Prinsip Prinsip Good Governance Dalam Tata Kelola Kepemerintahan Desa Studi Di Desa Natar Bandar
Prinsip Prinsip Good Governance Dalam Tata Kelola Kepemerintahan Desa Studi Di Desa Natar Bandar
Prinsip Prinsip Good Governance Dalam Tata Kelola Kepemerintahan Desa Studi Di Desa Natar Bandar
DESA
Oleh:
Siti Karomah
..............
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah adalah suatu organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan
bangsa dan negara. Semenjak adanya krisis ekonomi yang terjadi telah memberikan
dampak positif dan negatif bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Di suatu sisi krisis tersebut telah membawa dampak yang luar biasa pada tingkat
kemiskinan, namun di sisi lain krisis tesebut juga membawa berkah tersembunyi bagi upaya
peningkatan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia di masa yang akan datang. Pemerintahan
pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidak dimaksudkan
untuk melayani dirinya sendiri, kelompoknya, keluarganya, tetapi untuk melayani masyarakat
serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kretivitasnya demi mencapai tujuan bersama ( Rasyid
1998 : 139).
Efek dari buruknya tata kelola kepemerintahan terlihat dari tingkat kemiskinan yang relatif
masih tinggi, pengangguran, gizi buruk, rendahnya kualitas pelayanan publik, serta
ketimpangan antar kalangan masyarakat yang semakin nyata. Salah satu ketimpangan itu
adalah kemewahan yang diberikan kepada wakil rakyat yang umumnya tak mewakili
rakyatnya yang notabene semakin susah didera kerasnya kehidupan. Government menjadi
baik atau buruk dikarenakan governancenya (tata kepemerintahannya). Karena itu muncullah
istilah good governance (tata kepemerintahan yang baik), dan sebaliknya muncul pula istilah
bad governance (tata kepemerintahan yang buruk). Pemerintah yang berfungsi baik adalah
pemerintah yang memiliki birokrasi berkualitas tinggi, sukses dalam menyediakan layanan
publik yang esensial, dapat mengelola anggaran negara yang efektif, tepat sasaran dan
betul-betul untuk mensejahterakan rakyat, serta demokratis.
Penyelenggaraan pemerintah daerah dari sentralisasi ke desentralisasi dan terpusatnya
kekuasaan pada pemerintah daerah (eksekutif) ke power sharing, antara eksekutif dan
legistatif daerah disikapi dengan mengubah manajemen pemerintah daerah. Era sentralisasi,
otoriterianisme negara (state-hegemony), dan mobilisasi rakyat bergeser menuju pola-pola
desentralisasi, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Kondisi ini, dalam perspektif
pemerintahan sejalan dengan konsepsi reinventing government (reformasi pemerintahan).
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Berdasarkan UU No. 32
Tahun 2004 perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, kaur-kaur, dan kepala wilayah
(kadus). Dalam menjalankan otonomi daerahnya, pemerintah daerah di tuntut untuk
menjalankan roda pemerintahan secara efisien dan efektif, mampu mendorong peran serta
masyarakat dalam pembangunan serta peningkatan pemerataan dan keadilan dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Ketentuan umum
Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004 dan diperbaharui lagi UU
No.12 tahun 2008 yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Peranan kelembagaan desa (pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, dan lembaga
Pada umumnya good governance dengan pemerintahan yang bersih. Disini diajukan suatu
pemikiran awal, tentang good governance sebagai paradigma baru administrasi / manajemen
pembangunan. Good Governance adalah suatu bentuk manajemen pembangunan, yang
juga disebut administrasi pembangunan. Administrasi Pembangunan / Manajemen
Pembangunan menempatkan peran pemerintah sentral. Pemerintah menjadi agent of
change dari suatu masyarakat berkembang dalam negara berkembang. Dalam Good
Governance tidak lagi pemerintah, tetapi juga citizen, masyarakat dan terutama sektor
usaha/swasta yang berperan dalam governace. Jadi ada penyelenggara pemerintah,
penyelenggara swasta, bahkan oleh organisasi masyarakat (LSM misalnya). Ini juga karena
perubahan paradigma pembangunan dengan peninjauan ulang peran pemerintah dalam
pembangunan, yang semula bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar. Menjadi
bagaimana menciptakan iklim yang konduktif dan melakukan investasi prasarana yang
mendukung dunia usaha.
Good Governance oleh karena itu dimaksud untuk mendukung proses pembangunan yang
empower sumber daya dan pengembangan institusi yang sehat menunjang sistem produksi
yang efisien oleh semua unsur governance. Good Governance atau tata pemerintahan yang
baik, merupakan bagian dari paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa
yang cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi seiring dengan tuntutan era
reformasi.
Ada tiga komponen yang terlibat dalam governance, yaitu pemerintah, dunia usaha (swasta,
commercial society), dan rakyat pada umumnya (termasuk partai politik). Hubungan
ketiganya harus dalam posisi sejajar dan saling control. Bila salah satu komponen lebih tinggi
daripada yang lainnya, maka akan terjadi dominasi kekuasaan atas dua komponen lainnya.
Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan prasyarat bagi
setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta citacita bangsa. Dalam rangka itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur dan legitimate sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasilguna,
bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, sebagaimana
diamanatkan dalam Tap MPR RI Nomor XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan Undang-undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme, maka diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang tata cara penyusunannya diatur dalam
Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 589 / IX / 6 / Y / 99 tentang
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Keputusan
Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 239 / IX / 6 / 8 / 2003 tentang Perbaikan
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Karenanya good
governance menuntut keterlibatan seluruh elemen yang ada di masyarakat. Ini hanya bisa
jika pemerintahan itu dekat dengan rakyat. Maka sangat cocok dengan sistim desentralisasi
dan otonomi daerah sebagaimana yang diterapkan di Indonesia sekarang ini.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Pemerintahan
1. Definisi Pemerintahan
Pemerintah (government) secara etimologis berasal dari kata Yunani, kubernan atau
nahkoda kapal, artinya menatap ke depan. Sedang memerintah berarti melihat ke depan,
menentukan berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan
masyarakat- negara, memperkirakan arah perkembangan masyarakat pada masa yang
akan datang , dan mempersiapkan langkah langkah kebijakan untuk menyongsong
perkembangan masyarakat ke tujuan yang ditetapkan. Sementara, yang dimaksud
dengan pemerintahan adalah menyangkut tugas dan kewenanangan, sedangkan
pemerintah adalah aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara.
(Surbakti, 1992:167-168).
Mariun dalam Surbakti, 1992:168) pemerintahan dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu dari
segi kegiatan (dinamika), struktur fungsional, dan dari segi tugas dan kewenangan.
Ditinjau ndari segi dinamika, pemerintahan berarti segala kegiatan atau usaha yang
terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar Negara,
mengenai rakyat dan wilayah Negara itu demi tercapainya tujuan negara. Ditinjau dari segi
structural fungsional, pemerintahan berarti seperangkat fungsi negara, yang satu sama
lain berhubungan fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar tertentu demi
tercapainya tujuan negara. Lalu, ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan Negara maka
pemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan negara.
Sementara dalam pendapat Affandi (1997:113-114) membagi pemerintahan dalam
kategori pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan
dalam arti luas mencakup kedalam kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan
kekuasaan yudisial atau kekuasaan yudikatif. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan
perundang udangan dalam arti kekuasaan untuk membuat dan menetapkan ketentuan
hukum yang berlaku didalam Negara. Kekuasaan yudisial adalah kekuasaan yang
menjaga supaya undang undang, peraturan peraturan dan dan ketentuan hukum
lainnya betul betul ditaati debgan jalan menjatuhkan pidana terhadap setiap pelanggar
hukum.
Disamping itu, kekuasaan yudisial juga bertugas untuk memutus didalam suatu sengketa
sipil yang oleh pihak pihak yang diserahkan kepada pengadilan untuk diputus.
Sedangkan kekuasaan eksekutif meliputi pelaksanaan dari ketentuan ketentuan hukum
yang berlaku di dalam Negara. Pelaksana kekuasaan eksekutif itulah yang dimaksud
dengan pemerintahan dalam arti sempit.
2. Fungsi Fungsi Pemerintahan
Fungsi pmerintah yang dirumuskan dalam klasifikasi Irving Swerdlow adalah sebagai
berikut:
Samugio
Inurejo,2003:3)
menyebutkan
tentang
Menjaga keamanan social melalui control sarana kekerasan dan melalui penetapan
kebijakan;
Memainkan peran ekonomi secara langsung sebagai pemberi kerja dalam intervensi
makro dan mikro serta menyediakan infrastuktur;
j.
Membudayakan masyarakat dan pemerintah serta merefleksikan nilai dan norma yang
berlaku secara luas, tetapi juga bisa membantu membentuk nilai dan norma tersebut
dalam sistem pendidikan dan sistem sistem lainnya;
k. Mendorong aliansi regional dan transnasional serta meraih sasaran secara global.
Menurut Van Braam (dalam Soewargono, 1995:27-28) fungsi utama pemerintahan adalah
regeren yaitu menetapkan kebijaksanaan kebijaksanaan dalam rangka menggalang
kekuatan kekuatan kemasyarakatan untuk mencapai tujuan negara. Dalam fungsi ini
mengandung tiga aspek yang berkaitan dengan kegiatan memerintah yaitu:
a. Aspek Material
Yaitu memerintah berarti menetapkan kebijaksanaan atau keputusan keputusan yang
sifatnya mengikat, disebut dengan keputusan keputusan publik.
b. Aspek Formal
Yaitu memerintah berarti membuat keputusan keputusan politik yang disebut dengan
keputusan administrative. Keputusan administrative ini dijabarkan dari keputusan
keputusan politis, namun telah dilepaskan dari agenda politik atau keputusan yang telah
mengalami depolitisasi dan selanjutnya mengalami teknisasi.
c. Aspek Politik
Yaitu memerintah berarti melaksanakan kekuasaan yakni kekuasaan yang diberikan
oleh negara. Di dalam negara demokrasi, kekuasaan negara berasal dari rakyat,
sehinga aparat penyelenggara negara berarti melaksanakan kekuasaan yang diberikan
oleh rakyat.
B. Tinjauan Good Governance
1. Definisi Good Governance
Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan adalah penggunaan
wewenag ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola urusan urusan negara pada
semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga
lembaga dimana warga dan kelompok kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingan mereka, menggunakan hukum, memenuhi kewajiban dan menjabatani
3. Transparansi
Yakni adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi public bagi warga yang
membutuhkan (diatur oleh undang undang). Ada ketegasan antara rahasia negara
dengan informasi yang terbuka untuk publik.
