Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Pengindraan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI ORGANISME AKUAKULTUR

PENGINDRAAN

NAMA : ALL IMRAN


STAMBUK : L221 14 513
KELOMPOK : VIII (DELAPAN)
TANGGAL PRAKTIKUM : RABU, 15 NOVEMBER 2017
ASISTEN : ANUGERAH SAPUTRA
MAULIANA
GAZALI

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN AIR


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi mekanisme

dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel-sel organisme. Fisiologi mencoba

menerangkan faktor-faktor fisik dan kimia yang bertanggung jawab akan asal,

perkembangan dan gerak maju kehidupan. Tiap-tiap jenis kehidupan, mulai dari

mahluk sederhana seperti virus yang bersel satu sampai manusia yang

mempunyai susunan sel yang lebih rumit, mempunyai sifat-sifat fungsional

tersendiri. Oleh karena luasnya bidang fisiologi maka di bagi menjadi bagian-

bagian yang lebih khusus antara lain fisiologi virus, fisiologi bakteri, fisiologi

tumbuhan, fisiologi ikan dan sebagainya. Fisiologi menjadi salah satu ilmu yang

dapat menerangkan mengenai sistem pencernaan, respirasi, pengindraan, dan

sebagainya pada ikan (Fujaya, 1999).

Salah satu cabang ilmu fisiologi, yaitu tentang pengindraan atau yang

dikenal dengan sistem indra. Sistem indra memerlukan bantuan sistem saraf yang

menghubungkan badan indra dengan sistem saraf pusat. Organ indra ialah sel-sel

tertentu yang dapat menerima stimulus dari lingkungan maupun dari dalam badan

sendiri untuk diteruskan sebagai impuls saraf melalui serabut saraf ke pusat

susunan saraf. Ikan dapat merangsang segala sesuatu yang ada di lingkungannya

karena memiliki organ sensor (Burhanuddin, 2010).

Organ sensor pada ikan komet sama seperti vertebrata lainnya, termasuk

manusia. Ikan komet memiliki organ untuk mengecap dan membau. Walaupun

ikan komet tidak memiliki telinga bagian dalam, tetapi dapat pula mendengar.

Sistem linea lateralis pada ikan komet berperan sebagai detektor dinamika

tekanan, khususnya pada frekuensi yang sangat rendah dimana pada manusia

tidak ditemukan adanya bagian tersebut (Fujaya, 1999).


Berdasarkan uraian di atas Praktikum Pengindraan perlu dilakukan untuk

memahami dan mengetahui tentang organ-organ apa saja yang bekerja pada ikan

yang berhubungan dengan sistem pengindraan dan mengetahui seberapa lama

respon ikan bila diberi perlakuan dengan menggunakan alat pengindraannya.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum pengindraan ini adalah untuk mengetahui organ-

organ apa saja yang bekerja pada ikan komet (Carassius auratu auratus) serta

seberapa lama daya respon menggunakan alat pengindraannya bila diberi suatu

perlakuan.

Kegunaan dari praktikum penginderaan ini yaitu mampu mengetahui

sistem pengindraan pada ikan komet (Carassius auratus auratus) dan daya

respon ikan tersebut apabila diberikan suatu perlakuan.

II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambar

Gambar 1. Ikan Komet (Carassius auratus auratus) (Kautsar, 2013)

B. Klasifikasi

Nugroho (2008) menyatakan bahwa klasifikasi atau sistematika pada ikan

komet (Carasssius auratus auratus), yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Ostariophysoidei

Family : Cyprinidae

Genus : Carassius

Spesies : Carassius auratus auratus

C. Morfologi

Ikan komet (Carassius auratus auratus) merupakan salah satu jenis ikan

mas hias, ciri yang membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin

atau sirip ekornya lebih panjang dan percabangan di sirip ekornya sangat terlihat

jelas, tidak seperti ikan mas biasa yang percabangan di sirip ekornya tidak begitu

terlihat jelas. Selain itu, ikan komet mempunyai warna orange yang mencolok

sehingga sangat menarik untuk menjadi ikan hias di dalam ruangan ataupun di
luar ruangan. Ikan komet memiliki badan yang memanjang dan ramping sehingga

di dalam akuarium ataupun di kolam, ikan ini selalu aktif berenang ke segala

penjuru. Panjang tubuh ikan komet bisa mencapai sekitar 35 cm dari ujung kepala

sampai ujung ekor (Kautsar, 2013).

