Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Ruptur Uretra Posterior

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

RUPTUR URETRA POSTERIOR

ETIOLOGI
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra pars
posterior. Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan dengan
kecelakaan di pabrik atau pertambangan. Akan tetapi, karena perbaikan dalam hal keselamatan
pekerja pabrik telah menggeser penyebab cedera ini dan menyebabkan peningkatan pada
cedera yang berhubungan kecelakaan lalu lintas. Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari
fraktur pelvis tetapi hampir semua gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan
dengan trauma tumpul terjadi bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau
simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra
pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam
kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum
pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat ke kranial. 2,4

Gambar 3. Cedera pada uretra posterior (membranasea). Prostat mengalami avulsi dari uretra
membranasea akibat fraktur pelvis. Terjadi ekstravasasi di atas ligamentum triangular dan periprostatik dan
perivesikal. Dikutip dari kepustakaan 3

Fraktur pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab sekunder karena
kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari ketinggian dan tulang pelvis hancur
(6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko, mengalami cedera uretra karena fraktur pelvis pada
kecelakaan bermotor dari pada pengendara. 4
EPIDEMIOLOGI
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan
angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah
kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian
lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja
(6%). Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal
ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak
pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-
10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%). 7
Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan
cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita
dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan
insiden kejadiannya sekitar 4-6%. 8
Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis kebanyakan
ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (<12 tahun)
angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan persentasi angka kejadian fraktur pelvis
yang menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56%
kasus yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra. 7,8
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini
disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis
yang tidak kaku. 7
MEKANISME TRAUMA
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada prostatomembranosa
junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma urogenitalia. Dengan adanya
pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra
posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus
ischiopubis oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh
ligamentum puboprostatikum. 9
KLASIFIKASI
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat
cedera uretra dalam 3 jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto uretrogram
tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma
urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai kontras yang masih
terbatas di atas diafragma
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.
Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma sampai
ke perineum 2
Gambar 4. Klasifikasi cedera uretra posterior. Dikutip dari kepustakaan 1
GAMBARAN KLINIS
Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik
dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai
ruptur kandung kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh
tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian bawah.10,11
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien
yang telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa
jenis fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada
87% sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan
dengan beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari
kandung kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan
yang merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra
prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari
kandung kemih. 4
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting dari
kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter,
karena dapat menyebabkan infeksi pada periprostatik dan perivesical dan konversi dari
incomplete laserasi menjadi complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter dapat
menyebabkan obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat
mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh
tergantung fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin yang
mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi. Adanya darah pada ostium uretra
eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi untuk menegakkan diagnosis. 3,10
Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan pengeseran
prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat diinprestasikan salah, karena
hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada palpasi. Pergeseran prostat ke superior tidak
ditemukan jika ligament puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra membranasea
tidak disertai oleh pergeseran prostat. 3
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan terdorong ke atas
oleh penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik yang
biasa ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur
pelvis kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil.
Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah
hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas
pada rektal yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari
pemeriksa menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa. 12

GAMBARAN RADIOLOGI
Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera
uretra karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Sementara CT Scan
merupakan pemeriksaan yang ideal untuk saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria
dan terbatas dalam mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan
pelvis setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan dalam
pemeriksaan cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang memiliki keterbatasan dalam
pelvis dan vesika urinaria untuk menempatkan kateter suprapubik. 4

Gambar 5. Uretra posterior masih utuh tetapi meregang pada trauma tumpul. Retrograd uretrogram
memperlihatkan peregangan dari uretra posterior dan diastasis dari simphisis pubis. Dikutip dari kepustakaan 13

Gambar 6. Ruptur uretra posterior diatas dari diafragma urogenital yang masih utuh disertai trauma tumpul (cedera
uretra tipe II). Dikutip dari kepustakaan 13

Gambar 7. Ruptur uretra posterior meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia, dan uretra pars bulbosa bagian
proksimal ikut rusak (cedera uretra tipe III). Dikutip dari kepustakaan 13
PENATALAKSANAAN
Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik.
Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-
alat atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada
uretrosistogram, pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat. 14
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup
dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan
anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu. 10
Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter uretra harus
dihindari.
1. Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi midline
pada abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis.
Buli-buli dan prostat biasanya elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada
periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh akumulasi volume urin yang banyak
selama periode resusitasi dan persiapan operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi
mungkin terdapat gross hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan diinspeksi
untuk laserasi dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan benang yang dapat diabsorpsi dan
pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3
bulan. Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-
buli akan kembali secara perlahan ke posisi anatominya. 3
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading) 10
Gambar 8. Cara langsir (rail roading) pemasangan kateter
Foley menetap pada ruptur uretra. Dikutip dari
kepustakaan 10
A. Selang karet atau plastik diikat ketat pada ujung sonde
dari meatus uretra
B. Sonde uretra pertama dari meatus eksternus dan sonde
kedua melalui sistotomi yang dibuat lebih dahulu saling
bertemu, ditandai bunyi denting yang dirasa di tempat
ruptur
C. Selanjutnya sonde dari uretra masuk ke kandung
dengan bimbingan sonde dari buli-buli
D. Sonde dicabut dari uretra
E. Sonde dicabut dari kateter Nelaton dan diganti dengan
ujung kateter Foley yang dijahit pada kateter Nelaton
F. Ujung kateter ditarik kearah buli-buli
G. Selanjutnya dipasang kantong penampung urin dan
traksi ringan sehingga balon kateter Foley tertarik dan
menyebabkan luka ruptur merapat. Insisi di buli-buli
ditutup

