Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan Kebi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

A.

SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN PENDIDIKAN


KEBIDANAN DI DALAM NEGERI
Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun internasional
terjadi begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan
pendidikan kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh
petugas kesehatan khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun
bidan di pelayanan

Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan
kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan
bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%.
Mengingat hal diatas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah
perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga
terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan
pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu
pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan bidan berhak atas
kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan serta
meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.

PELOPOR YANG BEKERJA SAMA DALAM PERKEMBANGAN


KEBIDANAN HIPOKRATES DARI YUNANI THN 460 370 SM
Disebut Bapak Pengobatan
1. Menaruh perhatian terhadap kebidanan / keperawatan dan pengobatan
2. Wanita yang bersalin dan nifas mendapatkan pertolongan dan pelayanan
selayaknya.

SORANUS THN 98-138 SM BERASAL DARI EFESUS/TURKI Disebut Bapak


Kebidanan
1. Berpendapat bahwa seorang ibu yang telah melahirkan tidak takut akan hantu atau
setan dan menjauhkan ketahyulan
2. Kemudian diteruskan oleh MOSCION bekas muridnya : meneruskan usahakan dan
menulis buku pelajaran bagi bidan-bidan yang berjudul : KATEKISMUS bagi
bidan-bidan Roma Pengetahuan bidan semakin maju.

Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan Kebidanan Di Indonesia


Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia tidak terbatas dari
masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam
pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan
ilmu dan teknologi.

Perkembangan Pelayanan Kebidanan


Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik
profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat
akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan

1
kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
a. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung
jawab bidan.
b. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim
secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan
kesehatan.
c. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan
oleh bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten
ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan menerima rujukan dari penolong
persalinan lainnya seperti rujukan.

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi.
Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur
Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan,
tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.

Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang


ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah
Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan
belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan
Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan
dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di
Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan
kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat
meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan
keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di
masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus
Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan
pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan tersebut
didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).

Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada
masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun
1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang
bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan
anak termasuk pelayanan keluarga berencana.

Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan
masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang
Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di
desa.

Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA,
khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan
kesehatan bayi baru lahir, termasuk. Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan

2
tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak
yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya
serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat.

Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan
yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan
yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada
individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan
kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan
perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.

Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang
menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area
garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
1. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning.
3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Kesehatan reproduksi pada orang tua.

Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan
dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan
selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Permenkes tersebut dimulai dari :


a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan
persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989
wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan
bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan
dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah
pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek
bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri.
Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan.
Dalam wewenang tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan
revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996

3
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk
sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan
darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk
penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam
menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan,
pengalaman serta berdasarkan standar profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah
mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini
mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.

Perkembangan Pendidikan Kebidanan


Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan
kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan
masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah,
pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851
seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi
wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnyah
peserta didik yang disebabkan karena adaanya larangan atatupun pembatasan bagi
wanita untuk keluaran rumah.
Pada tahunan 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di rumah
sakit militer di batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indo dibuka
di Makasar. Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana
saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/kurang mampu
secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih
15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun
1922).

Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ


(RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun) dengan
pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria.
Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat
wanita yang luluas dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama dua tahun.
Untuk perawat pria dapat meneruskan ke pendidikan keperawatan lanjutan selama dua
tahun juga.

Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan
Mulo (Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di
beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan
RSB Mardi Waluyo di Semarang. DI tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan
yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan
dengan dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan Kebidanan selama tiga tahun
tersebut Bidan Kelas Satu (Vreodrouweerste Klas) dan bidan dari lulusan perawat
(mantri) di sebut Bidan Kelas Dua (Vreodrouw tweede klas). Perbedaan ini
menyangkut ketentuan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan
Jepang, pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan

4
dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman
penjajahan Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan
mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.

Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia
minimal 17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk
menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang
disebut Penjenjang Kesehatan E atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini dilanjutkan
sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP
ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan dari PK/E sebagian besar melanjutkan
pendidikan bidan selama dua tahun.

Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus
antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta.
Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai
perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan
memulai tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967
KTB ditutup (discountinued).

Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat
dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini
berlangsung satu tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang
menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi
Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah
perawat dan sekolah bidan.

Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari
Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut
Sekolah Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak
dilaksanakan secara merata diseluruh propinsi. Pada tahun 1974 mengingat jenis
tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 kategori), Departemen
Kesehatan melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana.
Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan
adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana salah satu tugasnya adalah
menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan
kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan
pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak
berhasil.

Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10
tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan
hidup secara wajar.

Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam


pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I
Kesehatan Ibu dan Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung satu tahun dan tidak

5
dilakukan oleh semua institusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang
menerima lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya
dikembalikan kepada institusi yang mengirim.

Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang
memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan.
Program ini dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A (PPB/A). Lama pendidikan
satu tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa. Untuk itu pemerintah
menempatkan seorang bidan di tiap desa sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan
II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT)
dengan kontrak selama tiga tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat
diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.

Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD
harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik, sebagai
bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk
menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak.
Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar.
Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang
bidan. Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan seperti yang diharapkan sebagai seorang bidan profesional, karena lama
pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun
waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktek klinik
kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki sebagai seorang
bidan juga kurang.

Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya
dari lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan
program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan
Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari
lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan
yang terlalu singkat yaitu hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama
dua angkatan (1995 dan 1996) kemudian ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yang menerima
masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 Propinsi yaitu : Aceh,
Bengkulu, Lampung dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur dan Kalimantan Selatan (Wilayah Kalimantan. Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700
jam dan dapat diselesaikan dalam waktu enam semester.

Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga
menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance learning) di tiga
propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilaksanakan
untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat
diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan

6
penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994

Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan
tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ Bidan
dilaksanakan dengan menggunakan modul sebanyak 22 buah. Pendidikan ini
dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di Propinsi.
DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan di 15 Propinsi, pada tahap II (1996-1997)
dilaksanakan di 16 propinsi dan pada tahap III (1997-1998) dilaksanakan di 26
propinsi. Secara kumulatif pada tahap I-III telah diikuti oleh 6.306 orang bidan dan
sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan lulus.

Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah tiap


propinsinya adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi
Tengah masing-masing hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang. Dari 1490
peserta belum diketahui berapa jumlah yang lulus karena laporan belum masuk.
Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan
kegawat daruratan maternal dan neonatal (LSS = Life Saving Skill) dengan materi
pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatornya adalah Direktorat Kesehatan
Keluarga Ditjen Binkesmas.

Sedang pelaksanaannya adalah Rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini


dinilai tidak efektif ditinjau dari proses. Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan
Departemen Kesehatan dan American College of Nurse Midwive (ACNM) dan rumah
sakit swasta mengadakan Training of Trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang
untuk LSS, yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS
ini mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek
swasta. Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih bidan
praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru/dosen dari D3 Kebidanan.
1995-1998, IBI bekerja sama langsung dengan Mother Care melakukan pelatihan dan
peer review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas dan bidan di desa di Propinsi
Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang
dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai saat ini telah
melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan LSS dan APN tidak hanya
untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan.
Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, utnuk meningkatkan kualitas
pelayanan juga diadakan seminar dan Lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi
dengan materi pengembangan organisasi (Organization Development = OD)
dilaksanakan setiap tahun sebanyak dua kali mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan
biaya dari UNICEP.

7
SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN DI LUAR
NEGERI

Menurut (Purwandari 2006: 12) Bidan merupakan profesi keahlian yang


dimiliki oleh seorang wanita untuk menemani dan menolong persalinan disebut
midwife yang artinya bersama wanita. Awal perkembangan pelayanan kebidanan
di Yunani dimulai oleh Hipocrates (460-370 SM) yang mendapat kehormatan sebagai
Bapak Pengobatan, beliau berasal dari Yunani yang menaruh minat terhadap
kebidanan. Ia menganjurkan wanita yang yang sedang mendapat pelayanan selayaknya
bersalin dengan dasar kemanusiaan dan meringankan penderitaan wanita. Oleh karena
anjuran tersebut, Yunani dan Romawi menjadi negara yang lebih dulu merawat
penderita nifas.

Soranus berasal dari Efesus-Turki (98-138 SM) yang mendapat sebutan kehormatan
sebagai Bapak Kebidanan karena yang pertama kalai menaruh minat terhadap
kebidanan sesudah Hipocrates. Soranus berpendapat bahwa seorang bidan hendaknya
seorang ibu yang telah mengalami sendiri kelahiran bayi. Seorang bidan tidak takut
terhadap hantu, setan dan menjauhkan takhayul.

