Nurmar Atu Thahirah Suaib (C014172174)
Astri Dewi (C014172096)
Mateus Michael Tunardi (C014172042)
Siti Anissa Safira (C111 14 351)
Nafisah Nur Annisa (C111 14 324)
Andi Shafa Nadia Alyani Syahrir (C111 14 115)

Pembimbing Residen:
dr. Asnita Arif

Dosen Pembimbing:
dr. Nurlaily Idris, Sp.Rad(K)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................ 3
BAB I PRESENTASI KASUS
1. IDENTITAS PASIEN ......................................................................... 4
2. ANAMNESIS ..................................................................................... 4
3. PEMERIKSAAN FISIK …………………………………................. 5
4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ……………………………... 7
5. RADIOLOGI ……………………………………………….............. 8
6. DIAGNOSIS ………………………………………………............... 9
7. TERAPI …………………………………………………….............. 9
8. RESUME KLINIS ………………………………………………...... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI .......................................................................................... 11
2. ANATOMI......................................................................................... 12
3. ETIOLOGI......................................................................................... 14
4. PATOFISIOLOGI.............................................................................. 14
5. DIAGNOSIS...................................................................................... 16
6. TATALAKSANA.............................................................................. 19
7. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS......................................................... 20
8. PROGNOSIS...................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini


Nama / Stambuk : Nurmar Atu Thahirah Suaib (C014172174)
Astri Dewi (C014172096)
Mateus Michael Tunardi (C014172042)
Siti Anissa Safira (C111 14 351)
Nafisah Nur Annisa (C111 14 324)
Andi Shafa Nadia Alyani Syahrir (C111 14 115)
Laporan Kasus : Ileus Obstruksi
Menyatakan bahwa telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik
pada bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 23 Mei 2018


Mengetahui
Pembimbing,

dr. Asnita Arif

Konsulen,

dr. Nurlaily Idris, Sp.Rad(K)


Mengetahui,
Ketua Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
BAB I
PRESENTASI KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. SE

Tanggal Lahir/Usia : 20 Mei 1981 /36 tahun

No. Rekam Medik : 842167

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Anggrek Raya no. 7

Ruang Perawatan : Lontara 2 Digestif Kamar 10 bed 5

Tanggal MRS : 5 Mei 2018

2. Anamnesis

3. Keluhan utama : Nyeri perut

4. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk rumah sakit dengan


keluhan nyeri perut dialami sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri yang dirasakan hilang timbul rasa melilit, durasi 1 –
2 menit. Pasien juga tidak bisa buang air besar, flatus tidak ada sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit, muntah terutama tiap habis makan,
warna kuning dan berbau. Demam tidak ada. Buang air kecil lancar.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya : Riwayat operasi usus buntu di RSUD


Daya tahun 2015. Riwayat penurunan berat badan tidak ada.
C. Pemeriksaan Fisik

Keadaaan Umum : Sakit sedang/gizi cukup/GCS 15 (compos mentis)

Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nadi : 100 kali/menit

Pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,7 oC

Sistem Respirasi

Jalan Napas : Bersih

Irama : Teratur

Kedalaman : Normal

Pola Napas : Normal

Batuk : Tidak ada

Sputum : Tidak ada

Clubbing Finger : Tidak ada

Trachea : Tidak deviasi

Pemeriksaan Kel. Getah


: Tidak
Bening/Massa

Ekspansi Dada : Simetris

Pengunaan Otot-Otot
: Tidak
Bantu Napas

Jejas/Trauma : Tidak
Massa : Tidak

Krepitasi : Tidak

Auskultasi : Vesikuler

Sistem Kardiovaskuler

Sianosis, Pucat : Tidak ada

Akral : Hangat

Irama Jantung : Teratur

Distensi Vena Jugularis : Tidak ada

Abdomen

: Distended, tampak scar bekas laparatomi setinggi 2


Inspeksi cm di atas umbilicus hingga 3 jari atas SOP, darm
contour ada.

: Peristaltik kesan meningkat, metallic sound tidak


Auskultasi
ada.

: Massa tumor tidak ada, nyeri tekan ada di seluruh


Palpasi
lapangan abdomen

Perkusi : Hipertimpani ada

: Tonus spinter ani normal, mukosa licin, ampulla


Rectal Touche kosong, massa tumor tifdak ada. Handscoen: Tidak
ada feses, tidak ada darah, tidak ada lendir.

