File:Tarian Gandai Asli Mukomuko.jpg
Original file (1,600 × 1,063 pixels, file size: 215 KB, MIME type: image/jpeg)
Captions
Summary
[edit]DescriptionTarian Gandai Asli Mukomuko.jpg |
Bahasa Indonesia: Tari Gandai, tari ini sering dihadirkan ketika saat acara pernikahan, sunatan, serta acara-acara adat yang berlaku di daerah setempat.
Tari gandai di iringi musik dari serunai, gendang, serta di iringi nyanyian/vokal berupa pantun. Pada umumnya di kabupaten Mukomuko Sang Penari Gandai adalah perempuan Masyarakat Mukomuko meyakini bahwa tarian gandai yang kini masih produktif dipersembahkan terutama di acara pernikahan. Asal Usul Tari Gandai Berdasarkan cerita rakyat yang menjadi asal mula nama sebuah daerah juga dimiliki Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Konon, dahulu nama Malin Deman berasal dari nama seorang pemuda yang memiliki nama Ahli Deman. Ia menjalani kehidupan di Hulu Sungai Batang Muar Capo bersama seorang pembantunya, Slamek. Bagaimana kisah Malin Deman hingga bertemu seorang putri yang bernama Puti Bungsu dan asal usul Tari Gandai. Pada zaman dahulu, di Hulu Sungai Batang Muar Capo hidup seorang pemuda yang bernama Ahli Deman, ayahnya Datok Rajo Tuo dan Ibunya Siti Rajo Kayo. Pada suatu malam, Ahli Deman bermimpi didatangi oleh orang tuanya dan berkata ‘’Hai si Buyung Malin Deman, pergilah engkau ke Batang Air Muar Capo pada saat hari baik bulan Batuah waktu bulan purnama. Di situ ada Puti Bungsu turun dari langit hendak mandi,’’ saut Datok Rajo Tuo, yang diceritakan Tokoh Masyarakat Desa Talang Arah, Zahidin. Malin Deman belum juga mau pergi karena diliputi rasa keraguan yang mendalam, karena dia menganggap mimpi adalah bunga tidur. Namun, pada malam berikutnya Malin Deman kembali bermimpi persis sama seperti malam sebelumnya, dan pada malam ketiga pun mimpi itu muncul kembali. Akhirnya, Malin Deman tergerak hatinya untuk pergi ke Hulu Sungai Batang Air Muar Capo yang berada di Ipuh tengah. Batang Air Muar Capo terbagi tiga yaitu Ipuh Tengah, Ipuh Panjang dan Ipuh Ilau. Malin Deman berangkat tidak sendirian, melainkan ditemani oleh pembantunya, Slamek. Pada sore Minggu malam Senin, ketika bulan purnama. Saat berjalan, Malin Deman menemukan sehelai rambut, ia berkata “Mek, saya mendapatkan sehelai rambut”. Rambut yang ditemukan cukup panjang, jika diukur dengan Meter maka panjangnya mencapai 7 Meter, sedangkan jika diukur dengan Hasta panjangnya mencapai 7 Hasta. Disinilah Malin Deman mulai bahagia sambil meneruskan perjalanannya. Tak lama kemudian, sebelum tiba di Hulu Sungai, Malin Deman menemukan gadis-gadis berparas cantik sedang mandi. Tapi, diantara beberapa gadis terdapat seorang gadis yang mandi terpisah dari yang lain. ‘’Malin Deman terus memandangi wajah wanita-wanita itu, yang tengah mandi. Namun, dia hanya tertaik pada satu wanita yang saat mandi terpisah dengan wanita-wanita lainnya,’’ kenang, suami dari Masrida Wati. Dirinya kembali mengenang, apa yang sempat diceritakan orang tauanya, saat itu dalam pikiran Malin Deman, gadis yang mandi sendirian adalah si Puti Bungsu. Gadis itu mandi di bawah sebatang pohon yang bernama Kanidai. Malin Deman menyinggahkan perahunya di dekat sebuah batu berukuran besar, sekarang dikenal dengan Batu Malin Deman. Selanjutnya, Malin Deman berpura-pura