Menurut Walyani (2014: 26- 31) Orang-orang yang berpengaruh dalam kebidanan,
adalah :

1. Yunani

Hipocrates pada tahun 370-460 sebelum masehi. Beliau mendapatkan sebutan Bapak
Pengobatan.

2. Roma

Soranus pada tahun 98-138 sesudah masehi beliau disebut Bapak Kebidanan.

3. Italia
4. Vesaliuse
5. Febricus
6. Eustachius yang menemukan tuba Eustachius (saluran yang menghubungkan
hidung, telinga dan tenggorokan).
7. Fallopius menemukan Tuba Fallopii (saluran yang menghubungan ovarium dan
uterus).
8. Arantius menemukan Ductus Arantii (pembuluh darah sementara pada janin)
9. Perancis
10. Amroise Pare (1510=1590) beliau sebagai seoarang bedah, tetapi juga
memberikan kontribusi dalam bidang Obstetri dan Gynekologi.
11. Grllemau, beliau adalah murid dari Amroise Pare yang membantu dan
meneruskan minat gurunya.
12. Louise Bourgeois/Boursie (1563/1636) ia adalah seorang bidan yang cakap,
juga murid Amroise Pare.
13. Francois Mauriceau

8
menemukan suatu cara untuk melahirkan kepala pada letak sungsang agar lebih mudah
yaitu dengan memasukkan dua jari ke dalam mulut bayi agar kepala bertambah fleksi.

5. Inggris
6. William Smellie (1697-1763)

Beliau mengubah bentuk cunam, serta menulis buku tentang pemasangan cunam
dengan karangan yang lengkap, ukuran-ukuran panggul dan perbedaan pangul sempit
dan biasa.

1. William Hunter (1718-1783)

Murid dari Willian Smellie, yang meneruskan usahanya.

6. Amerika Serikat
7. Dr. James Lloyd (1728-1810)
8. Dr. Willian Shippen (1736-1808)

Pada tahun 1762 Dr. William Shippen mendirikan kusus kebidanan di Philadelphia
Gazette.

1. Dr. Samuel Brad yang hidup pada tahun 1742-1821

Dr. Samuel Brad menulis buku kebidanan. Isis buku tersebut antara lain adalah:

1. a) Cara pengukuran conjugata diagnosis


2. b) Kelainan-kelainan panggul
3. c) Melarang pemeriksaan dalam bila tidak ada indikasi.
4. Dr. Walter Channing (1786-1876)

Dr. Walter Channing adalah seorang dokter yang pertama kali memperhatikan keadaan
nifas di RSU Boston, Amerika Serikat.

1. Masa Sebelum Masehi

Menurut Mufdililad (2012: 59- 74) masa sebelum masehi merupakan awal keberadaan
manusia, fakta adanya pembantu kelahiran baik dari keluarga maupun di luar keluarga
yang mempunyai pengalaman dalam kelahiran. Tidak menetapkan bayaran tetapi
mendapatkan hadiah.

1. Mesir

Kebidanan pertama kali dikenal di Mesir:

Suatu hal yang mulia


Diberkahi oleh dewa
Mempunyai UU dalam mengontrol praktek dan harus memanggil asisten dari
tabib konsultan bila ada masalah selama persalinan.

9
Sekolah kebidanan pertama didirikan oleh bangsa Mesir. Pengetahuan yang dipelajari
yaitu anatomi, psikologi. Cara memimpin persalinan dan perawatan bayi baru lahir juga
mempelajari sirkumsisi. Tokoh kebidanan di Mesir adalah Socrates dan Aristoteles.

1. Yahudi

Pertolongan persalinan di bangsa Yahudi banyak mencontoh pada bangsa Mesir, hal ini
dibuktikan pada pengobatan dan pendidikan kebidanan yang didapatkan dari bangsa
Mesir. Hyigiene merupakan hal yang paling utama dalam menolong persalinan,
temasuk didalamnya merangsang persalinan dengan bantuan mantra-mantra.

Perawatan neonatus bangsa Yahudi meliputi memotong tali pusat, memandikan bayi,
menggosok badan bayi dengan garam dan membungkusnya dengan bedongan.
Bidan-bidan di Yahudi telah mendapatkan bayaran atas jasanya.

1. Yunani

Pada saat ini sudah ada bidan untuk menolong persalinan, tapi bidan harus telah
mempunyai anak sendiri dan dibayar atas pelayanan dan ada UU keras yang
mengontrol praktek bidan. Hipocrates (460-377 SM) sebagai bapak ilmu kedokteran
pertama kali menemukan kasus kematian akibat puerperal. Aristoteles mengajarkan
pengaruh praktek kebidanan.

