5829 - Laporan Kasus
5829 - Laporan Kasus
5829 - Laporan Kasus
Mei 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ILEUS OBSTRUKSI
Oleh:
Nurmar Atu Thahirah Suaib (C014172174)
Astri Dewi (C014172096)
Mateus Michael Tunardi (C014172042)
Siti Anissa Safira (C111 14 351)
Nafisah Nur Annisa (C111 14 324)
Andi Shafa Nadia Alyani Syahrir (C111 14 115)
Pembimbing Residen:
dr. Asnita Arif
Dosen Pembimbing:
dr. Nurlaily Idris, Sp.Rad(K)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................ 3
BAB I PRESENTASI KASUS
1. IDENTITAS PASIEN ......................................................................... 4
2. ANAMNESIS ..................................................................................... 4
3. PEMERIKSAAN FISIK …………………………………................. 5
4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ……………………………... 7
5. RADIOLOGI ……………………………………………….............. 8
6. DIAGNOSIS ………………………………………………............... 9
7. TERAPI …………………………………………………….............. 9
8. RESUME KLINIS ………………………………………………...... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI .......................................................................................... 11
2. ANATOMI......................................................................................... 12
3. ETIOLOGI......................................................................................... 14
4. PATOFISIOLOGI.............................................................................. 14
5. DIAGNOSIS...................................................................................... 16
6. TATALAKSANA.............................................................................. 19
7. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS......................................................... 20
8. PROGNOSIS...................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30
LEMBAR PENGESAHAN
Konsulen,
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. SE
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
2. Anamnesis
Tanda-Tanda Vital
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7 oC
Sistem Respirasi
Irama : Teratur
Kedalaman : Normal
Pengunaan Otot-Otot
: Tidak
Bantu Napas
Jejas/Trauma : Tidak
Massa : Tidak
Krepitasi : Tidak
Auskultasi : Vesikuler
Sistem Kardiovaskuler
Akral : Hangat
Abdomen
Neurosensori
Pedengaran : Normal
Penglihatan : Normal
Pupil : Normal
Eliminasi
Urin : Spontan
Kult Kelamin
Ekstremitas
D. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 05/05/2018
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan Satuan
Koagulasi
• PT 10.0 10-14 detik
• INR 0.92 --
• APTT 25.7 22.0-30.0 detik
KIMIA DARAH Hasil Nilai Rujukan Satuan
Glukosa
• GDS 83 140 mg/dl
Fungsi Ginjal
• Ureum 48 10 – 50 mg/dl
• Kreatinin 2.01 L(< 1.3), P(<1.1) mg/dl
Fungsi Hati
• SGOT (AST) 26 <38 U/L
• SGPT (ALT) 21 <41 U/L
• Albumin 4.2 3,5 – 5,0 gr/dl
Elektrolit
• Natrium 133 136-145 mmol/l
• Kalium 5.1 3.5-5.1 mmol/l
• Klorida 89 97-111 mmol/l
Penanda Hepatitis
HBs Ag (ICT) Non Reactive Non Reactive
E. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto BNO 3 Posisi
F. Diagnosis
Ileus Obstruksi
G. Terapi
• Laparotomi-eksplorasi
Seorang wanita berusia 36 tahun datang dengan keluhan nyeri perut, yang
dialami sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang
dirasakan hilang timbul rasa melilit, durasi 1 – 2 menit. Pasien juga tidak bisa buang
air besar, flatus tidak ada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah terutama
tiap habis makan, warna kuning dan berbau. Demam tidak ada. Buang air kecil
lancar. Riwayat operasi usus buntu di RSUD Daya tahun 2015. Dari hasil
pmeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100x/menit,
pernapasan 20 x/menit, dan suhu 36,7oC. Pemeriksaan fisik ditemukan abdomen
tampak distensi disertai scar bekas laparatomi setinggi 2 cm di atas umbilicus
hingga 3 jari di atas SOP dan derm contour, terdengar peristaltic kesan meningkat,
nyeri tekan di seluruh lapangan abdomen, dan hipertimpani. Dari hasil radiologi
foto BNO 3 posisi menunjukan adanya gambaran ileus obstruksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan isi usus tidak bisa
melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan atau hambatan mekanik. Hal
ini dapat terjadi dikarenakan kelainan di dalam lumen usus, dinding usus, atau
benda asing di luar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus. Ileus obstruktif
merupakan suatu keadaan yang darurat sehingga memerlukan penanganan segera.
(Ismar, 2015)
1. Obstruksi parsial dimana usus tertutup sebagian dan cairan serta udara
masih dapat lewat.