memancing dan matanya tetap tertuju pada Puti Bungsu yang tengah asik mandi. Tanpa sengaja, Malin Deman melihat baju milik Puti Bungsu yang berada di pinggir sungai. Malin Deman pun mulai mencari akal untuk mendapatkan baju itu. Timbul dalam pikiran malin Deman untuk mengambil baju dengan menggunakan Ilmu Pukam atau Ilmu Hitam yang dimilikinya. Setelah baju diperoleh, Malin Deman kembali lagi ke bawah pohon Kanidai dan berpura-pura memancing. ‘’Dia memikirkan, jika wanita yang mandi terpisah itu bisa menjadi pujaan hatinya,’’ lanjut orang tua dari Yanuar. Sehabis mandi, Puti Bungsu kembali ke darat bersama saudaranya untuk mengganti pakaian. Tapi, Puti Bungsu kaget dan heran bajunya telah hilang, sedangkan baju milik saudaranya masih ada. Sambil menangis, Puti Bungsu mengadukan hal itu kepada saudaranya. “Itulah dik, kalau mandi hendaknya satu tempat, karena orang bumi banyak akalnya,” kata salah seorang saudaranya sembari terbang ke langit. Puti Bungsu pun tinggal sendiri. Puti Bungsu berjalan sendiri, sambil mencari bajunya. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang nenek, Puti Bungsu pun berkata ‘’Hai nenek, adakah melihat bajuku hanyut?’’. Nenek itupun menjawab ‘’Jangankan dapat, goyangpun tidak pancing ku ini,’’ cerita Bapak 4 orang anak ini, meniru ucapan Malin Deman. Ia menambahkan, Puti Bungsu terus melanjutkan perjalanannya, di tengah perjalanan Puti Bungsu kembali bertemu seotang laki-laki berambut memutih bukan karena uban (sudah tua) tapi karena terkena bunga pohon Kanidai yang jatuh. ‘’Hai kakek tua, adakah melihat baju hanytu’’, sang kakek menjawab ‘’Hai Puti Bungsu berhentilah berjalan dan pergilah pulang, anak gadis tidak boleh berjalan sendirian’’ kata sang kakek yang tak lain adalah Malin Deman, jelas Jalal seolah meniru ucapan Malin Deman. Puti Bungsu kembali menjawab ‘’Aku mau pulang kek, tapi aku tidak punya baju untuk pulang’’. Kakek pun bertanya ‘’Jadi sekarang kamu mau pulang?,’’. ‘’Iya, tapi aku takut,’’ jawab Puti Bungsu, tambah Kades Talang Arah ini. Beberapa hari kemudian, Puti Bungsu diminta untuk menampilkan tari gandao oleh penduduk. Tak mau pikir panjang, Puti Bungsu langsung pergi ke belakang rumah untuk mempersiapkan gandai yang akan dilaksanakan saat malam hari. Ketika berada di belakang rumah, ia bertemu dengan tiga ekor elang. Puti Bungsu meminta pertolongan ketiga ekor elang mengajarkannya. Merasa belum puas, Puti Bungsu pergi ke pohon Cempaka yang tengah berbunga. Puti Bungsu berseru ‘’hai bunga, tolong temani saya untuk bergandai,’’. Permintaan Puti Bungsu dikabulkan, imbuh Zahidin mengingat sejarah tari gandai. Ketika malam tiba, penduduk desa memanggil Puti Bungsu agar menampilkan gandai. Untuk meniru bunyi Elang, Malin Deman membuat Serunai dari Bambu Telang Perindu sepanjang tujuh ruas dan lidahnya adalah daun kelapa gading. Sedangkan untuk bunyi sayap, Salamek membuatkan alat yang terbuat dari kulit Kijang. Setelah semua alat siap, Puti Bungsu menampilkan Tari Gandai dengan judul Nenet dengan dibantu oleh Eluh dan Cempaka. ‘’Puti dan Malin Deman itu saling jatuh cinta dan pada akhirnya menikah,’’ sahut pria yang hobi mancing itu. Saat tampil, penduduk senang dan gembira, wajah ketiganya (Puti Bungsu, Malin Deman dan Salamek) berseri dan sesekali bergerak seragam atau