Neurosensori

Pedengaran : Normal

Penglihatan : Normal

Pupil : Normal
Eliminasi

Defekasi : Via Anus, terganggu

Urin : Spontan

Palpebral Edema : Tidak ada

Mata Cekung : Tidak ada

Kult Kelamin

Warna Kulit : Normal

Turgor Kult : Elastis

Risiko Dekubitus : Tidak ada

Luka : Tidak ada

Ekstremitas

Kesulitan Pergerakan : Tidak ada

Keadaan Tonus Otot : Baik

Edem Kaki/Tungkai : Tidak ada

D. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 05/05/2018
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan Satuan
Koagulasi
• PT 10.0 10-14 detik
• INR 0.92 --
• APTT 25.7 22.0-30.0 detik
KIMIA DARAH Hasil Nilai Rujukan Satuan
Glukosa
• GDS 83 140 mg/dl
Fungsi Ginjal
• Ureum 48 10 – 50 mg/dl
• Kreatinin 2.01 L(< 1.3), P(<1.1) mg/dl
Fungsi Hati
• SGOT (AST) 26 <38 U/L
• SGPT (ALT) 21 <41 U/L
• Albumin 4.2 3,5 – 5,0 gr/dl
Elektrolit
• Natrium 133 136-145 mmol/l
• Kalium 5.1 3.5-5.1 mmol/l
• Klorida 89 97-111 mmol/l
Penanda Hepatitis
 HBs Ag (ICT) Non Reactive Non Reactive

E. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto BNO 3 Posisi

Gambar 1 Foto BNO 3 Posisi Posisi LLD


Gambar 2 Foto BNO 3 Posisi Erect dan Supine
Hasil Pemeriksaan :

- Udara usus terdistribusi minimal sampai ke distal colon, dengan fecal


material berlebih di dalamnya.
- Tampak dilatasi loop-loop usus dan gambaran “herring bone”
disertai air fluid level bertingkat-tingkat yang memberikan gambaran
“step ledder”.
- Kedua psoas line sulit dinilai, kedua preperitoneal fat line kesan baik.
- Tulang-tulang lainnya intak

Kesan: Sesuai gambaran ileus obstruksi

F. Diagnosis
Ileus Obstruksi

G. Terapi

• IVFD Nacl 0,9% loading 1000cc

• Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam/intravena

• Injeksi metamizole 1 gr/8 jam/intravena


• Injeksi ranitidine 50 mg/12 jam/intravena

• Laparotomi-eksplorasi

A. Diagnosis Post Operasi


Ileus Obstruksi et causa Adhesi Usus Halus Grade IV
H. Resume Klinis

Seorang wanita berusia 36 tahun datang dengan keluhan nyeri perut, yang
dialami sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang
dirasakan hilang timbul rasa melilit, durasi 1 – 2 menit. Pasien juga tidak bisa buang
air besar, flatus tidak ada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah terutama
tiap habis makan, warna kuning dan berbau. Demam tidak ada. Buang air kecil
lancar. Riwayat operasi usus buntu di RSUD Daya tahun 2015. Dari hasil
pmeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100x/menit,
pernapasan 20 x/menit, dan suhu 36,7oC. Pemeriksaan fisik ditemukan abdomen
tampak distensi disertai scar bekas laparatomi setinggi 2 cm di atas umbilicus
hingga 3 jari di atas SOP dan derm contour, terdengar peristaltic kesan meningkat,
nyeri tekan di seluruh lapangan abdomen, dan hipertimpani. Dari hasil radiologi
foto BNO 3 posisi menunjukan adanya gambaran ileus obstruksi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan isi usus tidak bisa
melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan atau hambatan mekanik. Hal
ini dapat terjadi dikarenakan kelainan di dalam lumen usus, dinding usus, atau
benda asing di luar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus. Ileus obstruktif
merupakan suatu keadaan yang darurat sehingga memerlukan penanganan segera.
(Ismar, 2015)

Ileus obstruksi dapat dibedakan menjadi :