2. Obstruksi total (atau biasa disebut ileus obstruksi) adalah obstruksi total
dengan satu titik obstruksi.
3. Obstruksi strangulasi menandakan aliran darah yang terhambat dan dapat
menyebabkan iskemik usus, nekrosis, dan perforasi.
4. Loop tertutup, dimana usus tertutup pada dua tempat, hampir selalu
membutuhkan intervensi bedah segera. (Paulson, 2015)
B. Anatomi
Dinding abdomen terdiri daripada kulit, fascia superfiscialis, lemak,
otototot, fascia transversalis dan parietal peritoneum (Shaikh, 2014). Selain itu,
posisi abdomen ada diantara toraks dan pelvis (Moore, 2014)
Pada abdomen, terdapat empat kuadran yang dibahagi dari bagian midline
dan bagian transumbilical (Pansky, 2013)
Gambar 3 Kuadran empat bagian abdomen (Netter, 2014)
1) Bagian kanan atas: Hepar dan kantong empedu
2) Bagian kiri atas: Gastric dan limfa
3) Bagian kanan bawah: Cecum, ascending colon dan usus kecil
4) Bagian kiri bawah: Descending colon, sigmoid colon, dan usus kecil
Penyebab ileus obstruksi secara garis besar dapat dibagi tiga, yaitu :
Pada bayi baru lahir, penyebab obstruksi usus adalah cacat lahir atau cacat
bawaan, massa yang keras dari isi usus (ileus meconium) atau usus yang berputar
(volvulus). Pada masa anak, biasanya yang menyebabkan ileus obstruksi adalah
intususepsi dan hernia. Strangulasi merupakan penyebab kematian tersering pada
obstruksi usus. (Ismar, 2015)
D. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula
diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari.
Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi
utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi
tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari
gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau
distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan
retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan
sirkulasi dan volume darah.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus
dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara
progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan
syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan
pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan
asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran
natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang
sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Ramnarine, 2017)
E. Diagnosis
a. Diagnosis Klinis
Evaluasi awal pada pasien dengan kecurigaan ileus obstruksi adalah
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis. Gejala yang sering timbul berupa
mual dan muntah, distensi abdomen, nyeri perut, dan obstipasi. Sangat
penting juga untuk menanyakan riwayat operasi abdomen, riwayat kanker
colorectal dalam keluarga, dan inflamasi saluran pencernaan dan tanggal
terakhir melakukan colonoscopy.
Pemeriksaan fisis dimulai dari tanda-tanda vital, dimana takikardi
dan hipotensi dapat menjadi indikasi terjadinya dehidrasi atau sepsis. Pada
pemeriksaan fisis abdomen, dapat diperoleh distensi abdomen, timpani,
dan peristaltik meninggi atau menghilang pada auskultasi. Pemeriksaan ada
tidaknya herniasi sangat penting. Pada pasien dengan iskemik usus atau
perforasi, sering didapatkan rigiditas dan tanda-tanda peritonitis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium biasanya non-spesifik, namun pasien
dengan gejala muntah dapat menderita hipochloremik, hypokalemia, dan
alkalosis metabolic. Selain itu, leukositosis dapat menandakan terjadinya
peradangan atau proses infeksi. Asidosis biasanya dapat ditemukan pada
keadaan iskemik usus dan perforasi.
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos harus dilakukan pada posisi supine, erect,
dan lateral decubitus untuk menilai pneumoperitoneum, dilatasi usus (>3
cm), air-fluid level, dan distribusi udara ke colon dan rectum. Jika diagnosis
tidak dapat ditegakkan dengan foto polos, CT scan dapat dilakukan untuk
menentukan lokasi dan derajat obstruksi. CT scan juga dapat digunakan
untuk melihat massa atau hernia dan sangat membantu dalam menemukan
abses intra abdomen jika dilakukan dengan kontras. (Ramnarine, 2017)
H. Differential Diagnosis
A. Ileus paralitik
Ileus paralitik atau ileus adinamik bisa disebabkan oleh pasca
operasi dan bisa hasil daripada inflamasi intraperitoneal atau retroperitoneal
(appendicitis, diverticulitis, perforasi duodenal ulcer), retroperitoneal atau
intraabdominal hematoma atau gangguan metabolic atau pengambilan obat-
obatan yang bisa mempengaruhi kontraksi di usus. (Porter, 2011)
Ileus paralitik juga bisa terjadi terkait dengan penyakit ginjal atau
torakal.Ileus paralitik juga sering terjadi selepas tindakan operasi di mana
usus gagal melakukan gerakan peristaltic untuk menyalurkan isinya.Ileus
paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Usus
halus tidak sering terkena dengan motilitas dan absorpsi kembali pada asal
selepas beberapa jam pasca operasi.Keadaan ini biasanya hanya
berlangsung 24-72 jam. (Porter, 2011)
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan
difus, dan terjadidistensi abdomen.Ileus paralitik, bising usus tidak
terdengar dantidak terjadi ketegangan dinding perut. (Tim Radiologi USU,
2015)
A. Pneumoperitoneum
Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang
peritoneum yang biasanya terkait dengan perforasi dari usus kecil. Namun,
setiap viskus berlubang dapat menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum.