2. Delayed urethral reconstruction


Rekonstruksi uretra setelah disposisi
prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan, diduga
pada saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti
lain dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan kombinasi sistogram dan uretrogram
untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur uretra. Panjang striktur biasanya 1-2 cm
dan lokasinya dibelakang dari tulang pubis. Metode yang dipilih adalah single-stage
reconstruction pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada daerah striktur dan anastomosis
uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra ukuran 16 F melalui sistotomi
suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat dilepas. Sebelumnya
dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak ada ekstravasasi,
kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau striktur, kateter suprapubik
harus dipertahankan. Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat
perkembangan striktur. 3
3. Immediate urethral realignment
Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra. Perdarahan dan
hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan
inkotinensia lebih tinggi dari immediate cystotomydan delayed reconstruction. Walaupun
demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate urethral realignment. 3
KOMPLIKASI
Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin merupakan komplikasi rupture
prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria. Striktur yang
mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50% dari kasus. Jika dilakukan
sistotomi suprapubik, dengan pendekatan delayed repair maka insidens striktur dapat
dikurangi sampai sekitar 5%. Insidens impotensi setelah primary repair, sekitar 30-80%
(rata-rata sekitar 50%). Hal ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik
pada rekontruksi uretra tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 %
biasanya bersamaan dengan fraktur tulang sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4. 3

PROGNOSIS
Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi saluran kemih
akan teratasi dengan penatalaksaan yang sesuai. 14