1. Roma

Ada dua tipe kebidanan di Roma :

Memiliki kemampuan sebagai pemimpin atau obstreti yang melakuan praktek


sendiri.
Memiliki status lebih rendah dimana mereka melalui perawatan banyak secara
tradisional.

2. Masa Pertengahan (1000 1500 M)

Perkembangan kebidanan seiring dengan penyebaran agama kristen. Pengetahuan


obstetric membuat beberapa penemuan dan kebutuhan akan bidan untuk dididik telah
diakui. Kebidanan telah dipraktekkan secara utuh oleh wanita biasa.

1. Roma

Soranus (98-138 M) adalah seorang spesialis pertama dalam bidang Obstreti


Ginekologi. Galen (129-201 M) menulis beberapa teks tentang pengobatan termasuk
didalamnya obstetri dan ginekolohi serviks dengan menggunakan jari.

Ia merupakan spesialis obgyin pertama kali dia menulis buku kabidanan untuk pertama
kalinya dan dia juga yang menggambarkan kualitas atau syarat seorang bidan yang
profesional. Beliau yang pertama kali yang menguraikan tentang Versi Podalic.

10
2. Salerno

Seorang dokter perempuan bernama Trotula yang berasal dari Sekolah Kedokteran
terkenal di negeri ini, menulis sebuah karangan Gynekologi dan Kebidanan di mana ia
menjelaskan penanganan emergensi bagi bidan dalam penatalaksanaan Retensio
Placenta, Perawatan Nifas, Pemeriksaan Bayi Baru Lahir.

Ia juga menjelaskan pentingnya seorang bidan memiliki kepercayaan dan pendekatan


etis dalam pekerjaannya. Trotula juga orang yang pertama kali berusaha memperbaiki
Laseri Parineum derajad tiga.

3. Kerajaan Byzantium

Daerah di Eropa bagian timur dengan ibu kota Constantinopel, disini pertama kali
diketahui adanya rumah sakit kebidanan yang berdiri selama abad ke-12. Paulus of
Aegina, adalah penulis ternama waktu itu mengatakan telah ada bidan perempuan
pertama kali.

4. Arabia

Dua dokter arab, Rhazez (860-932 M) dan Avincenna (80-1037 M) menulis tentang
prosedur kebidanan termasuk didalamnya alat-alat yang digunakan untuk persalinan.

3. Masa Kebangkitan (1500-1700 M)

Pada abad ke-12 sedikit kemajuan telah dibuat dalam hal kebidanan sampai abad ke-16.
pengetahuan tentang Anatomi Fisiologi telah maju dengan pesat melalui jasa beberapa
orang seperti Leonard de Vinci, Gabriello Fallopio of Italy dan Andreas Vesallius of
Belgium.

1. Perancis

Ambroisepare (1510-1590 M) terkenal sebagai seorang ahli bedah, tetapi dia


juga memiliki konstribusi dalam obstretri dan ginokologi yaitu vacum ekstraksi.
Beliau juga mendirikan sekolah kebidanan pertama di Perancis.
Francois Mauriceau (1637-1709 M) seorang ahli yang pertama kali menemukan
adanya kehamilan tuba dan presentasi muka dengan letak dahi. Dia secara detail
menggambarkan mekanisme persalinannya dan tehnik Moriso.
Lousye Bourgois (1563-1636 M) bidan yang pertama kali menerbitkan buku
tentang kebidanan.
Marie Lauyse Duge (abad XVII) bidan yang pertama kali melakukan penelitian
tentang kelahiran bayi, melalui laporan pencatatan dan statistik 40.000 wanita
yang ditolong persalinannya.

11
2.Jerman

Justine Siegemundin (1645) tokoh kebidanan pertama kali di Jerman. Tahun 1690 dia
menerbitkan buku tentang kebidanan.

3. Switzerland

Jacob Nuver, melakukan operasi SC Pada isterinya, dia menunggu kelahiran anaknya
yang lebih lanjut dan hidup sampai 77 tahun.

4. Belanda

Hendrick Van Roonhuyze (1622 ?). yang mempromosikan seksio secarea dan
Hendrick Van Deventer (1651-1724) yang menggambarkan banyak kelainan punggul
keduanya memberikan kontribusi yang sangat penting pada pelayanan kebidanan dan
telah mempublikasikannya di Belanda. Mereka juga mendirikan organisasi profesi.