serentak. Malam kedua diteruskan lagi dan ternyata saudara-saudara Puti Bungsu yang berjumlah enam orang turun dari langit untuk menggantikannya menari dan bergandai. Puti Bungsu sangat bahagia, hatinya mendengar berita saudara-saudaranya akan turun. Dalam pesta pernikahan ini, Malin Deman memberikan pengumuman barang siapa yang ingin menyabung ayam, silakan datang. Hukuman bagi yang kalah, ayamnya dipotong dan membayar. ‘’Sejak itulah tari gandai mulai di kembangkan warga, hingga saat ini, yang mana dalam acara resepsi pernikahan biasanya selalu ditampilkan tari gandaiEnglish: Gandai dance, this dance is often presented when weddings, circumcisions, and customary events that apply in the local area.
Gandai dance is accompanied by music from chrysanthemums, drums, and accompanied by singing / vocals in the form of rhymes. In general, Mukomuko district, the Gandai Dancer is a Mukomuko community, believing that the gandai dance which is still productive is offered mainly at weddings. |
Date | |
Source | Own work |
Author | Anugrah Imana |
Camera location | 2° 34′ 08″ S, 101° 06′ 42″ E | View this and other nearby images on: OpenStreetMap | -2.568889; 101.111667 |
---|
Peta lokasi Kabupaten Mukomuko di Bengkulu Koordinat: 2,7308445°LS 101,4443209°BT Provinsi Bengkulu Ibu kota Kota Mukomuko Pemerintahan -Bupati Choirul Huda APBD -APBD Rp 757.861.750.000,-(2015) -DAU Rp 500.168.945.000,-(2017)[1] Luas 4.036,70 km2 Populasi -Total 177.131 jiwa (2015)[2] -Kepadatan 43,88 jiwa/km2 Demografi Pembagian administratif -Kecamatan 15 -Kelurahan 3 -Desa 148
Licensing
[edit]- You are free:
- to share – to copy, distribute and transmit the work
- to remix – to adapt the work
- Under the following conditions:
- attribution – You must give appropriate credit, provide a link to the license, and indicate if changes were made. You may do so in any reasonable manner, but not in any way that suggests the licensor endorses you or your use.
- share alike – If you remix, transform, or build upon the material, you must distribute your contributions under the same or compatible license as the original.
This photo was uploaded to Wikimedia Commons as part of a photography contest Wiki Cinta Budaya
organized by Wikimedia Indonesia with the support of the Wikimedia Foundation. |
File history
Click on a date/time to view the file as it appeared at that time.
Date/Time | Thumbnail | Dimensions | User | Comment | |
---|---|---|---|---|---|
current | 09:22, 26 October 2018 | 1,600 × 1,063 (215 KB) | Anugrah Imana (talk | contribs) | User created page with UploadWizard |
You cannot overwrite this file.
File usage on Commons
There are no pages that use this file.
File usage on other wikis
The following other wikis use this file:
- Usage on en.wikipedia.org
- Usage on id.wikipedia.org
- Usage on min.wikipedia.org
Metadata
This file contains additional information such as Exif metadata which may have been added by the digital camera, scanner, or software program used to create or digitize it. If the file has been modified from its original state, some details such as the timestamp may not fully reflect those of the original file. The timestamp is only as accurate as the clock in the camera, and it may be completely wrong.
Software used | |
---|---|
Exif version | 2.2 |