1. Obstruksi parsial dimana usus tertutup sebagian dan cairan serta udara
masih dapat lewat.
2. Obstruksi total (atau biasa disebut ileus obstruksi) adalah obstruksi total
dengan satu titik obstruksi.
3. Obstruksi strangulasi menandakan aliran darah yang terhambat dan dapat
menyebabkan iskemik usus, nekrosis, dan perforasi.
4. Loop tertutup, dimana usus tertutup pada dua tempat, hampir selalu
membutuhkan intervensi bedah segera. (Paulson, 2015)
B. Anatomi
Dinding abdomen terdiri daripada kulit, fascia superfiscialis, lemak,
otototot, fascia transversalis dan parietal peritoneum (Shaikh, 2014). Selain itu,
posisi abdomen ada diantara toraks dan pelvis (Moore, 2014)
Pada abdomen, terdapat empat kuadran yang dibahagi dari bagian midline
dan bagian transumbilical (Pansky, 2013)
Gambar 3 Kuadran empat bagian abdomen (Netter, 2014)
1) Bagian kanan atas: Hepar dan kantong empedu
2) Bagian kiri atas: Gastric dan limfa
3) Bagian kanan bawah: Cecum, ascending colon dan usus kecil
4) Bagian kiri bawah: Descending colon, sigmoid colon, dan usus kecil

Menurut Singh (2014), bagian-bagian abdomen terbagi kepada :

Gambar 4 Bagian-bagian abdomen (Pansky, 2013)


1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung empedu,
sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan
kelenjar suprarenal kanan.
2) epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.
3) hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal pankreas,
fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal
kiri.
4) lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).
9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.

Gambar 5 Anatomi Radiologi Cavum Abdomen


C. Etiologi

Penyebab ileus obstruksi secara garis besar dapat dibagi tiga, yaitu :

1. Obstruksi yang berasal dari extraluminal (contoh : adhesi, herniasi,


carcinoma, dan abses).
2. Obstruksi dari dinding usus (contoh : malrotasi, tuberculosis, crohn’s
disease, dan neoplasma).
3. Obstruksi oleh benda asing di intraluminal (contoh : batu empedu,
enterolith, korpus alienum). (Bazaz, 2017)

Pada pasien yang sebelumnya pernah menjalani operasi abdomen, penyebab


tersering dari ileus obstruksi ialah adhesi, yang menyebabkan 70% dari seluruh
kasus ileus obstruksi. Pada pasien yang tidak tidak pernah menjalani operasi
abdomen, penyebab tersering adalah herniasi dan malignansi. Sekitar 20% dari
obstruksi ileus disebabkan oleh tumor metastasis, namun juga dapat disebabkan
oleh tumor primer. (Bowker, 2016)

Pada bayi baru lahir, penyebab obstruksi usus adalah cacat lahir atau cacat
bawaan, massa yang keras dari isi usus (ileus meconium) atau usus yang berputar
(volvulus). Pada masa anak, biasanya yang menyebabkan ileus obstruksi adalah
intususepsi dan hernia. Strangulasi merupakan penyebab kematian tersering pada
obstruksi usus. (Ismar, 2015)

D. Patofisiologi

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula
diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.

Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari.
Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi
utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi
tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari
gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau
distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan
retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan
sirkulasi dan volume darah.

Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus


sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus
menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami
nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin
sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforasi akan menyebabkan bakteri
akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.

Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus
dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara
progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan
syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan
pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan
asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran
natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang
sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Ramnarine, 2017)
E. Diagnosis
a. Diagnosis Klinis
Evaluasi awal pada pasien dengan kecurigaan ileus obstruksi adalah
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis. Gejala yang sering timbul berupa
mual dan muntah, distensi abdomen, nyeri perut, dan obstipasi. Sangat
penting juga untuk menanyakan riwayat operasi abdomen, riwayat kanker
colorectal dalam keluarga, dan inflamasi saluran pencernaan dan tanggal
terakhir melakukan colonoscopy.
Pemeriksaan fisis dimulai dari tanda-tanda vital, dimana takikardi
dan hipotensi dapat menjadi indikasi terjadinya dehidrasi atau sepsis. Pada
pemeriksaan fisis abdomen, dapat diperoleh distensi abdomen, timpani,
dan peristaltik meninggi atau menghilang pada auskultasi. Pemeriksaan ada
tidaknya herniasi sangat penting. Pada pasien dengan iskemik usus atau
perforasi, sering didapatkan rigiditas dan tanda-tanda peritonitis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium biasanya non-spesifik, namun pasien
dengan gejala muntah dapat menderita hipochloremik, hypokalemia, dan
alkalosis metabolic. Selain itu, leukositosis dapat menandakan terjadinya
peradangan atau proses infeksi. Asidosis biasanya dapat ditemukan pada
keadaan iskemik usus dan perforasi.
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos harus dilakukan pada posisi supine, erect,
dan lateral decubitus untuk menilai pneumoperitoneum, dilatasi usus (>3
cm), air-fluid level, dan distribusi udara ke colon dan rectum. Jika diagnosis
tidak dapat ditegakkan dengan foto polos, CT scan dapat dilakukan untuk
menentukan lokasi dan derajat obstruksi. CT scan juga dapat digunakan
untuk melihat massa atau hernia dan sangat membantu dalam menemukan
abses intra abdomen jika dilakukan dengan kontras. (Ramnarine, 2017)