4. Awal Abad XX (1700-1900)

William Smellie dari Scotlandia (1677-1763) mengembangkan forcepss dengan kurva


pelvik seperti kurva shepalik. Dia memperkenalkan cara pengukuran konjungata
diagonalis dalam pelvi metri, menggambarkan metode tentang persalinan lahirnya
kepala pada presentasi bokong, dan penanganan resusitasi bayi asfiksia dengan
pemompaan paru-paru melalui sebuah metal kateler.

Ignaz Phillip Semmelweis, seorang dokter dari Hungaria (1818-1865) mengenalkan


tentang cuci tangan yang bersih, mengacu pada pengendalian sepsis puerperium.

James Young Simpson dari Edenburgh, Scotlandia (1811-1870) memperkenalkan dan


menggunakan anastesi umum.

Tahun 1824, James Blindell dari Inggris menjadi orang pertama yang berhasil
menangani pendarahan pospartum dengan menggunakan tranfusi darah.

Jean Lubumean dari Perancis (orang kepercayaan Rene Leanec, penemu stetoskop
pada tahun 1819) pertama kali mendengar bunyi jantung janin dengan stetoskop pada
tahun 1920.

John Charles Weaven dari Inggris (1811-1859), pada tahun 1843 adalah orang pertama
yang melakukan tes urin pada perempuan hamil untuk pemeriksaan dan
menghubungkan kehadirannya dengan eklampsia.

Adolf Pinard dari Perancis (1844-1934) pada tahun 1878, mengumumkan kerjanya
pada palasi abdominal.

Carl Crede dari Jerman (1819-1892) menggambarkan metode stimulasi urin yang
lembut dan lentur untuk mengeluarkan plasenta.

12
Juduig Bandl, dokter obstetri dari Jerman (1842-1992) pada tahun 1875,
menggambarkan lingkaran retraksi yang pasti muncul pada pertemuan segmen atas
rahim dan segmen bawah rahim dalam persalinan macet atau sulit.

Daunce dari Bordeauz, pada tahun 1857, memperkenalkan penggunaan inkubator


dalam perawataan bayi prematur.

5. Abad XX Sampai dengan Sekarang

1. Malaysia

Perkembangan kebidanan di Malaysia bertujuan untuk menurunkan MMR dan IMR


dengan menempatkan bidan di desa. Mereka memiliki Basic atau dasar SMP + Juru
rawat + 1 tahun sekolah bidan. Bidan di Malaysia selama berabad-abad dituntut untuk
memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dan anak-anaknya. Bidan memepunyai
penghargaan dan wibawa yang cukup tinggi dikomunitasnya. Di wilayah utara
malaysia profesi bidan mempunyai organisasi yang diberi nama dengan Kesatuan
Bidan di Wilayah Utara. Peran bidan di malaysia dalam pelayanan kebidanan yaitu
membantu persalinan, melayani konseling dan ahli gizi, dan sebagai ahli pijat
perempuan.

Saat ini profesi bidan sudah diakui dengan baik dimasyarakat dan dipemerintah. Bidan
tidak lagi menjadi orang pertama yang disalahkan dan diberi tekanan jika terdapat suatu
masalah dan bidan di Malaysia sedang menggalangkan program persalinan di rumah.
Mereka merujuk pada negara Eropa dan USA, alasan mereka menunjuk negara maju
tersebut karena persalinan di rumah dianggap memberikan rasa aman dan nyaman
dibandingkan persalinan di rumah sakit.

2. Jepang

Sekolah bidan di jepang dimulai pada tahun 1912,pendidikan bidan disini dengan Basic
(dasar) sekolah perawat selama 3 tahun ditambah 6 bulan sampai 1 tahun pendidikan
bidan. Tujuan pelaksanaan pendidikan bidan ini adalah untuk mengangkat pelayanan
kebidanan dan neonatos tetapi pada masa itu timbal masalah karena masih kurang
tenaga bidan serta bidan hanya mampu melakukan pertolongan persalinan normal saja,
tidak siap jika terdapat kegawatdaruratan sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas
bidan belum memuaskan.

