The Paradox of Choice: Mengapa Lebih itu Kurang
Pengarang | Barry Schwartz |
---|---|
Perancang sampul | David High & Ralph del Pozzo, High Design, NYC |
Negara | U.S. |
Bahasa | Bahasa Inggris |
Subjek | Psikologi, Sosiologi |
Genre | Pilihan, Membuat keputusan |
Penerbit | Harper Perennial |
Tanggal terbit | 2004 (hardcover) January 18, 2005 (paperback) |
Jenis media | Print (hardcover, paperback) |
Halaman | 304 |
ISBN | ISBN [[Special:BookSources/0-06-000568-8 (hardcover) 0060005696 (paperback)|0-06-000568-8 (hardcover) 0060005696 (paperback)]] Invalid ISBN |
OCLC | 64265862 |
153.8/3 | |
LCC | BF611 .S38 2004 |
The Paradox of Choice - Why More Is Less (Mengapa Lebih itu Kurang) adalah sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 2004 oleh psikolog Barry Schwartz. Di dalam bukunya, Schwartz memperlihatkan bahwa menghilangkan pilihan konsumer dapat mengurangi kegelisahan sewaktu berbelanja.
Kemandirian dan Kebebasan dalam memilih adalah faktor yang penting dalam kesejahteraan masyarakat, dan sebaliknya memilih adalah faktor penting untuk kebebasan dan kemandirian. Meskipun demikian, walaupun masyarakat Amerika mempunyai lebih banyak pilihan daripada perkumpulan masyarakat lain sebelumnya, meskipun mereka mempunyai kebebasan dan kemandirian lebih, kita tidak melihat keuntungannya secara psikologis..
— dikutip dan diterjemahkan dari Bab.5, The Paradox of Choice, 2004
Barry Schwartz's tesis
[sunting | sunting sumber]Schwartz mengumpulkan alasan dan penjelasannya dari berbagai macam bidang psikologi modern, yang telah mempelajari bagaimana kebahagiaan dipengaruhi oleh kesuksesan atau kegagalan dari pencapaian tujuan hidup.
Kapan kita memilih
[sunting | sunting sumber]Schwartz membandingkan berbagai pilihan yang dihadapi oleh masyarakat Amerika dalam kehidupan sehari-harinya, dari perbandingan pilihan barang yang ditawarkan di supermarket, sampai berbagai macam kelas yang ditawarkan di Ivy League perguruan tinggi.
There are now several books and magazines devoted to what is called the "voluntary simplicity" movement. Its core idea is that we have too many choices, too many decisions, too little time to do what is really important. [...] Taking care of our own "wants" and focusing on what we "want" to do does not strike me as a solution to the problem of too much choice.[1]
Schwartz menegaskan bahwa adalah sesuatu hal yang sangat tepat, apabila kita dapat memfokuskan apa yang kita inginkan. Sehingga dari semua pilihan yang tersedia, apa yang kita inginkan lah yang bisa muncul di tempat pertama.
Bagaimana kita menentukan pilihan
[sunting | sunting sumber]Schwartz menyatakan bahwa sebagian besar keputusan yang baik melibatkan hal-hal berikut ini:
- Memahami dan tentukan tujuan (-tujuan) Anda. Proses menentukan tujuan dan membuat keputusan dimulai dengan pertanyaan: "Apa yang saya inginkan?". Ketika kita dihadapi untuk memilih sebuah rumah makan atau film, seorang menentukan pilihan berdasarkan bagaimana ia mengharapkan suatu pengalaman yang akan datang (pengharapan). Setelah mereka merasakan rumah makan ato melihat film tertentu, pilihan mereka akan didasarkan oleh ingatan dari apa yang telah dialami. Pemenang Penghargaan Nobel, psikolog Daniel Kahneman dan rekan-rekannya telah menunjukan, bahwa apa yang kita ingat mengenai kenyamanan dan hal-hal menyenangkan yang telah berlalu, sebagian besar ditentukan oleh dua hal: bagaimana suatu pengalaman dapat dirasakan ketika perasaan bagus atau buruk memuncak, dan begaimana persaaan tersebut dirsakan ketika berakhir.
- Mengevaluasi seberapa penting setiap tujuan Anda. Mengevaluasi tujuan diperlukan agar kita selalu ingat akan proses dan laju pencapaian.
- Pertimbangkan pilihan-pilihan yang tersedia Memilih pilihan-pilihan yang tersedia dipengaruhi oleh lingkungan sekitar
- Evaluasi seberapa dekat setiap pilihan yang ada mendukung tujuan Anda.
- Tentukan pilihan yang menguntungkan dan memenangkan.
- Ubah tujuan-tujuan Anda. Schwartz menunjukan bahwa nantinya, seseorang akan menggunakan konsekuensi dari apa yang telah mereka pilih untuk mengubah tujuan mereka.
Mengapa kita menderita
[sunting | sunting sumber]Schwartz menggabungkan berbagai model psikologi mengenai kebahagiaan, yang memperlihatkan bagaimana masalah dalam memilih dapat diatasi dengan strategi-strategi yang berbeda. Yang terpenting untuk diingat adalah setiap strategi-strategi ini datang dengan tumbukan komplikasi psikologi.
- Pilihan dan Kebahagiaan.
- Kebebasan dan Komitmen.
- Keputusan kedua.
- Kesempatan yang terlewat.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Paradox of Choice, Harper Perennial 2004
Publikasi
[sunting | sunting sumber]- Harper Perennial, 2004, paperback (ISBN 0-06-000568-8)
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- TED Talk by Barry Schwartz on The Paradox of Choice
- The Paradox of Choice at books.google.com
- Google TechTalk: The Paradox of Choice by Barry Schwartz (2006) Diarsipkan 2010-11-03 di Wayback Machine.
- More or Less? The impact of assortment size and variety on consumer satisfaction (Mooyman & Visser, 2007)
- The Return of Old-Fashioned Paternalism -- Will limiting our choices save us from ourselves?, by Steve Chapman | August 7, 2008.