Gambaran Radiologi dari Ileus Obstruksi


Jenis Foto Gambaran Spesifik
Supine atau Prone 1. Dilatasi usus berisi gas atau cairan (> 3cm)
2. Distensi abdomen
3. Dilatasi usus halus melebihi ukuran usus besar
4. Stretch Sign
5. Tidak ada gas pada area rektum
6. Gasless Abdomen
7. Pseudotumor sign
Erect atau Left 1. Multiple air-fluid level
Lateral Decubitus 2. Air-fluid level lebih panjang dari 2,5 cm
3. Air-fluid level dalam loop usus yang sama
dengan ketinggian yang berbeda
4. String or beads sign
Tabel 1 : Gambaran radiologis ileus obstruksi. (Paulson, 2015)
Gambar 6: a. Foto polos abdomen posisi supine menunjukkan loop usus yang
berdilatasi dan memberikan gambaran herring bone appearance. b. Foto polos
abdomen posisi erect menunjukkan multiple air-fluid level dan gambaran fluid
level yang berbeda ketinggian dalam loop usus yang berdilatasi (step ladder
appearance) c. Foto polos abdomen pada posisi erect menunjukkan gelembung
udara dan air fluid level yang memberikan gambaran string of pearls d. Foto polos
abdomen pada posisi erect dengan gambaran strect sign (udara yang terperangkap
di valvula conniventes) (Paulson, 2015)

Kriteria mayor untuk penegakkan diagnosis ileus obstruksi dengan


menggunakan CT scan adalah dilatasi usus halus >2.5 cm tanpa dilatasi colon
(<6 cm); terdapat titik transisi antara area usus yang berdilatasi dan area yang
tidak berdilatasi. Sedangkan kriteria minor untuk penegakkan diagnosis ileus
obstruksi dengan menggunakan CT scan adalah air fluid level dan kolon yang
terdekompresi. Keuntungan terbesar CT scan dibandingkan dengan foto
konvensional adalah terlihatnya titik transisi dimana usus yang berdilatasi
mengalami transisi ke area usus yang normal. Pada area inilah dapat ditentukan
lokasi dan penyebab dari obstruksi. Selain itu, CT scan juga dapat digunakan
untuk mengevaluasi dinding usus, pembuluh darah, dan mesenterium sehingga
memungkinkan identifikasi terjadinya iskemik atau infark usus. CT juga sangat
baik untuk mengevaluasi adanya perforasi usus dan tanda-tanda gas pada
extraluminal. (Paulson, 2015)

Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif


dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto
abdomen ini antara lain : ( MN. Indrayani , 2013)

1. Ileus obstruksi letak tinggi :


- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

Gambar 7 Small bowel obstruction (SBO)


2. Ileus obstruksi letak rendah :
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon.

Gambar 8 Large Bowel Obstruction (LBO)