3. Australia

Australia sudah pada titik perubahan terbesar pada pendidikan kebidanan, sistem ini
menunjukkan bahwa seorang bidan adalah seorang perawat yang terintegrasi dengan
kualifikasi kebidanan. Konsekuensinya banyak bidan-bidan yang telah mengikuti
pelatihan di Amerika dan Eropa tidak dapat mendasar tanpa pelatihan perawatan.
Siswa-siswi yang telah mengikuti kebidanan pertama kali harus terdaftar sebagai
perawatan. Kebidanan swasta di Australia berada pada titik awal kritis pada tahun 1990
berjuang untuk bertahan pada waktu perubahan besar. Profesi keperawatan di Australia
menolak hak bidan sebagai identitas profesi yang terpisah.

13
Pendidikan bidan di Australia dimulai dengan Basic(dasar) perawat ditambah 2 tahun.
Sejak tahun 2000 telah dibuka University of Technology of sidney yaitu S2 (Doctor of
midwifery). Pendidikan kebidanan di Australia terpengaruh oleh model kolonialisme
inggris terhadap penerimaan pendidikan perawat. Tidak ada perawat tanpa kebidanan
dan kebidanan tanpa keperawatan.

4. Spanyol

Spanyol merupakan salah satu negara di benua Eropa yang telah lama mengenal profesi
bidan. Pendidikan bidan Ibukota Madrid dimulai tahun 1789. Bidan disiapkan untuk
bekerja secara mandiri di masyarakat, terutama dikalangan petani dan buruh menengah
kebawah. Pada tahun 1932 pendidikan bidan disini secara resmi menjadi School of
Midwives. Antara tahun 1897 sampai 1988 pendidikan bidan untuk sementara di tutup
karena diadakan penyesuaian kurikulum bidan menurut ketentuan negara masyarakat
mereka.

5. Ontario Canada

Mulai tahun 1998 wanita dan keluarga tidak puas dengan sistem perawatan. Maternity
di Ontaro memiliki latar pendidikan yang berbeda-beda yang terbanyak adalah berasal
dari pendidikan di Britain, beberapa pendidikan kebidanan formal di UK Belanda,
jerman dan beberapa memiliki latar belakang perawat. Di Ontario secara resmi
pendidikan 3 tahun dan mereka yang telah memiliki ijazah bidan diberi kesempatan
untuk registrasi dan izin praktik.

6. Denmark

Denmark merupakan negara Eropa lainnya yang berpendapat bahwa profesi bidan
tersendiri. Pendidikan bidan disini dimulai pada tahun 1787 dan pada tahun yang sama
merayakn berdirinya 200 tahun sekolah bidan. Kini ada 2 pendidikan bidan di
Denmark. Setiap tahunnya menerima siswa dengan lama pendidikan bidan di Denmark.
Setiap tahunnya menerima siswa dengan lama pendidikan 3 tahun direct entry. Mereka
yang menjadi perawat maka pendidikan didasarkan atas perawat maka pendidikannya
di tempuh 2 tahun. Hal ini menimbulkan kontraversi di kalangan bidan sendiri.
Pendidikan post graduate bagi bidan selama 9 bulan dalam bidang pendidikan dan
pengelolaan. Tahun 1973 disusun rangkaian pedoman bagi bidan yang
mengelompokkan klien dalam beberapa resiko yang terjadi. Hal ini menimbulkan
masalah, karena tidak jelas batasan resiko rendah dan tinggi. Pada tahun 1980 diadakan
perubahan pedoman baru yang isinya sama sekali tidak menyinggung masalah resiko.
Yang tercantum dalam kata pengantar masa kehamilan adalah sebagai berikut The
perinatal period is abnormal period of family life. The woman, her family and close
friend shouid be central. The midwife, doctor and any other staff are only to support the
woman and her familypenekanan pelayanannya adalah pada kesehatan dan non invasi
care.

7. New zealand

Selama 50 tahun sejarah kebidanan hanya terpaku pada medikalisasi kelahiran bayi
yang progresif . Pada tahun 1970 selandia baru telah menerapkan medikalisasi
kehamilab , ini di dasarkan pada pendekatan mahasiswa pasca sarjana kebidanan dan

14
universitas auckland untuk terjun kerumah sakit pemerintah khusus wanita .
perkumpulan home birth di auckland dibentuk tahun 1978 , ini adalah salah satu
gerakan politis untuk melindungi home birth . dimulai dengan keanggotaan 150 orang
dan menjadi organisasi nasional dalam 2 tahun yaitu NZNA ( New Zaeland Association
) . Perkumpulan ini didukung oleh para langganan , donatur dan tenaga kerja sukarela
atau fulutatif yang bertanggung jawab atas banyaknya perubahan positif dalam sistem
rumah sakit . Pada tahun 1980 NZNA membuat garis besar mempunyai statement
kebijakan atas pembatasan rumah , hal ini telah disampaikan oleh penasehat panitia
material java kepada jawatan kesehatan . panitia maternal jasa adalah suatu panitia
dimana dokter kandungan menyatakan peraturan mengenai survei maternal terutama
dalam hal merawat rumah .