RUPTUR URETRA ANTERIOR


ETIOLOGI
Uretra anterior adalah bagian distal dari diafragma urogenitalia. Straddle injury dapat
menyebabkan laserasi atau contusion dari uretra. Instrumentasi atau iatrogenik dapat
menyebabkan disrupsi parsial 10
Cedera uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada pelvis dan
uretra. Secara klasik, cedera uretra anterior disebabkan oleh straddle injury atau tendangan
atau pukulan pada daerah perineum, dimana uretra pars bulbosa terjepit diantara tulang pubis
dan benda tumpul. Cedera tembus uretra (luka tembak atau luka tusuk) dapat juga
menyebabkan cedera uretra anterior. Penyebab lain dari cedera uretra anterior adalah trauma
penis yang berat, trauma iatrogenic dari kateterisasi, atau masuk benda asing. 9
Gambar 9. Cedera pada uretra pars bulbosa. Kiri : Mekanisme : Biasanya jatuh mengangkang, uretra terjepit
diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Kanan: ekstravasasi darah dan urin terbatas dalam fascia Colles.Dikutip
dari kepustakaan 3
MEKANISME TRAUMA
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior. Trauma tumpul
adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling sering (85%),
karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis, tidak seperti uretra pars pendulosa
yang mobile. Trauma tumpul pada uretra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle
injury atau trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara ramus inferior
pubis dan benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra. 4
Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul uretra
anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle
injury menimbulkan cedera cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat
kejadian. Pasien biasanya datang dengan striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya bulan
atau tahun. 4
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% sampai 20%
dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan
intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita, menyebabkan
robeknya tunika albuginea. 4
KLASIFIKASI
Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas
berdasarkan atas gambaran radiologi
Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi retrograde normal
Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada kontinuitas
uretra sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria.
Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada kontras mengisi
uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra seluruhnya terganggu. 4
GAMBARAN KLINIS
Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan skrotum.
Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi
rupture uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri
perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan mungkin ditemukan kandung kemih
yang penuh. 10
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstuksi karena udem atau
bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan
atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fascia yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini
mudah timbul infiltrate yang disebut infiltrate urin yang mengakibatkan selulitis dan
septisemia, bila terjadi infeksi. 10
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau
instrumentasi dan darah yang menetes dari uretra. 10
Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra
tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada
penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasai urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia
Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu
robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly
hematoma atau hematoma kupu-kupu. 2
GAMBARAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi keterangan letak
dan tipe ruptur uretra. Uretrogram retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila
terdapat laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak
tampak adanya ekstravasasi maka kateter uretra boleh dipasang.10,11
Gambar 10. Ruptur uretra pars bulbosa akibat straddle injury. Ekstravasasi (tanda panah) pada uretrogram.
Dikutip dari kepustakaan 3
PENATALAKSANAAN
Penanganan Awal
Kehilangan darah yang banyak biasanya tidak ditemukan pada straddle injury. Jika
terdapat pendarahan yang berat dilakukan bebat tekan dan resusitasi. Armenakas dan
McAninch (1996) merencanakan skema klasifikasi praktis yang sederhana yang membagi
cedera uretra anterior berdasarkan penemuan radiografi menjadi kontusio, ruptur inkomplit,
dan ruptur komplit. Kontusio dan cedera inkomplit dapat ditatalaksana hanya dengan diversi
kateter uretra. Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan penanganan pada
cedera staddle mayor yang melibatkan uretra.
Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak dengan
kecepatan rendah, Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari striktur uretra. Debridement
dari korpus spongiosum setelah trauma seharusnya dibatasi karena aliran darah korpus dapat
terganggu sehingga menghambat penyembuhan spontan dari area yang mengalami kontusi.
Diversi urin dengan suprapubik direkomendasikan setelah luka tembak uretra dengan
kecepatan tinggi, diikuti dengan rekonstruksi lambat. 3,15
Penanganan Spesifik
Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya ekstravasasi dan uretra tetap utuh.
Setelah uretrografi, pasien dibolehkan untuk buang air kecil; dan jika buang air kecil normal,
tanpa nyeri dan pendarahan, tidak dibutuhkan penanganan tambahan. Jika pendarahan
menetap, drainase uretra dapat dilakukan. 3
Laserasi Uretra
Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi midline pada suprapubik dapat
membuka kubah dari buli-buli supaya pipa sistotomi suprapubik dapat disisipkan dan
dibolehkan pengalihan urin sampai laserasi uretra sembuh. Jika pada uretrogram terlihat
sedikit ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan 7 hari setelah drainase kateter suprapubik untuk
menyelidiki ekstravasasi. Pada kerusakan yang lebih parah, drainase kateter suprapubik harus
menunggu 2 sampai 3 minggu sebelum mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat yang
rusak dapat menyebabkan striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak memerlukan
rekonstuksi bedah. Kateter suprapubik dapat dilepas jika tidak ada ekstravasasi. Tindakan
lanjut dengan melihat laju aliran urin akan memperlihatkan apakah terdapat obstuksi uretra
oleh striktur. 3
Laserasi Uretra dengan Ekstravasasi Urin yang Luas
Setelah laserasi yang luas, ekstravasasi urin dapat menyebar ke perineum, skrotum, dan
abdomen bagian bawah. Drainase pada area tersebut diindikasikan. Sistotomi suprapubik untuk
pengalihan urin diperlukan. Infeksi dan abses biasa terjadi dan memerlukan terapi antibiotik. 3
Rekonstruksi segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit dan tingginya resiko
timbulnya striktur. 3
Rekonstruksi lambat
Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan sistouretrogram harus dilakukan
untuk mengetahui tempat dan panjang dari uretra yang mengalami cedera.
Pemeriksaan ultrasound uretra dapat membantu menggambarkan panjang dan derajat
keparahan dari striktur. Injeksi retrograde saline kombinasi dengan antegradebladder
filling akan mengisi uretra bagian proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz akan
mengambarkan dengan jelas bagian yang tidak bisa terdistensi untuk di eksisi. Jaringan fibrosa
padat yang terbentuk karena trauma sering menjadi significant shadow.
Uretroplasty anastomosis adalah prosedur pilihan pada ruptur total uretra pars bulbosa
setelah straddle injury. Skar tipikal berukuran 1,5 sampai 2 cm dan harus dieksisi komplit.
Uretra proksimal dan distal dapat dimobilisasi untuk anastomosis end-to-end. Tingkat
keberhasilan dari prosedur ini lebih dari 95% dari kasus
Insisi endoskopik melalui jaringan skar dari uretra yang ruptur tidak disarankan dan sering kali
gagal. Penyempitan parsial uretra dapat diterapi awal dengan insisi endoskopi dengan tingkat
keberhasilan tinggi. Saat ini uretrotomi dan dilatasi berulang telah terbukti tidak efektif baik secara
klinis maupun biaya. Lebih lanjut, pasien dengan prosedur endoskopik berulang juga sering
diharuskan untuk dilakukan tindakan rekonstruksi kompleks seperti graft. Open repairseharusnya
ditunda paling tidak beberapa minggu setelah instrumentasi untuk membiarkan uretra stabil. 3,15
KOMPLIKASI
Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral,
fistel uretrokutan, dan epididimitis. Komplikasi lanjut yang paling sering terjadi adalah striktur
uretra. 10
PROGNOSIS
Striktur uretra adalah komplikasi utama tetapi pada banyak kasus tidak memerlukan
rekonstruksi bedah. Jika, striktur ditetapkan, laju aliran urin kurang baik dan infeksi urinaria
dan terdapat fistel uretra, rekonstruksi dibutuhkan. 3
.

Anda mungkin juga menyukai