Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Analisis Keragaman Genetik Dan Pengembangan Profil Sidik Jari DNA 20 Varietas Cabai Lokal Indonesia Berdasarkan Marka SSR (Genetic Diversity Analysis and Development of DNA

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344187838

Analisis Keragaman Genetik dan Pengembangan Profil Sidik Jari DNA 20


Varietas Cabai Lokal Indonesia Berdasarkan Marka SSR (Genetic Diversity
Analysis and Development of DNA Fingerp...

Article in Jurnal AgroBiogen · September 2020


DOI: 10.21082/jbio.v16n2.2020.p45-58

CITATION READS

1 2,557

6 authors, including:

Rerenstradika Tizar Terryana Kristianto Nugroho


National Research and Innovation Agency Badan Riset dan Inovasi Nasional
32 PUBLICATIONS 88 CITATIONS 50 PUBLICATIONS 116 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Darmawan Saptadi Puji Lestari


Brawijaya University University of Indonesia
50 PUBLICATIONS 53 CITATIONS 110 PUBLICATIONS 1,218 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Darmawan Saptadi on 10 September 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal AgroBiogen 16(2):45–58

Analisis Keragaman Genetik dan Pengembangan


Profil Sidik Jari DNA 20 Varietas Cabai Lokal Indonesia
Berdasarkan Marka SSR
(Genetic Diversity Analysis and Development of DNA Fingerprints of
20 Indonesian Local Chili Pepper Varieties Based on SSR Markers)
Rerenstradika Tizar Terryana1*, Nadia Della Savitri Ayu Ningrum2, Kristianto Nugroho1,
Darmawan Saptadi2, Helmi Kurniawan3, dan Puji Lestari1,4
1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111 Indonesia.
Telp. (0251) 8337975; Faks. (0251) 8338820; *E-mail: rerenstradika@pertanian.go.id, re2n_terryana@ymail.com
2
Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 Indonesia
3
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Raya Tangkuban Perahu No. 157, Lembang, Bandung Barat 40391 Indonesia
4
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Jl. Raya 9, Sukamandi, Subang 41256 Indonesia
Diajukan: 15 April 2020; Direvisi: 14 Agustus 2020; Diterima: 24 Agustus 2020

ABSTRACT
Chili pepper is one of the most valuable horticultural crops, widely cultivated in Indonesia. Analysis of its genetic diversity is
needed to develop successful breeding programs of local varieties. Simple sequence repeat (SSR), a robust molecular marker
used for genetic diversity analysis in plant species, offers potential, reliable DNA fingerprinting method to assess genetic
variation and varietal identification of chili pepper. Fifteen SSR markers were used in this study to analyze the genetic diversity
and develop profiling identification of DNA fingerprint of local chili pepper varieties. Twenty local and two improved varieties of
three chili pepper species, consisting of 3, 1, and 18 varieties of Capsicum frutescens, C. chinense, and C. annuum,
respectively, were assessed for their SSR polymorphism. A total of 87 alleles was obtained from the polymorphism analysis
with high alleles variation (2–16 alleles) with average total allele of 5.8 and average polymorphism information content (PIC) of
0.59 (0.34–0.83). Clustering and Principle Coordinate Analyses (PCoA) classified the varieties into two groups with coefficient
of similarity of 0.65 indicating their high genetic variability. Most local varieties belonged to the same cluster and separated
from the two improved varieties. Based on PIC values and dendrogram with selected markers, five SSR markers, i.e. EPMS441,
EPMS331, EPMS335, GPMS194, and CaSSRBio1.1, were identified as SSR marker set for DNA fingerprinting purposes. SSR
marker set used in this study was successful in developing the varietal identity of local chili pepper varieties, as indicated by
unique code of each variety.
Keywords: Chili pepper, SSR marker, genetic diversity, DNA fingerprinting.

ABSTRAK
Cabai merupakan salah satu tanaman hortikultura penting yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Analisis keragaman
genetik cabai diperlukan untuk keberhasilan program pemuliaan varietas cabai lokal. Simple sequence repeat (SSR)
merupakan marka molekuler yang telah terbukti ampuh dan handal untuk analisis keragaman genetik dan pengembangan
sidik jari DNA berbagai spesies tanaman termasuk cabai. Sebanyak lima belas marka SSR digunakan pada penelitian ini untuk
menganalisis keragaman genetik dan identifikasi profil sidik jari DNA varietas cabai lokal. Dua puluh varietas cabai lokal dan
dua varietas unggul baru (VUB), dari tiga spesies cabai yang terdiri atas 3 varietas Capsicum frutescens, 1 varietas C. chinense,
dan 18 varietas C. annuum, dianalisis dengan menggunakan marka SSR. Sebanyak 87 alel diperoleh dari analisis polimorfisme
marka SSR dengan variasi alel tinggi (2–16 alel) dengan jumlah alel rata-rata 5,8 dan nilai polymorphism information content
(PIC) rata-rata 0,59 (0,34–0,83). Analisis klaster dan koordinat utama (Principle Coordinate Analyses/PCoA) yang membagi
varietas cabai uji menjadi dua kelompok dengan koefisien kemiripan 0,65 mengindikasikan tingkat keragaman genetik yang
tinggi. Sebagian besar varietas lokal mengelompok dalam satu klaster dan terpisah dari klaster dua VUB. Berdasarkan nilai PIC
dan dendrogram dengan marka SSR terseleksi, lima marka SSR, yaitu EPMS441, EPMS331, EPMS335, GPMS194, dan
CaSSRBio1.1, teridentifikasi sebagai set marka SSR terpilih yang dapat digunakan untuk tujuan sidik jari DNA varietas cabai
lokal. Set lima marka SSR pada penelitian ini telah berhasil digunakan untuk pengembangan identitas cabai lokal berupa kode
unik untuk setiap varietas cabai lokal.
Kata kunci: Cabai, marka SSR, keragaman genetik, sidik jari DNA.

Hak Cipta © 2020, BB Biogen


46 JURNAL AGROBIOGEN VOL. 16 NO. 2, DESEMBER 2020:45–58

PENDAHULUAN hasilkan atas identifikasi karakter suatu varietas lebih


bersifat subjektif akibat kurangnya metode identifikasi
Cabai merupakan salah satu komoditas unggul-
yang lebih efektif dan objektif. Oleh karena itu, perlu
an hortikultura bernilai ekonomi tinggi dan sesuai
penetapan metode identifikasi (sidik jari) varietas
dikembangkan di wilayah tropis seperti Indonesia.
yang stabil, handal, objektif, dan mudah diakses
Tingginya pemanfaatan cabai sebagai bahan baku
untuk dapat melindungi hak kekayaan intelektual
pangan, industri, dan obat-obatan menyebabkan
varietas tersebut secara efektif (Zhang et al. 2014).
tingginya permintaan cabai di Indonesia. Namun,
tingginya permintaan tersebut belum diimbangi Pemanfaatan teknologi marka molekuler meng-
dengan ketersediaan cabai dalam jumlah cukup di hasilkan sidik jari DNA yang efektif dan efisien dalam
pasaran karena kuantitas produksi cabai cenderung mengidentifikasi varietas pada level DNA karena lebih
fluktuatif tiap tahunnya yang menyebabkan harganya akurat dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan
juga berfluktuasi. Produktivitas cabai nasional dua (Risliawati et al. 2015; Gao et al. 2016). Marka
tahun terakhir rata-rata hanya 7,49 t/ha, masih jauh molekuler juga telah banyak digunakan pada analisis
dari potensi produktivitas 12 t/ha (Ditjen Hortikultura diversitas genetik dengan presisi tinggi dan untuk
2019). Salah satu upaya peningkatan produktivitas memprediksi latar belakang genetik varietas (Ribeiro
cabai yaitu melalui perakitan varietas unggul baru et al. 2013; Lestari et al. 2016; Terryana et al. 2018). Di
(VUB) berdaya hasil tinggi dan tahan/toleran terhadap samping itu, marka molekuler dapat digunakan
cekaman biotik ataupun abiotik (Deviona et al. 2013). sebagai pelengkap pada uji kebaruan, keunikan, ke-
seragaman, dan kestabilan (BUSS) melalui per-
Kegiatan perakitan VUB cabai masih terus di-
bandingan profil sidik jari DNA.
lakukan dan memerlukan ketersediaan sumber daya
genetik (SDG) cabai yang representatif untuk men- Salah satu teknologi marka molekuler berbasis
dukung program pemuliaan tersebut. SDG cabai Polymerase Chain Reaction (PCR) yang cukup
dapat diperoleh dari varietas lokal, varietas unggul populer pada analisis diversitas genetik dan sidik jari
nasional, galur hasil pemuliaan, genotipe introduksi, DNA berbagai spesies tanaman adalah marka simple
dan kerabat liar (Wartono et al. 2019). Jumlah VUB sequence repeat (SSR). SSR merupakan sekuen
cabai yang dilepas Kementerian Pertanian men- pendek (2–4 nukleotida) berulang yang keberadaan-
duduki peringkat tertinggi dibanding dengan varietas nya melimpah dalam genom organisme eukariotik
tanaman hortikultura lainnya, namun VUB cabai yang (Vieira et al. 2016), bersifat kodominan, dan mudah
beredar dan dimanfaatkan masyarakat kuantitasnya dalam aplikasinya (Surapaneni et al. 2013). Marka
masih sangat rendah. Hal ini disebabkan sebagian SSR telah banyak digunakan pada analisis sidik jari
besar VUB tersebut merupakan hasil introduksi dari DNA berbagai spesies tanaman, seperti kedelai
luar negeri yang daya adaptasinya relatif rendah di (Santoso et al. 2006; Risliawati et al. 2015; Lestari et
Indonesia (Syukur dan Yunianti 2013). Di pihak lain, al. 2016; Tasma et al. 2018), kentang (Duan et al.
varietas lokal telah dibudidayakan sejak lama dan se- 2019), kelapa sawit (Tasma dan Arumsari 2013;
cara turun-temurun sehingga cenderung mampu ber- Tasma et al. 2013), dan ubi jalar (Meng et al. 2018).
adaptasi pada kondisi agroekosistem dan cekaman Pada cabai, marka SSR telah diaplikasikan untuk ber-
biotik dan abiotik di wilayah setempat. Oleh karena bagai tujuan, di antaranya analisis keragaman genetik
itu, penggunaan varietas lokal dalam program dan identifikasi galur cabai hasil persilangan
pemuliaan tanaman cabai sangat dianjurkan untuk (Dhaliwal et al. 2013), identifikasi plasma nutfah
memperluas latar belakang genetik VUB cabai yang cabai koleksi French National Institute for Agricultural
dihasilkan (Sitaresmi et al. 2013). Research/INRA (Nicolaï et al. 2013), karakterisasi
plasma nutfah cabai asal Meksiko (Toledo-Aguilar et
Identifikasi genetik suatu varietas sangat penting
al. 2016), analisis diversitas genetik cabai Indonesia
dalam perlindungan varietas tanaman. Perlindungan
(Wartono et al. 2019), dan identifikasi varietas pada
atas varietas dapat diberikan jika identitas genetiknya
uji BUSS (Kwon et al. 2005).
telah terbukti berbeda dengan varietas yang telah ada
sebelumnya. Adanya keterbatasan teknis menyebab- Namun, hingga saat ini teknologi sidik jari DNA
kan identifikasi varietas cabai di Indonesia selama ini belum banyak dimanfaatkan dalam peningkatan
lebih banyak didasarkan pada karakter morfologi manfaat SDG cabai di Indonesia. Teknologi sidik jari
yang membutuhkan observasi yang intensif dan se- DNA dapat digunakan untuk mengetahui informasi
ringkali sulit untuk membedakan varietas dengan jarak genetik dan identifikasi varietas. Pemanfaatan
tingkat kekerabatan dekat (Chaesaria et al. 2018; teknologi sidik jari DNA diharapkan dapat memberi-
Saptadi et al. 2018). Seringkali keputusan yang di- kan perlindungan pada varietas cabai lokal nasional,
membedakan antarvarietas dengan nama sama tapi
2020 Analisis Keragaman Genetik dan Pengembangan Profil Sidik Jari DNA: R.T. TERRYANA ET AL. 47