4. Responsiveness (daya tanggap)
Yakni lembaga public harus mampu merespon kebutuhan masyarakat terutama yang
berkaitan dengan basic needs (kebutuhan dasar) dan HAM (hak sipil , hak politik,
hak ekonomi, hak social dan hak budaya).
5. Konsensus
Yakni jika ada perbedaan kepentingan yang mendasar di dalam masyarakat,
penyelesaian harus mengutamakan cara dialog / musyawarah menjadi konsensus.
6. Persamaan hak
Yakni pemerintah harus menjamin bahwa semua pihak tanpa terkecuali, dilibatkan di
dalam proses politik, tanpa ada satu pihak pun yang di kesampingkan.
7. Efektivitas dan efesiensi
Yakni pemerintah harus efektif dan efesien dalam memproduksi output berupa aturan,
kebijakan, pengelolaan keuangan negara.
8. Akuntabilitas
Yakni suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya,
implimentasi akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis yang akan
mengakomodasi perubahan perubahan cepat yang terjadi pada organisasi dan
secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan
tersebut, sebagi antisipasi
terhadap tuntutan pihak pihak yang berkepntingan.
Implementasi kesemuanya, sangat dibutuhkan sebagai syarat bagi terciptanya pemerintahan
yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government).
Menurut Institute on Governance (1996), sebagaimana dikutip Nisjar (1997) untuk
menciptakan good governance perlu diciptakan hal hal sebagai berikut:
1. Kerangka kerja tim (team work) antarorganisasi, departemen, dan
wilayah.
2. Hubungan kemitraan antara pemerintah dengan setiap unsur dalam masyarakat
negara yang bersabgkutan.
3. Pemahaman dan komitmen terhadap manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab
bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta senergisme dalam
pencapaian tujuan.
4. Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai untuk mendorong terciptanya
kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk taking) dan berinisiatif,
sepanjang hal ini secara realistic dapat dikembangkan.
5. Adanya pelayanan administrasi public yang berorientasi pada masyarakat, mudah
dijangkau masyarakat dan bersahabat, berdasarkan pada asas pemerataan dan
keadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat,
berfokus pada kepentingan masyarakat, bersikap professional dan tidak memihak
(non-partisan).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Fokus Penelitian
Kontardiksi yang sangat menonjol antara konsep dan kenyataan yang ada, membawa
penelitian untuk memfokuskan masalah penelitian kepada Penerapan Prinsip Prinsip Good
Governance Dalam Tata Kelola Pemerintahan di Desa Cukangkawung , Bandar Lampung.
Apa yang sudah dilakukan oleh perangkat Desa Cukangkawung , untuk mendukung
penerapan good governance dan apa saja kendala yang dihadapai dalam pelaksanaannya.
C. Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian akan dilaksanakan pada Desa Cukangkawung , Bandar Lampung.
Peneliti memilih Desa Cukangkawung didasarkan oleh lokasi yang menurut peneliti dekat
dengan pusat pemerintahan.
a. Data primer yaitu berupa keterangan atau informasi dari informan tentang peristiwa
tertentu yang mereka alami terkait dengan masalah penelitian, opini, persepsi
maupun tanggapan informan tentang peran kepala desa, kepala dusun dan warga
Desa Cukangkawung yang dikumpulkan dengan cara interview dan data primer ini
merupakan unit analisis utama dalam kegiatan analisis data.
b. Data sekunder yaitu data yang digunakan sebagai informasi pendukung dalam
analisis data primer. Data sekunder dapat berupa dokumen-dokumen tertulis dan
bahan sebagai analisis utama dari kenyataan analisis data.
2. Sumber Data
a. Informan
Adalah sumber data primer yang dipilih berdasarkan keterlibatannya dalam Penerapan
prinsip prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan di Desa
Cukangkawung , Bandar Lampung. Informan yang dipilih terdiri atas :
b.
i.
Informan yang dipilih secara purposif oleh peneliti sebagai informan utama (key
informan).
ii.
Teknik snowball sampling yaitu teknik pengambilan sample dengan bantuan key
informan dan dari informan ini akan berkembang sesuai petunjuknya (Subagya,
1997:31).
Dokumen
Adalah berbagai dokumen dari Balai desa yang bertanggung jawab dalam hal
penerapan good governance mengenai program kerja dan data-data apa saja yang
sudah dilakukan sebagai bahan penunjang atau pendukung.
f.
Wawancara
Adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan
secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama wawancara adalah kontak
langsung dengan tatap muka (face to face finding) antara pencari info (interview)
dengan sumber alat pengumpul data dengan menggunakan Tanya jawab antara pencari
info dengan sumber informasi ( Nawawi, 2001:111).
g.
Observasi
Observasi merupakan teknik pengamatan dan pencatatan data yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengmpulan
(Husaini Usman, 2004:57). Menurut Dedi Mulyana (2003:168) pengamatan dianggap
cocok untuk meneliti bagaimana manusia berperilaku dan memandang realitas
kehidupan mereka dalam lingkungan mereka yang biasa, rutin dan alamiah.
h.
Reduksi Data
Adalah proses pemilihan pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
mentah yang muncul dari transkip hasil wawancara maupun catatan tertulis dilapangan.
Reduksi data diterapkan terhadap jenis data primer.
