Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Bab II Lta Proposal Noer

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 54

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan

klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi

karbohidrat. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolickronik yang tidak

dapat disembuhkan,tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan

ketidak adekuatan penggunaan insulin. Diabetes adalah suatu penyakit kronik

yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan

lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan

neurologis (Purwanto, 2016).

Menurut Rendy & Margareth (2012), diabetes mellitus adalah keadaan

hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan

hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,

saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus adalah suatu sindrome gangguan

metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu

defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin dan

keduanya.

Klasifikasi diabetes mellitus dari National Diabetes Data Group:

Classification and Diagnosis of Diabete Mellitus and Other Catagories of

Glukosa Intolerance :
8

a. Klasifikasi Klinis

1) Dibetes Mellitus

2) Tipe tergantung insulin (DMTI), TIPE I

3) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tpe II

4) DMTTI yang tidak mengalami obesitas

5) DMTTI dengan obesitas

6) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

7) Diabetes Kehamilan (GDM)

b. Klasifikasi Risiko Statistik

Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa, berpotensi

menderita kelainan toleransi glukosa.

Klasifikasi dari jenis-jenis diabetes adalah sangat penting untuk antara

lain penentuan pengobatan dan prognosisnya (Tjay & Rahardja2008).

a. Tipe-1, Jenis remaja (juvenile, DMI)

Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel-beta pankreas, sehingga tidak

tidak bisa menyerap glukosa dalam darah. Kareana itu kadar glukosa darah

meningkat diatas 10 mmol/l, yakni nilai ambang-ginjal, sehingga glukosa

berlebihan dikeluarkan lewat urine bersama banyak air (Glycosuria).

Dibawah kadar tersebut, glukosa di tahan oleh tubuli ginjal.

1) Prevelans. Tipe-1 menghinggapi orang-orang di bawah usia 30 tahun

dan paling sering di mulai pada usia 10-13 tahun. Insidensinya

dinegara barat telah berlipat ganda dalam 20-30 tahun terakhir.Karena


9

penderita senantiasa membutuhkan insulin, maka tipe I dahulu juga di

sebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus).

2) Penyebabnya belum begitu jelas, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa

jenis ini disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi

auto-imun berlebihan untuk menanggulangi virus. Akibatnya sel-sel

pertahanan tubuhtidak hanya membasmi virus, melainkan juga turut

merusak atau memusnakan sel-sel Langerhans.Dalam waktu satu

tahun sesudah diagnosa, 80-90% penderita tipe I memperlihatkan

antibodies sel-betadi dalam darahnya.

b. Tipe-2, jenis dewasa (maturity onset, DM2)

Lazimnya mulai diatas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada

orang gemuk (overweight) dengan BMI > 27, dan pada usia lanjut. Mereka

yang hidupnya makmur, makan terlampau banyak dan kurang gerak badan

lebih besar lagi resikonya.

1) Prevelens. Menurut perkiraan 5-10% dariorang diatas 60 tahun

mengidap DM2. Adalah sangat meresahkan bahwa dewasa ini orang

semakin muda di hinggapi penyakit ini. Pada orang Afrika tedapat 2

kali lebih banyak pasien Diabetes tipe-2 dari pada orang Eropa; pada

orang Asia Selatan bahkan rata-rata 4 -5 kali lebih banyak. Orang

Hindu di Eropa ternyata sangat rentan untuk Diabetes berhubungan

pola genetisnya, k.l. 30% dari kelompok populasi mengidap penyakit

gula. Mulanya DM sangat berangsur-angsur dengan keluhan ringan

yang sering kali tidak dikenali. Tipe 2 bersifat menyesatkan, karena

dalam kebanyakan hal baru menjadi manifes dengan tampilnya gejala


10

stadium lanjut. Bahkan, bila sudah terjadi komplikasi, misalnya infark

jantung atau gangguan penglihatan.

2) Penyebabnya. Akibat proses menua, banyak penderita jenis ini

mengalami penyusutan sel-sel beta yang progresif serta penumpukan

amiloid di sekitarnya.

c. Diabetes Kehamilan (GDM)

Pada wanita hamil dengan penyakit gula regulasi glukosa yang ketat

adalah penting sekali untuk menurunkan resiko akan keguguran spontan,

cacat-cacat dan bayi overweight atau kematian perinatal.

2. Etiologi

Diabetes Mellitus terjadi kalau jumlah insulin yang dihasilkan pankreas

tidak cukup untuk proses metabolisme yang normal. Sel-sel beta pada pulau-

pulau Langerhans pankreas menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang

terlibat dalam pengaturan kadar gulah darah. Insulin di sekresikansebagai

reaksi terhadap peningkatan kadar glukosa dalam darah. Kemudian dengan

menurunnya kadar glukosadarah, terjadi pula penurunan jumlah insulin yang di

produksi dan insulin yang di sekresikan dalam aliran darah akan di metabolisir

(Beck , 2011).

Penyebab Diabetes Mellitusmenurut Rendy & Margareth (2012),

adalah :

a. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)

1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi

mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik kearah


11

terjadinya diabetes tipe I.Kecenderungan genetik ini di tentukan pada

individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)

tertentu.HLA merupakankumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

2) Faktor imonologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu autoimun. Ini

merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel B Pancreas, sebagai

contoh hasil penyelidikan menyertakan bahwa virus atau toksin

tertentu dapat memicu proses autimun yang dapat menimbulkan

destruksi sel B pancreas.

b. Diabetes Mellitus Tak Tergantung dengan Insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor

genetik diperkirakan memegang peranan dalam prosester jadinya resistensi

insulin.DMTTI di tandai dengan kelainan dalam sekresi insulin.Pada pasien

DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan resptor. Hal ini

dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif

insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara

kompleks reseptor insulin dengan system transport glukosa. Faktor resiko

yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya :


12

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

Faktor Resiko DM menurut Paramita (2011)

1) Antagonisasi efek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi,

antara lain diuretik, thiazede, kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif

hormonal.

2) Obesitas

3) Stres fisiologis dan emosional meningkatkan kadar hormon sterss

(kortisol, epineprine, glukagon, dan hormon pertumbuhan.), sehingga

meningkatkan kadar glukosa.

4) Kenaikan kadar estrogen dan homon plasental yangberkaiatan

kehamilan yang mengantogoniskan insulin.

3. Tanda Dan Gejala

Menurut Rendy & Margareth (2012), seseorang dikatakan menderita

diabetes mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :

a. Keluhan : banyak minum, banyak kencing, dan penurunan berat badan.

b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg / dl

c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah

Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, lemah, Kesemutan,

Gatal, Visus menurun, Bisul/Luka, Keputihan.


13

Tanda dan gejala Diabetes Mellitus menurut Paramita (2011), adalah

sebagai berikut

a. Ketoasidosis atau serangan diam-diam pada tipe 1

b. Yang paling sering terjadi adalah keletihan akibat defisiensi energi dan

keadaan katabolis.

c. Kadang-kadang tidak ada gejala (pada penderitadiabetes tipe 2)

d. Diuretik osmotik yang disertai poliuria, dehidrasi, polidipsia, selaput

lendir kering, dan kekencangan kulit buruk.

e. Pada ketoasidosis dan keadaan non-ketotik hiperosmoral hiperglikemik,

dehidrasi berpotensi menyebabkan hipovolemia dan syok.

f. Jikadiabetes tipe 1 tidak dikontrol, pasien mengalami penurunan berat

badan dan selalulapar, padahal dia makan selalu banyak.