F. Tatalaksana (Non Bedah)
Pada keadaan tidak terdapatnya tanda-tanda strangulasi dan riwayat muntah
yang persisten, pasien dengan adhesive small bowel obstruction dapat diterapi
dengan terapi non operatif yaitu dengan dekompresi tube. Media kontras oral
larut air juga direkomendasikan sebagai alat diagnostik maupun terapi pada
pasien dengan terapi non operatif. Terapi non operatif dapat diperpanjang
hingga 72 jam pada keadaan tidak terdapatnya tanda-tanda strangulasi atau
peritonitis: operasi direkomendasikan setelah 72 jam terapi non operatif tanpa
resolusi. Operasi terbuka biasanya digunakan untuk pasien dengan adhesive
small bowel obstruction dengan disertai strangulasi dan setelah terapi
konservatif gagal. Pada pasien yang sesuai, teknik laparoskopi juga
direkomendasikan. Asam hyaluronik: membran carboksisellulosa dan
isodextrin menurunkan insiden adhesi dan isodextrin juga dapat menurunkan
risiko obstruksi berulang. (Medscape, 2017)
Pada Ruang Gawat Darurat, Pada ruang gawat darurat, penatalaksanaan
obstruksi usus halus meliputi resusitasi cairan secara agresif, dekompresi usus
dengan menggunakan nasogastrik tube (NGT) untuk mengeluarkan isi lambung
dan mencegah aspirasi, pemberian analgesia dan antiemetik apabila secara
klinis diindikasikan, konsultasi operasi secara awal dan pemberian antibiotik
(antibiotik digunakan untuk melawan bakteri gram negatif dan organisme
anaerob), monitor jalan napas, pernapasan dan sirkulasi (ABC), monitor
tekanan darah, dan juga memonitor fungsi jantung khususnya pada orang tua.
(Medscape, 2018)
G. Tatalaksana (Bedah)
Obstruksi strangulasi merupakan kasus emergensi. Pada pasien dengan
obstruksi total, resiko untuk terjadinya strangulasi sangat besar dan tatalaksana
bedah awal harus segera dilakukan. 25% dari pasien dengan ileus obstruksi akan
memerlukan operasi. Operasi harus segera dilakukan pada pasien dengan tanda-
tanda peritonitis, perforasi, atau iskemik usus. Jika pasien dengan ileus
obstruksi tidak pernah menjalani operasi abdomen sebelumnya, pertimbangan
untuk operasi eksplorasi harus diutamakan. Operasi juga harus
dipertimbangkan pada pasien yang tidak membaik setelah penanganan selama
lebih dari 24 jam. Kebanyakan dari pasien ini akan memerlukan adhesiolisis,
namun beberapa pasien mungkin memerlukan reseksi usus atau tumor.
(Theodore, 2015)
Hingga dewasa ini, operasi terbuka merupakan teknik pilihan untuk
tatalaksana bedah dari ileus obstruksi, dan laparaskopi hanya disarankan bagi
beberapa jenis penderita. Namun dewasa ini, laparaskopi menjadi pilihan utama
dalam penanganan kasus ileus obstruksi. Laparaskopi adhesiolisis untuk ileus
obstruksi memiliki beberapa keuntungan antara lain : nyeri-post operasi yang
lebih ringan, kembalinya fungsi usus yang lebih cepat, lama perawatan yang
lebih singkat, pemulihan yang lebih cepat, komplikasi yang lebih sedikit, dan
resiko adhesi post-operasi yang lebih rendah. (Catena, 2016)

H. Differential Diagnosis
A. Ileus paralitik
Ileus paralitik atau ileus adinamik bisa disebabkan oleh pasca
operasi dan bisa hasil daripada inflamasi intraperitoneal atau retroperitoneal
(appendicitis, diverticulitis, perforasi duodenal ulcer), retroperitoneal atau
intraabdominal hematoma atau gangguan metabolic atau pengambilan obat-
obatan yang bisa mempengaruhi kontraksi di usus. (Porter, 2011)
Ileus paralitik juga bisa terjadi terkait dengan penyakit ginjal atau
torakal.Ileus paralitik juga sering terjadi selepas tindakan operasi di mana
usus gagal melakukan gerakan peristaltic untuk menyalurkan isinya.Ileus
paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Usus
halus tidak sering terkena dengan motilitas dan absorpsi kembali pada asal
selepas beberapa jam pasca operasi.Keadaan ini biasanya hanya
berlangsung 24-72 jam. (Porter, 2011)

Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan
difus, dan terjadidistensi abdomen.Ileus paralitik, bising usus tidak
terdengar dantidak terjadi ketegangan dinding perut. (Tim Radiologi USU,
2015)

Gejala ileus paralitik (Porter, 2011):


 Perut kembung
 Mual muntah
 Gangguan siklus buang air besar
Hasil pemeriksaan fisik:
 distensi abdomen
 bising usus menurun ataubahkan menghilang
 pada pemeriksaan colok dubur didapatkan rectum tidak kolaps dan
tidak didapatkan kontraksi dari usus.
Gambaran radiologis:

Gambar 9. Ileus Paralitik (sumber: jonadoctor.com)