G. Keabsahan Data
Keabsahan data meliputi kriteria-kriteria sebagai berikut : kredibilitas, keteralihan,
kebergantungan dan kepastian. Setiap kriteria ini diperiksa teknik yang berbeda-beda antara
satu dengan lainnya(Moleong, 2000:175-187). Secara lebih rinci mengenai langlah-langkah
tersebut adalah sebagai berikut :
i.
b. Ketekunan pengamatan. Teknik ini bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsureunsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari
dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Namun yang
perlu dipahami bahwa yang dimaksud pengamatan di dalam penelitian ini adalah
pengamatan terhadap sumber-sumber data primer (hasil interview) dan data
sekunder (dokumen).
j.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
oleh Desa lain karena sistem administrasinya berjalan dengan sempurna dan
pelayanan birokrasinya pun sangat memuaskan masyarakat.
: M. Arif ,S.Pd. I.
- Sekretaris Desa
: Wiryo Sudarmo
- Kaur Pemerintahan
: Nasir Hasanudin
- Kaur Pembangunan
: Nurmilawati
- Kaur Umum
: Salimah
- Kaur Kesra
: Hertati
- Kaur Keuangan
: Suharyati
- Bendahara
: Suharyati
: A.Rakhim,
: M. Sugiono
Sekretaris BPD
: Edy Rahmat.
kali membentuk undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Perubahanperubahan terlihat karena masing-masing undang-undang menyesuaikan diri
dengan situasi dan kondisi waktu terjadinya sehingga akhir terbentuk Undangundang No. 5 Tahun 1974.
Beberapa Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tentang kedudukan Komite Nasional Daerah,
yang merupakan langkah pertama menerapkan demokrasi di daerah. Saying
undang-undang ini terlalu singkat bunyinya karena hanya mengatur kedudukan
komite nasioanal daerah (KND) sebagai penjabaran komite nasional Indonesia
(KNI)yang merupakan badan legislative darurat . kemudian selanjutnya di daerah
KND berganti nama menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD).
Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, undangundang ini merupakan penghapusan perbedaan antara cara pemerintahan di Jawa
dan Madura (uniformitas). UU ini diumumkan 1 tahun sesudah Aksi Militer I (1947)
dan 6 bulan sesudah UU ini diumumkan , tentara Belanda melanjutkan Aksi Militer II
(1948), sehingga UU ini tidak sempat dijalankan secara sempurna.
Undang-undang No. 44 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Negara
Indonesia Timur (NIT) ini hanya bersifat separatis, hal ini adalah akibat berlakunya
Konstituate RIS di mana Negara Republik Indonesia berbentuk serikat. Untunglah
kemudian UU ini tidak sempat diterapkan karena disusul dengan pembentukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengakibatkan sendirinya membubarkan
NIT.
Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
UU ini sebagai usaha untuk uniformitas dalam menyatukan UU tentang pokok-pokok
otonomi daerah bagi seluruh Indonesia, yang akan menggatikan seluruh perundangundangan tentang pokok-pokok otonomi daerah yang beraneka warna. Dalam UU ini
pula kita temui istilah Swatantra.
Undang-undang No 18 Tahun 1965 tentang pokok-poko pemerintahan daerah. UU
ini dibuat sewaktu PKI beberapa waktu menjelang meletusnya, sehingga dalam UU
ini sempat dimasukkan ketentuan bahwa untuk terciptanya demokrasi (terpimpin)
maka didalam pimpinan DPRD, pembentukan Wakil-wakil ketua harus menjamin
terciptabya poros Nasakom. Selain itu UU ini terkenal dengan pemberian Otonomi
yang seluas-luasnya.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
UU ini terkenla dengan pemberian Otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung
jawab. Nyata dalam arti bahwa pemberian Otonomi kepada daerah haruslah
didasarkan pada factor-faktor, perhitungan-perhitungan dan tindakan-tindakan atau
kebijakan-kebijakan yang benar-benar dapat menjamin Daerah yang bersangkutan
secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Bertanggung jawab dalam
arti bahwa pemberian Otonom itu benar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu
melancarkan pembangunan yang tersebar diseluruh pelosok Negara dan serasi atau
tidak bertentangan dengan pengarahan-pengarahan yang telah diberikan, serasi
dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi
dengan pemerintah pusat dan daerah serta dapat menjamin perkembangan dan
Alasan sosioligis, yaitu karena situasi dan kondisi masyarakat yang semakin
berkembang
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah
Otonom ini merupakan penyelenggaraan asas desentralisasi sehingga untuk itu
dibentuk dan disusun:
Daerah Tingkat II
Dalam menjalankan Pemerintahan di Daerah, selain Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang masing-masingsebagai unsure pengurus dan
pengatur di daerah, dibentuk pula secretariat daerah dan dinas-dinas otonom
Wilayah Administratif yaitu lingkungan kerja perangkat pemerintah yang
menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah. Wilayah
administratif ini merupakan penyelenggaraan asas dekonsentrasi, sehngga wilayah
Negara Indonesia dibagi menjadi:
Wilayah kecamatan
Yang apabila dipandang perlu dapat pula dibentuk kota administratif diatas wilayah
kecamatan.
2. Desentralisasi Pemerintahan
Bagaimanapun kecilnya suatu Negara, Negara tersebut tetap akan membagi-bagi
menjadi system yang lebih kecil (Pemerintahan Daerah) untuk memudahkan
pelimpahan tugas dan wewenang, namun demikian pemerintah pusat juga tudaj
urung merasa curiga terhadap timbulnya separatism dari hasil pemberiaan otonomi
daerah ini.