D. Siklus Hidup

Ikan komet termasuk jenis ikan mas hias, siklus hidupnya sama seperti

jenis ikan mas lainnya. Siklus hidupnya dimulai dari perkembangan di dalam gonad

(ovarium pada ikan betina yang menghasilkan telur dan testis pada ikan jantan

yang menghasilkan sperma). Sebenarnya, pemijahan dapat terjadi sepanjang

tahun dan tidak tergantung pada musim. Namun, di habitat aslinya, sering memijah

pada awal musim hujan, karena adanya rangsangan dari aroma tanah kering yang

tergenang air. Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir

fajar. Menjelang memijah, induk-induk aktif mencari tempat yang rimbun, seperti

tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang

nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu

perangsangan ketika terjadi pemijahan pada ikan mas di alam untuk proses

perkembang biakan (Suseno, 2004 dalam Uthami, 2012).

Sifat telurnya adalah menempel pada substrat. Telur berbentuk bulat,

berwarna bening, berdiameter 1,5 - 1,8 mm, dan berbobot 0,17 - 0,20 mg. Ukuran

telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan

tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Antara 2 – 3 hari

kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva mempunyai

kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi

larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2 – 4 hari. Larvanya

bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva antara

0,50 mm - 14 mm dan bobotnya antara 18 mg – 20 mg. Larva berubah menjadi


kebul (larva stadia akhir) dalam waktu 4 – 5 hari. Pada stadia kebul ini,

memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya. Pakan

alami kebul terutama berasal dari zooplankton, seperti rotifera, moina dan daphnia.

Kebutuhan pakan alami untuk kebul dalam satu hari sekitar 60 – 70 % dari bobot

tubuh ikan tersebut (Susanto, 2007 dalam Uthami, 2012).

E. Kebiasaan Makan

Larva ikan komet biasanya diberi pakan Tubifex Sp. Namun masih banyak

kendala yang harus dihadapi para petani ikan karena ketersediaan Tubifex Sp

yang tidak kontiniu. Untuk itu guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal

terhadap pertumbuhan dan kelulus hidupan serta warna ikan mas komet, maka

perlu diketahui pakan lain yang terbaik untuk pemeliharaan ikan mas komet. Untuk

memperbaiki bobot rata-rata ikan komet yang lebih tinggi yaitu dengan

memberikan Tubifex sp. yang lebih tinggi pula. Tubifex sp. merupakan pakan hidup

yang bergerak melambai-lambai didasar wadah sehingga larva mudah untuk

memangsanya. Sifat pakan alami yang bergerak tetapi tidak begitu aktif akan

mempermudah ikan untuk memangsanya. Sedangkan Moina sp. adalah jenis

pakan alami yang pergerakanya sangat aktif sehingga ikan lebih sulit untuk

memangsanya (Husnan et al., 2011).

D. Organ Sensorik

Pada umumnya organ-organ sensor pada ikan sama seperti vertebrata

lainnya, termasuk manusia. Ikan memiliki organ untuk mengecap dan pembau

sebagaimana yang manusia miliki. Walaupun ikan tidak memiliki telinga bagian

dalam (cochlea = rumah siput), sebagaimana yang manusia punyai, tetapi ia dapat

mendengar. Ikan memiliki linea lateral yang berperan sebagai dektor dinamika

tekanan, khususnya pada frekuensi yang sangat rendah, dimana pada manusia

tidak ditemukan. Manusia dan ikan mempunyai organ-organ yang serupa untuk
mendeteksi pergerakan air pada masing-masing semicircular sebagai organ

pengaturnya. Ikan dapat merangsang segala sesuatu yang ada di alam dengan

berbagai organ sensor yang dimilikinya, sebagai contoh ikan dapat merangsang

makanan yang ada di sekitar lingkungannya karena memiliki organ penciuman.