Menurut Wijaya & Putri (2013), menyatakan bahwa adanya penyakit

diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari

penderita, beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian adalah :

a. Keluhan klasik

1) Banyak kencing (poliuria)

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan

banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak

akan sangat menganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

2) Banyak minum (polidipsi)

Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan

yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering di tafsirkan

dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja
14

yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak

minum.

3) Banyak makan (polipagia)

Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita diabetes

mellitus karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif,

sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan

rasa lapar itu penderita bayak makan.

4) Penurunan berat badan dan rasa lemah

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat yang

menyebabkan penurunan prestasi dan lapangan olaraga yang makin

mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat

masuk ke dalam sel, sehingga sel kekuranagn bahan bakar untuk

menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga

terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.

Akibatnya penderita kehilanagn jaringan lemak dan otot sehingga

menjadi kurus.

b. Keluhan lain

1) Gangguan saraf tepi /kesemutan.

2) Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di

waktu malam hari sehingga menganggu tidur.


15

3) Gangguan penglihatan

Pada pase awal diabetes sering dinjumpai dengan gangguan

penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti

kacamatanya berulang kali agar tetap dapat melihat dengan baik.

4) Gatal/bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanaya terjadi di daerah kemaluan

dan daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. sering

pula di keluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya.

Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele seperti luka lecet

kareana sepatu tertusuk peniti.

5) Gangguan ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi kareana sering

tidak secara terus terang dikemukakan penderitanaya. Hal ini terkait

dengan budaya masyarakat yang masih tabu membicarakan masalah

seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan.

6) Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering

ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejalah yang

di rasakan.

4. Anatomi Fisiologi

Prankeas adalah suatu alat tubuh yang agak panjang terletak

retroperitonial dalam abdomen bagian atas, di depan vertebrae lumbalis I dan

II. Kepala terletak dekat kepala duodenum, sedangkan ekornya sampai ke Lien.

Pankreas mendapat darah dari arteri lienalis dan arteri mesenterika superior.
16

Duktus pankreatikus bersatu dengan duktus koledukus dan masuk ke

duodenum, pankreas menghasilkan dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan

kelenjar eksokrin.

Gambar. 2.1. Anatomi Pankreas

Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin bagian dari kelompok sel

yang membentuk pulau-pulau Langerhans. Pulau-pulau Langerhans berbentuk

oval tersebar di seluruh pankreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1-2 juta

pulau-pulau Langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnaan.

Setengah dari sel ini menyekresi horman insulin (Syaifuddin, 2016).

Dalam tubuh manusia normal pulau Langerhans menghasilkan empat

jenis sel:

a. Sel-sel A (alfa) sekitar 20-40% memproduksi glukagon menjadi faktor

hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif.

b. Sel-sel B (beta) 60-80% fungsinya mempunyai insulin.


17

c. Sel-sel D 5-15% membuat somastostatin.

d. Sel-sel F 1% mengandung dan menskresi pankreatik polipeptida.

Bagian eksokrin pankreas (bagian terbesar pankreas ) menghasilkan

enzim-enzim pencernaan, dan bagian endokrinnya, berupa pulau-pulau

Langerhans (sekitar 1 juta Pulau), menghasilkan hormon. Pulau Langerhans

terdiri atas sel-sel alfa, yang menghasilkan glukagon, sel-sel beta yang

menghasilkan insulin. Glukagon dan insulin mengatur kadar gula darah: insulin

adalah horman hipoglikemik (menurunkan gula darah) sedangkan glukagon

bersifat hiperglikemik (meningkatkan gula darah). Kadar glukosa darah normal

adalah 3,5-8 mmol/liter (63-144 mg/100 ml) (Tambayong, 2001).

Pankreas merupakan kelenjar ganda yang terdiri dari eksokrin dan

endokrin, 99% dari kelenjar merupakan eksokrin yang terdiri atas sel-sel asinus

pankreas dan duktus pancreas, dan 1% lainnya merupakan endokrin oleh sel-

sel langerhans.

a. Sekresi Eksokrin

Sekresi pankreas mengandung enzim untuk mencernakan 3 jenis

makanan utama: Protein(tripsin, kimotripsin, karboksi poliopeptidase),

karbohirat (amilase pankreas), dan lemak (lipase pankreas). Disintesis oleh

sel asinus pankreas dan kemudian dikeluarkan melalui duktus pankreatikus.

Sel eksokrin pankreas mengeluarkan cairan elektrolit dan enzim sebanyak

1500-2500 ml sehari dengan pH 8 sampai 8,3. Sekresi eksokrin pankreas

diatur olehmekanisme humoral dan neural dalam tiga fase yaitufase sefalik

melalui asetilkolin yang dibebaskan ujungnya.Vagus merangsang sekresi

enzim pencernaan pancreas.


18

Pada fase gastrik, dengan adanya protein dalam makanan akan

merangsang keluarnya gastrin yang juga merangsang keluarnya enzim

pencernaan kedalam duodenum, dan ketika kimus yang bersifat asam

memasuki duodenum pada fase intestinal, membran mukosa duodenum

menghasilkan hormon peptida sekretin ke aliran darah. Hormon ini

kemudian akan menstimulasi sekresi pankreas yang mengandung ion

bikarbonat dalam konsentrasi tinggi. Ion ini berguna untuk menetralisir

asam pada kimus dan menciptakan suasana yang memungkinkan kerja dari

enzim pencernaan.

Hormon kolesistokininjuga merupakan perangsang yang sangat kuat

terhadap sekresi enzim terutam dengan adanya protein dan lemak dalam

kimus.Seperti halnya sekretin kolesistokinin juga dikeluarkan melalui

pembuluh darah yang merangsang keluarnya cairan pankreas yang

mengandung enzim pencernaan dalam konsentrasi tinggi.Pada saat disintesa

enzim-enzim proteolitik berada dalam bentuk tidak aktif.Sedangkan enzim

amylase dan lipase sudah dalam bentuk aktif. Enzim-enzim ini tersimpan

dalam granula zimogen sampai terdapat rangsangan untuk melakukan

sekresi dan enzim dikeluarkan dengan proses eksostosis, dan kemudian

diaktifkan didalam lumen intestinal.

b. Sekresi Endokrin

Sekresi hormon dihasilkan oleh sel islet dari langerhans.Setiap pulau

berdiameter 75 sampai 150 makron.Berjumlah sekitar 1-2 juta, dan

dikelilingi oleh sel-sel asinus pankreas, disekelilingnya terdapat kapiler

darah khusus dengan pori-pori yang besar. Sel-sel islet pankreas mempunyai
19

tiga tipe sel mayor, yang masing-masing memproduksi endokrin yang

berbeda yaitu sel λ (alfa) 20% terletak diperifer dan memproduksi glukagon,

sel β (beta) 75% terletak disentral memproduksi hormon insulin, sel delta

5% yang mensekresi hormon somatostatin, dan sisanya yang memproduksi

pankreas polipeptida.

c. Insulin

Pengeluaran insulin oleh sel β dirangsang oleh kenaikan glukosa

dalam darah yang ditangkap oleh resptor glukosa pada sitoplasma

permukaan sel β yang akan merangsang pengeluaran ion kalsium dalam sel.

Ion kalsium akan meningkatkan eksostosis dari vesikel sekresi yang berisi

insulin dan meningkatkan jumlah insulin dalam beberapa detik. Jika dalam

keadaan hiperglikemia masih bertahan maka RNA akan dibentuk dalam

nukleus dan berpindah ke sitoplasma untuk selanjutnya meningkatkan

sintesis dari rantai polipeptida tunggal (proinsulin) didalam RE. Dan selama

pembentukan dalam appairatusgolgi, proinsulin ini akan diikat oleh 2

disulfida yang oleh enzim protease akan diubah menjadi insulin dan

disimpan dalam vesikel sekresi yang jika dibutuhkan akan dikeluarkan

melalui proses eksostosis. Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan

reseptor insulin yang terdapat pada membran sel target.Mekanisme kerja

insulin dapat berlangsung segera dalam beberapa detik, dalam beberapa

menit, atau dalam beberapa jam.

Insulin merupakan protein kecil terdiri dari dua rantai asam amino,

satu sama lainnya di hubungkan oleh ikatan disulfida. Sebelum dapat

befungsi harus berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam


20

membran sel. Sekresi insulin di kendalikan oleh kadar glukosa darah. Kadar

glukosa darah yang berlebihan akan merangsang sekresi insulin dan bila

kadar glukosa normal atau rendah maka sekresi insulin akan

berkurang(Syaifuddin, 2016).Mekanisme kerja insulin Yaitu:

1) Insulin meningkatkan traspor glulkosa ke dalam sel/jaringan tubuh

kecuali otak, tubulus ginjal, mukosa usus halus, dan sel darah merah.

Masuknya glukosa adalah suatu proses difusi, karena peerbedaan

kosentrasi glukosa bebas antara luar sel dan dalam sel.

2) Meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel.

3) Meningkatkan sintesis protein di otak dan hati.

4) Menghambat kerja hormon yang sensitif terhadap lipase,

meningkatkan sentesis lipida.

5) Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekresi.

Efek insulin:
1) Efek insulin pada metabolisme karbohidrat, glukosa yang diabsorbsi

dalam darah menyebabkan sekresi insulin lebih cepat, meningkatkan

penyimpanan dan penggunaan glukosa dalam hati, dan meningkatkan

metabolisme glukosa dalam otot. Penyimpangan glukosa dalam otot

meningkatkan transpor glukosa melalui membran sel otot.

2) Efek insulin pada metabolisme lemak dalam jangkah panjang.

Kekurangan insulin menyebabkan arteriosklerosis, serangan jantung,

stroke, dan penyakit vaskular lainnya. Kelebihan insulin menyebabkan

sintesis dan penyimpanan lemak, meningkatkan transpor glukosa ke

dalam sel hati, kelebihan ion sitrat dan isositrat. Penyimpanan lemak
21

dalam sel adiposa menghambat kerja lipase yang sensitif hormon dan

meningkatkan transfor kedalam sel lemak.

3) Efek insulin pada metabolisme protein. Transfor aktif banyak asam

amino ke dalam sel, membentuk protein baru meningkatakan translasi

messenger RNA, meningkatakan kecepatan trnskripsi DNA.

Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainan yang di kenal

dengan DM, yang mengakibatkan glukosa tertahan di luar sel (cairan

ektraseluler), mengakibatkan glukosa/energi dan akan merangsang

glikogenolisis di sel hati dan sel jaringan. glukosa akan di lepaskan kedalam

caiaran ekstrsel sehingga terjadi hiperglikemia. Apabila mencapai nilai

tertentu sebagian tidak diabsobsi ginjal, dikeluarkan melalui urine sehingga

terjadilah glikosuria dan poliuria. Pada orang normal, kosentrasi glukosa

darah diatur sangat sempit 90mg./100ml. Orang yang berpuasa setiap pagi

sebelum makan 120-140mg/100 ml, setelah makan akan meningkat, setelah

2 jam kembali ke tempat normal (Syaifuddin, 2016).

d. Glukagon

Menurut Tambayong (2001), glukagon mempunyai fungsi yang

berlawanan dengan hormon insulin yang meningkatkan konsentrasi

glukosa.Efek glukagon dalam metabolisme glukosa darah:

Sasaran utama glukagon adalah hati, yakni :

1) Merombak glikogen menjadi glukosa (glikogenosis).

2) Sistesis glukosa dari asam laktat dan dari molekul non karbohidrat

seperti asam lemak dan asam amino (glukoneogenesis).


22

3) Pembebasan glukosa ke darah oleh sel-sel hati, sehingga gula darah

naik.

4) Sekresi glukagon dirangsang turunnya kadar gula darah, juga naiknya

kadar asam amino darah (setelah makan banyak protein). Sebaliknya

di hambat oleh kadar gula darah yang tinggi dan oleh somatostatin

e. Somatostatin

Somatostatin merupakan polipeptida dengan 14 asam amino dan berat

molekul 1640 yang dihasilkan di sel-sel langerhans.Hormon ini juga

berhasil diisolasi di hypothalamus, bagian otak lainnya dan saluran cerna.

Sekresi somatostatin berfungsiuntuk :

1) Meningkatkan konsentrasi gula darah

2) Meningkatkan konsentrasi asam amino

3) Meningkatkan konsentrasi asam lemak

4) Meningkatkan konsentrasi beberapa hormon saluran cerna yang

dilepaskan pada saat makan.

Somatostatin mempunyai efek inhibisi terhadap sekresi insulin dan

glukagon.Hormon ini juga mengurangi motilitas lambung, duodenum dan

kandung empedu.Sekresi dan absorbsi saluran cerna juga dihambat.Selain

itu somatostatin menghambat sekresi hormon pertumbuhan yang dihasilkan

hipofise anterior.

f. Pankreas Polipeptida

Hormon ini terdiri dari 36 asam amino dengan berat molekul 4200.

Sampai saat ini proses sintesanya belum jelas. Sekresinya dipengaruhi oleh

hormon kolinergik, dimana konsentrasinya dalam menurun setelah


23

pemberian atropine.Sekresi juga menurun pada pemberian somatostatin dan

glukosa intavena.Sekresinya meningkat pada pemberian protein, puasa,

latihan fisik dan keadaan hipoglikemia akut.

5. Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus sangat meningkatkan resiko akan PJP, antara lain

hipertensi dan infark jantung. Bila tidak atau kurang tepat diobati, lambat laun

dapat terjadi gangguan kardiovaskuler dan neurovaskuler serius yang sangat

ditakuti. Resiko komplikasi hebat ini dapat diturunkan dengan

mempertahankan kadar gula darah sedatar mungkin, artinya tampa puncak-

puncak tajam, yang timbul setelah makan banyak /hidrat arang, (Tjay &

Raharja, 2008). Komplikasi terpenting dapat berupa :

a. Infark jantung

Di dinding arteri timbul benjolan-benjolan yang menganggu sirkulasi

darah dan akhirnya terjadi atherosclerosisyang dapat mengakibatkan

infark jantung.

b. Retinopati

Seringkali pada retina timbul ciri-ciri perdarahan, udema, mengelupas

dan menjadi buta.

c. Polineuropati

Begitu pula kerusakannya pada pembuluh kecil dan saraf dapat timbul

pada berbagai tempat, yang akhirnya mengakibatkan efek pada semua

organ dan jaringan-jaringan perifer. Gangguan ini sering terjadi dengan

perasaan seperti ditusuk-tusuk dan hilang rasa di kaki-tangan atau


24

benjolan sangat nyeri di kaki. Luka dan borok sukar sembuh dan tak

jarang mengakibatkan gangren (mati jaringan) dan di amputasi.

d. Nefropati

Selain itu dapat timbul kerusakan ginjal dengan hiperfiltrasi dan

keluarnya albumin dalam kemih, yang seringkali bersifat fatal.

e. Lainnya : impotensi, infeksi stafilokok pada kulit dan keluhan

claudicatio (penyakit etalase), di tungkai yang berciri kejang-kejang sanat

nyeri dibetis setelah jalan sejumlah meter.

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus menurut Rendy &

Margareth (2012) adalah sebagai berikut:

a. Akut

1) Hipogikemia dan hiperglikemia.

2) Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit

jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,

nefropati.

4) Neuoropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf

otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler.

b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

1) Neuropatik diabetic

2) Retinopati diabetic

3) Nefrotik diabetic

4) Proteinuria

5) Kelainan coroner
25

6) Ulkus /gangrene

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain :

a. Grade 0 : tidak ada luka

b. Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

c. Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

d. Grade III : terjadi abses

e. Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

f. Grade V : Ganren pada seluruh kaki dan tungkai distal

6. Patofisiologi

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel

baru danmengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan

energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik . Energi yang dibutuhkan

oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari.Bahan

makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak, protein. Pada keadaan

normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme

sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20% sampai 40%

diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut

terganggu karena terdapat defisiensi insulin.Penyerapan glukosa kedalam sel

macet dan metabolismenya terganggu (Rendy dan Maargareth, 2012)

Patofisiologi diabetes mellitus menurut Bunner dan Sudartth (2005)

a. Diabetes tipe I

Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hiperglikemipuasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh


26

hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemiaposprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya

glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang

berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai

pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan

diuresisosmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien

akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus

(polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan

lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.

Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal

insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)

dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam

amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses

ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk

samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu

keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.


27

Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda

dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas

berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan

kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan

elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan

metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.

Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering

merupakan komponen terapi yang penting.

b. Diabetes tipe II

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulinakan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin

pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan

demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan.

Pada diabetes tipe II untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan

jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa

terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan

kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit

meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi


28

peningkatan kebutuhan akaninsulin, maka kadar glukosa akan meningkat

dan terjadi diabetes tipe II.

Diabetes mellitus tipe II memiliki ciri khas yaitu terjadi gangguan

sekresi insulin, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat

untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes

tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat

menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik

hiperosmoler nonketotik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang

berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang

berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan

diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien,

gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,

iritabilitas, poliuria, polidipsi,luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,

infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya

sangattinggi).
29

7. WOC (Web of Caution)

Skema 2.1 WOC Diabetes Mellitus

Sumber: Margareth & Rendy (2012), Tarwoto (2012), Nurarif & Kusuma (2015).
30

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Paramita (2011), uji dianostik untuk Diabetes Mellitus di

pastikan pada orang dewasa yang sedang tidak hamil dengan :

a. Setidaknya dua kali kadar glukosa plasma saat puasa lebih besar dari atau

sama dengan 126 mg/dl.

b. Gejala khas dari diabetes yang tidak di kontrol dan kadar glukosa darah

acak lebih besar dari atau sama dengan 200 mg/dl

c. Kadar glukosa darah lebih besar dari atau sama dengan 200 mg/dl pada

saat 2 jam setelah mencerna 75 g4 dextrosa oral

Dua uji dibutuhkan untuk memastikan diagnosis. Akan tetapi, tidak

perlu melakukan dua uji yang berbeda, tes yang sama dapat dilakukan dua kali.

Uji kedua biasanya di lakukan 24 jam setelah uji pertama.

a. Pemeriksaan oftalmologis bisa memperlihatkan retinopati diabetik

b. Sampel urine bisa dikaji untuk melihat keberadaan aseton

c. Sampel darah bisa memperlihatkan hemoglobin glikosilat, yamng

menggambarkan kontrol glukosa dalam 2 sampai 3 bulan terakhir.

Pemeriksaan penunjang pada penderita diabetes mellitus menurut

Purwanto (2016), adalah sebagai berikut:

a. Gula darah meningkat

Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil

:Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :

1) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)


31

3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.

b. Tes Toleransi Glukosa

Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi

kabohidrat (150 –300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah

berpuasa pada malam hari keesokanharinya sampel darah diambil,

kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien

1) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

3) Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl

Elektrolit :

a. Natrium : meningkat atau menurun

b. Kalium : (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler)

selanjutnya menurun.

c. Fosfor : lebih sering meningkat

d. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun

pada HCO3(asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis

resperatorik.

e. Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis;

hemokonsentrasimerupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi.

f. Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi

ginjal).

g. Urine : guladan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin

meningkat
32

8. Tindakan Medis (obat atau pembedahan)

Pengobatan Diabetes melitus menurut Tjay & Rahardja (2008), adalah

sebagai berikut:

a. Pasien tipe-1

Pada usia dibawah 40 tahun selalu perlu diobati dengan insulin, karena

sel betanya tidak aktif lagi (0,6-0,9 UI/kg/hari) dan tidak dianjurkan

minum antibiotika oral.

b. Pasien tipe -2

Bila tindakan umum (diet, gerak badan, dan penurunan berat badan) tidak

atau kurang efektif untuk menormalkan glukosa darah, perlu digunakan

antidiabetika oral.

1) Tujuan jangkah pendek.

Terapi diabetes secara primer di tujukan pada pencegahan efek

jangkah pendek seperti haus, banyak berkemih, rasa lelah dan

khusunya ketoacidosis. Tujuan pengobatan adalah nilai glukosa

darah dibawah 6,7 mmol/l (lambung kosong), pada manula nilainya

dapat lebih tinggi, sampai 8 mmol/l. Dengan sulfonilurea dan

biguana dapat dicapai penurunan rata-rata 3 mmol/l pada 60-70%

dari penderita.

2) Tujuan jangkah panjang.

Tujuan ini sangatlah penting untuk prevensi komplikasi lambat,

seperti retinopati, dan neuropati perifer (borok).Juga nefropati dan

gangguan jantung.Untuk mencapai tujuan ini sangatlah penting

untuk mengusahakan regulasi yang optimal. Sepanjang hari kadar


33

gula darah yang ada pada penderita diabetes sangatlah berfluktuasi

hendaknya di kendalikan diantara nilai normal(= antara 4-7 mmol/l)

dengan maksud itu dewasa ini terdapat kecendrungan untuk

menyuntikan penderita tipe-2 dengan insulinpada faselebih dini, juga

karena injeksi insulin sudah sangat dipermudahkan dengan adanya

pena insulin (penfill).

Obat :

a. Tablet OAD (Oral Antidiabetical)

Mekanisme kerja sulfanilurea

1) kerja OAD tingkat preseptor : pankreatif, ekstra pancreas

2) kerja OAD tingkat reseptor

b. Mekanisme kerja Biguanida

Biguaniada tidak mempunyai efek pankreatif, tetapi mempunyai efek

lain yang dapat meningkatkan efektifitas insulin, Yaitu :

1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik

a) menghambat absorpsi karbohidrat.

b) menghambat glukoneogenesis di hati.

c) meningkatkan afnitas pada reseptor insulin.

2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor

insulin.

3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler.

9. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin

dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi


34

vaskuler serta neouropati. Tujuan terepeutikpada setiap tipe DM adalah

mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tampa terjadi hipoglikemia

dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien (Rendy & Margareth, 2012).

Penatalaksanaan DM yaitu :

a. Diet

Pokok pangkal penanganan diabetes adalah makan dengan bijaksana.

Terlebih pada pasien yang overweight (tipe-2). Makanan perlu dipilih

seksamadengan memperhatikan pembatasan lemak total, lemak trans dan

lemak jenuh untuk mencapai normalisasi kadar glukosa dan lipida darah.

Tujuan terapi diet (Beck, 2011)

1) Memulihkan dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran

nilai normal sehingga mencegah terjadinya glikosuria beserta gejala-

gejalanya.

2) Mengurangi besarnya perubahan kadar glukosa darah postprandial.

Tindakan ini, bersama-sama dengan normalisasi kadar glukosa darah,

akan membantu mencegah terjadinya komplikasi lanjut yang

mencakup penyakit mikrovaskuler.

3) Memberikan masukan semua jenis nutrien yang memadai sehingga

memungkinkan pertumbuhan normal dan perbaikan jaringan.

4) Memulihkan dan mempertahankan berat badan normal.

Tabel 2.1 Kebutuhan energi berdasarkan usia, jenis kelamin,

dan aktifitas fisik

Usia Aktifitas Fisik Pria Wanita


35

20-30 tahun Ringan + 2300 kcal 1800 kcal

Sedang 2900 2200

35-55 Ringan 2100 1700

Sedang 2700 2100

55-75 Ringan 2000 1650

Sedang 2500 2000

Diatas 75 Ringan 1800 1550

sedang 2200 1900

sumber: Tjay & Rahadja (2008)

Tabel 2.2 Jenis diet DM menurut kandungan energi, protein,

lemak, dan karbohidrat

Jenis Diet Energi(kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat

I 1100 43 30 172

II 1300 45 35 192

III 1500 51,5 36,5 235

IV 1700 55,5 36,5 275

V 1900 60 48 299

VI 2100 62 53 319

VII 2300 73 59 369

VIII 2500 80 62 396

Sumber: Jauhari & Nasution (2015)

b. Gerak Badan (latihan fisik)

Bila terdapat resistensi insulin, gerak badan secara teratur (jalan kaki

atau bersepeda, olaraga) dapat menguranginya.Hasilnya insulin dapat


36

dipergunakan secara lebih baik oleh sel-tubuh dan dosis nya pada umumnya

dapat diturunkan. Beberapa kegunaan latihan fisik secara teratur pada

penderita DM (Rendy dan Margareth, 2012).

c. Berhenti merokok

Nikotin dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa

sel,lagi pula merokok menghasilkan banyak radikal bebas.Banyak

indikasimenunjukan bahwa pada penderitadiabetes metabolisme glukosa

yang terganggu menimbulkan kelebihan radikal bebas,yang memegang

peranan penting pada terjadinya komplikasi lambat. Stress oksidatif ini

dapat menimbulkan kerugian secara kronis pada mata, ginjal, pembuluh

darah dan sistem saraf.

d. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-

macam cara misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok,

dll.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut (Tarwoto, 2012) dan (Rendy & Margareth, 2012), pengkajian

pada pasien diabetes mellitus adalah sebagai berikut:

a. Biodata

1) Identitas klien yaitu nama, tempat dan tanggal lahir, umur, jenis

kelamin, alamat, agama, suku, pendidikan, diagnosa medis.


37

2) Identitas penanggung jawab yaitu nama, tempat dan tanggal lahir,

umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, pendidikan, hubungan

dengan pasien.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

a) Nutrisi: peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau

peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus.

b) Eliminasi: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan

berkemih, diare.

c) Neurosensori: nyeri kepala, parasthesia, kesemutan pada

ekstremitas, penglihatan kabur, gangguan penglihatan.

d) Integrumen: gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina,

luka gangren.

e) Muskuluskeletal: kelemahan dan keletihan.

f) Fungsi seksual: ketidakmampuan ereksi (impoten), regiditas,

penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita.

c. Riwayat kesehatan sekarang

1) Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit diabetes

mellitus dan apakah sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut.

2) Apakah pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg.

3) Apakah pernah mengalami penyakit pankreas seperti pankreatitis,

neoplasma, trauma/panreatectomy, penyakit infeksi seperti kongenital

rubella, infeksi citomegalovirus, serta sindrom genetik diabetes seperti

sindrom down.
38

4) Penggunaan obat-obatan atau zat kimia seperti glukokortikoid,

hormon tiroid, dilantin, nicotinic acid.

5) Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia, kolesterol

atau trigliserida lebih dari 150 mg/dl.

6) Perubahan pola makan, minum dan eliminasi urine.

7) Apakah ada riwayat keluarga dengan penyakit diabetes mellitus.

8) Adakah riwayat luka yang lama sembuh.

9) Penggunaan obat diabetes mellitus sebelumnya.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Kemungkinan pasien pernah mengalami penyakit diabetes mellitus

sebelumnya, pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg,

mengalami perubahan pola makan, minum dan eliminasi urine, adanya

riwayat luka yang lama sembuh, dan penggunaan obat diabetes mellitus

sebelumnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Menurut Rendy & Margareth (2012), kemungkinan adanya riwayat

keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus. Pada riwayat kesehatan

dapat dikaji melalui genogram dan dari geneogram tersebut dapat di

identifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat

dalam keluarga.

f. Riwayat psikososial keluarga

Hospitalisasi akan menjadi stresor bagi klien itu sendiri maupun bagi

keluarga, kecemasan meningkat jika keluarga tidak mengetahui prosedur

pengobatan.
39

g. Pola fungsi kesehatan (gordon)

Menurut Doenges (2000), meliputi:

1) Pola aktivitas/istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan. Kram otot, tonus

otot menurun, gangguan tidur atau istirahat.

Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan

aktivitas, letargi atau disorientas, koma, penurunan kekuatan otot.

2) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan kesemutan

pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi

yang menurun atau tidak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering,

dan kemerahan: bola mata cekung.

3) Integritas ego

Gejala : Stres: tergantung pada orang lain, masalah finansial yang

berhubungan dengan kondisi

Tanda : Ansietas, peka rangsang.

4) Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri

(terbakar), kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru atau berulang, nyeri

tekan abdomen, diare.

Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang

menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat).


40

5) Makan atau cairan

Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet:

peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan

lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, pengguna diuretik

(tiazid).

Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi

abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan

metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halitosis/manis, bau

buah (nafas aseton).

6) Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,

parestesia, gangguan penglihatan.

Tanda : Disorientasi: mengantuk, letargi, strupor/ koma (tahap lanjut),

gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon

dalam (RDT) menurun (koma), aktivitas kejang (tahap lanjut dari

diabetes mellitus).

7) Nyeri atau kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang/berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.

8) Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum

purulen (tergantung adanya infeksi/tidak).

Tanda : Lapar udara, batuk, dengan/tanpa sputum purulen (infeksi),

frekuensi pernafasan.
41

9) Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal: ulkus kulit.

Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi ulserasi, menurunnya

kekuatan umum/ rentang gerak, parastesia/paralisis otot termasuk otot-

otot pernafasan (jika kadar kali um menurun dengan cukup tajam).

10) Seksualitas

Gejala : Rebas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,

kesulitan orgasme pada wanita.

11)

12) Tanda :

13)

3. Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mmengenai masalah

kesehatan klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui

intervensi keperawatan mandiri. Diagnosis keperawatan adalah pernyataan

yang ringkas, jelas, berpusat pada klien, dan spesifik pada klien. Diagnosis

keperawatan merupakan identifikasai masalah kesehatan klien yang aktual

atau potensial, masalah dapat dikelola dengan tindakan keperawatan mandiri

dan sebagai pedoman untuk mengidentifikasi prioritas keperawatan dan

mengarahkan keperawatan. Berikut beberapa diagnosa yang mungkin muncul

pada pasien dengan Diabetes Melitus:


42

Menurut Nanda (2015) dalam Nurarif, diagnosa keperawatan yang muncul antara

lain :

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.

b. Resiko syok berhubungan dengan ketidakmampuan elektrolit kedalam sel

tubuh, hipovolemia.

c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan

jaringan (nekrosis luka gangrene).

d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses

penyakit (diaibetes mellitus).

e. Retensi urine berhubungan dengan inkomplit pengosongan kandung

kemih, sfingter kuat dan poliuri.

f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

sirkulasi darah keperifer, proses penyakit (diaibetes mellitus)

g. Resiko ketidak seimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala poliuria

dan dehidrasi.

h. Keletihan berhubungan dengan penurunan berat badan, proses penyakit

(diaibetes mellitus).

Diagnosa keperawatan menurut Rendydan Margareth (2012)

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.

b. Nyeri akut jaringan berhubungan dengan faktor mekanik mobilitas dan

penurunan neuropati, perubahan sirkulasi.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan faktir biologis.


43

3. Rencana keperawatan /Intervensi

Perencanaan adalah pengembangan tujuan untuk mencegah, mengurangi,

atau mengatasi masalah dan untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan yang

akan membantu klien dalam memenuhi tujuan. Menetapkan prioritas, menetapkan

hasil yang diharapkan, dan memilih intervensi keperawatan akan menghasilkan

rencana asuhan keperawatan. Rencana perawatan menguraikan berbagai diagnosa

keperawatan dan menetukan tujuan dan hasilyang akan di capai. Dalam perawatan

akut, tujuan jangkah pendek lebih relistis dari pada tujuan jangkah panjang.

Tujuan jangka panjang biasanya tercapai setelah klien pulang ke rumah. Rencana

asuhan keperawatan yang ideal bersifat individual untuk setiap klien, tetapi tetap

melibatkan keluarganya.
44

No Diagnosa Keperawatan NIC NOC


1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Nutrition Management 1. Nutritional status: Adequacy of nutrient
kebutuhan tubuh 1. kaji adanya alergi makanan 2. Nutritional Status : food and Fluid
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup 2. kolaborasi dengan ahli nutrisiuntuk Intake
menentukan jumlah kalori dan
memenuhi kebutuhan metabolik.
nutrisi yang dibutuhkan pasien 3. Weight Control
Batasan karakteristik: 3. anjurkan pasien untuk indikator:
1. Berat badan 20% atau lebih meningkatkan intake Fe
4. anjurkan pasien untuk a. Albumin serum
dibawah rentang berat badan ideal
2. Gangguan sensasi rasa meningkatkan protein dan vitamin b. Pre albumin serum
3. Cepat kenyang setelah makan C
5. yakinkan diet yang dimakan c. Hematokrit
4. Bising usus hiperaktif
5. Kelemahan otot mengunyah mengandung tinggi serat untuk d. Hemoglobin
6. Kesalahan informasi mencegah konstipasi
e. Total iron binding capacity
7. Kesalahan persepsi 6. ajarkan pasien bagaimana membuat
8. Kurang minat pada makanan catatan makanan harian f. Jumlah limfosit
9. Nyeri abdomen 7. monitor jumlah nutrisi dan
10. Penurunan berat badan dengan kandungan kalori
asupan makan adekuat 8. Berikan informasi tentang
Faktor yang berhubungan: kebutuhan nutrisi
1. Faktor biologis 9. Kaji kemampuan pasien untuk
2. Faktor ekonomi mendapatkan nutrisi yang
3. Gangguan psikososial dibutuhkan
4. Ketidakmapuan makan Nurition Monitoring
5. Ketidakmampuan mencerna 1. BB pasien dalm batas normal
makanan 2. Monitor adanya penurunan berat
6. Ketidakmampuan mengabsorbsi badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
45

nutrien yang biasa dilakukan


7. Kurang asupan makanan 4. Monitor interaksi ana atau orangtua
selama makan
5. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
6. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor mual dan muntah
9. Monitor pucat, kemerahan dan
kekeringan jaringan konjungtiva.

2 Resiko syok Syok prevention 1. Sok prevention


1. Monitor status sirkulasi, warna 2. Syok management
Definisi: beresiko terhadap
kulit, suhu kulit, denyut jantung,
ketidakcukupan aliran darah kejaringan Kriteria hasil:
tubuh, yang dapat mengakibatkan HR, ritme, nadi perifer, dan kapiler
refill a. Nadi dalam batas yang diharapkan
disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
2. Monitor suhu dan pernafasan b. Irama jantung dalam batas yang
Faktor resiko: 3. Monitor input dan output diharapkan
4. Pantau niali labor: HB, HT, AGD c. Frekuensi nafas dalam betas yang
1. Hipotensi
dan elektrolit diharapkan
2. Hipovolemi
5. Ajarkan keluarga dan pasien d. Irama pernafasan dalam batas yang
3. Hipoksemia
tentang tanda dan gejala datangnya diharapkan
4. Hipoksia
syok e. Natrium serum, kalium serum, klorida
5. Infeksi
6. Ajarkan keluarga dan pasien serum, magnesium serum, pH darah
6. Sepsis
tentang langkah untuk mengatasi serum dalam batas normal.
7. Sindrom respon inflamasi sistemik
gejala syok Hidrasi
Syok management
46

1. Monitor tekanan nadi Indikator:


2. Monitor status cairan input dan a. Mata cekung tidak ditemukan
output b. Demam tidak ditemukan
3. Monitor EKG c. Tekanan darah dan hematokrit dalam
4. Monitor gejala gagal pernafasan
batas normal
(misalnya., rendah PaO2,
peningkatan PaCO2, kelelahan otot
pernafasan)
3 Kerusakan integritas jaringan Pressure ulcer prevention wound care 1. Tissue Integrity : Skin and Mucous
1. Anjurkan pasien untuk Membranes
Batasan karakteristik
menggunakan pakaian yang 2. Wound Healing : primer dan sekunder
Cidera jaringan longgar kriteria hasil:
Jaringan rusak 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan
kering a. Integritas kulit yang baik bisa
Faktor yang berhunbungan: 3. Mobilisasi pasien(ubah posisi dipertahankan (sensasi, elastisitas,
1. Agens cidera kimiawi (mis., luka pasien tiap 2 jam sekali) temperatur, hidrasi, pigmentasi)
bakar, kapsaisin, metilien klorida, 4. Monitor kulit akan adanya b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
agens mustard) kemerahan
5. Oleskan lotion atau minyak/ baby c. Perfusi jaringan baik
2. Agens farmaseutikal
3. Faktor mekanik oil pada daerah yang tertekan d. Menunjukkan pemahaman dalam
4. Gangguan metebolisme 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi proses perbaikan kulit dan mencegah
5. Gangguan sensasi pasien terjadinya sedera berulang
6. Gangguan sirkulasi 7. Monitor status nutrisi pasien
8. Memandikan pasien dengan sabun e. Mampu melindungi kulit dan
7. Hambatan mobilitas fisik
dan air hangat mempertahankan kelembaban kulit
8. Kelebihan volume cairan
9. Observasi luka: lokasi, dimensi, dan perawatan alami
9. Ketidakseimbangan status
nutrisi(mis., obesitas, malnutrisi) kedalaman luka, jaringan nekrotik, f. Menunjukkan terjadinya proses
10. Kurang volume cairan tanda-tanda infeksi lokal, formasi penyembuhan luka
47

11. Neuropati perifer traktus


12. Prosedur bedah 10. Ajarkan keluarga tentang luka dan
perawatan luka
11. Kolaborasi dengan ahli gizi
pembeerian diet TKTP(tinggi
kalori tinggi protein)
12. Cegah kontaminasi feses dan urin
13. Lakukan teknik perawatan luka
dengan steril
14. Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
15. Hindari kerutan pada tempat tidur
4 Resiko infeksi Infection Control
1. Bersihkan lingkungan setelah
Definisi: rentan mengalami invasi dan 1. Immune Status
dipakai pasien
multiplikasi organisme patogenik yang 2. Knowledge : Infection control
2. Pertahankan teknik isolasi
dapat mengganggu kesehatan 3. Risk control
3. Batasi pengunjung bila perlu
Faktor resiko: 4. Instruksikan pada pengunjung kriteria hasil:
1. Kurang pengetahuan untuk untuk mencuci tangan saat a. Klien bebas dari tanda dan gejala
menghindari pemajanan patogenik berkunjung dan setelah berkunjung infeksi
2. Malnutrisi meninggalkan psaien
5. Gunakan sabun anti mikroba untuk b. Menunjukkan kemampuan untuk
3. Obesitas
cuci tangan mencegah timbulnya infeksi
4. Penyakit kronis (mis., Diabetes
Melitus) 6. Cuci tangan setiap sebelum dan c. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Prosedur invasif sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
sebagai alat pelindung diri e. Status imun, gastrointestinal,
8. Pertahankan lingkungan aseptik genitourinaria dalam batas normal
48

selama pemasangan alat


9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermitten untuk
menurunkan infeksi kandung
kemih
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
13. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
14. Monitor hitung granulosit, WBC
15. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
18. Ajarkan cara menghindari infeksi
19. Laporkan kecurigaan infeksi

5 Retensi urine Urinary Retention Care


Definisi: pengosongan kandung kemih 1. Monitor intake dan output 1. Urinary elimination
2. Monitor penggunaan obat
tidak tuntas 2. Urinary Contiunence
antikolinergik
Batasan karakteristik: 3. Monitor derajat distensi bladder kriteria hasil:
1. Berkemih sedikit 4. Instruksikan pada pasien dan a. Kandung kemih kosong secarapenuh
2. Distensi kandung kemih keluarga untuk mencatat output
urine b. Tidak ada residu urine >100-200 cc
49

3. Disuria 5. Sediakan privacy untuk eleminasi c. Intake cairan dalam rentang normal
4. Ingkontinensia aliran berlebih 6. Stimulasi reflek bladder dengan d. Bebas dari ISK
5. Menetes kompres dingin pada abdomen
6. Residu urine 7. Katerisasi jika perlu e. Tidak ada spasme bladder
7. Sensasi kandung kemih penuh 8. Monitor tanda dan gejala ISK f. Balance cairan seimbang
8. Sering berkemih (panas, hematuria, perubahan bau,
9. Tidak ada haluan urine dan konsistensi urine)
Faktor yang berhubungan:
1. Inhibisi arkus refleks
2. Sfingter kuat
3. Sumbatan saluran perkemihan
4. Tekanan ureter tinggi

6 Ketidakefektifan perfusi jaringan Peripheral sensation management 1. Sirculation status


perifer (manajemen sensasi perifer) 2. Tissue perfusion: Cerebral
Definisi: penurunan sirkulalsi darah ke 1. Monitor adanya daerah tertentu Kriteria Hasil
yang hanya peka terhadap
perifer yang dapat mengganggu
panas/dingin/tajam/tumpul/ Mendemonstrasikan status sirkulasi yang
kesehatan
2. Monitor adanya paretese ditandai dengan:
Batasan karakteristik: 3. Instruksikan keluarga untuk a. Tekanan systole dan diastole dalam
1. Kelambatan penyembuhan luka mengobservasi kulit jika ada isi rentang yang diharapkan
perifer atau laserasi b. Tidak ada ortostatik hipertensi
2. Kaludikasi intermitten 4. Gunakan sarung tangan untuk c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan
3. Nyeri ekstremitas proteksi tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
4. Parestesia 5. Batasi gerakan pada kepala, leher mmHg)
5. Penurunan nadi perifer dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB Mendemonstrasikan kemampuan kognitif
6. Perubahan fungsi motorik
50

7. Perubahan tekanan darah di 7. Kolaborasi pemberian analgetik yang ditandai dengan:


ekstremitas 8. Monitor adanya tromboplebitis a. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
8. Tidak ada nadi perifer 9. Diskusikan mengenani penyebab dengan kemampuan
9. Pengisian kapiler >3 detik perubahan sensai b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi
Faktor yang berhubungan: dan orientasi
c. Memproses informasi
1. Diabetes Melitus
d. Membuat keputusan dengan benar
2. Gaya hidup kurang gerak
3. Hipertensi Menunjukkan fungsi sesori motori cranial
4. Kurang pengetahuan penyakit yang utuh: tingkat kesadaran membaik,
5. Kurang pengetahuan tentang faktor tidak ada gerakan-gerakan involunter.
pemberat

Nyeri akut berhubungan dengan: Pain management 1. Pain Level,


2. pain control,
Insisi pembedahan 1. Pertahankan tirah baring dan posisi
3. comfort level
yang nyaman
Definisi
2. Kaji nyeri menggunakan metode kriteria hasil:
: pengalaman sensori dan emosi yang (PQRST) meliputi skala, frekuensi a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
tidak menyenangkan akibat adanya nyeri, nyeri, mampu menggunakan tehnik
kerusakan jarigan yang aktual atau 3. Ajarkan teknik relaksasi napas nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
potensial, atau digambarkan degan dalam
mencari bantuan)
istilah seperti (International Asociation 4. Monitor Tanda – tanda vital
for the study of Pain ), awitan yang 5. Kolaborasi untuk pemberian b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
tiba-tiba atau perlahan dengan analgetik dengan menggunakan manajemen nyeri
intensitas ringan sampai berat dengan c. Mampu mengenali nyeri (skala,
akhir yang dapat dianstisipasi atau
51

dapat diramalkan dan durasinya kurang intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
dari enam bulan d. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
f. Tidak mengalami gangguan tidur

7 Resiko ketidakseimbangan elektrolit Fluid Management 1. Fluid balance


mengalami 1. Pertahankan intake dan output 2. Hydration
Definisi: kerentanan
yang akurat 3. Nutritional status: food and fluid Intake
perubahan kadar elekrolit serum, yang
2. Monitor status hidrasi (kelembaban
dapat mengganggu kesehatan Kriteria Hasil:
membran mukosa, nadi adekuat,
Faktor resiko: tekanan darah ortostatik), jika a. Mempertahankan urine output sesuai
diperlukan dengan usia dan berat badan, BJ urine
1. Diare
3. Monitor vital sign normal, HT normal
2. Disfungsi ginjal
4. Monitor masukan makanan/ cairan b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam
3. Disfungsi pengaturan endokrin
dan hitung intake kalori harian batas normal
4. Gangguan mekansime pengaturan
5. Kolaborasikan pemberian cariran c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
5. Kekurangan volume cairan
IV elastisitas fturgor kulit baik, membran
6. Kelebihan volume cairan
6. Monitor status nutrisi mukosa lembab, tidak ada rasa haus
7. Muntah
7. Dorong masukan oral yang berlebihan
8. Proram pengobatan
8. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
9. Kolaborasikan dengan dokter jika
tanda cairan berlebih muncul
memburuk
10. Atur kemungkinan transfusi
52

11. Persiapan untuk transfusi


Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk
intake dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan Hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien untuk menambah
intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala kelebihan
volume cairan
9. Monitor adanya tanda gagal ginjal
8 Keletihan Manajemen energi 1. Endurance
Definisi: keletihan terus-menerus dan 1. Kaji status fisiologis pasien yang 2. Concentratin
penurunan kapasitas untuk kerja fisik meyebabkan kkelelahan sesuai 3. Energy Conservation
dan mental pada tingakt yang lazim dengan konteks usia dan 4. Nutritional status: energy
perkembangan Kriteria hasil:
Batasan karakteristik:
2. Anjurkan pasien mengungkapkan
a. Memverbalisasikan peningkatan energi
Kelelahan perasaan secara verbal mengenai dan merasa lebih baik
Kurang energi keterbatasan yang dialami b. Menjelaskan penggunaan energi untuk
3. Gunakan instrumen yang valid
Peningkatan kebutuhan istirahat mengatasi kelelahan
untuk mengukur kelelahan c. Kecemasan menurun
4. Tentukan persepsi pasien/ orang
53

Peningkatan keluhan fisik terdekat dengan pasien mengenai d. Glukosa darah adekuat
penyebab kelelahan. e. Kualitas hidup meningkat
Pola tidur tidak memuaskan
5. Perbaiki defisit status fisiologis f. Istirahat cukup
Tidak mampu mempertahankan (misalnya., kemoterapi yang g. Mempertahankan kemampuan untuk
aktivitas fisik pada tingkat yang menyebabkan anemia) sebagai berkonsentrasi
biasanya prioritas utama
Tidak mampu mempertahankan ruti 6. Pilih intervensi untuk mengurangi
nitas yang biasanya kelelahan baik secara farmakologis
maupun non farmakologis, dengan
Faktor yang berhubungan: tepat
1. Gangguan tidur 7. Monitor intake/ asupan nutrisi
2. Ansietas untuk mengetahui sumber energi
3. Hambatan lingkungan yang adekuat
4. Kelesuan fisik 8. Monitor sumber kegiatan olahraga
5. Kelesuan fisiologis dan kelelahan emosional yang
6. Malnutrisi dialami pasien
7. Peningkatan kelelahan fisik 9. Monitor kardiorespirasi pasien
(misalnya., takikardi, dyspnea,
pucat, dan frekuensi pernafasan)
10. Monitor/ catat waktu dan lama
istirahat/ tidur pasien
54

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yaitu“lakukan”, “informasikan”, dan “tuliskan”

adalah frase tindakan implementasi. “melakukan” asuhan keperawatan dengan dan

untuk klien. “menginformasikan” hasil dengan cara berkomunikasi dengan klien

dan anggota tim layanan kesehatan lain, secara individual atau dalam konferensi

perencanaan. “menuliskan” informasi dengan cara mendokumentasikannya

sehingga penyedia layanan kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan

dengan tujuan pemahaman. Selalu ingat bahwa komunikasi dan dokumentasi yang

adekuat akan memfasilitasi kontinuitas asuhan.Saat merawat klien, observasi

mereka secara hati-hati. Dengarkan apa yang klien katakan, awasi apa yang

mereka lakukan, periksa tanda-tanda vital klien. Gunakan keterampilan berpikir

kritis secara berkelanjutan untuk menentukan apakah program keperawatan efektif

dalam membantu klien memenuhi tujuan spesifeik mereka.

6. Evaluasi asuhan keperawatan

Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosis,

perencanaan, dan implementasi. Klien adalah fokus evaluasi. Langkah-langka

dalam mengevaluasi asuhan keperawatan adalah menganalisis respons klien,

mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau kegagalan,

dan perencanaan untuk asuhan dimasa depan. Evaluasi harus merefleksikan

pencapaian atau revisi tujuan yang dibuat. Ada beberapa cara yang apat digunakan

untuk mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan, yaitu:


55

a. Klien: sumber utama kriteria evaluasi adalah klien. Keluarga juga dapat

membantu dalam menentukan apakah asuhan yang diberikan efektif.

b. Konferensi tim: konferensi tidak hanya bermanfaat untuk merencanakan

asuhan keperawatan, tetapi juga untuk mengevaluasi efektivitas asuhan

dan merancang rencana pemulangan.

c. Lembaga kesehatan komunitas: cara lain untuk mengevaluasi hasil asuhan

adalah penyedia layanan kesehaan dalam lembaga komunitas yang

berhubungan dengan klien setelah mereka meninggalkan fasilitas

pelayanan kesehatan. Penyedia layanan tersebut antara lain perawat

kesehatan masyarakat, perawat kesehatan sekolah, pekerja sosial, dan

resepsionis serta perawat yang bekerja di klinik dokter.

Tipe-tipe Pernyataan Evaluasi menurut Potter and Perry (2005)

a. Pernyataan evaluasi formatif

Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada

saat/setelah dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan

perawatan.

b. Pernyataan evaluasi sumatif

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan

sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan.

1. Format Evaluasi

Dalam Potter and Perry (2005) pada format evaluasi juga terdapat identitas

yang juga harus diisi oleh perawat nama , nomor kamar ,nomor register,

umur, kelas,identitas yang terdapat diatas berguna agar mempermudah


56

perawat dalam mencari data pasien dan jelas,serta agar tidak tertukar dengan

pasien lain. Ditabelevaluasi juga terdapat:

a. Tanggal dan waktu ditulis berdasarkan kapan perawat melakukan tindakan

keperwatan terhadap pasien. Berfungsi agar jelas dalam

pendokumentasiannya serta terperinci.

b. Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakukan terhadap

pasien. Pada tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu SOAP atau

SOAPIER:

c. S= Subyektif: Hasil pemeriksaan terakhir yang dikeluhkan oleh pasien

biasanya data ini berhubungan dengan criteria hasil

d. O= Obyektif: Hasil pemeriksaan terkhir yang dilakukan oleh perawat

biasanya data ini juga berhubungan dengan kriteria hasil.

e. A= Analisa: Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien

telah terpenuhi atau tidak

f. P= Plan of Care: Dijelaskan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan

terhadap pasien.

g. I= Intervensi: tindakan perawat untuk mengatasi masalah yang ada

h. E= Evaluasi: evaluasi terhadap tindakan keperawatan

i. R= Revisi

j. Paraf harus disertai nama jelas,tujuannya untuk pembuktian dan

pertanggung gugat bagi perawat jika suatu saat kondisi pasien memburuk

atau sampai berada ditangan hukum.

2. Langkah-langkah penting dalam pencatatan evaluas


57

Di dalam pencatatan evaluasi, terdapat langkah-langkah penting yang harus

dilakukan:

a. Pengumpulan data dan pembentukan pernyataan kesimpulan.

b. Kepekaan terhadap kemampuan klien untuk mencapai tujuan yang

ditetapkan.

c. Kesadaran faktor lingkungan, sosial, dan dukungan keluarga.

d. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.

3. Mengukur pencapaian tujuan

Mengukur pencapaian tujuan, meliputi:

a. Kognitif : meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol

gejala, pengobatan, diet, aktifitas, persediaan alat, resiko komplikasi,

gejala yang harus dilaporkan, pencegahan, pengukuran dan lainnya.

1) Interview : recall knowledge (mengingat), komprehensif (menyatakan

informasi dengan kata-kata klien sendiri), dan aplikasi fakta

(menanyakan tindakan apa yang akan klien ambil terait dengan status

kesehatannya).

2) Kertas dan pensil.

b. Affektif : meliputi tukar-menukar perasaan, cemas yang berurang,

kemauan berkomunikasi, dan sebagainya.

1) Observasi secara langsung.

2) Feedback dari staf kesehatan yang lainnya.

3) Psikomotor : observasi secara langsung apa yang telah dilakukan oleh

klien.
58

4) Perubahan fungsi tubuh dan gejala.

4. Hasil evaluasi

a. Tujuan tercapai : jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagia jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari

standar dan kriteria yang telah ditetapan.

c. Tujuan tidak tercapaijika klien tidak menunjukkan perubahan dan

kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru


59
60

You might also like