Desentralisasi adalah lawan kata dari sentralisasi, karena pemakaina kata de
dimaksudkan untuk menolok kata sebelumnya, jadi desentralisasi adalah
penyerahan segala urusan, baik pengaturan dalam arti pembuatan perundangundangan, maupunpenyelenggarahan pemerintahan itu sendiri, dari pemerintahan
pusat kepada pemerintahan daerah, untuk selanjutnya menjadi urusan rumah
tangga pemerintah daerah tersebut.
Di Indonesia yang dimaksud pemerintahan daerah adalah Daerah Tingkat I dan
Daerah Tingkat II, yang untuk mencengah pemberian otonomi yang seluas-luasnya
sebagaimana yang dilakukan Negara liberal, maka Kepala Daerah Tingkat I
dirangkap oleh Pejabat Pemerintah Pusat sehingga dikenal Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I, sedangkan untuk Daerah Tingkat II sesuai kebutuhan dapat
berbentuk Bupati Kepala Daerah Tingkat II atau Walikota Kepala Daerah Tingkat II.
Desentralisasi pemerintahan ini dimaksudkan untuk adanya pendemokrasian di
daerah, oleh karena itu di daerah-daerah diadakan pula dewan perwakilan rakyat
baik di Tk I maupun di Tk II. Jadi bila ada laporan pertanggung jawaban Bupati atau
Gubernur kepada DPRD masing-masing, hal tersebut adalah keliru karena yang
benar adalah laporan pertanggungjawaban kepala daerah Tk I da kepala daerah Tk
II.
Menurut UU No. 5 Tahun 1974 yang dimaksud pemerintah derah adalah kepala
daerah beserta seluruh aparatnya seperti sekretaris daerah yang membawahi
sebuah secretariat daerah, ditambah dengan dinas-dinas daerah yang ada di daerah
tersebut sebagai aparat eksekutif. Sedangkan sebagai aparat legislatifnya adalah
dewan perwakilan daerah, baik Tk I maupun Tk II sesuai tingkatan masing-masing.
Sebagai aparat legislatif DPRD berhak membuat peraturan perundang-undangan
yang dkenal dengan dengan sebutan Peraturan Daerah yang siap dijalankan pihak
eksekutif.
Desentralisasi pemerintahan yang pelaksanaannya diwujudkan dengan pemberian
otonomi kepad daearah-daerah ini bertujuan untuk memungkinkan daerah-daerah
tersebut meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan
dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Dengan demikian daerah perlu diberikan wewenang untuk melaksanakan berbagai
urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya, serta sekaligus memiliki
pendapatan daerah seperti pajak-pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain
pemberian.
Ada beberapa kebaikan diadakannya desentralisasi pemerintahan yaitu:
1. Meringankan beban, karena aparat Pemerintahan Pusat tidak perlu lagi jauhjauh ke daerah dimana aparat daerah sudah difungsikan dengan baik.
2. Generalistis berkembang, karena seluruh lapisan masyarakat dengan segala
macam kemampuanya dikembangkan.
3. Gairah kerja timbul, karenasetiap person (individu) terpakai dan diakui
keberadaannya.
4. Siap pakai, karena tenaga-tenaga yang dipakai sudah berada di daerahnya
masing-masing, jadi dalam system kepegawaian tidak diperlukan lagi
pemindahan status kepegawaian.
5. Efesiensi, karena dalam penghematan waktu pemerintah tidak terlalu lama
dalam mengisi formasi yang kosong.
6. Manfaat yang diperoleh besar, karena batin masyarakat terpenuhi melalui
pendemokrasian di daerah ini.
7. Resiko tinggi, karena masalah-masalah yang muncul di daerah, bukan hanya
dipikirkan dan dipecahkan oleh aparat pusat, tetapi juga dipikirkan
penanggulangannya oleh masyarakat daerah.
8. Tepat untuk penduduk yang beraneka ragam, karena pemerintah tidak perlu
lagi memaksakan uniformitas (di samping itu kebhinekaan adalah
kedigjayaan).
9. Menghilangkan kinerja yang menumpuk, karena pekerjaan dapat dibagi-bagi
anatara pusat dan daerah, dan antar daerah dengandaerah lain.
10. Unsur individu menonjol pengaruhnya, karena setiap person (individu) yang
hukum adat berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang
dibebani oleh instansi atasan tugas-tugas pembantuan.
Pemerintah Kelurahan merupakan suatu wilayah administratif berada langsung dibawah
Pemerintah Kecamatan dalam kota. Tugas Pemerintah Kelurahan jadinya berlandaskan
atas deskonsentrasi, yang tentu saja tidak menghalanginya melaksanakan tugas-tugas
dibidang desentralisasi melalui saluran Camat, Bupati, Walikota dan Gubernur Kepala
Daerah.
Dalam penjelasan umum undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa, undang-undang ini mengarah kepada penyeragaman bentuk dan susunan
pemerintahan desa dengan corak nasional yang menjamin terwujudnya Demokrasi
Pancasila secara nyata dengan menyalurkan pendapat masyarakat dalam wadah yang
disebut Lemabaga Masyarakat Daerah (LMD).
Secara tegas dinyatakan bahwa hak menyelenggarakan rumah tangga sendiri bagi
Pemerintahan Desa bukanlah hak otonomi sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah tetapi
mengatur Desa dari segi pemerintahannya yag berdasarkan Demokrasi Pancasila.