Organ penciuman tersebut dapat merangsang segala bau-bauan yang ada di

lingkungan sehingga ikan dapat memakannya untuk kelangsungan hidupnya

selama fase-fase tertentu (Fujaya, 1999)

Berdasarkan sumber stimulus, organ indra dapat dibedakan sebagai

berikut: 1) Eksoreseptor yaitu reseptor raba dan penglihatan, menerima impuls dari

medium sekitarnya, 2) Propioreseptor yaitu yang menerima stimulus dari otot,

sendi, urat, dan kanalis semikularis, memberitahu organisme sampai seberapa

otot harus ditekuk untuk mendapatkan posisi yang tepat dalam ruangan, 3)

Enteroseptor ialah yang menerima stimulus oleh faktor- faktor di dalam lingkungan

dalam tubuh, jadi mempengaruhi kerjanya otot polos dan kelenjar. Eksteroseptor

dan proprioseptor adalah somatik dan enteroseptor adalah organ indra visceral.

Berbagai sumber stimulus yang dimiliki oleh ikan adalah sesuatu seperti halnya

yang dimiliki oleh manusia. Namun yang membedakan antara ikan dan manusia

adalah ikan berada pada lingkungan perairan sehingga memanfaatkan berbagai

alat indranya pada lingkungan perairan dangkal maupun dalam (Burhanuddin,

2010).

Pada ikan berdasarkan macam rangsangan yang mempengaruhinya,

organ indera dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Fotoreseptor ialah yang

peka terhadap cahaya, 2) Statoreseptor ialah yang peka terhadap perubahan

perubahan posisi tubuh dan ruang, 3) Khemoresptor ialah yang peka terhadap

rangsangan bahkan kimia di dalam lingkungannya, 4) Fonoreseptor ialah yang

peka terhadap rangsangan getaran suara dari medium yang mempunyai frekuensi

relatif tinggi, 5) Mekanoreseptor ialah yang peka terhadap rangsangan mekanik,


seperti rabaan, tekanan atau gesekan, 6) Thermoreseptor ialah yang peka

terhadap rangsangan panas atau dingin. Berbagai rangsangan yang ada di alam

nantinya akan menjadi sesuatu yang dibawa ke saraf pusat yaitu otak dan

selanjutnya otak akan memerintahkan agar bekerjanya organ sensor tertentu

uantuk menanggapi rangsangan yang ada (Burhanuddin, 2010).

III. METODEOLOGI PRAKTIKUM


A. Waktu dan Tempat

Praktikum Pengindraan dilaksanakan pada hari Rabu, 15 November 2017

pukul 12.30 - 13.30 WITA. di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Jurusan

Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin

Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini beserta fungsinya

dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Alat yang digunakan beserta fungsinya


No Alat Jumlah Fungsi
1 Aquarium 1 buah Wadah air
2 Termometer 1 buah Mengukur suhu air
3 Penggaris 1 buah Mengukur volume air
4 Stopwatch 3 buah Menghitung waktu
5 Senter 1 buah Memberi penerang

Tabel 2. Bahan yang digunakan beserta fungsinya


No Bahan Jumlah Fungsi
1 Ikan Komet 3 ekor Sampel yang diuji
(Carassius auratus auratus)
2 Pakan Secukupnya Makanan ikan
3 Air tawar 29.750 cm3 Media hidup ikan
4 Es batu 6 buah Menurunkan suhu air

C. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Mengisi aquarium dengan air tawar hingga setengah dari tinggi aquarium.