Sekarang NZNA telah membuat kemajuan yang patut dipertimbangkan dalam


menerapkan konsep general perawat secara berkesinambungan menyediakan
pelayanan dari kelahiran sampai meninggal . sejak tahun 1904 RS menyediakan
pelayanan pelatihan kebidanan selama 6 bulan dan ditutup tahun 1979 , sebagai
penggantinya sejak tahun 1978 beberapa politeknik keperawatan berdiri di Selandia
baru , selain itu ada yang melanjutkan pendidikan ke australian dan UK untuk
memperoleh keahlian kebidanan . Tercatat 86% bidan telah memperoleh pendidikan
kebidanan di luar negri . pada 1986 dari 206 bidan yang ada dan hanya 29 orang lulusan
kebidanan Selandia baru tahun 1987.

8. Amerika ( USA )

Zaman dahulu kala di Amerika Serikat persalinan ditolong oleh dukun beranak yang
tak berpendidikan , biasanya bila seseorang wanita suka melahirkan ahli obat
menganjurkan supaya wanita itu di usir serta ditakuti agar rasa sakit bertambah dan
kelahiran menjadi mudah karena kesakitan dan kesedihan .

Kebidanan di Amerika Serikat hampir dirusak oleh pertentangan profesi medis ( Arney
1982 ) . Imigran baru yang datang ke Amerika Serikat membawa serta bidan mereka ,
tapi ketika populasi makin sejahtera mereka mencari jasa dokter .

Mary Breckinridge telah melihat bidan bekerja di Eropa , dilatih di Inggris sebelum
kembali di Kentucky membentuk FNS (frointher Nursing Service ) . Meskipun
melayani populasi yang tidak baik , jasa bidan menunjukkan hasil maternal dan bayi
yang lebih baik ( Haire 1990 ) .

Menurut catatan Thomas yang pertama kali berpraktik kebinanan di Amerika adalah
Samuel Fuller dengan isterinya kemudian menjual kepada orang lain yang menaruh
minat terhadap kebidanan yaitu Anne Hucthinson.

Perkembangan pendidikan Nurse-Midwifery di USA dimulai pada tahun 1990 dan


memeperoleh akreditasi pada tahun 1935.

Terdapat beberapa tipe jenjang pendidikan kebidanan diantaranya :

Certified Nurse Midwifery

1. Terdiri dari 2 disiplin ilmu yaitu nurse dan midwifery.

15
2. CNM mempunyai sertifikat praktik legal yang berlaku di 50 negara bagian
Amerika.
3. Tempat kuliah di The American Collage of Nurce Midwives atau ACNM.

Direct Entry Midwife atau DEM

1. Praktisi independen yang menempuh pendidikan kebidanan melalui Self Study,


magang sekolah kebidanan atau universitas yang mempunyai program dasar
disiplin ilmu keperawatan.
2. DEM tidak diperbolehkan di 16 negara bagian Amerika.

Certified Midwifery

1. Individu yang menempuh pendidikan kebidanan.


2. Tempat kuliah di The American Collageof Nurse Midwives.

Certified Professional Midwives atau CPM

1. Individu yang menempuh pendidikan kebidanan yang telah memenuhi standart


internasional sertifikasi dari NORTH American Registry of Idwives atau
NARM dan berkualitas untuk disiapkan menjadi model perawatan kebidanan.
2. Sertifikat yang meliputi pengetahuan, keterampilan, pengalaman vital, untuk
bertanggung jawab sebagai praktisi kebidanan.

Lay Midwives

1. Bidan yang tidak mendapat sertifikasi dan tidak berlisensi.


2. Menempuh pendidikan formal.
3. Tapi bukan berarti ini pendidikan bidan yang paling rendah levelnya.
4. Disebut juga dengan Tradisional Midwives.
5. Inggris

Bidan adalah pembantu kelahiran tradisional. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh


secara turun menurun. Pada abad pertengahan, beberapa bidan tradisional dikutuk
sebagai penyihir dan dibakar di tiang. Bidan juga dianggap sebagai suatu ancaman
terhadap pria yang sedang berusaha mencari untuk duduk sebagai pemegang tunggal
seni perawatan.