Undang-undang ini menurut penjelasannya tetap mengakui kesatuan masyarakat
hukum, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang masih hidup sepanjang menunjang
kelangsungan pembangunan dan ketahanan nasional. Dengan demikian dari penjelasan
itu dapat kita lihat bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tetap mendambakan
kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasiladengan cara musyawarah untuk mufakat.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tidak menghendaki kehidupan yang demokratis
berdasarkan asas liberalisme dngan cara membuka peluang bagi terbentuknya arena
tempat wakil-wakil golongan yang memerintah dan golongan oposisi mengadakan
diskusi yang menjurus pada perdebatan-perdebatan yang lebih mengarah kepada
demokrasi liberal dan lebih banyak membawa kecenderungan pada ketegangan dan
perpecahan perasaan, sehingga usaha untuk mencapai tujuan memperkuat kesatuan
dari masyarakat desa dan memperlancar Pemerintahan Desa akan berjalan dengan
tersendat-sendat. Di tingkat kesatuan masyarakat terdepan bukanlah cara demokrasi
formal yang penting tetapi yang lebih penting adalah demokrasi material isi daripada
masyarakat yang perlu ditingkatkan ke arah pencapaian tujuan, kesejahteraan dan
keadilan dengan melalui cara-cara musyawarah untuk mufakat.
Tata kelola yang baik menuntut lebih dari sekedar kapasitas pemerintah yang memadai,
akan tetapi juga mencakup kaidah aturan yang menciptakan suatu legitimasi, kerangka
kerja yang efektif dan efisien dalam melaksanakan kebijakan publik. Tata kelola yang
baik berimplikasi pada pengelolaan urusan masyarakat dengan cara yang transparan,
akuntabel, partisipatif dan berkesetaraan.
Dari perspektif ini, kualitas tata-kelola direfleksikan dalam kapasitas pemerintah untuk
merancang, memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan yang tepat. Namun
demikian, merumuskan kebijakan yang baik adalah jauh lebih mudah dibandingkan
dengan mewujudkan kebijakan tersebut dalam praktiknya mengatasi permasalahan
dalam pembangunan. Hal ini bergantung tidak hanya kepada tujuan khusus
pembangunan apakah itu pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan
mengurangi ketimpangan ekonomi, akan tetapi juga bergantung kepada konteks politik,
budaya dan sejarah serta kapasitas para penyelenggara negara.
Jika kita merujuk pada UU No. 5 Tahun 1974, dab juga defenisi tata kelola, dalam hal ini
Desa Cukangkawung sudah dapat dikatakan sebagai salah satu desa yang sudah
menerapkan ketentuan yang tertuang dalam undang-undang tersebut. Setiap kebijakan
yang dibuat oleh pemerintahan desa dalam hal ini kepala desa beserta jajarannya,
terlebih dahulu melakukan musyawarah bersama-sama dibalai desa. Hal itu
dimaksudkan agar setiap kebijakan yang akan dibuat hendaknya mengakomodir semua
kepentingan.
Fungsi pemerintah menurut Irving Swerdlow yaitu:
Komunikasi yang baik menjadi salah satu factor penyebab ketidak seganan para warga
Desa Cukangkawung dalam menyampakan saran dan kritik mereka kepada para aparat
desa khususnya kepala desa. Ketidak seganan warga dalam menyampaikan aspirasi
mereka terhadap pemrintahan desa menimbulkan suatu tindakan responsif para aparat
desa dalam menangulangi seluruh keluhan-keluhan masyarakat.
Selain hubungan komunikasi yang baik antara kepala desa dengan masyarakat, masih
ada beberapa factor lain yang mendukung terwujudnya penerapan good governace di
Desa Cukangkawung . Transparansi para aparatur desa dalam pengadaan dan
pengelolahan APBDes, sehingga mimbulkan rasa kepercayaan masyarakat yang cujub
baik terhadap aparat desa setempat. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan
setempat sangat diperlukan, karena baik-buruknya tingkat partisipasi masyarakat
terhadap jalannya roda pemerintahan didukung oleh kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan setempat.
Kemudian factor lain yang menyebabkan baiknya roda pemerintahan Desa
Cukangkawung , karena seluruh aparatur desa baik dari kepala desa, sekretaris desa
dan para perangkat lainnya adalah asli penduduk desa setempat atau pribumi setempat.
Hal itu menyebabkan, para aparatur sudah sangat dikenal dengan baik oleh para warga
setempat dan para aparatur desa benar-benar memiliki keinginan yang kuat dalam
membangunan desa mereka, karena ego kewiliyahan yang dimiliki oleh para aparatur.
Dari beberapa factor pendukung yang kami tulisakan tadi, ternyata masih belum bisa
mewujudkan penerapan good governace dalam tata kelola pemerintahan Desa
Cukangkawung secara maksimal. Masih ada beberap faltor penghambat yang kami
temui dilapangan.