3. Gantung termometer pada bagian atas aquarium

4. Mengukur volume air dengan rumus panjang x lebar x tinggi (setengah dari

tinggi aquarium).

5. Memasukkan 3 ekor ikan ke dalam aquarium dan setiap orang memilih satu

ikan untuk diamati.


Uji Pendengaran

1. Memberikan perlakuan pada ikan di dalam aquarium dengan mengetuk salah

satu sisi pada aquarium.

2. Mengamati tingkah laku ikan.

3. Menghitung waktu respon ikan dengan menggunakan stopwatch.

Uji Penglihatan

1. Memberi perlakuan pada ikan di dalam aquarium dengan mematikan lampu

ruangan.

2. Menyalakan senter yang diperkecil penyebaran cahayanya.

3. Mengamati tingkah laku ikan.

4. Menghitung waktu respon ikan dengan menggunakan stopwatch.

Uji Penciuman

1. Memberi perlakuan pada ikan dalam aquarium dengan memberikan sedikit

pakan

2. Mengamati tingkah laku ikan.

3. Menghitung waktu respon ikan dengan menggunakan stopwatch.

Uji Gurat Sisi

1. Memberi perlakuan pada ikan dalam aquarium dengan memberikan

beberapa es batu ke dalam aquarium.

2. Mengamati tingkah laku ikan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Tabel 1. Hasil yang didapatkan pada praktikum pengindraan ikan komet


(Carassius auratus auratus)
No. Uji Pengindraan Ikan Respon dari Ikan
1. Uji pendengaran Ikan I Ketika aquarium diketuk ikan I mampu
merespon ketukan dari salah satu sisi
aquarium dalam waktu 33 detik.
Ikan II Dalam waktu yang tidak jauh berbeda
dari Ikan I, Ikan II mampu merespon
ketukan dari salah satu sisi aquarium
dalam waktu 39 detik
Ikan III Ikan III merespon ketukan dari salah
satu sisi aquarium dalam waktu yang
cukup lama yaitu 45 detik
2. Uji penglihatan Ikan I Dalam waktu yang cukup lama untuk
merespon sumber cahaya yaitu 1
menit 21 detik
Ikan II Ikan II merespon smber cahaya dalam
waktu yang tidak jauh berbeda dari
ikan I yaitu 55 detik
Ikan III Ketika lampu ruangan dimatikan dan
senter (sumber cahaya) dihidupkan
maka ikan III mampu merespon
cahaya lebih cepat dari ikan lainnya
yaitu 18 detik
3. Uji Penciuman Ikan I Ikan I mampu merespon pakan yang
diberikan dalam waktu yang cepat
yaitu 6 detik
Ikan II Ikan II mampu merespon pakan dan
memakannya dalam waktu yang
cukup lama yaitu 25 detik
Ikan III Ikan III merespon pakan yang
diberikan dalam waktu yang tidak jauh
berbeda dari ikan I yaitu 11 detik
4. Uji gurat sisi Ikan I Ikan I pada saat pengujian gurat sisi
ketika aquarium diberikan es batu,
maka ikan I berenang berputar
dengan pergerakan lambat pada saat
suhu air 20oC, sementara pada suhu
18oC ikan I pingsan
Ikan II Ikan II merespon cukup lama dan
tetap berenang dengan aktif pada
suhu 21oC, sementara pada suhu
19oC ikan II bergerak ke permukaan
air dengan pergerakan lambat
Ikan III Ikan III seperti halnya ikan II, ikan III
juga lambat merespon suhu yang
diturunkan. Ikan III tetap bergerak
cepat pada suhu 22oC, namun pada
suhu 21oC bergerak naik ke
permukaan dengan pergerakan
lambat

B. Pembahasan

Suhu awal air menunjukan 25oC. Volume air yang diperoleh dengan rumus

panjang sisi aquarium dikalikan lebar aquarium dan tinggi air yang merupakan

setengah dari tinggi aquarium. Panjang aquarium diperoleh dengan menggunakan

mistar yang menunjukan 50 cm, sedangkan lebar aquarium diperoleh 35 cm, dan

tinggi air diperoleh 17 cm sehingga volume air yang didapatkan yaitu 29.750 cm3.