berasal dari daerah yang berbeda, dan mendeteksi Bandung Barat, Jawa Barat pada tahun 2019. Varietas
adanya duplikasi dalam pengelolaan SDG cabai uji terbagi ke dalam tiga kelompok spesies yang
(Lestari et al. 2016). Teknologi sidik jari DNA ini akan berbeda, yaitu Capsicum frutescens (1 varietas lokal
sangat bermanfaat bagi Pusat Perlindungan Varietas dan 2 VUB), C. chinense (1 varietas lokal), dan C.
Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) dalam annuum (18 varietas lokal) (Tabel 1). Varietas lokal
penetapan keunikan varietas serta menjadi pe- yang digunakan merupakan koleksi Balitsa hasil
lengkap informasi fenotipe varietas yang telah ter- eksplorasi dari beberapa provinsi di Indonesia (Jawa
daftar sebagai salah satu upaya perlindungan varietas Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat).
tanaman. Sebanyak lima belas marka SSR yang digunakan
Tujuan penelitian ini ialah menganalisis ke- pada penelitian ini terdiri atas sembilan marka SSR
ragaman genetik dan identifikasi profil sidik jari DNA hasil eksplorasi pada studi sebelumnya (Lee et al.
varietas cabai lokal dengan menggunakan marka 2004; Minamiyama et al. 2007; Nagy et al. 2007) dan
SSR. Mengingat marka SSR yang menghasilkan profil enam marka SSR yang didesain berdasarkan data
sidik jari DNA pada varietas cabai lokal belum ada, sekuen genom cabai yang informasinya dapat diakses
set markanya perlu dikembangkan untuk dapat pada situs PGPI (2015). Sekuen primer tiap-tiap
mengidentifikasi varietas secara lebih efisien. Metode marka SSR disajikan pada Tabel 2.
sidik jari DNA memberi informasi awal keragaman
genetik untuk membantu program pemuliaan, se- Ekstraksi, Uji Kualitatif, dan
dangkan informasi profil sidik jari DNA dapat diman- Uji Kuantitatif DNA Genomik
faatkan sebagai dasar ilmiah untuk mengidentifikasi DNA genomik diekstraksi dari daun muda
genotipe cabai berbasis molekuler dan upaya perlin- dengan prosedur ekstraksi DNA yang mengacu pada
dungan varietas cabai lokal di Indonesia. metode Doyle dan Doyle (1990) yang dimodifikasi
dengan penambahan polyvinyl pyrrolidone (PVP) 2%
BAHAN DAN METODE (w/v). Sebanyak 0,5 g potongan daun muda cabai
dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml kemudian
Materi Genetik dan Marka SSR
digerus dengan bantuan blue pestle hingga hancur,
Materi genetik yang digunakan pada penelitian diikuti dengan penambahan 750 µl bufer ekstraksi
ini terdiri atas 20 varietas cabai lokal dan 2 VUB hasil yang mengandung Tris-HCl 100 mM (pH 8,0), NaCl 1,4
pemuliaan sebagai pembanding. Dasar pemilihan M, EDTA 20 mM (pH 8,0), cetyltrimethylammonium
materi genetik adalah sebaran spesies untuk men- bromide (CTAB) 2% (w/v), PVP 2% (w/v), dan
dukung kegiatan pengelolaan SDG cabai di Balai natrium disulfit 0,38% (w/v). Pelet DNA yang diper-
Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang, oleh kemudian dicuci dengan larutan etanol 70% dan

Tabel 1. Varietas cabai lokal dan varietas unggul baru (VUB) yang digunakan pada penelitian ini.

Varietas Spesies Kelompok Asal/silsilah Bentuk buah


Prima Agrihorti Capsicum frutescens VUB Seleksi dari populasi R29 Rawit
Rabani Agrihorti C. frutescens VUB Seleksi dari populasi R01 Rawit
Gendot C. chinense Lokal Jawa Tengah Rawit
Saha Mpida C. frutescens Lokal Nusa Tenggara Barat Rawit
LV-8030 C. annuum Lokal Jawa Barat Besar
LV-8031 C. annuum Lokal Jawa Barat Besar
LV-8032 C. annuum Lokal Jawa Barat Keriting
LV-8038 C. annuum Lokal Jawa Tengah Besar
LV-8041 C. annuum Lokal Jawa Barat Keriting
LV-8043 C. annuum Lokal Jawa Barat Keriting
LV-8044 C. annuum Lokal Jawa Barat Keriting
LV-8045 C. annuum Lokal Jawa Barat Besar pendek
LV-1925 C. annuum Lokal Jawa Barat Besar
LV-5168 C. annuum Lokal Jawa Barat Keriting
LV-1422 C. annuum Lokal Jawa Barat Besar
LV-8051 C. annuum Lokal Jawa Barat Keriting
LV-5685 C. annuum Lokal Jawa Tengah Keriting
LV-8052 C. annuum Lokal Jawa Barat Besar
LV-5684 C. annuum Lokal Jawa Barat Keriting
LV-8060 C. annuum Lokal Jawa Barat Besar
LV-49 C. annuum Lokal Jawa Tengah Besar
LV-8062 C. annuum Lokal Jawa Barat Besar
48 JURNAL AGROBIOGEN VOL. 16 NO. 2, DESEMBER 2020:45–58

Tabel 2. Marka SSR yang digunakan pada penelitian ini.

Marka SSR Sekuen primer (5' → 3') TM (°C)a Referensi


EPMS441 F: GCACGAGGAAAGAGAGAGACA 56,6 Nagy et al. (2007)
R: GCACGAGGAAAGAGAGAGACA 54,4
Hpms1-1 F: TCAACCCAATATTAAGGTCACTTCC 54,8 Lee et al. (2004)
R: CCAGGCGGGGATTGTAGATG 57,8
CAMS390 F: CTGTTCTCCTCCCTCCCTCT 57,7 Minamiyama et al. (2007)
R: TGAAGCAAGAAACTGAACAATCA 53,1
EPMS404 F: TCTCTCTCTACATCTCTCCGTTG 55,0 Nagy et al. (2007)
R: TGTCGTTCGTCGACGTACTC 56,5
GPMS112 F: TCCCTCAGCAGCAACAATTT 55,0 Nagy et al. (2007)
R: GTCGGGCTCTTTGATTGTGT 55,5
EPMS331 F: AACCCAATCCCCTTATCCAC 54,5 Nagy et al. (2007)
R: GCATTAGCAGAAGCCATTTG 52,4
GPMS197 F: GCAGAGAAAATAAAATTCTCGG 50,0 Nagy et al. (2007)
R: CAATGGAAATTTCATCGACG 49,8
EPMS335 F: ATGCAGAGATTGTCGAAGCC 55,3 Nagy et al. (2007)
R: GCAGAGAAGACTCACCAGTCC 57,2
GPMS194 F: AGGTGGCAGTTGAGGCTAAG 57,1 Nagy et al. (2007)
R: GTTCTAGGTCTTTGCCCTGG 55,3
CaSSRBio1.1 F: CAGAAATTGTAGCTCATTTGC 50,1 PGPI (2015)
R: TGCTTTCCGTGTATCATTACT 51,6
CaSSRBio1.2 F: CAAGACGCGTGAATATTTAGT 50,7 PGPI (2015)
R: CTTTGATGCAATTTT TGTGA 47,4
CaSSRBio2.1 F: GGCATGGTACTGTATTGAAAC 51,5 PGPI (2015)
R: CAAATAAAAGTTTACCGCTCA 49,0
CaSSRBio3.1 F: CCATCAGATGATTTCTTTGAA 48,3 PGPI (2015)
R: GAAGAAGGTCTGCTATCAACA 52,1
CaSSRBio3.2 F: AGCAAGCTTAAAAGTGTGTTG 51,8 PGPI (2015)
R: GAATAGCATTAATGGCCAAAT 49,0
CaSSRBio4.1 F: TCTGAAGAGTCTGAGCAACAT 53,5 PGPI (2015)
R: CCACTGAAATGAAGACAAAGA 50,6
a
Tm = melting temperature.

dikeringkan di dalam SpeedVacTM Concentrator sebagai berikut: denaturasi awal dilakukan pada 95°C
(Thermo Fisher Scientific, AS) pada tingkat selama 5 menit, diikuti oleh sebanyak 35 siklus proses
pengeringan medium. Pelet DNA dilarutkan dalam denaturasi pada 94°C selama 30 detik, tahap
100 µl larutan TE (Tris 10 mM [pH 8,0] dan EDTA 1 penempelan primer pada 55°C selama 1 menit, dan
mM) dan 2 µl RNase (10 mg/ml). Uji kuantitatif larutan tahap perpanjangan primer pada 72°C selama 1
stok DNA dilakukan dengan NanoDropTM menit. Reaksi PCR diakhiri dengan siklus per-
Spectrophotometer V1.0 (Thermo Fisher Scientific, panjangan primer akhir pada 60°C selama 15 menit
AS), sedangkan uji kualitatif dilakukan dengan teknik serta inkubasi pada 10°C selama 2 menit. Hasil PCR
elektroforesis pada gel agarosa 1% di dalam tangki selanjutnya dielektroforesis pada gel poliakrilamida
berisi bufer Tris-acetate-EDTA (TAE) 1× pada tegang- 6% untuk analisis lebih lanjut.
an 90 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis
kemudian divisualisasi dengan UV Transiluminator Analisis Data
(UVP, UK). Data dianalisis berdasarkan metode skoring
pada pita DNA yang muncul dari hasil elektroforesis
Analisis PCR dan Elektroforesis
menggunakan gel poliakrilamida 6%. Pita-pita DNA
Analisis PCR untuk DNA setiap genotipe cabai uji yang tampak dengan laju migrasi yang sama di-
dilakukan dengan menggunakan lima belas marka asumsikan sebagai lokus yang homolog. Pada laju
SSR (Tabel 2). DNA setiap genotipe cabai diamplifi- migrasi yang sama, pita DNA yang terlihat diberi skor
kasi pada volume reaksi 10 μl yang mengandung 1, pita DNA yang tidak terlihat diberi skor 0, sedang-
template DNA 10 ng sebanyak 1 μl, Kapa2G Fast kan sampel yang tidak menghasilkan pita DNA diberi
Ready Mix (KAPA Biosystem, AS) sebanyak 5 μl, skor 9 dan dianggap sebagai data hilang. Jadi, hasil
primer forward dan reverse dengan konsentrasi 10 μM akhir skoring pita DNA berupa data biner. Skoring
masing-masing sebanyak 0,5 μl, dan 3 μl ddH2O steril. posisi pita DNA dilakukan dengan bantuan perangkat
Reaksi PCR dilakukan pada mesin PCR T1 lunak GelAnalyzer. Data hasil skoring selanjutnya
Thermocycler (Biometra, Jerman) dengan profil PCR dianalisis dengan menggunakan Sequential
2020 Analisis Keragaman Genetik dan Pengembangan Profil Sidik Jari DNA: R.T. TERRYANA ET AL. 49

Agglomerative Hierarchical and Nested-Unweighted an sampel terpisah dalam subklaster. Mengingat profil
Pair Group Method with Arithmetic (SAHN-UPGMA) sidik jari DNA merupakan identitas yang diformulasi-
pada perangkat lunak NTSYS-pc versi 2.1 (Rohlf 2000). kan sebagai kode spesifik dalam bentuk numerik,
Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendrogram. rancangan profil sidik jari DNA varietas cabai yang
Data hasil skoring juga dianalisis dengan mengguna- digunakan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan
kan perangkat lunak PowerMarker V3.25 (Liu dan hasil deteksi ukuran alel asli dengan bantuan pe-
Muse 2005) untuk mengetahui statistik nilai frekuensi rangkat lunak GelAnalyzer. Selanjutnya, pembentuk-
alel utama, diversitas genetik, heterozigositas, dan an kelas dibuat dengan kode khusus dua digit me-
nilai polymorphism information content (PIC) yang wakili tiap selang ukuran alel utama dari tiap-tiap
dihasilkan oleh marka SSR pada penelitian ini. Data lokus tertentu yang dihitung dengan formula selisih
hasil skoring juga dianalisis dengan menggunakan ukuran alel maksimum dengan ukuran alel minimum,
perangkat lunak XLSTAT versi 2018 untuk analisis dibagi dengan batas rentang sensitivitas perbedaan
koordinat utama (Principal Coordinate Analysis/ ukuran alel hasil deteksi dengan perangkat lunak
PCoA). Analisis PCoA menggambarkan posisi relatif GelAnalyzer, sebanyak lima angka (Lazar et al. 2010).
tiap-tiap individu varietas cabai. Data kodominan
dihitung untuk mendapatkan nilai jarak genetik HASIL DAN PEMBAHASAN
antarindividu.
Karakteristik Marka SSR
Pada analisis data untuk profil sidik jari DNA
terdapat beberapa tahapan dalam merancang set Seluruh marka SSR dapat menunjukkan polimor-
marka SSR untuk identifikasi varietas, meliputi seleksi fisme pada seluruh varietas cabai yang digunakan
kandidat marka SSR, perancangan set marka SSR, (Gambar 1). Sebanyak 87 alel terdeteksi dengan
dan penyusunan identitas spesifik (ID) varietas. Pada kisaran 2–16 alel per lokus berdasarkan hasil analisis
tahap seleksi kandidat marka SSR, marka SSR menggunakan lima belas marka SSR. Ringkasan
diseleksi berdasarkan nilai PIC (Botstein et al. 1980). statistik analisis polimorfisme yang dihasilkan oleh
Hanya marka SSR yang masuk dalam kriteria infor- marka SSR disajikan pada Tabel 3. Jumlah alel yang
matif (nilai PIC > 0,5) berdasarkan Botstein et al. terdeteksi pada penelitian ini lebih tinggi dibanding
(1980) yang diseleksi. Selanjutnya, dilakukan analisis dengan penelitian Carvalho et al. (2015) yang men-
filogeni dengan menggunakan marka SSR terseleksi deteksi 55 alel berdasarkan 19 marka SSR pada 12
tersebut dengan bantuan perangkat lunak MEGA5.0. aksesi cabai. Namun demikian, jumlah alel yang
Pada analisis filogeni, diharapkan marka SSR dalam berhasil dideteksi pada penelitian ini lebih rendah di-
jumlah seefektif mungkin dapat membuat keseluruh- banding dengan hasil penelitian Yumnam et al. (2012)

300 bp

200 bp

100 bp

GPMS194

300 bp

200 bp

100 bp

(CaSSRBio3.2)
CaSSRBio3.2

Gambar 1. Contoh pola pita dua marka SSR (GPMS194 dan CaSSRBio3.2) pada produk PCR DNA genomik 20 varietas cabai
lokal dan 2 VUB pembanding dengan elektroforesis pada gel poliakrilamida 6%. M = 100 bp ladder DNA, 1–22 =
varietas cabai dengan urutan sesuai urutan varietas uji yang tertera pada Tabel 1.
50 JURNAL AGROBIOGEN VOL. 16 NO. 2, DESEMBER 2020:45–58

Tabel 3. Karakteristik 15 marka SSR hasil analisis 20 varietas cabai lokal dan 2 VUB pembanding.

Marka SSR Jumlah alel Frekuensi alel utama Diversitas gen Heterozigositas PICa
EPMS441 9 0,26 0,85 0,81 0,83
Hpms1-1 5 0,43 0,70 0,45 0,65
CAMS390 5 0,59 0,59 0,05 0,55
EPMS404 5 0,43 0,66 0,05 0,60
GPMS112 4 0,77 0,38 0,05 0,34
EPMS331 7 0,26 0,80 0,43 0,77
GPMS197 5 0,45 0,72 0,50 0,68
EPMS335 7 0,29 0,79 0,00 0,76
GPMS194 16 0,41 0,80 1,00 0,79
CaSSRBio1.1 6 0,38 0,73 0,48 0,68
CaSSRBio1.2 2 0,61 0,47 0,77 0,36
CaSSRBio2.1 5 0,68 0,50 0,32 0,47
CaSSRBio3.1 4 0,48 0,58 1,00 0,50
CaSSRBio3.2 3 0,73 0,43 0,00 0,39
CaSSRBio4.1 4 0,45 0,63 0,82 0,55
Jumlah 87
Rata-rata 5,80 0,48 0,64 0,45 0,59
a
PIC = polymorphism information content.

yang mendeteksi 134 alel berdasarkan 25 marka SSR suatu marka dalam membedakan antargenotipe
pada 53 aksesi cabai dan Nicolaï et al. (2013) yang secara genetik. Nilai heterozigositas yang dihasilkan
berhasil mendeteksi 510 alel berdasarkan 28 marka dari pengujian genotipe dengan menggunakan marka
SSR pada 1.352 aksesi cabai. Perbedaan jumlah alel SSR dapat mendeteksi tingginya perbedaan genotipe
yang diperoleh diduga berkaitan dengan perbedaan dalam suatu populasi dengan karakteristik morfologi
materi genetik, termasuk jumlah dan latar belakang yang hampir sama (Maranho et al. 2014).
genetik, jumlah dan jenis marka SSR apakah marka Diversitas gen menunjukkan tingkat keragaman
fungsional atau marka universal (Cintamulya 2011; genetik pada varietas yang diuji. Lestari et al. (2016)
Wartono et al. 2019), serta resolusi separasi DNA. mengemukakan bahwa tingkat keragaman genetik
Dhaliwal et al. (2014) melaporkan hanya dapat men- SDG yang diuji dapat diketahui dari nilai diversitas
deteksi tidak lebih dari lima alel per lokus setelah gen. Nilai diversitas gen pada penelitian ini berkisar
menggunakan metode separasi pada gel agarosa. antara 0,38 (GPMS112) dan 0,85 (EPMS441) dengan
Frekuensi alel utama rata-rata yang diperoleh rata-rata 0,64, artinya antarvarietas terdapat keragam-
sebesar 48% dengan nilai tertinggi sebesar 73% an genetik yang tinggi. Bassil et al. (2005) melaporkan
(CaSSRBio3.2) dan nilai terendah 26% (EPMS441 dan keragaman genetik dapat diketahui dari dua indika-
EPMS331). Sementara itu, Oh et al. (2012) melapor- tor, yaitu diversitas gen yang menunjukkan peluang
kan frekuensi alel utama yang lebih tinggi yaitu 69% adanya perbedaan pada dua alel yang dipilih secara
dengan kisaran 41–96% berdasarkan hasil analisis 61 acak pada lokus yang berbeda dan nilai PIC yang
aksesi cabai menggunakan 22 marka SSR. Dari lima menunjukkan ukuran dari peluang dua varietas yang
belas marka SSR yang diuji, marka EPMS335 dan dipilih secara acak.
CaSSRBio3.2 tidak dapat menghasilkan alel Nilai PIC didefinisikan pula sebagai suatu nilai
heterozigot karena hanya dapat mendeteksi satu alel yang mencerminkan tingkat polimorfisme marka
antarindividu dalam suatu populasi. Sementara, tiga yang digunakan. Nilai PIC pada penelitian ini berkisar
belas marka SSR lainnya mampu mendiskriminasi antara 0,34 (GPMS112) dan 0,83 (EPMS441) dengan
alel heterozigot pada seluruh varietas yang digunakan rata-rata 0,59. Nilai PIC rata-rata pada penelitian ini
dengan nilai heterozigositas berkisar antara 0,05 lebih rendah dibanding dengan hasil penelitian Zhang
(CAMS390, EPMS404, dan GPMS112) dan 1,00 et al. (2016) dengan nilai PIC rata-rata sebesar 0,60
(GPMS194 dan CaSSRBio3.1). Nilai heterozigositas dari 28 marka SSR yang digunakan, namun lebih
menunjukkan peluang suatu marka yang digunakan tinggi daripada hasil penelitian Sharmin et al. (2018)
untuk membedakan dua alel acak yang dipilih dalam dengan nilai PIC rata-rata hanya sebesar 0,37 dari
suatu populasi, apabila nilai heterozigositas makin lima marka SSR yang digunakan. Botstein et al. (1980)
tinggi maka sebagian besar sampel yang diuji bersifat mengelompokkan nilai PIC menjadi tiga kategori,
heterozigot sehingga menunjukkan keragaman dalam yaitu kategori sangat informatif (PIC > 0,5), sedang
suatu populasi (Chaerani et al. 2011). Semakin tinggi (PIC 0,25 < PIC < 0,5), dan kurang informatif (PIC <
tingkat heterozigositas, semakin tinggi kemampuan
2020 Analisis Keragaman Genetik dan Pengembangan Profil Sidik Jari DNA: R.T. TERRYANA ET AL. 51

0,25). Dari lima belas marka SSR yang digunakan marka SSR dilakukan berdasarkan hasil observasi
pada penelitian ini, empat marka SSR di antaranya terhadap keseluruhan frekuensi alel yang muncul dan
termasuk dalam kategori sedang dan sebelas marka hasil dendrogram pada SAHN-UPGMA. Pada tingkat
SSR sangat informatif yang bermanfaat untuk mem- kesamaan genetik 65% terbentuk dua klaster utama
bedakan varietas cabai ke depannya. (Gambar 2). Klaster pertama terbagi lagi menjadi dua
subklaster dengan subklaster pertama terdiri atas dua
Analisis Filogenetik VUB (Prima Agrihorti dan Rabani Agrihorti) dan satu
Analisis filogenetik dilakukan untuk mengidenti- varietas lokal (Saha Mpida) yang seluruhnya merupa-
fikasi jarak genetik antarvarietas (Utami et al. 2011). kan spesies C. frutescens, sedangkan subklaster
Analisis filogenetik 20 varietas cabai lokal Indonesia kedua hanya terdiri atas satu varietas lokal (Gendot)
dan 2 VUB yang berbeda spesiesnya berdasarkan 15 yang merupakan spesies C. chinense. Klaster kedua

Tabel 3. Karakteristik 15 marka SSR hasil analisis 20 varietas cabai lokal dan 2 VUB pembanding.

Marka SSR Jumlah alel Frekuensi alel utama Diversitas gen Heterozigositas PICa
EPMS441 9 0,26 0,85 0,81 0,83
Hpms1-1 5 0,43 0,70 0,45 0,65
CAMS390 5 0,59 0,59 0,05 0,55
EPMS404 5 0,43 0,66 0,05 0,60
GPMS112 4 0,77 0,38 0,05 0,34
EPMS331 7 0,26 0,80 0,43 0,77
GPMS197 5 0,45 0,72 0,50 0,68
EPMS335 7 0,29 0,79 0,00 0,76
GPMS194 16 0,41 0,80 1,00 0,79
CaSSRBio1.1 6 0,38 0,73 0,48 0,68
CaSSRBio1.2 2 0,61 0,47 0,77 0,36
CaSSRBio2.1 5 0,68 0,50 0,32 0,47
CaSSRBio3.1 4 0,48 0,58 1,00 0,50
CaSSRBio3.2 3 0,73 0,43 0,00 0,39
CaSSRBio4.1 4 0,45 0,63 0,82 0,55
Jumlah 87
Rata-rata 5,80 0,48 0,64 0,45 0,59
a
PIC = polymorphism information content.

Prima Agrihorti
1A Rabani Agrihorti Capsicum frutescens
1
Saha Mpida
Gendot C. chinense
1B LV-8030
LV-8031
LV-8038
LV-8062
LV-8045
LV-49
LV-1925
LV-8051
LV-1422
C. annuum
LV-8044
2A LV-5168
LV-5685
LV-8052
2 LV-8032
LV-8041
LV-8043
2B LV-5684
LV-8060

0,65 0,70 0,76 0,82 0,87


Koefisien kemiripan

Gambar 2. Dendrogram 20 varietas cabai lokal dan 2 VUB berdasarkan hasil analisis menggunakan 15 marka SSR yang dikonstruksi
menggunakan program SAHN-UPGMA dengan perangkat lunak NTSYS-pc.
52 JURNAL AGROBIOGEN VOL. 16 NO. 2, DESEMBER 2020:45–58

terdiri atas 18 varietas lokal (LV-8030, LV-8031, LV- dengan nilai kesamaan genetik sebesar 47% sehingga
8032, LV-8038, LV-8041, LV-8043, LV-8044, LV-8045, kedua varietas lokal tersebut sangat potensial untuk
LV-1925, LV-5168, LV-1422, LV-8051, LV-5685, LV-8052, dijadikan calon tetua persilangan. Persilangan
LV-5684, LV-8060, LV-49, dan LV-8062) yang seluruh- genotipe cabai dengan jarak genetik jauh, bahkan
nya merupakan spesies C. annuum. antarspesies, berpotensi untuk mendapatkan progeni
Hasil analisis filogenetik ini menunjukkan bahwa dengan keragaan fenotipe superior. Sebagai contoh,
lima belas marka SSR yang digunakan dapat menge- persilangan interspesies cabai (C. frutescens dengan
lompokkan varietas cabai berdasarkan status varie- C. annuum) telah dilakukan untuk menghasilkan
tas, yaitu VUB dan varietas lokal dalam spesies yang cabai hias dengan karakter unik (Monteiro et al. 2011;
sama, serta berdasarkan spesiesnya, yaitu C. Kurniawan et al. 2015; Wei et al. 2019). Persilangan
chinense, C. frutescens, dan C. annuum. Penelitian ini antarcalon tetua dengan jarak genetik jauh akan
memberikan hasil yang serupa dengan penelitian memaksimalkan kesempatan dalam memperoleh
Cheng et al. (2016) yang dapat mengelompokkan 21 segregan transgresif di antara progeni persilangan
aksesi cabai dengan 65 marka SSR polimorfis ber- (Rubiyo 2013; Sutoro et al. 2017).
dasarkan spesiesnya, yaitu C. baccatum, C. chinense, Analisis PCoA sangat berguna untuk mengana-
C. frutescens, dan C. annuum. Secara umum, marka lisis keragaman genetik antarvarietas tanaman
SSR yang digunakan pada penelitian ini cukup (Shankar et al. 2009) dan penting untuk mengetahui
aplikatif dan efektif dalam membedakan varietas informasi kedekatan antarindividu berdasarkan ke-
cabai berdasarkan spesiesnya. miripan karakter melalui penyederhanaan dimensi
Berdasarkan hasil analisis keragaman genetik (Shankar et al. 2009; Kristamtini et al. 2014). Analisis
(Tabel 4), terlihat bahwa varietas lokal LV-8031 asal PCoA telah digunakan sebelumnya oleh Oh et al.
Jawa Barat dan varietas lokal LV-8038 asal Jawa (2012), Rai et al. (2013), dan Terryana et al. (2018)
Tengah memiliki tingkat kesamaan genetik sebesar untuk mengonfirmasi hasil analisis filogenetik dalam
87%. Tingginya nilai kesamaan genetik tersebut studi keragaman genetik cabai berdasarkan marka
mengindikasikan adanya kemiripan antarvarietas SSR. Diagram dua dimensi menunjukkan bahwa
sehingga terdapat hubungan kekerabatan yang dekat koordinat utama pertama dan kedua menjelaskan ke-
(Hadiati 2003; Mustofa et al. 2013). Sementara, ragaman genetik total berdasarkan marka SSR ber-
varietas lokal Saha Mpida (C. frutescens) asal NTB turut-turut sebesar 21,15% dan 14,10%. Dengan demi-
dan varietas lokal LV-5168 (C. annuum) asal Jawa kian, kedua komponen tersebut menjelaskan kera-
Barat diduga memiliki tingkat kekerabatan terjauh gaman genetik seluruh varietas cabai yang dianalisis
pada penelitian ini sebesar 35,25% (Gambar 3).

Tabel 4. Matriks persentase kesamaan genetik 20 varietas cabai lokal dan 2 VUB hasil analisis menggunakan 15 marka SSR.

Varietas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
2 86
3 75 74
4 82 77 75
5 60 60 57 58
6 68 76 67 63 82
7 69 73 71 63 72 74
8 71 76 71 65 79 87 85
9 64 72 58 59 65 65 86 73
10 65 77 62 67 60 68 86 73 85
11 68 69 61 59 76 73 81 71 82 77
12 75 76 69 64 63 78 75 75 64 73 76
13 68 69 61 67 73 76 71 71 62 67 77 82
14 60 58 51 47 69 67 67 67 65 63 81 69 78
15 71 67 64 67 73 71 73 76 62 64 69 76 85 71
16 71 65 62 68 82 78 72 75 64 69 76 75 85 78 81
17 61 65 51 58 72 69 69 69 68 71 78 69 68 77 65 71
18 63 63 48 55 72 69 62 67 63 60 71 69 68 74 73 71 79
19 61 60 62 60 62 67 64 67 55 68 65 66 73 69 76 68 67 67
20 57 59 58 54 60 63 60 60 62 64 67 67 69 73 64 63 65 63 73
21 74 74 75 72 65 73 73 71 67 74 74 85 79 65 74 76 71 68 71 64
22 72 72 70 67 73 76 68 78 62 69 67 70 72 65 77 78 73 76 76 62 79
1 = Prima Agrihorti, 2 = Rabani Agrihorti, 3 = Gendot, 4 = Saha Mpida, 5 = LV-8030, 6 = LV-8031, 7 = LV-8032, 8 = LV-8038, 9 = LV-8041,
10 = LV-8043, 11 = LV-8044, 12 = LV-8045, 13 = LV-1925, 14 = LV-5168, 15 = LV-1422, 16 = LV-8051, 17 = LV-5685, 18 = LV-8052, 19 = LV-
5684, 20 = LV-8060, 21 = LV-49, 22 = LV-8062.
2020 Analisis Keragaman Genetik dan Pengembangan Profil Sidik Jari DNA: R.T. TERRYANA ET AL. 53

Hasil analisis PCoA menunjukkan kesesuaian dari lima belas marka SSR sebagai set marka dasar.
dengan hasil analisis filogenetik, varietas cabai yang Kesebelas marka SSR tersebut adalah CAMS390,
digunakan mengelompok berdasarkan spesiesnya. CaSSRBio1.1, CaSSRBio3.1, CaSSRBio4.1, EPMS331,
Posisi koordinat 20 varietas cabai lokal dan 2 VUB EPMS335, EPMS404, EPMS441, GPMS194, GPMS197,
pembanding yang dianalisis pada ruang dua dimensi dan Hpms1-1. Risliawati et al. (2015), Lestari et al.
hasil analisis PCoA tersebut telah memberikan (2016), dan Reflinur dan Lestari (2016) mengemuka-
peluang untuk memperketat tahap seleksi dalam kan bahwa marka SSR dengan nilai PIC tinggi dan
program pemuliaan. Varietas dengan posisi koordinat masuk dalam kategori informatif dapat dijadikan set
yang berdekatan hendaknya dihindari untuk dijadikan marka dalam identifikasi varietas.
tetua persilangan dan sebaiknya pemulia mencari Set marka SSR bersifat efektif dalam identifikasi
genotipe cabai dengan koordinat yang berjauhan agar varietas jika mampu menghasilkan profil sidik jari
diperoleh segregasi progeni yang prospektif pada DNA yang spesifik pada suatu varietas dan dapat
lingkungan tertentu (Salimi et al. 2013; Kumar et al. menjadi pembeda antarvarietas (Lestari et al. 2016).
2015). Adapun jumlah marka SSR dalam formulasi identitas
dan proteksi varietas seminimal mungkin namun
Profil Sidik Jari DNA Varietas Cabai Lokal Uji
efisien (Ritschel et al. 2004). Pada penelitian ini, set
Analisis sidik jari DNA pada penelitian ini selain marka dirancang berdasarkan ukuran alel asli yang
untuk estimasi keragaman genetik juga bertujuan secara kuantitatif diobservasi dengan bantuan pe-
membedakan seluruh varietas uji, baik menurut rangkat lunak GelAnalyzer. Berdasarkan analisis
status varietas, spesies, maupun karakter penciri filogenetik dengan lima marka terpilih dengan nilai
spesifik. Adanya perbedaan pada tiap-tiap varietas PIC tertinggi, yaitu EPMS441, EPMS331, GPMS335,
dapat menjadi suatu penciri atau sidik jari yang GPMS194, dan CaSSRBio1.1, seluruh varietas cabai
membuktikan bahwa tidak ada satupun varietas yang dapat terpisah dalam subklaster (Gambar 4). Dengan
memiliki kemiripan secara genetik. Hasil analisis sidik demikian, dapat diasumsikan bahwa kelima marka
jari DNA nantinya akan dapat dimanfaatkan pada ke- SSR tersebut dapat mendiskriminasikan antarindividu
giatan identifikasi varietas khususnya pada penyusun- varietas uji, baik varietas lokal maupun VUB, tanpa
an identitas, pelengkap dokumen pendaftaran varie- ada kesamaan secara genetik berdasarkan marka
tas, serta perlindungan varietas sebagai salah satu molekuler.
bentuk kekayaan intelektual (Risliawati et al. 2015). Mengingat profil sidik jari DNA diformulasikan
Pembuatan profil sidik jari DNA terdiri atas dalam bentuk kode numerik, pembentukan kelas
beberapa tahapan, yaitu seleksi kandidat marka, dilakukan dengan kode khusus dua digit mewakili
perancangan set marka, dan penyusunan ID varietas tiap selang ukuran alel asli dari setiap lokus tertentu
dalam bentuk kode numerik. Berdasarkan nilai PIC, (Tabel 5). Berdasarkan jumlah total motif yang ter-
indeks keragaman genetik, serta estimasi jarak deteksi, diperoleh kode 00–10 dari ukuran alel ter-
genetik, pada awalnya dipilih sebelas marka SSR kecil hingga alel terbesar untuk lima lokus marka SSR
dengan nilai PIC yang termasuk dalam kategori sehingga setiap marka SSR memiliki jumlah kelas
sangat informatif berdasarkan Botstein et al. (1980) kode yang berbeda. Contohnya, EPMS441 menghasil-

8
Koordinat utama 2 (14,10%)

6
4

2
0
-2
-4
-6
-4 -2 0 0 2 4 6
Koordinat utama 1 (21,15%)

Capsicum frutescens C. chinense C. annuum

Gambar 3. Analisis koordinat utama (Principle Coordinate Analyses/PCoA) 20 varietas cabai


lokal dan 2 VUB pembanding berdasarkan pola pita DNA dengan 15 marka SSR.
54 JURNAL AGROBIOGEN VOL. 16 NO. 2, DESEMBER 2020:45–58

kan empat kelas kode, EPMS331 menghasilkan enam numerik dilakukan pada kelima lokus marka SSR
kelas kode, EPMS 335 dan GPMS194 masing-masing dalam set marka untuk identitas.
menghasilkan sebelas kelas kode, serta CaSSRBio1.1 Berdasarkan ukuran alel menggunakan kelima
menghasilkan tujuh kelas kode. marka SSR tersebut, diperoleh ID dalam bentuk kode
Pemberian kode numerik pada setiap varietas numerik pada setiap varietas cabai (Tabel 6). Setiap
dengan set marka merupakan upaya pemberian varietas memiliki sepuluh digit kode numerik ber-
identitas bagi varietas agar dapat dibedakan secara dasarkan transformasi ukuran alel pada lima lokus
genetik dengan sistem digitalisasi. Sebagai contoh, marka SSR tersebut. Sebagai contoh, VUB Rabani
marka EPMS441, yang mendeteksi empat alel dengan Agrihorti mempunyai ukuran alel 101, 169, 131, 256,
kisaran ukuran alel 101–140, akan menghasilkan 301 bp secara berurutan untuk lokus EPMS441,
empat kode numerik yang merupakan representasi EPMS331, EPMS335, GPMS194, dan CaSSRBio1.1. Ber-
ukuran alel homozigot hasil amplifikasi DNA oleh dasarkan transformasi ke kode numerik (Tabel 5),
lokus marka SSR tersebut. Teknik pemberian kode keempat lokus marka SSR dari set marka tersebut

LV-8052
LV-1422
LV-5684
LV-5685
LV-8038
Gendot
LV-5168
LV-8060
Rabani Agrihorti
LV-8030
Prima Agrihorti
LV-49
LV-8062
Saha Mpida
LV-8031
LV-8045
LV-8051
LV-8032
LV-1925
LV-8044
LV-8041
LV-8043
0,4 0,3 0,2 0,1 0,0

Gambar 4. Dendrogram 20 varietas cabai lokal dan 2 VUB pembanding hasil analisis berdasarkan set lima
marka SSR. Data dianalisis dengan menggunakan program SAHN-UPGMA dan perangkat lunak
MEGA5.0. Varietas lokal pada dendrogram ditandai dengan dua huruf LV diikuti dengan nomor
setiap varietas cabai lokal. Dua VUB pembanding yang digunakan, yaitu Rabani Agrihorti dan
Prima Agrihorti.

Tabel 5. Kode yang diberikan untuk setiap selang ukuran alel yang diformulasikan untuk lima
marka SSR sebagai kandidat set marka dalam identifikasi varietas cabai lokal.

Kisaran alel
Kode
EPMS441 EPMS331 EPMS335 GPMS194 CaSSRBio1.1
00 101–105 166–170 125–130 201–205 201–205
01 116–120 171–175 131–135 211–215 211–215
02 131–135 176–180 141–145 216–220 216–220
03 136–140 181–185 161–165 221–225 221–225
04 186–190 166–170 226–230 226–230
05 191–195 176–180 236–240 236–240
06 181–185 241–245 241–245
07 191–195 246–250
08 196–200 256–260
09 216–220 261–265
10 236–240 266–270
2020 Analisis Keragaman Genetik dan Pengembangan Profil Sidik Jari DNA: R.T. TERRYANA ET AL. 55

diberi kode secara berurutan 00, 00, 01, 08, 02. varietas lokal akan sangat membantu jika varietas
Dengan demikian, ID VUB Rabani Agrihorti adalah lokal tersebut memiliki karakter fenotipe yang
0000010802. Sementara, varietas lokal LV-8030 yang superior sehingga akan dilepas menjadi varietas ung-
memiliki ukuran alel 101, 170, 164, 217, 292 bp secara gul. Informasi identitas genetik varietas cabai lokal
berurutan dikodekan 00, 00, 03, 02, 00 untuk keempat Indonesia pada penelitian ini akan sangat berguna
lokus marka SSR dari set marka. Dengan demikian, ID sebagai referensi kode identitas genetik dalam basis
varietas lokal LV-8030 adalah 0000030200. Prosedur data pengelolaan SDG cabai.
yang sama juga diterapkan untuk pembuatan ID Dengan demikian, set marka SSR yang diperoleh
varietas cabai lainnya, namun jika terdapat alel yang pada penelitian ini sangat bermanfaat untuk
tidak teramplifikasi maka diberikan kode “**”. Kelima mendapatkan profil sidik jari DNA khususnya untuk
marka SSR dalam set marka tersebut telah dapat varietas lokal yang dapat diidentifikasi secara spesifik
membedakan seluruh varietas cabai yang digunakan, dan terpisah dari kelompok varietas lokal lain dan
baik varietas lokal maupun VUB. Hal ini ditunjukkan VUB. Metode pemberian kode numerik sebagai profil
oleh tidak adanya varietas dengan ID yang sama. sidik jari varietas cabai lokal Indonesia berdasarkan
Penetapan ID tersebut akan sangat bermanfaat dalam set marka SSR pada studi ini serupa dengan peneliti-
penelusuran latar belakang genetik dan kemurnian an yang telah dilakukan sebelumnya. Kode numerik
genetik varietas tersebut. tersebut diberikan dalam pengembangan set marka
Penetapan identitas genetik khususnya pada SSR untuk identitas spesifik varietas kedelai lokal
varietas lokal akan sangat bermanfaat dalam mem- (Lestari et al. 2016), varietas kedelai unggul Indonesia
bantu perlindungan varietas lokal di Indonesia dari (Risliawati et al. 2015), dan varietas kacang hijau
eksploitasi komersial dan klaim negara lain (Reflinur unggul Indonesia (Reflinur et al. 2016). Meskipun
et al. 2016), menghindari kemungkinan duplikasi susunan set marka SSR tersebut kemungkinan dapat
varietas (Chaerani et al. 2011; Lestari et al. 2012), berubah sejalan dengan penambahan jumlah varie-
mendiskriminasikan varietas dengan nama dan ka- tas, metode pengembangan set marka SSR dan pem-
rakter fenotipe yang identik, dan membantu penge- berian identitas spesifik tersebut dapat diaplikasikan
lolaan SDG khususnya varietas lokal di Indonesia secara konsisten. Set marka SSR serta metode
(Santoso et al. 2006). Identitas genetik tersebut dapat analisis sidik jari DNA yang dikembangkan pada pe-
pula digunakan sebagai alat penelusuran jika ditemu- nelitian ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi
kan varietas lokal yang memiliki nama yang sama varietas cabai lokal secara molekuler guna meleng-
namun berasal dari daerah yang berbeda (Lestari et kapi informasi fenotipe sebagai salah satu bentuk
al. 2016). Tersedianya identitas genetik untuk suatu upaya perlindungan varietas cabai lokal di Indonesia,

Tabel 6. Identitas spesifik (ID) 20 varietas cabai lokal dan 2 VUB pembanding berdasarkan profil sidik jari
dari set lima marka SSR hasil penelitian ini.

Varietas Spesies Asal Kelompok cabai Kode ID


Prima Agrihorti Capsicum frutescens Koleksi Balitsa Rawit 00000007**
Rabani Agrihorti C. frutescens Koleksi Balitsa Rawit 0000010802
Gendot C. chinense Jawa Tengah Rawit **02000900
Saha Mpida C. frutescens NTB Rawit 0001010603
LV-8030 C. annuum Jawa Barat Besar 0000030200
LV-8031 C. annuum Jawa Barat Besar 0001020001
LV-8032 C. annuum Jawa Barat Keriting 0002040101
LV-8038 C. annuum Jawa Tengah Besar 0002020300
LV-8041 C. annuum Jawa Barat Keriting 0001040106
LV-8043 C. annuum Jawa Barat Keriting **01040104
LV-8044 C. annuum Jawa Barat Keriting 0001040100
LV-8045 C. annuum Jawa Barat Besar pendek 0001**0301
LV-1925 C. annuum Jawa Barat Besar 0001080100
LV-5168 C. annuum Jawa Barat Keriting 010207**00
LV-1422 C. annuum Jawa Barat Besar 0203060501
LV-8051 C. annuum Jawa Barat Keriting 0005040002
LV-5685 C. annuum Jawa Tengah Keriting 020503**03
LV-8052 C. annuum Jawa Barat Besar 0303090402
LV-5684 C. annuum Jawa Barat Keriting 0202060203
LV-8060 C. annuum Jawa Barat Besar 0004051005
LV-49 C. annuum Jawa Tengah Besar 0003100303
LV-8062 C. annuum Jawa Barat Besar 0003020003
56 JURNAL AGROBIOGEN VOL. 16 NO. 2, DESEMBER 2020:45–58

perlindungan konsumen, pendaftaran VUB, serta Journal of the American Society for Horticultural
penyelesaian perselisihan terkait peredaran benih. Science, 130 (4), 543–549.
Botstein, D., White, R.L. & Davis, R.W. (1980) Construction
of a genetic linkage map in man using restriction
KESIMPULAN fragment length polymorfism. The American Journal of
Tingkat keragaman genetik 20 varietas cabai Human Genetics, 32, 314–331.
lokal dan 2 VUB pembanding pada penelitian ini Carvalho, S.I.C., Ragassi, C.F., Oliveira, I.B., Amaral,
cukup tinggi berdasarkan hasil analisis klaster dan Z.P.S., Reifschneider, F.J.B., Faleiro, F.G. & Buso,
koordinat utama menggunakan 15 marka SSR yang G.S.C. (2015) Transferability of microsatellite markers
of Capsicum annuum L. to C. frutescens L. and C.
mampu membedakan varietas berdasarkan spesies- chinense Jacq. Genetics and Molecular Research, 14
nya. Informasi keragaman genetik berdasarkan (3), 7937–7946.
marka SSR dapat menjadi informasi awal dalam pe-
Chaerani, C., Hidayatun, N. & Utami, D.W. (2011)
milihan tetua persilangan dalam program pemuliaan Keragaman genetik 50 aksesi plasma nutfah kedelai
cabai. Satu set marka SSR untuk identifikasi sidik jari berdasarkan sepuluh penanda mikrosatelit. Jurnal
DNA varietas cabai telah berhasil dikembangkan AgroBiogen, 7 (2), 96–105.
pada penelitian ini. Set marka SSR tersebut terdiri Chaesaria, N., Sobir & Syukur, M. (2018) Analisis keragaan
atas lima marka SSR (EPMS441, EPMS331, EPMS335, cabai rawit merah (Capsicum frutescens) lokal asal
GPMS194, dan CaSSRBio1.1) yang mampu membeda- Kediri dan Jember. Buletin Agrohorti, 6 (3), 388–396.
kan setiap individu varietas cabai lokal. Seluruh Cheng, J., Zhao, Z., Li, B., Qin, C., Wu, Z., Trejo-Saavedra,
varietas cabai lokal pada penelitian ini telah memiliki D.L., Luo, X., Cui, J., Rivera-Bustamante, R.F., Li, S. &
identitas genetik dalam sepuluh digit kode unik yang Hu, K. (2016) A comprehensive characterization of
simple sequence repeats in pepper genomes provides
spesifik untuk setiap varietas. Set marka SSR ini dapat
valuable resources for marker development in
digunakan sebagai pelengkap pada uji BUSS varietas Capsicum. Scientific Reports, 6, 1–12.
cabai.
Cintamulya, I. (2011) Aplikasi penanda molekuler
mikrosatelit/SSRs (simple sequence repeats) untuk
UCAPAN TERIMA KASIH menunjang program pemuliaan tanaman. Berkala
Penelitian Hayati Edisi Khusus, 7A, 161–165.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Deviona, Syukur, M., Nurbaiti, Zuhry, E. & Cahya, E.B.N.
Meddy Saputra atas bantuan teknis laboratorium.
(2013) Pendugaan keragaman genetik 20 genotipe
Penelitian ini didanai melalui DIPA-APBN Balai Besar cabai (Capsicum annuum) di lahan gambut. Dalam:
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Dekan Bidang
Sumber Daya Genetik Pertanian, Badan Penelitian Ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat Tahun 2013.
dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertani- Pontianak, Universitas Tanjungpura, hlm. 371–377.
an TA 2018. Penulis juga mengucapkan terima kasih Dhaliwal, M.S., Jindal, S.K., Gaikwad, A.K. & Singh, K.
kepada Dr. I Made Tasma atas masukan dan saran (2013) Genetic diversity analysis and DNA
beliau dalam proses penulisan naskah ini. fingerprinting of elite chilli pepper lines using SSR
markers. International Journal of Vegetable Science,
19 (July), 207–216.
KONTRIBUTOR PENULISAN Dhaliwal, M.S., Yadav, A. & Jindal, S.K. (2014) Molecular
RTT: kontributor utama, mengumpulkan data, characterization and diversity analysis in chilli pepper
using simple sequence repeats (SSR) markers. African
menganalisis data, dan menulis manuskrip. NDSAN: Journal of Biotechnology, 13 (31), 3137–3143.
kontributor utama, analisis genotyping, dan mem-
bantu menulis manuskrip. KN: kontributor anggota, Ditjen Hortikultura (2019) Produksi cabai besar dan cabai
rawit tahun 2018. [Online] Direktorat Jenderal
membantu menulis manuskrip, dan analisis Hortikultura, Kementerian Pertanian. Tersedia pada:
genotyping. DS: kontributor anggota, review ma- https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=vi
nuskrip. HK: kontributor anggota, penyedia materi ew&id=61 [Diakses 8 Oktober 2019].
genetik, dan informasi fenotipe. PL: kontributor Doyle, J.J. & Doyle, J.L. (1990) Isolation of plant DNA from
anggota, menyusun desain dan ide penelitian, dan fresh tissue. Focus, 12, 13–15.
memfinalkan manuskrip. Duan, Y., Liu, J., Xu, J., Bian, C., Duan, S., Pang, W., Hu,
J., Li, G. & Jin, L. (2019) DNA fingerprinting and
DAFTAR PUSTAKA genetic diversity analysis with simple sequence repeat
markers of 217 potato cultivars (Solanum tuberosum
Bassil, N.V., Botta, R. & Mehlenbacher, S.A. (2005) L.) in China. American Journal of Potato Research, 96
Microsatellite markers in hazelnut: Isolation, (1), 21–32.
characterization, and cross-species amplification.
2020 Analisis Keragaman Genetik dan Pengembangan Profil Sidik Jari DNA: R.T. TERRYANA ET AL. 57

Gao, L., Jia, J. & Kong, X. (2016) A SNP-based molecular Minamiyama, Y., Tsuro, M., Kubo, T. & Hirai, M. (2007) QTL
barcode for characterization of common wheat. PLOS analysis for resistance to Phytophthora capsici in
Genetics, 1–12. pepper using a high density SSR-based map. Breeding
Science, 57 (2), 129–134.
Hadiati, S. (2003) Pendugaan jarak genetik dan hubungan
kekerabatan nanas berdasarkan analisis isozim. Jurnal Monteiro, C.E. da S., Pereira, T.N.S. & de Campos, K.P.
Hortikultura, 13 (2), 87–94. (2011) Reproductive characterization of interspecific
hybrids among Capsicum species. Crop Breeding and
Kristamtini, Taryono, Basunanda, P. & Murti, R.H. (2014)
Applied Biotechnology, 11 (3), 241–249.
Keragaman genetik kultivar padi beras hitam lokal
berdasarkan penanda mikrosatelit. Jurnal AgroBiogen, Mustofa, Z., Budiarsa, I.M. & Samdas, G. (2013) Variasi
10 (2), 69–76. genetik jagung (Zea mays L.) berdasarkan karakter
fenotipik tongkol jagung yang dibudidaya di desa Jono
Kumar, A., Pandey, A., Aochen, C. & Pattanayak, A. (2015)
Oge. e-Jipbiol, 1, 33–41.
Evaluation of genetic diversity and interrelationships of
agro-morphological characters in soybean (Glycine Nagy, I., Stágel, A., Sasvári, Z., Röder, M. & Ganal, M.
max) genotypes. Proceedings of the National Academy (2007) Development, characterization, and
of Sciences, India Section B: Biological Sciences, 85 transferability to other Solanaceae of microsatellite
(2), 397–405. markers in pepper (Capsicum annuum L.). Genome,
50 (7), 668–688.
Kurniawan, A.C., Purwantoro, A. & Basunanda, P. (2015)
Evaluasi karakter kualitatif cabai hias generasi F 1 hasil Nicolaï, M., Cantet, M., Lefebvre, V., Sage-Palloix, A. &
persilangan Capsicum annuum × Capsicum Palloix, A. (2013) Genotyping a large collection of
frutescens. Vegetalika, 4 (1), 10–14. pepper (Capsicum spp.) with SSR loci brings new
evidence for the wild origin of cultivated C. annuum
Kwon, Y., Lee, J., Yi, G., Yi, S., Kim, K., Soh, E., Bae, K.,
and the structuring of genetic diversity by human
Park, E., Song, I. & Kim, B. (2005) Use of SSR
selection of cultivar types. Genetic Resources and
markers to complement tests of distinctiveness,
Crop Evolution, 60 (8), 2375–2390.
uniformity, and stability (DUS) of pepper (Capsicum
annuum L.) varieties. Molecules and Cells, 19 (3), Oh, S., Song, J., Lee, J., Lee, G., Ko, H., Stoilova, T.,
428–435. Krasteva, L., Kim, Y., Rhee, J., Gwag, J., Ro, N., Hur,
O. & Lee, M. (2012) Evaluation of genetic diversity of
Lazar, I. (2010) GelAnalyzer 2010 user’s manual. [Online]
red pepper landraces (Capsicum annuum L.) from
Tersedia pada:
Bulgaria using SSR markers. Journal of the Korean
http://www.gelanalyzer.com/downloads/
Society of International Agriculture, 24 (5), 547–556.
users_manual_2010.pdf [Diakses 20 Oktober 2017].
PGPI (2015) Pusat Genom Pertanian Indonesia. [Online]
Lee, J., Nahm, S., Kim, Y. & Kim, B. (2004)
Tersedia pada: http://genom.litbang.pertanian.go.id
Characterization and molecular genetic mapping of
[Diakses 12 Desember 2018].
microsatellite loci in pepper. Theoretical and Applied
Genetics, 108 (4), 619–627. Rai, V.P., Kumar, R., Kumar, S., Rai, A., Kumar, S., Singh,
M., Singh, S.P., Rai, A.B. & Paliwal, R. (2013) Genetic
Lestari, P., Risliawati, A. & Koh, H. (2012) Identifikasi dan
diversity in Capsicum germplasm based on
aplikasi marka berbasis PCR untuk identifikasi varietas
microsatellite and random amplified microsatellite
padi dengan palatabilitas tinggi. Jurnal AgroBiogen, 8
polymorphism markers. Physiology and Molecular
(2), 69–77.
Biology of Plants, 19 (4), 575–586.
Lestari, P., Risliawati, A., Utami, D.W., Hidayatun, N.,
Reflinur, Lestari, P. & Lee, S. (2016) The potential use of
Santoso, T.J. & Chaerani (2016) Pengembangan
SSR markers to support the morphological
identitas spesifik berbasis marka SSR pada 29
identification of Indonesian mungbean varieties.
varietas kedelai lokal Indonesia. Jurnal Biologi
Indonesian Journal of Agricultural Science, 17 (2), 65–
Indonesia, 12 (2), 219–230.
74.
Liu, K. & Muse, S.V. (2005) PowerMarker: An integrated
Ribeiro, C.A.G., Tanure, J.P.M., Maciel, T.E.F.M. & de
analysis environment for genetic marker analysis.
Barros, E.G. (2013) Molecular characterization of
Bioinformatics, 21 (9), 2128–2129.
soybean cultivars by microsatellite markers with
Maranho, R.C., Augusto, R., Mangolin, C.A. & Machado, universal tail sequence. Pesquisa Agropecuaria
M.F.P.S. (2014) Use of differential levels of mean Brasileira, 48 (3), 270–279.
observed heterozygosity in microsatellite loci of
Risliawati, A., Riyanti, E.I., Lestari, P., Utami, D.W. &
commercial varieties of sugarcane (Saccharum spp.).
Silitonga, T.S. (2015) Development of SSR marker set
Genetics and Molecular Research, 13 (4), 10130–
to identify fourty two Indonesian soybean varieties.
10141.
Jurnal AgroBiogen, 11 (2), 49–58.
Meng, Y., Zhao, N., Li, H., Zhai, H., He, S. & Liu, Q. (2018)
Ritschel, P.S., Lins, T.C.de L., Tristan, R.L., Buso, G.S.C.,
SSR fingerprinting of 203 sweetpotato (Ipomoea
Buso, J.A. & Ferreira, M.E. (2004) Development of
batatas [L.] Lam.) varieties. Journal of Integrative
microsatellite markers from an enriched genomic
Agriculture, 17 (1), 86–93.
library for genetic analysis of melon (Cucumis melo L.).
BMC Plant Biology, 14, 1–14.
58 JURNAL AGROBIOGEN VOL. 16 NO. 2, DESEMBER 2020:45–58

Rohlf, F.J. (2000) NTSYS-pc: Numerical taxonomy and kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) asal Kamerun
multivariate analysis system, version 2.1. Exeter berdasarkan marka mikrosatelit. Jurnal AgroBiogen, 9
Software Setauket, New York, USA. (1), 19–27.
Rubiyo (2013) Teknologi perbaikan bahan tanam kakao di Tasma, I.M., Yani, N.P.M.G., Purwaningdyah, R., Satyawan,
Indonesia. Buletin RISTRI, 4 (3), 199–214. D., Nugroho, K., Lestari, P., Trijatmiko, K.R. & Mastur
(2018) Genetic diversity analysis and F2 population
Salimi, S., Lahiji, H.S., Abadi, G.M., Salimi, S. &
development for breeding of long juvenile trait in
Salaheddin, M. (2013) Genetic diversity in soybean
soybean. Jurnal AgroBiogen, 14 (1), 11–22.
genotypes under water stress and normal condition
using factor analysis and cluster analysis. World Terryana, R.T., Nugroho, K., Rijzaani, H. & Lestari, P.
Applied Sciences Journal, 8 (49), 6529–6536. (2018) Karakterisasi keragaman genetik 27 genotipe
cabai berdasarkan marka SSR (simple sequence
Santoso, T.J., Utami, D.W. & Septiningsih, E.M. (2006)
repeat). Berita Biologi, 17 (2), 183–194.
Analisis sidik jari DNA plasma nutfah kedelai
menggunakan markah SSR. Jurnal AgroBiogen, 2 (1), Toledo-Aguilar, R., López-Sánchez, H., Santacruz-Varela,
1–7. A., Valadez-Moctezuma, E., López, P.A., Aguilar-
Rincón, V.H., González-Hernández, V.A. & Vaquera-
Saptadi, D., Liana, N., Waluyo, B., Purnamaningsih, S.L.,
Huerta, H. (2016) Characterization of genetic diversity
Ardiarini, N.R. & Agustina, N.I. (2018) Evaluasi potensi
of native ‘Ancho’ chili populations of Mexico using
keragaman genetik cabai rawit lokal untuk mendukung
microsatellite markers. Chilean Journal of Agricultural
kegiatan seleksi. Dalam: Waluyo, B. & Saptadi, D.
Research, 76 (1), 18–26.
(ed.) Seminar Nasional Peripi Komda Jatim 2017:
Sumbangan Ilmu Pemuliaan dalam Optimalisasi Utami, D.W., Sutoro, Hidayatun, N., Risliawati, A. &
Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Lokal Menjadi Hanarida, I. (2011) Keragaman genetik 96 aksesi
Varietas Unggul. Malang, Fakultas Pertanian plasma nutfah padi berdasarkan 30 marka SSR
Universitas Brawijaya dan Perhimpunan Ilmu terpaut gen pengatur waktu pembungaan (HD genes).
Pemuliaan Indonesia, hlm. 91–104. AgroBiogen, 7 (2), 76–84.
Shankar, R., Bagle, B.G. & More, T.A. (2009) Diversity Vieira, M.L.C., Santini, L., Diniz, A.L. & Munhoz, A.de F.
analysis of bitter gourd (Momordica charantia L.) (2016) Microsatellite markers: What they mean and
germplasm from tribal belts of India. The Asian and why they are so useful. Genetics and Molecular
Australasian Journal of Plant Science and Biology, 39 (3), 312–328.
Biotechnology, 3 (1), 21–25.
Wartono, Wiyono, S., Syukur, M., Giyanto, Nugroho, K. &
Sharmin, A., Hoque, Md.E., Haque, Md.M. & Khatun, F. Lestari, P. (2019) Genetic diversity analysis of 41 chili
(2018) Molecular diversity analysis of some chilli pepper genotypes (Capsicum annuum L.) based on
(Capsicum spp.) genotypes using SSR markers. SSR markers. Jurnal AgroBiogen, 15 (2), 65–74.
American Journal of Plant Sciences, 9 (3), 368–379.
Wei, J., Zheng, J., Yu, J., Zhao, D., Cheng, Y., Ruan, M.,
Sitaresmi, T., Wening, R.H., Rakhmi, A.T., Yunani, N. & Ye, Q., Yao, Z., Wang, R., Zhou, G., Yang, Y., Li, Z. &
Susanto, U. (2013) Pemanfaatan plasma putfah padi Wan, H. (2019) Production and identification of
varietas lokal dalam perakitan varietas unggul. Iptek interspecific hybrids between pepper (Capsicum
Tanaman Pangan, 8 (1), 22–30. annuum L.) and the wild relative (Capsicum frutescens
L.). Journal of Agricultural Science and Technology, 21
Surapaneni, M., Vemireddy, L.R., Begum, H., Reddy, B.P.,
(3), 761–769.
Neetasri, C., Nagaraju, J., Anwar, S.Y. & Siddiq, E.A.
(2013) Population structure and genetic analysis of Yumnam, J.S., Tyagi, W., Pandey, A., Meetei, N.T. & Rai,
different utility types of mango (Mangifera indica L.) M. (2012) Evaluation of genetic diversity of chilli
germplasm of Andhra Pradesh state of India using landraces from North Eastern India based on
microsatellite markers. Plant Systematics and morphology, SSR markers and the Pun1 locus. Plant
Evolution, 299 (7), 1215–1229. Molecular Biology Reporter, 30 (6), 1470–1479.
Sutoro, Lestari, P. Risliawati, A, Nugroho, K. & Iriany, R.N. Zhang, C.C., Wang, L.Y., Wei, K. & Cheng, H. (2014)
(2017) Evaluasi keragaman genetik jagung inbrida Development and characterization of single nucleotide
berdasarkan sepuluh marka simple sequence repeat. polymorphism markers in Camellia sinensis
Jurnal AgroBiogen, 13 (2), 89–90. (Theaceae). Genetics and Molecular Research, 13 (3),
5822–5831.
Syukur, M. & Yunianti, R. (2013) Pemanfaatan sumber daya
genetik lokal dalam perakitan varietas unggul cabai Zhang, X.M., Zhang, Z.H., Gu, X.Z., Mao, S.L., Li, X.X.,
(Capsicum annuum) tahan terhadap penyakit Chadœuf, J., Palloix, A., Wang, L.H. & Zhang, B.X.
antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. (2016) Genetic diversity of pepper (Capsicum spp.)
Jurnal Ilmu Pertanian, 18 (2), 67–72. germplasm resources in China reflects selection for
cultivar types and spatial distribution. Journal of
Tasma, I.M. & Arumsari, S. (2013) Analisis diversitas
Integrative Agriculture, 15 (9), 1991–2001.
genetik aksesi kelapa sawit Kamerun berdasarkan
marka SSR. Jurnal Littri, 19 (4), 194–202.
Tasma, I.M., Warsun, A., Satyawan, D., Syafaruddin &
Martono, B. (2013) Analisis kekerabatan 50 aksesi

View publication stats

You might also like