Beberapa factor penghambat itu antara lain:
Kemiskinan
Factor penghambat terbesar menurut kami adalah kemiskinan. Melihat dari pekerjaan
warga yang manyoritas bekerja sebagai buruh, baik buruh tani, buruh bangunan hingga
buruh pabrik. Menyebabkan warga sedikit malas untuk berpartisipasi dalam jalannya
roda pemerintahan setempat. Masyarakat lebih focus untuk bekerja ketimbang ikut aktif
dalam kegiatan pemerintahan
Tingkat pendidikan
Masyarakat Desa Cukangkawung mayoritas hanya mengenyam pendidikan pada tingkat
sekolah menengah pratama (SMP), sehingga dapat dikatakan tikatakan bahwa tingkat
pendidikan masyarakat Desa Cukangkawung masih rendah. Tingkat pendidikan yang
rendah mungkin disebabkan oleh factor ekonomi yang kurang memadai dan kurangnya
kesadaran akan pentingnya pendidikan. Tingkat pendidikan yang redah menyebabkan
pengetahuan warga akan penerapan good governace sangat minim sehingga
masyarakat tidak mengetahui pentingnya akan penerapan prinsif-prinsif good governace
dalam tata kelola pemerintahan Desa Cukangkawung .
Rendahnya partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan good governance.
Partisipasi yakni setiap pembuatan peraturan dan/ atau kebijakan selalu melibatkan
unsur masyarakat (melalui wakil wakilnya). Ketika kami melakukan obserpasi melalui
wawancara dengan kepala desa dan beebarpa warga setempat, tingkat partisipasi
masyarakat masih sangat rendah, hal itu mungkin dikarenakan oleh 2 faktor yang telah
disebutkan terlebih dahulu. Ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan yang rendah
menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat menjadi rendah pula.
BAB V
Kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan
Seiring dengan arus deras reformasi yang melanda negara ini pasca jatuhnya rezim Orde
Baru, berkembang pula satu terminologi dalam manajemen pemerintahan, yang mewarnai
agenda politik bangsa ini. Terminologi itu tak lain adalah good governance. Kita pun sebagai
masyarakat, mau tak mau, menjadi akrab dengan istilah ini. Betapa tidak, good governance
pada gilirannya tampil sebagai salah satu wacana politik yang sering didengungkan oleh
pemerintah, termasuk pimpinan daerah, guna meraih hati rakyat.
Namun, satu pertanyaan yang layak kita ajukan, apakah kita sejatinya telah cukup
memahami makna terminologi tersebut? Apakah kita sudah mengetahui akar serta latar
belakang kemunculannya? Ataukah wacana itu mewujud hanya dalam batas istilah, sebagai
pemanis retorika pemerintah yang kering akan makna? Pertanyaan ini terutama ditujukan
bagi para birokrat sebagai pihak yang paling sering mempromosikan wacana good
governance.
Jika ditarik lebih jauh, lahirnya wacana good governance berakar dari penyimpanganpenyimpangan yang terjadi pada praktik pemerintahan, seperti Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralistis, non-partisipatif
serta tidak akomodatif terhadap kepentingan publik, telah menumbuhkan rasa tidak percaya
dan bahkan antipati kepada rezim pemerintahan yang ada. Masyarakat tidak puas dengan
kinerja pemerintah yng selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik.
Beragam kekecewaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan tersebut pada akhirnya
melahirkan tuntutan untuk mengembalikan fungsi-fungsi pemerintahan yang ideal. Good
governance tampil sebagai upaya untuk memuaskan dahaga publik atas kinerja birokrasi
yang sesungguhnya.
Berhasil tidaknya penciptaan good governance, banyak tergantung kepada para
pelaksananya ( pejabat publik maupun pejabat politik) yang telah diamanahkan oleh
masyarakat dan negara ini .Disamping setiap instansi punya rencana strategis, punya sistim
pelaksana dan control yang baik,transparan dll, yang tidak kalah pentingnya adalah para
abdi negara itu harus punya iman yang kuat dan siap memulai dari diri sendiri, dari yang
kecil-kecil dan sekarang juga ( A.A.Gym.)
Jika kita merujuk pada pemerintahan Desa Cukangkawung , penerapan good governace
yang dilakukan dalam pelaksanaan roda pemerintah sampai saat ini sudah cukup baik. Para
aparatur desa berusaha menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Masyarakat yang
menerima pelayananpun dapat menerima pelayanan itu dengan baik dan tidak ada unsur
kekecewaan oleh masyarakat terhadap kegiatan pemerintahan desa dalam melaksanakan
tugasnya yaitu sebagai abdi masyarakat.
Hal yang menyebabkan terhambatnya penerapan good governace di Desa Cukangkawung
adalah karena kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan oleh warga dan
rendahnya tingkat ekonomi masyarakat. Kedua hal tersebut menyebabkan kepasifan
masyarakat untuk berpasrtisipasi dalam pelaksanaan roda pemerintahan, karena
masyarakat umumnya lebih fokus untuk bekerja dan memenuhi kebutuhannya. Waktu
masyarakat sebagian besar digunakan untuk bekerja sehingga fungsi kontrol masyarakat
terhadap aparatur pemerintahan desa tidak berjalan sebagaimestinya.
B. Saran
Good Governance (tata pemerintahan yang baik) merupakan praktek penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Good governance
telah menjadi isu sentral, dimana dengan adanya era globalisasi tuntutan akan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah suatu keniscayaan seiring dengan
meningkatnya pengetahuan masyarakat.