Organ Pendengaran

Walaupun ikan tidak memiliki telinga bagian dalam (Cochlea= rumah siput)

sebagaimana yang manusia miliki, tetapi ia dapat mendengar (Fujaya, 1999).

Pada bagian dorsal telinga dalam ikan terdiri tiga saluran semi sirkular (bidang

longitudinal, lateral dan horizontal) dan masing-masing mempunyai ampulae

(ruang perasa kelembaban cairan). Bagian dorsal ini dilengkapi oleh utrikulus dan

otolith utrikularnya, yang fungsi utamanya sebagai suatu sistem keseimbangan

dan detektor gravitasi. Bagian ventral terdiri dari sacculus dan lagena yang juga

mengandung otolith, berfungsi terutama dalam mendeteksi suara. Otolith tertutup

dalam cairan dan dikelilingi oleh seikat cilia yang berasal dari sel rambut sensori.

Lapisan sel rambut ini mengandung suatu epitellium sensori (macula) dalam tiap

ruang. Pelenturan pada cilia menyebabkan membran sel rambut yang peka

berubah bentuk, dan dengan cara demikian merangsang transmisi neural ke pusat

pendengaran otak, dimana transmisi ini diproses dan memberikan makna

mendengar (Burhanuddin, 2010).


Organ Penglihatan

Secara garis besar struktur mata pada ikan adalah sama dengan pada

organisme vertebrata lainnya, terdiri dari ruang depan, iris, lensa, ruang vitreous

yang berisikan cairan kental yang dinamakan vitreous humor dan dibatasi oleh

retina. Mata peka terhadap cahaya, dan komponen fungsionil utamanya ialah

retina yang pertumbuhnannya berasal dari diensafalon. Diensafalon pada embrio

memperlihatkan evaginasi lateral yang dinamakan vesikula optic. Bagian ujung

distalnya dari vesikula ini memperlihatkan invaginasi yang kemudian terbentuk

cawan optic. Dinding sebelah dalam yang membatasi rongga cawan, tumbuh

menjadi retina, sedangkan yang sebelah luarnya tetap tipis merupakan lapisan

pigmen dari retina. Lapisan ektoderm di depan kapsula optik akan membentuk

plakoda yang mengalami invaginasi dan membentuk lensa. Retina ikan pada

dasarnya tidak berbeda dari retina vertebrata lainnya, berupa selaput saraf yang

terletak di bagian belakang dari rongga mata. Unsur-unsur saraf dari retina terdiri

atas batang dan kerucut yang peka terhadap cahaya yang panjang gelombangnya

bermacam-macam. Retina dan rongga bola mata berada di sebelah dalam lapisan

choroid yang berpigmen dan terbuka pada lubang pupil. Berkas cahaya masuk ke

dalam mata melaui pupil. Bagian dari lapisan choroid disekeliling pupil dinamakan

iris (Burhanuddin, 2010).

Organ Penciuman

Organ penghidu pada ikan terletak pada kantung di bagian atas moncong

dan biasanya tepat di depan mata. Kantung nasal ini tidak dapat berhubungan

langsung dengan faring karena kantung ini hanya sebagai external nares

mempunyai bagian anterior dan posterior, yang masing-masing terletak pada

kedua sisi kepala (Burhanuddin, 2010).


