Penetapan Kadar Protein Tempe Jagung (Zea Mays L.) DENGAN KOMBINASI KEDELAI (Glycine Max (L.) Merill) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak
Penetapan Kadar Protein Tempe Jagung (Zea Mays L.) DENGAN KOMBINASI KEDELAI (Glycine Max (L.) Merill) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak
Penetapan Kadar Protein Tempe Jagung (Zea Mays L.) DENGAN KOMBINASI KEDELAI (Glycine Max (L.) Merill) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak
2443-115X
ISSN ELEKTRONIK. 2477-1821
ABSTRACT
Indonesian is still very dependent of soybean imports, so as to reduce the use of soybean
need to find substitute materials in the manufacture of soybean. Corn can be an option because
apart from being a source of carbohydrates, corn is also an important source of protein in the
menu society in Indonesia. The purpose of this study to determine the levels of soybean protein
maize (Zea mays) with a combination of soybean (Glycine max (L.) Merrill) with visible of
spectrophotometry. The research design uses a comparison of corn: soybean as follows: P1 =
80: 20; P2 = 70: 30; P3 = 50: 50; P4 = 30: 70 and P5 = 20: 80. The results of this study
indicate that P1 has a protein content of 6.7%, P2 = 8.06% = 10.76% P3, P4 and P5 = 13.46%
= 14.8%. The greater the concentration ratio of soy protein obtained even greater. In
organoleptic quality in soybean corn combination has the texture a little hard to hard, has no
smell until the typical aroma smelled soybean, flat white to brown of white.
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptis pada Tempe Kombinasi Kedelai dan Jagung
Khas tempe
(50:50) Sedikit keras Putih rata
kedelai
Khas tempe
(30:70) Sedikit keras Putih rata
kedelai
Khas tempe
(20:80) Sedikit keras Putih rata
kedelai
Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai maka semakin tinggi pula kandungan
berikut : protein yang terdapat dalam zat
1. Kadar Protein tersebut. Keuntungan dari metode
Protein adalah senyawa organik biuret ini adalah bahan yang digunakan
dengan berat molekul tinggi, relatif murah akan tetapi kelemahan
mengandung unsur-unsur C, H, O dan dari metode ini adalah sensitivitas
N serta beberapa protein mengandung terhadap bahan yang diidentifikasi
unsure S dan P. Protein merupakan rendah sehingga diperlukan bahan
komponen utama jaringan tubuh yang dalam jumlah yang tidak sedikit.
berfungsi dalam pertumbuhan sel, Protein standar yang digunakan
mengatur keseimbangan air dalam adalah BSA (Bovine Serum Albumin)
jaringan, penyusun antibody, hormone atau albumin serum sapi. Albumin
dan enzim(5). Berdasarkan sumbernya, merupakan salah satu jenis protein
protein yang berasal dari tumbuhan globuler yang larut dalam air dan
disebut protein nabati, protein nabati terkoagulasi oleh panas(6). BSA dalam
banyak terkandung di dalam biji penelitian ini berfungsi untuk membuat
kacang-kacangan seperti kedelai yang kurva standar. BSA digunakan karena
biasa digunakan sebagai bahan dasar stabilitas untuk meningkatkan sinyal
dari tempe kedelai. dalam tes, kurangnya efek dalam reaksi
Banyak penelitian yang berkaitan biokimia, dan biaya rendah, karena
pengaruh protein terhadap berbagai jumlah besar maka dapat segera
olahan tempe menurut penelitian Silvia2 dimurnikan dari darah sapi, produk
dengan tempe biji durian diperoleh sampingan dari industri ternak.
kadar protein 3,81 %. Hasil penelitian Pada penelitian ini digunakan
Paharindayanti3 dengan tempe biji metode spektroskopi yaitu
karet, diperoleh kadar protein 12,43%. pengidentifikasian suatu objek dengan
Penelitian Ristia4 menunjukkan kadar menggunakan kriteria warna. Dalam
protein tempe biji nangka yaitu sebesar percobaan ini, menggunakan kriteria
11,2%. Tetapi untuk penelitian warna ungu dari protein. Untuk
pengaruh variasi kombinasi jagung dan mendapat warna, maka larutan protein
kedelai dengan kadar proteinnya belum direaksikan dengan unsur tembaga
dilakukan sehingga perlu adanya dalam reagen biuret dalam lingkungan
penelitain perbandingan yang baik alkali. Sehingga didapatkan larutan
untuk mendapatkan protein yang tinggi protein yang berwarna ungu pada
pula. masing-masing konsentrasi. Warna dari
Pengukuran kadar protein dapat larutan protein berbeda-beda dari
dilakukan dengan metode biuret karena berbagai konsentrasi. Semakin besar
metode ini didasarkan pada pengukuran konsentrasi yang digunakan maka
serapan cahaya berwarna ungu dari semakin pekat warna yang terbentuk,
protein yang bereaksi dengan pereaksi dan sebaliknya. Penelitian ini
biuret dimana yang membentuk menggunakan panjang gelombang pada
kompleks adalah protein dengan ion daerah 534 nm dengan nilai absorbansi
Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi 0,207, maka radiasi sinar yang dipakai
biuret dalam suasana basa yang menjadi adalah sinar visual. Di dalam
Cu+, semakin tinggi intensitas cahaya spektrofotometer, larutan protein
yang diserap oleh spektrofotometer mengadsorbsi cahaya yang diberikan
kepadanya. Hal ini merupakan wujud dan absorbansi tidak terlalu baik, hal ini
dari interaksi suatu atom dengan dimungkinkan konsentrasi BSA yang
cahaya. Dimana energi digunakan terlalu kecil.
elektromagnetiknya ditransfer ke atom Pengukuran kurva kalibrasi yang
atau molekul sehingga partikel dalam telah dilakukan kemudian dilakukan
protein dipromosikan dari tingkat pengukuran penetapan kadar protein
energi yang lebih rendah ke tingkat dengan berbagai perbandingan bahan
energi yang lebih tinggi, yaitu tingkat untuk mengetahui kadar protein
tereksitasi. Dari hasil terbesar dengan perbandingan yang
pengidentifikasian pada digunakan didapatkan hasil sebagai
spektrofotometer, didapatlah harga berikut :
absorbansi pada masing-masing
konsentrasi. Hal ini dapat dilihat pada
16.00
gambar 2 sebagai berikut : 14.00
12.00
10.00
8.00
0.26000 6.00
kadar protein
4.00
Absorbansi
0.22000
0 2 4 6
Konsentrasi (%)
perbandingan jagung
:kedelai (g)
Gambar 1. Hasil Kurva Kalibrasi Bovin Gambar 2. Garfik kadar Protein Tempe
Serum Albumin Jagung Kombinasi Kedelai
Berdasarkan gambar di atas semakin Hasil pengujian yang didapat terlihat
besar konsentrasi maka semakin banyak pada gambar 3 menunjukkan bahwa
protein yang diserap atau diabsorbsi, sehingga kadar protein yang terendah pada
harga absorbansi yang didapat semakin perbandingan jagung 80 g dan kedelai
besar juga. Dari hasil data yang 20 g sebesar 6,7 % dilanjutkan dengan
diperoleh, akan didapatkan suatu kurva perbandingan jagung 70 g dan kedelai
antara absorbansi larutan protein 30 g kadar protein yang diperoleh
dengan konsentrasinya. Kurva tersebut sebesar 8,06 %, jika perbandingan
membentuk suatu garis lurus yang jagung 50 g dan kedelai 50 g terjadi
linear. Ini dikarenakan larutan protein peningkatan sehingga kadar protein
yang digunakan merupakan larutan encer yang didapat sebanyak 10,76%, terjadi
dengan konsentrasi yang kecil. Penyimpangan pula peningkatan jika perbandingan
Hukum Beer akan berlaku jika larutan jagung 30 g dan kedelai 70 g menjadi
protein yang digunakan mempunyai 13,48 % dan didapatkan pula kadar
konsentrasi yang besar, artinya apabila protein tertinggi jika perbandingan
konsentrasi proteinnya besar, maka jagung 20 g dan kedelai 80 g sebesar
garis linear akan membelok. Nilai 14,8%. Hal ini dapat terjadi karena
regresi yang didapat 0,952 yang tidak semakin tinggi jagung yang diberikan
mendekati angka 1 sehingga nilai yang pada pembuatan tempe ini kandungan
didapat ini hubungan antara konsentrasi proteinnya akan menurun dan
sebaliknya jika kandungan kedelai
(70:30) g c. Warna
C. Tempe jagung : kedelai perbandingan Kualitas warna tempe dilihat
(30:70) g dari putih tidak rata dan
D. Tempe jagung : kedelai perbandingan kecoklatan hingga putih rata,
(20:80) g berdasarkan gambar 4 di atas hasil
warna dari perlakuan dengan
Hasil dari gambar di atas banyaknya kandungan jagung
menunjukkan bahwa semakin menhasilkan warna tempe yang
banyak perbandingan jagung yang putih yang tidak rata dan
digunakan tempe tersebut semakin kecoklatan, sebaliknya dengan
keras dan untuk perbandingan banyaknya kandungan tempe
kedelai yang banyak tekstur sedikit dihasilkan tempe yang putih dan
keras. Hal ini menunjukkan bahwa rata.
kualitas tempe di semua perlakuan Menurut penelitian Astuti(8),
berdasakan tekstur masih termasuk mutu tempe yang baik harus
kualitas yang baik. memenuhi syarat fisik dan
b. Aroma kimiawi. Tempe memiliki mutu
Kualitas aroma tempe dilihat fisik yang baik jika memiliki cirri-
dari kriteria organoleptis sedikit ciri warna putih. Warna putih
berbau khas kedelai dan tidak disebabkan adanya miselia kapang
berbau, tetapi keduanya memiliki yang tumbuh di permukaan biji,
bau tempe yang segar dan tidak menghubungkan antara biji
berbau tidak enak. sehingga menjadikan tempe
Proses fermentasi pada tempe memiliki tekstur warna yang putih.
akan mempengaruhi aroma tempe.
Menurut Buckle (1997) dalam Simpulan
Angsad(7) proses fermentasi akan Berdasarkan hasil dari penelitian yang
menyebabkan perubahan- didapat disimpulkan bahwa tempe jagung
perubahan kimia dan fisik yang dengan kombinasi kedelai perbandingan I
mengubah rupa, bentuk dan flavor (80:20) g memiliki kadar protein sebesar 6,7
dari bahan pangan aslinya. Bau %, perbandingan II (70:30) g didapatkan
yang khas karena adanya proses kadar 8,06 %, perbandingan III (50:50) g
fermentasi yang berjalan semakin didapatkan kadar 10,76 %, perbandinganIV
lama prosesnya maka suhu (30:70) g didapatkan kadar 13,46% dan
fermentasi akan naik. Suhu yang PerbandinganV (20:80) g didapatkan kadar
tinggi ini mengakibatkan tertinggi sebesar 14,8%.
meningkatnya proses hidrolisis
suatu senyawa oleh kapang Saran
Rhizopus sp yang mengakibatkan Perlu adanya saran untuk penelitian
aroma khas pada tempe. Aroma selanjutnya yaitu :
khas dihasilkan oleh adanya enzim 1. Adanya inovasi pembuatan kombinasi
lipooksidase pada kedelai, enzim tempe dengan kandungan protein yang
ini menghidrolisis atau tinggi.
menguraikan lemak kedelai 2. Parameter untuk uji kualitas tempe tidak
menjadi senyawa penyebab bau hanya pada pengujian protein saja tetapi
yang khas.
perlu adanya uji kadar abu, serat dan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
vitamin yang terkandung di dalamnya. Dan Ilmu Pendidikan Universitas
3. Uji kadar protein dilakukan uji metode Tanjungpura Pontianak
Lowry karena lebih spesifik. 5. Prawirokusumo, 1994, Ilmu Gizi
Komparatif, BPFE Jogjakarta.
DAFTAR PUSTAKA 6. Winarno, F.G. dan Rahman A. 1974.
1. Suarni dan Muhammad Yasin, 2011. Protein Sumber dan Peranannya.
Jagung sebagai Sumber Pangan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fungsional. Iptek Tanaman Pangan. 7. Asngad, dkk. 2011. Uji Kadar Serat,
2. Silvia, I. 2009. Pengaruh Penambahan Karbohidrat, dan Sifat
Variasi Berat Inokulum Terhadap OrganoleptikPada Pembuatan Tempe
Kualitas Tempe Biji Durian (Durio Dari Bahan Dasar Kacang Merah
zibethinus). Skripsi. Deprtemen Kimia. (Vigna umbellate) dengan Penambahan
FMIPA. USU Medan Bekatul. Jurnal Penelitian Sains dan
3. Paharindayanti, R. 2011. Penetapan Teknologi. 12 (1): 23 - 36.
Kadar Protein Tempe Biji Karet (Hevea 8. Astuti, Nurita Puji. 2009. Sifat
brasiliensis Mull. Arg). Karya Tulis Organoleptik Tempe Kedelai yang
Ilmiah. Samarinda: Akademi Farmasi Dibungkus Plastik, Daun Pisang dan
Samarinda. Daun Jati.Karya Tulis Ilmiah.
4. Ristia, E. 2014. Perbandingan Kadar Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Gizi Tempe Biji Nangka Dan Tempe Surakarta.
Kedelai. Skripsi. Program Studi