Abad XIV dilembaga pensiun Inggris bidan dibayar oleh kerajaan atas jasa yang
diberikan. Bidan tersebut mendapat penghormatan yang tinggi.

Abad XVII, muncul bidan pria atau praktisi medis yang mempunyai spesialis dalam
kelahiran anak. Kemunculan pembantu kelahiran pria, menimbulkan pengingkatan
penerimaan masyarakat pada mereka dalam suatu area yang sebelumnya
dipertimbangkan sebagai tanggung jawab wanita. Hal ini secara tidak langsung
menyebabkan kebebasan bidan telah rusak, sementara pendidikan dan kemanpuan
membaca para bidan rendah.

Peningkatan beberapa bidan antara lain adalah : Ny.Sarah Stone, 1737, menerbitkan
Praktik Lengkap Kebinanan. Ny. Sarah Stone menekankan pentingnya pengetahuan

16
menyeluruh tentang anatomi dan merekomendasikan bantuan operasi. Untuk
mengatasi peningkatan bidan pria, Ny.Sarah Stone menyarankan bidan harus
meningkatkan kemampuan mereka dalam kasus abnormal.

9. Belanda

Hendrick VandroohUize (1622) beliau yang pertama melakukan SC.

Hendrick Van Deventer (1651-1724) menggambarkan beberapa bentuk dari panggul.

Di negara Belanda profesi bidan mendapatkan pengakuan yang jelas dan nyata dimana
50% persalinan dimasyarakat ditolong oleh bidan. Keunggulan bidan di Belanda adalah
pendekatan terhadap perempuan, hal inilah yang menjadi tanda tanya dokter mengapa
bidan sangat pintar dalam pendekatan terhadap perempuan. Negara Belanda
merupakan salah satu negara yang teguh berpendapat bahwa pendidikan harus
dilakukan dari pendidikan perawat. Akademi pendidikan bidan pertama kali pada tahun
1861 di Rumah Sakit Universitas Amstedam. Akademi kedua dibuka pada tahun yang
sama bertempat di Rotterdam dan yang ketiga pada tahun 1913 di Haerland. Pada
awalnya pendidikan bidan 2 tahun, kemudian menjadi 3 tahun dan kini 4 tahun (sejak
1994). Pendidikannya adalah Direct Entry dengan dasar lulusan SLTA 3 tahun. Tugas
pokok bidan di Belanda adalah keadaan yang normal dan merujuk keadaan yang
abnormal kedokter ahli kebinanan. Otoritas bidan sejak tahun 1965, dengan
berorientasi bahwa kehamilan dan persalinan merupakan suatu persalinan yang alami,
sehingga mayoritas perempuan melahirkan di rumah yang pertolongan persalinannya
bidan.

10. Selandia Baru

Pada 20 tahun terakhir tidak ada bidan. Bidan tidak diijinkan untuk bertanggung jawab
dalam perawatan selama kehamilan normal dan kelahiran, tapi telah bekerja dibawah
arahan medis.

Pelatihan kebidanan muncul pada tahun 1779. 50 tahun bebas dari akses menyebabkan
hilangnya peran bidan dalam institusi besar. Sentralisasi jasa telah membawa
tertutupnya unit lebih jauh terhadap resiko masa depan bidan (Donley 1990).

Pendekatan oleh perguruan tinggi bidan di Selandia Baru menghasilkan amandemen


hukum. Hal ini mengijinkan bidan untuk sekali lagi memiliki status yang sama dengan
dokter berdasarkan tanggung jawab perawatan selama kelahiran (Guillang1990).

Tahun 1990 pemerintah Selandia Baru menyetujui perlunya perubahan UU yang


mengatur praktik kebidanan. Pada tahun 1980 terdapat pendidikan politeknik. Peserta
didiknya adalah perawat yang terdaftar dan telah mempunyai latar belakang akademik
yang kuat terhadap pendidikan.

Tahun 1989 pendidikan kebidanan dipisahkan dari pendidikan keperawatan. Tahun


1990 bidan boleh praktik mandiri. Tahun 1992 Aucland Institut of Technology dan
Otago Politechnic 1 membuka program langsung 3 tahun kebidanan.

17

Anda mungkin juga menyukai