Agar impuls bau-bauan dapat diterima oleh alfactory opithelium dalam

kantung nasal, organ ini harus dialiri air. Respirasi dapat memudahkan pengaliran

ini pada ikan-ikan yang mempunyai internal nares, tetapi pada sebagian besar ikan

(yang mempunyai external nares) memerlukan cara-cara yang tertentu. Sirkulasi

air dalam kantung nasal dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu maju ikan,

gerakan cilia pada kantung atau penglihatannya dan dengan cara pemompaan

yang aktif oleh kantung nasal dan tambahannya. Ikan-ikan yang sirkulasi air pada

kantung nasalnya bergantung pada gerakan ke depan, biasanya mempunyai

jelabir atau pembatas di belakang anterior menjadi lebih banyak. Struktural yang

demikian ini tampak jelas pada ikan air tawar misalnya trout dan minnow. Pada

ikan sidat, beberapa catfish dan ikan-ikan yang mempunyai kantung nasal yang

panjang, cilia sangat berperan dalam menggerakkan air dan demikian pula dengan

kontraksi otot (Sitepu, 2012).

Organ Peraba

Ikan memiliki linea lateralis yang berperan sebagai dektor dinamika

tekanan, khususnya pada frekuensi yang sangat rendah dimana pada manusia

tidak ditemukan. Linea lateral juga berperan dalam keseimbangan seperti halnya

pada indra pendengaran. Linea lateralis pada ikan sangat berperan terutama pada

organ keseimbangan (Fujaya dalam Djawad et al., 2015).

Sistem garis sisi berkembang dan digunakan dalam berbagai segi

kehidupan ikan yang memperlihatkan pola kehidupan ikan yang berbeda. Bantuan

mekanoreseptor ini seperti halnya pada sistem pendengaran dan keseimbangan,

gerak air di sekitar ikan dapat terdeteksi. Reseptor tersebut dinamakan neuromas

dan setiap neuromas terdiri dari banyak sel rambut dengan bantuan cupula yang

menonjol seperti halnya sel rambut dengan satu cupula yang melekat. Secara

umum ikan lebih aktif mempunyai suatu presentase neuromas kanal lebih besar
dibandingkan dengan neuromas bebas. Reseptor bagian dasar kanal tetap dapat

berfungsi mendeteksi perpindahan air lokal yang lemah selama ikan berenang

(Sitepu, 2012).

1. Pada Kondisi Terang

Pengetukan Dinding Akuarium

Pengetukan pada salah satu sisi aquarium dilakukan untuk menguji indra

pendengaran pada ikan. Pada ikan I membutuhkan waktu respon 33 detik, ikan II

dengan waktu 39 detik dan ikan III dengan waktu 45 detik. Pada sampel yang diuji

yaitu ikan komet dapat merespon dengan baik ketukan disalah satu sisi aquarium.

Hal tersebut dikarenakan sistem transmisi bunyi dalam air mempunyai suatu

pengaruh penting terhadap evolusi pendengaran pada ikan. Bunyi terdiri dari

vibrasi atau getaran yang mempunyai suatu komponen pemindah partikel dan

suatu komponen tekanan suara yang berlangsung lama melalui medan jauh yang

lebih luas. Di dalam medan dekat getaran dideteksi oleh ikan melalui telinga dalam

yang didalamnya terdapat alat keseimbangan dan alat-alat yang dapat menerima

getaran suara (Burhanuddin, 2010).

Pemberian Pakan pada Sampel

Pemberian pakan pada ikan komet (Carassius auratus auratus) dilakukan

untuk menguji berapa lama ikan merespon keberadaan makanan dengan

memberikan sedikit makanan (pakan) pada permukaan air. Pada ketiga ikan

sampel tersebut, ikan I membutuhkan waktu 6 detik , ikan II dengan waktu 25 detik

dan ikan III dengan waktu 11 detik. Ikan sampel dapat merespon dengan baik

pakan yang diberikan menandakan bahwa organ penciuman pada ikan sampel

Carassius auratus auratus normal. Menurut Burhanuddin (2010) Pendeteksian

makanan merupakan fungsi organ penciuman yang utama pada ikan-ikan yang
mencari makan dalam keadaan gelap maupun terang atau mencari makanan

diantara material dasar dan tumbuhan. Agar impuls bau-bauan dapat diterima oleh

epithelium olfaktori dalam kantung nasal, organ penghidu harus dialiri. Sirkulasi air

dalam kantung nasal dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu gerakan maju ikan,

gerakan cilia pada kantung dan pemompaan yang aktif oleh kontraksi kantung

nasal.