 Preperitoneal fat tidak tampak jelas.
 Distribusi udara diseluruh bagian usus
 Distensi di seluruh bagian usus
 Air fluid level sejajar dan panjang-panjang
 Air fluid level lebih sedikit dibandingkan dengan ileus obstruksi,
bila ada berbentuk memanjang. (Tim Radiologi USU, 2015)

Gambar 10. Ileus Paralitik (sumber:wikiradiography.org)

A. Pneumoperitoneum
Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang
peritoneum yang biasanya terkait dengan perforasi dari usus kecil. Namun,
setiap viskus berlubang dapat menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum.
Penyebab paling umum dari pneumoperitoneum adalah perforasi saluran
pencernaan yaitu lebih dari 90%. Perforasi dari lambung atau duodenum
yang disebabkan oleh ulkus peptikum dianggap penyebab paling umum dari
pneumoperitoneum. Pneumoperitoneum juga dapat diakibatkan karena
pecahnya divertikular atau trauma abdomen. Ini biasanya muncul dengan
tanda-tanda dan gejala peritonitis, dan adanya gas subphrenic dalam
radiograf dada tegak adalah temuan radiologis yang paling umum. Dalam
kebanyakan kasus, pneumoperitoneum memerlukan eksplorasi bedah
mendesak dan intervensi dengan segera (Sureka, 2015).
Gejala Klinis tergantung dari penyebab pneumoperitoneum.
Penyebab yang ringan biasanya gejalanya asimtomatik, tetapi pasien
mungkin mengalami nyeri perut samar akibat perforasi viskus perut,
tergantung pada perkembangan selanjutnya bisa berupa peritonitis.. Tanda
dan gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum mungkin seperti kaku
perut, mual munta, konstipasi, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau
jatuh pada kondisi shock yang parah seperti takikardi, hipotensi, takipneu
(Sureka, 2015).
Radiografi yang optimal sangat penting bila dicurigai adanya
perforasi perut. Idealnya, harus ada supine abdominal, erect chest and
abdomen, dan left lateral decubitus image. 1 mL gas bebas dapat dideteksi
pada radiograf foto thoraks. Gambar kiri lateral decubitus dapat
menunjukkan sejumlah kecil udara bebas di abdomen. Dengan gambar kiri
lateral dekubitus, teknik yang tepat adalah pasien berbaring pada sisi kiri
selama 10 menit sebelum film diambil dalam posisi tegak yang akan
menunjukkan udara subdiaphragmatic. Pada film, mungkin ada banyak
temuan yang menunjukkan pneumoperitoneum (Sureka, 2015).
Pada foto erect chest X ray dapat ditemukan adanya (Sureka, 2015):
 Udara bebas subdiafragma
 Tanda lain seperti:
 Football sign : Dilihat sebagai udara yang menguraikan seluruh
kavitas perut.
 Rigler sign (juga dikenal sebagai tanda gas dan tanda dinding
ganda): Visualisasi dari dinding luar dari usus loop yang
disebabkan oleh gas luar loop usus dan gas intraluminal yang
normal.
 Urachus sign : udara menguraikan urachus, yang merupakan
refleksi sisa peritoneal sisa yang tidak biasanya terlihat pada
radiografi.
 Telltale triangle sign: Segitiga kantong udara antara dua loop dari
usus dan dinding perut

Gambar 11. Pneumoperitoneum: Udara bebas subdiafragma (sumber:


radiopaedia.org)
Gambar 12. Pneumoperitoneum: Udara bebas subdiafragma posisi lateral
(sumber: wikiRadiography.net)

Gambar 13. Pneumoperitoneum: Football sign (sumber: wikiradiography.org)


Gambar 14. Pneumoperitoneum: Rigler sign (sumber: wikiradiograph)

B. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi
secara lokal maupun umum, melalui proses infeksi akibat perforasi usus,
misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon, maupun non
infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster,
keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada wanita
peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium
(Mustafa dkk, 2015).
Gejala Klinis:

Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri


dapat dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu
tempat ataupun tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya
dirasakan saat penderita bergerak. Gejala lainnya meliputi (Mustafa dkk,
2015):
- Demam : Temperatur lebih dari 380 C, pada kondisi sepsis berat
dapat hipotermia
- Mual dan muntah
- Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.
- Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak
terdengar bising usus
- Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen
ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum
- Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
- Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
- Tidak dapat BAB/buang angin.

Pada foto polos abdomen didapatkan (Mustafa dkk, 2015):


- Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang

- Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda


dengan gambaran ileus obstruksi

- Penebalan dinding usus akibat edema

- Tampak gambaran udara bebas

- Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien


perlu dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi
syok hipovolemik
Gambar 15. Peritonitis (sumber: WikiRadiography.net)
C. Meteorismus
Meteorismus atau perut kembung adalah volume udara yang
berlebihan pada saluran cerna. Tampak sebagai perut yang sedikit kembung
pada bayi atau anak yang terbaring telentang. Distensi abdomen ini
terkadang silit dinilai karena banyaknya variasi normal, Bayi yang gemuk
misalnya memiliki perut yang lebih besar dibandingkan bayi yang lebih
kurus. Perut bayi umumnya lebih bulat dibandingkan dengan anak yang
lebih besar. Adapun anamnesa memegang peranan penting dalam
mendiagnosa distensi abdomen ini. Pada foto polos abdomen ditemukan
adanya distribusi udara yang berlebihan pada usus. (Rilianti, Dwitya,
Oktarlina, RZ. 2017).
Etiologi:
- Aerofagi
- Sindrom malabsorbsi
- Ileus Paralitik
- Ileus Obstruktif
- Enterokolitis Nekrotikans
Gambar 16. Meteorismus (sumber: dokumen.tips)

F. Prognosis

Jika ditangani dengan tepat, maka morbiditas dan mortalitas dari kasus ileus
obstruksi relatif rendah. Pada kasus obstruksi karena strangulasi, tingkat mortalitas
adalah 100% jika tidak ditangani dengan cepat. Kasus ileus obstruksi yang
ditangani tanpa operasi memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk kambuh
dibandingkan dengan kasus yang ditangani dengan operasi. Namun pada kasus
adhesi, kejadian kambuh tetap dapat terjadi meskipun telah ditangani dengan
operasi. Hingga sekarang, belum ditemukan alat yang dapat mencegah adhesi pasca
operasi abdomen secara total. Hanya dengan teknik bedah yang baik dan
menghindari maneuver yang dapat menyebabkan trauma organ intraperitoneal yang
dapat membantu mengurangi resiko adhesi pasca operasi. (Bowker, 2016)

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,
tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat
rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih
tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.( Sjamsuhidajat dan Sutton, 2014)
Daftar Pustaka

1. Sari N, Ismar, Elda N. 2015. Gambaran Ileus Obstruktif pada Anak di


RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2012 – Desember
2014. JOM FK Volume 2 No. 2 Oktober 2015.
2. Paulson EK, William MT. 2015. Review of Small Bowel Obstruction : The
Diagnosis and When to Worry. Radiology May 2015;275(2):332-342.
3. Bazaz R, Tiwari S, Sodhi BS, Kokiloo J. Predictors of Intestinal Ischemia
in Small Bowel Obstruction - A Prospective Study. Int J Sci Stud
2017;5(4):119-124.
4. Bowker, B. 2016. Small Bowel Obstruction. Journal American Academy of
Physician Assistants Volume 29 No. 5 May 2016.
5. Ramnarine R. 2017. Small-Bowel Obstruction. EMedicine
6. Theodores et al. 2015. Common Surgical Disease : Third Edition. New
York : Springer
7. Catena et al. 2016. Adhesive Small Bowel Adhesion Obstruction :
Evolutions in Diagnosis, Management, and Prevention. World J
Gastrointest Surg 2016 March 27; 8(3): 222-231
8. Medscpae, 2017, Small Bowel Obstruction Treatment and Management,
(https://emedicine.medscape.com/article/774140-treatment#d9) , diakses
tanggal 20 mei 2018.
9. Warsinggih. 2016. Bahan Ajar Peritonitis dan Ileus. Makassar: FK
Universitas Hasanuddin.
10. Porter, R.S. 2011. The Merck Manual 19th edition. New Delhi: Merck Sharp
and Dohme Corp.
11. Tim Radiologi USU. 2015. Referensi Praktis Buku Kedokteran. Retrieved
May, 20, 2018, from http/bukusakudokter.org/category/diagnostic-tools/x-
ray
12. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi
3. Jakarta : EGC. Hal: 623.
13. Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi
7. London :Churchill Livingstone.

Anda mungkin juga menyukai