Good governance menuntut keterlibatan seluruh elemen yang ada di masyarakat. Ini hanya bisa jika
pemerintahan itu dekat dengan rakyat. Maka sangat cocok dengan sistim desentralisasi dan otonomi daerah
yang saaat in telah diterapkan oleh Negara Indonesia. Good governance dapat berlangsung dengan baik jika
kondisi masyarakat saat ini adalah mereka semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya sebagai warga negara. Mereka semakin berani untuk mengajukan tuntutan,
keinginan dan aspirasinya. Mereka semakin kritis untuk melakukan control terhadap apa
yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga legislatip maupun judikatip. Maka pemerintah
harus dapat memberikan pelayanan publik yang lebih professional, efektif, efisien,
sederhana, transparan, terbuka, tepatwaktu, responsif dan adaptif dan sekaligus dapat
membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat
untuk secara aktip menentukan masa depannya sendiri ( Effendi 1986: 213)
Tetapi hal itu sangat sulit diterapakan di Desa Cukangkawung mengingat tinkat pendidikan
dan tingkat ekonomi masyarakat yang masih cukup rendah, maka dalam hal ini kami
menyarankan agar pemerintahan setempat berfokus pada dua jail, yaitu:
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
Sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat yaitu wajib belajar 9 tahun, dan juga salah satu
tujuan yang tertuang dalam UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan salah satu item yang
sangat penting untuk diperhatikan. Jika tingkat pendidikan masyarakat Desa
Cukangkawung cukup baik kemungkinan penerapan good governace dalam tata kelola
pemerintahan Desa Cukangkawung akan dapat diwujudkan karena masyarakat sudah
mengerti dang mengetahui akan pentingnya penerapan good governace. Masyarakat di
pastikan akan lebih aktif untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan roda pemerintahan di
Desa Cukangkawung .
Oleh sebab itu kami menyarankan kepada perintahan Desa Cukangkawung agar
melakukan kerjasama dengan Pemerintahan Daerah Tingkat II dalam pengadaan sarana
dan prasarana pendidikan terhadap masyarakat Desa Cukangkawung . Hal itu di anjurkan
mengingat pendidkan adalah tanggung jawab bersama dan sangat tidak munkin pemerintah
Desa Cukangkawung melaksanakan pengadaan sara dan prasaran pendidian secara
sendiri tanpa bantuan dari Pemerintah Daerah Desa Tingkat II.
Pemberian modal pinjaman kepada masyarakat
Masyarakat Desa Cukangkawung pada umumnya bekerja sebagai buruh,yang tidak jarang
pekerjaan sebagai buruh mereka lakukan di tempat yang sangat jauh dari tempat tinggal
mereka, kemudian aktifitas sebagai buruh sangat menyita waktu dan tenaga. Alhasil
masyarakat menjadi sangat pasif untuk berpastisipasi dalam pelaksanaan pemerintahan
Desa Cukangkawung . Sebagaian besar masyarakat Desa Cukangkawung bekerja sebagi
buruh, karena masyarakat tidak memiliki modal untuk membuat usaha sendiri yang
harapannya bisa menberikan penghasilan yang cukup dan waktu masyarakat tidak terlalu
tersita untuk bekerja.
Oleh karena itu kami juga meminta kepada pemerintahan Desa Cukangkawung untuk
membuat sebuah program perkreditan usaha rakyat yang nantinya di jadikan sebagi modal
untuk usaha. Harapannya dengan pemberian pinjaman modal tersebut masyarakat dapat
bekerja lebih baik dan tingkat ekonomi mereka dapat ditingkatkan ke jenjang yang lebih
tinggi. Sehingga waktu masyarakat tidak terkuras habis hanya untuk bekerja, masyarakat
juga masih dapat melakukan kegiatan lain yaitu mengontrol segala tindakan aparatur desa
dalam pelaksanaan roda pemerintahan.
Demikian lah tugas ini kami buat, kami sadar bahwa kami masih harus belajar lebih lagi
mengingat kemampuan kami yang masih sangat kurang dalam melakukan penelitian.
Harapannya tugas ini dapat menjadi suatu batu loncatan bagi kami untuk melakukan
penelitian yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Kencana, Inu Syafiie. 1994. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kencana, Inu Syafiie. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Admnistrasi (Dilengkapi dengan metode R&D). Bandung:
Alfabeta.
www.wikipediaindonesia.com
LAMPIRAN
k. Nama
: M. Arif. S.Pdi.
m. Jenis Kelamin
: Laki - laki
n. Status Perkawinan
: Menikah
o. Agama
: Islam
: AB
r. Jumlah anak
: 6 (Enam)
s. Riwayat Pendidikan
SD
SMP
SMA
Universitas
: YN Raden Intan
:Zakaria A.D
e. Jenis Kelamin
: Laki - laki
f. Status Perkawinan
: Menikah
g. Agama
: Islam
h. Pekerjaan
: Kepala Dusun
i. Golongan Darah
:A
j. Jumlah anak
: 2 (Dua)
k. Riwayat Pendidikan
SD
: SR (Sekolah Rakyat)
: P. Manalu
: Laki - laki
V. Status Perkawinan
: Menikah
VI. Agama
: Kristen
VII.
Pekerjaan
VIII.
Golongan Darah
: 3 (Tiga)
: Wiraswasta
:O
X. Riwayat Pendidikan
SD
: SD Hutapinang, Tapanuli
SMP
SMA
Universitas
7.
8.
9.
10.
11.
Apakah hambatan hambatan yang terjadi pada proses pelaksanaan GG di desa ini?
12.
13.
Apakah langkah langkah konkrit yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah atau
penyimpangan tersebut?
14.
Menurut anda apakah GG yang berjalan saat ini memberikan manfaat yang efektif dan
efesien bagi masyarakat? Jika ya/ tidak berikan alasannya.
15.
16.