Penurunan Suhu dengan Es Batu

Penurunan suhu pada air dilakukan untuk menguji indra peraba pada ikan

sampel dengan cara menambahkan sedikit es batu pada akuarium. Pada ketiga

ikan sampel tersebut dengan suhu awal yaitu 25oC, ikan I mampu merespon pada

suhu 200C, ikan II mampu merespon pada suhu 19oC dan ikan III mampu

merespon pada suhu 21oC. hal tersebut menunjukkan bahwa organ gurat sisi pada

ikan normal. Menurut Burhanuddin (2010) sistem garis sisi merupaka organ

peraba pada ikan. Bantuan mekanoreseptor, seperti halnya pada sistem

pendengaran dan keseimbangan, gerak air di sekitar ikan dapat terdeteksi.

Reseptor tersebut dinamakan neuromas. Secara umum, ikan lebih aktif

mempunyai suatu persentase neuromas kanal lebih besar dibandingkan dengan

neuromas bebas. Reseptor bagian dasar kanal tetap dapat berfungsi untuk

mendeteksi perpindahan, air lokal yang lemah selama ikan berenang cepat pada

lingkungan tempat hidupnya (Burhanuddin, 2010).

2. Pada Kondisi Gelap

Pengaruh senter terhadap mata ikan


Untuk menguji indra penglihatan pada ikan dilakukan dengan mematikan

lampu yang ada dalam ruangan kemudian menyalakan senter untuk melihat

respon ikan dalam mencari cahaya. Pada ketiga ikan sampel tersebut, ikan I

membutuhkan waktu respon 1 menit 21 detik, ikan II dengan waktu 55 detik dan

ikan III dengan waktu 18 detik. Ketiga ikan dapat merespon perlakuan yang

diberikan karena ikan memiliki retina yang merupakan bagian terpenting dari mata,

menutupi lebih separuh bagian dalam bola mata, terdiri atas jaringan urat saraf

peka cahaya (Burhanuddin, 2010).

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pengindraan dapat disimpulkan bahwa Ikan

komet (Carassius auratus auratus) mampu merespon semua perlakuan yang

diberikan karena memiliki organ pendengaran, organ penglihatan, organ

penciuman dan organ neuromast sehingga mampu merespon rangsangan yang

ada di lingkungan misalnya pengetukan pada salah satu sisi aquarium, pemberian

cahaya yang dikecilkan penyebarannya, pemberian pakan dan penurunan suhu

dengan es batu.

B. Saran

Sebaiknya pada Praktikum Pengindraan menggunakan ikan sampel yang

diperoleh dari Laboratorium Fisiologi Hewan Air, sehingga Praktikan tidak

dibebankan untuk mencari sendiri ikan sampel yang akan di uji.

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, I. 2010. Ikhtiologi. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.


Djawad, I., Irfan Ambas, Joeharni Tresnati, Dody Dharmawan, Tim Asisten. 2015.
Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan Air. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Husnan, M., Rusliadi, Iskandar Putra. 2011. Maintenance Gold Fish (Carassius
Auratus) with Different Feed on Recirculation Systems. Universitas Riau.
Riau.

Kautsar, M. 2013. Penggunaan Larutan Teh sebagai Penurun Daya Rekat Telur
Ikan Komet. Universitas Padjajaran. Jatinogor.

Nugroho, S. 2008. Analisis Finansial Heru Fish Kecamatan Ciomas. Institut


Pertanian Bogor. Bogor.

Sitepu, F. 2012. Ikhtiologi Fungsional. Masagena Press. Makassar.

Uthami, C. 2004. Pengaruh Subtitusi Telur ayam pada Pakan terhadap Laju
Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio). Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai