Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Pengawetan Kayu Pulai (Alstonia Scholaris L.) Dengan Asap

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Pengawetan Kayu Pulai (Alstonia scholaris L.

) Dengan Asap
Cair Ampas Tebu Terhadap Serangan Hama Rayap Tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren.)

Preserving Wood Pulai (Alstonia scholaris L.)


With Liquid Smoke Baggase Against Pest Attack
Termites (Coptotermes curvignathus Holmgren.)
Andrie1, Rudianda Sulaeman2,Evi Sribudiani2
ForestryDepartment, AgricultureFaculty, University of Riau
Address: Bina Widya, Pekanbaru, Riau
(andrieputra18@gmail.com)

ABSTRACT
Pulai wood’s is used for produce any products and we can find it easily
also it is able to be influenced in critical field, while durable grade is V and
powerful class is IV-V and it is low-grade durable, because of that it is needed
preservation on pulai wood. Many preservation using chemicals that are harmful
to environment and humans. In utilizing natural ingredients derived from plants as
safer alternative preservatives for environment and humans, it can be renewable
for preserving wood from invading organisms wood destroying, especially
termites. Material used as a preservative is liquid smoke empty baggase. The aims
of this research are to determine termite mortality, retention and weight lose as
well as know the effectiveness of giving liquid smoke on pulai wood preservation
against termite attack. The methods used in this research is Randomized Complete
Design, the concentration of liquid smoke baggase of 0%, 10%, 20% and 30%
with 5 replication for 6 weeks is fed on termites. The results showed that using of
preservatives smoke liquid at concentration of 30% has a value of lose weight on
pulai wood of 10,57%/cm3, 100% termite mortality and retention of 5.57%.
Key word: Liquid smoke, baggase, preservative, pulai wood and Coptotermes
curvignathus Holmgren.

PENDAHULUAN

Kayu telah dimanfaatkan sebagian besar berasal dari hutan


sejak dahulu untuk berbagai alam. Sejalan dengan bertambahnya
kepentingan seperti untuk kayu bakar jumlah penduduk kebutuhan akan
dan bahan bangunan. Saat ini kayu semakin meningkatsedangkan
pemanfaatan kayu sudah semakin persediaannya semakin terbatas.
beragam selain sebagai bahan Keterbatasan kayu tersebut
bangunan juga sebagai bahan produk menyebabkan beberapa produk yang
lainnya seperti kertas, tisu, papan dihasilkan tidak memuaskan karena
partikel, kayu lapis dan zat kimia kayu yang berkualitas dan memiliki
lainnya. Kayu yang digunakan keawetan tinggi digantikan dengan
1
Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 1
2
Staf Pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016.
kayu yang berkualitas niranya (Siregar, 2010). Ampas tebu
rendah.Menyiasati hal tersebut kayu (baggase) memiliki komposisi yang
berkualitas rendah diberikan hampir sama dengan komposisi
beberapa perlakuan sebelum kimia kayu daun lebar, kecuali kadar
dijadikan beberapa produk, salah airnya dan ampas tebu merupakan
satu yang masih banyak ditemui dan limbah lignoselulosa yang dihasilkan
mampu untuk dikembangkan pada oleh pabrik gula setelah tebu diambil
lahan kritis adalah kayu pulai. niranya (Krisna, 2014).
Kayu pulai dimanfaatkan Ketersedian kayu dari hutan
untuk pembuatan veneer, peti, korek alam semakin berkurang sedangkan
api, hak sepatu, barang kerajinan kebutuhan akan kayu terus meningkat
seperti wayang golek, topeng, sehingga dilakukan pemanfaatan kayu
cetakan beton dan pulp (Samingan, pengganti salah satunya adalah kayu
1980 dalam Annahyan, 2014). Kayu pulai. Kayu pulai memiliki kelemahan
pulai masuk dalam kelas awet V dan seperti kelas awet kayunya rendah
kelas kuat IV-V (Arinana dkk, sehingga mudah terserang rayap. Oleh
2009)sehingga mudah terserang karena itu perlu dilakukan pengawetan
rayap (Coptotermes curvignathus dengan pengawet alami yang bersifat
Holmgreen.)danpemakaiannya tidak
aman bagi manusia. Ampas tebu yang
optimal. Pemakaian bisa
banyak tidak termanfaatkan dan mudah
dioptimalkan dengan mencegah dan
diperoleh dapat digunakan sebagai
mengurangi serangan rayap terhadap
kayu dengan melakukan pengawetan pengawet alami, sehingga kayu yang
terhadap kayu. diawetkan memiliki keawetan yang lama
Salah satu cara pengawetan dibandingkan dengan sebelum
kayu dengan menggunakan bahan diawetkan dan dapat mengurangi
pengawet alami adalah dengan kerusakan kayu dari serangan rayap.
menggunakan asap cair. Asap cair
merupakan suatu campuran yang Penelitian ini bertujuan untuk:
sangat komplek terdiri dari senyawa- 1. Mengetahui konsentrasi asap
senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa cair ampas tebu yang efektif
yang mengandung hidrogen dan untuk pengawetan kayu pulai
karbon, berupa cairan kental terhadap serangan rayap.
berwarna coklat tua sampai hitam 2. Mengetahui retensi pemberian
dan memiliki berat jenis lebih besar asap cair ampas tebu dalam
dari pada air. Senyawa-senyawa pengawetan kayu pulai terhadap
yang terkandung dalam asap cair serangan rayap.
dalam jumlah besar antara lain
adalah asam asetat, asam format, METODE PENELITIAN
metil alkohol, aseton, metil asetat Penelitian ini dilaksanankan
dan fenol (Hartoyo dan Nurhayati, dari Bulan November sampai
1977 dalam Suryono, 2009). Desember 2015. Penelitian ini
Tanaman tebu (Saccharum dilaksanakan di Laboratorium
officinarum) di Indonesia Kehutanan Fakultas Pertanian
dimanfaatkan sebagai bahan baku Universitas Riau, jalan Binawidya
utama dalam perindustrian gula dan km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,
menghasilkan limbah 32% dari total Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru.
tebu yang diekstrak atau dikeluarkan Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah botol uji, alat
JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016. 2
tulis, kamera, penggaris, gergaji, II Tahan 3,52 – 7,50
higrometer, timbangan analitik, oven, III Sedang 7,51 – 10,96
pipet tetes, pinset, kuas kecil, IV Buruk 10,97 – 18,94
aluminium foil dan gelas ukur. V Sangat 18,95 – 31,89
Buruk
Bahan baku yang digunakan adalah
Sumber: SNI 01-7207-2006.
kayu pulai dengan ukuran 2,5 cm x
2,5 cm x 0,5 cm yang berasal dari A. Pengamatan
industri pengolahan kayu di Kota Kayu yang akan diawetkan
Pekanbaru sebanyak 20 sampel. harus dalam keadaan kering udara,
Bahan pengawet yang digunakan yaitu kadar air ± 15% untuk proses
adalah asap cair ampas tebu dari rendaman dingin. Pengukuran kadar
proses pirolisis di Laboratorium air menggunakan oven (metode
Kehutanan Fakultas Pertanian gravimetri), pada metode ini contoh
Universitas Riau, air, pasir dan uji kayu yang telah dibuat ditimbang
organisme penguji yang digunakan dan kemudian dimasukkan ke dalam
adalah rayap tanah.. oven dengan suhu 102 ± 30C
Penelitian ini menggunakan sehingga mencapai berat konstan.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Kayu uji yang telah dihitung
dengan 4 perlakuan dan 5 kali kadar airnya dilakukan perendaman
ulangan dengan konsentrasi asap cair dengan berbagai konsentrasi selama
yaitu: 24 jam. Contoh uji tersebut dibuat
P0 : konsentrasi asap cair 0% perlakuan bahan pengawet dengan
(kontrol) konsentrasi asap cair ampas tebu
P1 : konsentrasi asap cair 10% 10%, 20% dan 30%, selain itu ada
P2 : konsentrasi asap cair 20% kontrol 0% untuk mengetahui respon
P3 : konsentrasi asap cair 30% bahan pengawet tanpa perlakuan.
Data yang diperoleh dianalisis Setiap perlakukan dilakukan
dengan sidik ragam (analysis of pengulangan sebanyak 5
variance) dan dilakukan uji lanjut kali.Konsentrasi larutan (bahan
dengan Duncan’s New Multiple pengawet) yang telah disiapkan
Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. digunakan untuk merendam contoh
Parameter pengamatan dalam uji kayu sampel.
penelitian ini antara lain: Retensi Setelah direndam contoh uji
pengawet, kematian (mortalitas) yang telah diberi perlakuan tersebut
rayap, kehilangan berat. dikering- anginkan pada suhu
Ketahanan kayu dan produk ruang.Selanjutnya contoh uji
kayu terhadap organisme perusak ditimbang untuk mendapatkan berat
kayu diperoleh dari persentase akhir yang digunakan dalam
penurunan berat kayu dapat dilihat pengukuran retensi.Retensi bahan
pada Tabel 1. pengawet dihitung berdasarkan
Tabel 1. Klasifikasi ketahanan kayu penimbangan selisih berat masing-
terhadap rayap tanah (Coptothermes masing contoh uji sebelum dan
curvignathus Holmgren)berdasarkan sesudah diawetkan.
penurunan berat. Sampel uji yang telah selesai
Kelas Ketahanan Penurunan penimbangan dimasukkan ke dalam
Berat (%) botol uji dengan cara diletakkan
I Sangat <3,52 berdiri pada dasar botol dan
Tahan disandarkan sedemikian rupa

JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016. 3


sehingga salah satu bidang terlebar b. Kematian Rayap (Mortalitas)
kayu menyentuh dinding botol. Botol Kematian rayap dihitung pada
uji tersebut dimasukkan 200 gram saat akhir pemaparan setelah minggu
pasir lembab yang mempunyai kadar ke 6. Mortalitas rayap dihitung
air 7% dibawah kapasitas menahan berdasarkan jumlah rayap awal
air (water holding capacity). dibagi dengan jumlah rayap yang
Selanjutnya dimasukkan rayap yang mati dengan menggunakan rumus:
sehat dan aktif sebanyak 200 ekor
dan contoh uji disimpan di tempat
( )
yang gelap selama 6 minggu.Setiap
minggu aktifitas rayap diamati dan
masing-masing botol ditimbang. Jika Keterangan :
kadar air turun 2% atau lebih, maka N1 =Jumlah rayap total sebelum
diumpankan
ke dalam botol tersebut ditambahkan
N2 =Jumlah rayap yang hidup setelah
air secukupnya sehingga kadar air diumpankan
kembali seperti semula.
Setelah dilakukan perlakuan c. Kehilangan Berat (Weight Lost)
pada rayap selama 6 minggu Kehilangan berat kayu
pengukuran sampel dilakukan dihitung berdasarkan selisih berat
dengan cara menimbang contoh uji contoh uji sebelum dan sesudah akhir
untuk melihat kehilangan berat. pengujian pada setiap contoh uji
Pengukuran kehilangan berat digunakan rumus:
dihitung berdasarkan selisih berat
( )
contoh uji sebelum dan sesudah akhir
pengujian serta menghitung kematian
atau mortalitas rayap. Keterangan :
W1 = Berat contoh uji
B. Analisis Data sebelumpengujian (g)
W2 = Berat contoh uji sesudah
pengujian (g)
a. Retensi Bahan Pengawet
Retensi bahan pengawet diukur HASIL DAN PEMBAHASAN
berdasarkan penimbangan contoh uji.
Nilai retensi dihitung berdasarkan A. Efektivitas Pengawet
selisih berat masing-masing contoh
uji sebelum dan sesudah diawetkan 1. Kematian Rayap (Mortalitas)
dengan menggunakan rumus sebagai Kematian (mortalitas) rayap
berikut: dapat memberikan gambaran
seberapa beracunnya zat pengawet
yang diberikan terhadap
( ⁄ ) kayu.Sampel kayu yang sudah
dilakukan pengawetan selanjutnya
Keterangan : diumpankan pada rayap selama enam
B1 = Berat sesudah diawetkan (g) minggu dan diperoleh rata-rata
B2 = Berat sebelum diawetkan (g) kematian rayap pada Tabel 2. Data
V = Volume contoh uji (cm3) rata-rata kematian rayap dilakukan
K = Konsentrasi bahan pengawet (%)
uji sidik ragam dan hasilnya
menunujukkan keragaman yang
signifikan dan dilanjutkan dengan uji

JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016. 4


Duncan’s New Multiple Range Test rayap menjadi lemah dan dimakan
(DNMRT) pada taraf 5% oleh rayap yang masih sehat. Hal ini
diduga karena sifat rayap yang
Tabel 2. Rata-rata kematian rayap kanibalisme. Rayap yang mati akibat
(mortalitas) tanah pada pengawetan
racun pada kayu, dimakan oleh rayap
kayu pulai (Alstonia scholaris L.)
dengan berbagai konsentrasi asap
sehat lainnya akan menyebabkan
cair. toksisitas racun yang tinggi sehingga
Perlakuan Rata-rata menyebabkan kematian terhadap
konsentrasi asap mortalitas rayap (Nandika dkk, 2003 dalam
cair (%) Oemry, 2015).
Kematian rayap terkecil
P0 (asap cair ampas terdapat pada perlakuan konsentrasi
8,91d
tebu 0%) asap cair ampas tebu 0% dengan
P1 (asap cair ampas rata-rata mortalitas (8,91%) sebagai
30,82c kontrol. Kematian sebagian kecil
tebu 10%)
rayap diduga karena rayap
P2 (asap cair ampas mengalami stress pada saat awal
54,45 b
tebu 20%) pengumpanan sehingga
menyebabkan rayap mati. Kematian
P3 (asap cair ampas
100 a rayap juga diduga karena rayap yang
tebu 30%)
peka terhadap cahaya dan suhu yang
Angka-angka pada setiap baris pada kolom tinggi pada saat pengumpanan
sama yang diikuti oleh huruf kecil yang selama enam minggu.Rayap mampu
tidak sama adalah berbeda nyata menurut uji bertahan hidup sampai akhir
DNMRT pada taraf 5%.
pengumpanan diduga karena pada
Tabel 2 menunjukkan rata-
umpan kayu tersebut tidak terdapat
rata kematian rayap terbesar terdapat
racun dan umpan mengandung
pada perlakuan konsentrasi asap cair
selulosa yang sangat disukai rayap.
ampas tebu 30% dengan rata-rata
Krishna dan Weesner (1970) dalam
mortalitas (100%) dimana semakin
Itsna (2007) menyatakan rayap
besar konsentrasi yang diberikan
bersimbiosis dengan organisme lain
maka semakin besar penetrasi
dalam mensintesa selulosa pada
pengawet yang terjadi dan semakin
saluran pencernaan sebagai sumber
banyak pengawet yang terdapat pada
energi.
kayu. Kayu yang telah diawetkan
Perlakuan konsentrasi asap
kemudian diumpan terhadap rayap
cair ampas tebu 0%, 10%, 20% dan
tanah untuk melihat tingkat kematian
30% setelah dilakukan uji DMNRT
rayap terhadap kayu yang diawetkan.
menunjukkan perbedaan setiap
Tingginya pengawet
perlakuan dimana Perlakuan
menyebabkan rayap kehilangan
konsentrasi asap cair ampas tebu
nafsu makan terhadap kayu akibat
10% menyebabkan kematian rayap
racun pada kayu uji dan juga sifat
sebesar 30,82% sedangkan perlakuan
rayap mampu memeriksa bagian
konsentrasi asap cair ampas tebu
mana dari kayu yang bisa untuk
20% memiliki tingkat kematian rata-
dimakan apabila tidak terdapat
rata sebesar 54,45%. Berdasarkan
bagian kayu yang bisa dimakan
nilai rata-rata kematian rayap
makan rayap akan memilih untuk
menunjukkan bahwa semakin tinggi
tidak makan. Terlalu lama rayap
konsentrasi larutan maka tingkat
tidak makan akan menyebabkan

JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016. 5


kematian rayap semakin tinggi, rata-rata kehilangan berat sebesar
sehingga tingkat konsentrasi (10,57%). Kehilangan berat yang
berbanding lurus dengan tingkat tidak signifikan antara perlakuan
kematian rayap. disebabkan juga oleh sifat kayu itu
sendiri yang memiliki kemampuan
2. Kehilangan Berat Umpan menyerap dan melepaskan air
Kehilangan berat umpan (higroskopis)sehingga kondisi kayu
merupakan indikator keampuhan selalu menyesuaikan keadaan
pengawet terhadap serangan rayap lingkungan sekitarnya. Sampel uji
tanah. Data kehilangan berat umpan yang memiliki ukuran yang kecil
diperoleh setelah umpan diletakkan sangat mudah terjadi perubahan berat
pada wadah bersama rayap selama diduga karena kondisi lingkungan
enam minggu.Data kehilangan berat sekitarnya yang memiliki perubahan
diolah dan didapatkan nilai rata-rata suhu dan kelembaban setiap waktu
kehilangan berat pada Tabel 3. Data dan masih belum dikontrolnya
kehilangan berat tersebut dilakukan keadaan lingkungan sekitar pada saat
uji sidik ragam dan menunjukkan pengkuran maupun pengumpanan
keragaman yang tidak signifikan pada skala penelitian ini.
sehingga tidak dilakukan uji lanjut Kehilangan berat kayu
DNMRT. menentukan tingkat kelas ketahanan
kayu terhadap serangan hama rayap.
Tabel 3. Rata-rata kehilangan berat kayu
Pada penelitian ini kelas ketahanan
pulai (Alstonia scholaris L.) setelah
perlakuan selama enam minggu. kayu didapat berdasarkan tingkat
Perlakuan Rata-rata kehilangan berat kayu akibat
konsentrasi asap kehilangan serangan rayap tanah yang
cair berat (%) dikeluarkan oleh badan Standar
Nasional Indonesia pada tahun 2006.
P0 (asap cair ampas Berdasarkan standar tersebut
17,00
tebu 0%) diperoleh kelas ketahanan kayu pada
P1 (asap cair ampas perlakuan konsentrasi asap cair
16,19 ampas tebu 0% dengan rata-rata
tebu 10%)
kehilangan berat sebesar (17%),
P2 (asap cair ampas perlakuan konsentrasi asap cair
14,87
tebu 20%) ampas tebu 10% dengan rata-rata
kehilangan berat sebesar (16,19%)
P3 (asap cair ampas
tebu 30%)
10,57 dan perlakuan konsentrasi asap cair
ampas tebu 20% dengan rata-rata
kehilangan berat sebesar (14,87%)
Tabel 3 menunjukkan rata- tergolong kelas tahan IV dengan
rata kehilangan berat terbesar kategori ketahanan kayu buruk. Pada
terdapat pada perlakuan konsentrasi perlakuan konsentrasi asap cair
asap cair ampas tebu 0%sebagai ampas tebu 30% dengan kehilangan
kontrol dengan rata-rata kehilangan berat 10,57% tergolong kelas tahan
berat sebsar (17,00%) dibandingkan III dengan kategori ketahanan kayu
dengan perlakuan lainnya. sedang.
Sedangkan kehilangan berat terkecil Kayu yang dijadikan sebagai
terdapat pada perlakuan konsentrasi sampel untuk pengawetan berasal
asap cair ampas tebu 30% dengan dari batang yang sama dari semua

JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016. 6


perlakuan, namun pada perlakuan jam kemudian sampel dihitung besar
konsentrasi asap cair ampas tebu retensinya. Rata-rata retensi
30% yang memiliki kelas kayu awet pengawet dilakukan uji sidik ragam
berbeda dengan perlakuan lainnya dan hasilnya menunjukkan pengaruh
walaupun secara umum kehilangan yang signifikan kemudian
berat tiap perlakuan tidak dilanjutkan dengan uji DNMRT pada
menunujukkan perbedaan kehilangan taraf 5%.Rata-rata retensi
berat yang signifikan. pengawetan kayu dapat dilihat pada
Tabel 4.
3. Efektivitas Pengawetan Kayu
Kematian rayap sebagai Tabel 4. Rata-rata retensi asap cair
gambaran seberapa besar racun zat ampas tebu pada pengawetan kayu
pengawet pada kayu yang diawetkan pulai (Alstonia scholaris L.) dengan
berbagai konsentrasi
dan kehilangan berat sebagai
Perlakuan Rata-rata
indikator keampuhan pengawet konsentrasi asap retensi
terhadap serangan rayap merupakan cair (g/cm3)
dua indikator yang saling keterkaitan
dan tidak dapat dipisahkan. P0 (asap cair ampas 0,00 c
Tingginya tingkat kematian rayap tebu 0%)
mengakibatkan kehilangan berat
P1 (asap cair ampas 0,67 c
kayu akibat serangan hama rayap
tebu 10%)
akan lebih kecil, hal ini yang
merupakan efektivitas pengawetan P2 (asap cair ampas 1,43 b
yang dilakukan. tebu 20%)
Berdasarkan analisis data
kematian rayap pada setiap perlakuan P3 (asap cair ampas 2,57 a
tebu 30%)
dan tingkat ketahanan kayu tiap
perlakuan, diperoleh perlakuan Angka-angka pada setiap baris pada kolom
konsentrasi asap cair ampas tebu sama yang diikuti oleh huruf kecil yang
30% efektif sebagai pengawet karena tidak sama adalah berbeda nyata menurut uji
memiliki tingkat kematian rayap DNMRT pada taraf 5%.
yang tinggi dan kehilangan berat Tabel 4 menunjukkan bahwa
terendah, dimana perlakuan retensi tertinggi terdapat pada
konsentrasi asap cair ampas tebu perlakuan konsentrasi asap cair
30% merupakan konsentrasi paling ampas tebu 30% sebesar 2,57 g/cm3,
tinggi diantara perlakuan lainnya perlakuan ini berbeda nyata terhadap
pada penelitian ini. perlakuan lainnya. Besarnya retensi
dipengaruhi oleh besarnya penetrasi
B. Retensi pengawet dalam kayu dan
Kayu yang diawetkan dengan konsentrasi bahan pengawet selama
perendaman akan menyebabkan proses pengawetan rendaman
pengawet masuk kedalam kayu dilakukan. Besarnya retensi yang
melalui pori-pori dan tertinggal diperoleh menunjukkan besarnya
didalam kayu (retensi) sehingga kayu kandungan racun yang terdapat pada
yang diawetkan bersifat racun karena sampel sehingga kecil kemungkinan
terdapat kandungan pengawet dalam kayu diserang oleh hama rayap
kayu. Pengawetan kayu pulai akibat banyaknya kandungan racun
menggunakan asap cair ampas tebu yang terkandung dalam kayu
dengan cara perendaman selama 24 tersebut. Hal ini sesuai dengan

JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016. 7


pendapat Hunt dan Garrat (1986) batang akan menujukkan hasil yang
dalam Elisa (2016) semakin tinggi berbeda akibat adanya perbedaan
konsentrasi larutan bahan pengawet, sifat kimia pada masing-masing
maka bahan aktif yang terkandung bagian kayu. Masuknya bahan
dalam larutan tersebut semakin pengawet kedalam kayu lebih besar
banyak, sehingga peluang terjadinya pada bidang longitudinal karena pada
ikatan antara bahan aktif dengan bidang tersebut terdapat dan terlihat
gugus hidroksil bebas akan semakin jelas pori-pori kayu sehingga larutan
besar, hal ini akan meningkatkan mudah masuk dibandingkan dengan
retensi bahan pengawet pada kayu. bidang kayu lainnya. Syarif (2010)
Suranto (2002) dalam Elisa (2016) dalam Ikhsani (2014), retensi bahan
menyatakan bahwa semakin banyak pengawet pada konsentrasi bahan
jumlah bahan pengawet murni yang pengawet dan bagian batang yang
dapat menetap (terfiksasi) dalam berbeda dipengaruhi oleh sifat kimia
kayu, maka retensi bahan pengawet kayu pada masing-masing bagian
tersebut juga semakin besar. batangnya, yang meliputi komponen
Perlakuan konsentrasi asap selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat
cair ampas tebu 20% memiliki ekstraktif.
retensi sebesar 1,43% dan berbeda
nyata terhadap perlakuan lainnya KESIMPULAN DAN SARAN
sedangkan pada perlakuan
konsentrasi asap cair ampas tebu 0% A. Kesimpulan
sebagai kontrol dan perlakuan 1. Konsentrasi yang efektif dalam
konsentrasi asap cair ampas tebu pengawetan kayu pulai dengan
10% tidak berpengaruh nyata menggunakan asap cair ampas
keduanya hal ini disebabkan oleh tebu adalah pada perlakuan
keadaan sel kayu yang tidak sama konsentrasi asap cair ampas tebu
pada saat pengawetan, keadaan pori- 30% dimana rata-rata tingkat
pori kayu yang tidak sama pada saat kematian rayap 100% dan rata-
perendaman serta keadaan rata kehilangan berat umpan
permukaan kayu pada saat dilakukan terendah dari semua perlakuan
perendaman untuk pengawetan kayu. konsentrasi yang dilakukan yaitu
Ginting (2012) dalam Ikhsani (2014) 10,57%.
menyebutkan kemampuan dinding 2. Retensi pengawet terbesar
sel kayu mengikat larutan bahan terdapat pada perlakuan
pengawet mempengaruhi penyebaran konsentrasi asap cair ampas tebu
bahan pengawet, bagian kayu dengan 30% yaitu 5,57 g/cm3 dan
kerapatan rendah akan memiliki retensi terendah terdapat pada
pembuluh-pembuluh terbuka yang perlakuan konsentrasi asap cair
besar dan penyebaran yang lebih ampas tebu 10% yaitu 0,67
seragam, sehingga peresapan bahan- g/cm3.
bahan pengawet menjadi lebih tinggi
dan retensi menjadi tinggi. B. Saran
Hal tersebut sesuai dengan 1. Penelitian lanjutan pengawetan
penelitian Atabimo (1982) dalam kayu dengan menggunakan asap
Ikhsani (2014) yang menyatakan cair berbahan ampas tebu
bahwa retensi pada konsentrasi yang dilakukan pada jenis-jenis kayu
sama pada masing-masing bagian lain hasil dari Hutan Rakyat.

JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016. 8


2. Pada saat pembuatan asap cair (Macaranga gigantean
sebaiknya alat pembakarannya Mull.Arg.). Skripsi Jurusan
memiliki bidang yang cukup Kehutanan Fakultas Pertanian
luas terkena panas api sehingga Universitas Riau. Pekanbaru.
pembakarannya lebih sempurna.
Oemry, S., Nova, K. H., Mukhtar I P.
DAFTAR PUSTAKA 2015. Uji Efektifitas
Termisida Nabati Terhadap
Annahyan. 2014. Efektifitas Bahan Mortalitas Rayap
Pengawet dari Asap Cair (Coptotermes curvinagthus
Tandan Kosong Kelapa Holmgreen)
Sawit (Elais guineensis) (Isoptera:Rhinotermitidae) di
Terhadap Serangan Rayap Laboratorium. Jurnal online
(Coptotermes curvignathus Agroteknologi.Vol. 3. (1) :
Holmgreen) pada Kayu Pulai 103-111.
(Alstonia scholaris). Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas Suryono, A. 2009. Asap Cair
Riau. Pekanbaru. Tempurung Kelapa sebagai
Bahan Pengawet Kayu Karet
Arinana dan Diba F. 2009. Kualitas dari Serangan Rayap Tanah
Kayu Pulai (Alstonia (Coptotermes
Scholaris) Terdensifikasi curvignathusHolmgren).
(Sifat Fisis, Mekanis dan Tesis Sekolah Pasca Sarjana.
Keawetan). Jurnal Ilmu dan Institut Pertanian Bogor.
Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Volume 2(2): 78-88.

Badan Standar Nasional (BSN).


2006. Uji Ketahanan Kayu
dan Produk Kayu Terhadap
Organisme Perusak Kayu.
Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-7207-2006.

Elisa, N, S. 2016. Pemanfaatan


Ekstrak Biji Polyalthia
lilttoralis (Blume) Boerl
sebagai Bahan Pengawet
Kayu Anti Rayap Tanah.
Skripsi Departemen Hasil
Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Ikhsani H. 2014. Retensi dan


Penetrasi Ekstrak Biji
Pinang (Areca catechu L.)
sebagai Bahan Pengawet
Nabati Kayu Mahang

JOM Faperta UR Vol 3 No 2 Oktober 2016. 9

You might also like