Penyebab paling umum dari pneumoperitoneum adalah perforasi saluran
pencernaan yaitu lebih dari 90%. Perforasi dari lambung atau duodenum
yang disebabkan oleh ulkus peptikum dianggap penyebab paling umum dari
pneumoperitoneum. Pneumoperitoneum juga dapat diakibatkan karena
pecahnya divertikular atau trauma abdomen. Ini biasanya muncul dengan
tanda-tanda dan gejala peritonitis, dan adanya gas subphrenic dalam
radiograf dada tegak adalah temuan radiologis yang paling umum. Dalam
kebanyakan kasus, pneumoperitoneum memerlukan eksplorasi bedah
mendesak dan intervensi dengan segera (Sureka, 2015).
Gejala Klinis tergantung dari penyebab pneumoperitoneum.
Penyebab yang ringan biasanya gejalanya asimtomatik, tetapi pasien
mungkin mengalami nyeri perut samar akibat perforasi viskus perut,
tergantung pada perkembangan selanjutnya bisa berupa peritonitis.. Tanda
dan gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum mungkin seperti kaku
perut, mual munta, konstipasi, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau
jatuh pada kondisi shock yang parah seperti takikardi, hipotensi, takipneu
(Sureka, 2015).
Radiografi yang optimal sangat penting bila dicurigai adanya
perforasi perut. Idealnya, harus ada supine abdominal, erect chest and
abdomen, dan left lateral decubitus image. 1 mL gas bebas dapat dideteksi
pada radiograf foto thoraks. Gambar kiri lateral decubitus dapat
menunjukkan sejumlah kecil udara bebas di abdomen. Dengan gambar kiri
lateral dekubitus, teknik yang tepat adalah pasien berbaring pada sisi kiri
selama 10 menit sebelum film diambil dalam posisi tegak yang akan
menunjukkan udara subdiaphragmatic. Pada film, mungkin ada banyak
temuan yang menunjukkan pneumoperitoneum (Sureka, 2015).
Pada foto erect chest X ray dapat ditemukan adanya (Sureka, 2015):
Udara bebas subdiafragma
Tanda lain seperti:
Football sign : Dilihat sebagai udara yang menguraikan seluruh
kavitas perut.
Rigler sign (juga dikenal sebagai tanda gas dan tanda dinding
ganda): Visualisasi dari dinding luar dari usus loop yang
disebabkan oleh gas luar loop usus dan gas intraluminal yang
normal.
Urachus sign : udara menguraikan urachus, yang merupakan
refleksi sisa peritoneal sisa yang tidak biasanya terlihat pada
radiografi.
Telltale triangle sign: Segitiga kantong udara antara dua loop dari
usus dan dinding perut
B. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi
secara lokal maupun umum, melalui proses infeksi akibat perforasi usus,
misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon, maupun non
infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster,
keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada wanita
peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium
(Mustafa dkk, 2015).
Gejala Klinis:
F. Prognosis
Jika ditangani dengan tepat, maka morbiditas dan mortalitas dari kasus ileus
obstruksi relatif rendah. Pada kasus obstruksi karena strangulasi, tingkat mortalitas
adalah 100% jika tidak ditangani dengan cepat. Kasus ileus obstruksi yang
ditangani tanpa operasi memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk kambuh
dibandingkan dengan kasus yang ditangani dengan operasi. Namun pada kasus
adhesi, kejadian kambuh tetap dapat terjadi meskipun telah ditangani dengan
operasi. Hingga sekarang, belum ditemukan alat yang dapat mencegah adhesi pasca
operasi abdomen secara total. Hanya dengan teknik bedah yang baik dan
menghindari maneuver yang dapat menyebabkan trauma organ intraperitoneal yang
dapat membantu mengurangi resiko adhesi pasca operasi. (Bowker, 2016)
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,
tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat
rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih
tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.( Sjamsuhidajat dan Sutton, 2014)
Daftar Pustaka