Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Chemical and Microbiological Changes of Over Fermented Tempeh During Fermentation

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..

Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021) DOI: https://doi.org/10.19184/j-agt.v15i02.25729

PERUBAHAN KIMIA DAN MIKROBIOLOGI TEMPE BUSUK SELAMA


FERMENTASI
Chemical and Microbiological Changes of Over Fermented Tempeh During Fermentation

- Vivi Nuraini1)*, Irvia Resti Puyanda1), Widasari Atrilania Sri Kunciati1),


Laurensia Atha Margareta1)
1)
Fakultas Teknologi dan Industri Pangan, Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Jalan Sumpah Pemuda No.18, Kadipiro, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
*Korespondensi Penulis: nurainivivi@gmail.com

…ABSTRACT

Tempeh is a very popular food because it is delicious and has good nutritional value. Over-
fermented tempeh is used as a seasoning in dishes such as lodeh and sambal tumpang. Thus, it is
necessary to know the length of time tempeh fermentation is safe for consumption. The purpose of this
study was to determine the chemical and microbiological quality of over-fermented tempeh and the
effect of the packaging used. This study used a 2-factor factorial completely randomized design. The
first factor is the storage time of tempeh (1, 3, 5, 7, and 9 days), and the second factor is the type of
tempeh packaging (plastic, teak leaves, and banana leaves). The results of the water content test
showed that the tempeh began to decay in storage for 5 days. Teak leaf packaging has the lowest
water content of the others. Tempeh, which has the highest protein content of 0.60 g/L, is tempeh
packaged in teak leaves that has been stored for 3 days. Tempeh stored for 9 days has high water
content, exceeding the maximum SNI standard (SNI 3144:2015) by about 65%. Soluble protein levels
increased and then decreased during the decomposition process. Free fatty acids continued to
experience a decrease in storage for 9 days, which indicated that the process of decay had occurred.
The highest free fatty acids were found after 3 days of storage in plastic packaging, which reached 6.2
mg NaOH/g, while tempeh packaged with teak on the third day still showed a lower value of 3.83 mg
NaOH/g. The total bacteria test showed an increasing trend from the first day to the ninth day of
storage. Tempeh was still suitable for consumption up to five days after being stored. After 5 days of
storage, tempeh has decreased in quality. Teak leaves have been proven to be able to maintain the
quality of tempeh better than plastic packaging or banana leaf packaging.

Keywords: banana leaf, FFA (free fatty acid), teak leaf, tempeh

PENDAHULUAN tetapi kualitas gizinya baik. Proses


Tempe merupakan salah satu fermentasi menyebabkan tempe memiliki
makanan favorit di Indonesia. Secara beberapa keunggulan dibandingkan
nasional, konsumsi kedelai total yang kacang kedelai. Tempe memiliki enzim
terdapat pada makanan jadi seperti tahu, fitase yang berperan mendegradasi asam
tempe, dan kecap mengalami peningkatan fitat pada kedelai karena peran kapang
selama tahun 2015-2019, dengan rata-rata (Perdani & Utama, 2020). Selain itu,
pertumbuhan sebesar 0,72% (Sabarella et kapang yang tumbuh pada tempe mampu
al., 2020). Peningkatan konsumsi tempe menghasilkan enzim protease untuk
dipengaruhi oleh harga tempe yang murah

127
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

menguraikan protein menjadi peptida dan dihasilkan dari proses pertumbuhan bakteri
asam amino bebas (Astawan, 2008). asam laktat (BAL) selama proses
Selain tempe segar, masyarakat juga fermentasi.
gemar mengonsumsi tempe yang Akan tetapi fermentasi
difermentasi melebihi waktu biasa yang berkepanjangan juga akan memberikan
sering disebut tempe busuk. Tempe efek negatif. Tempe segar hanya memiliki
terfermentasi lanjut dikenal oleh umur simpan selama 2 hari dalam suhu
masyarakat dengan nama tempe busuk. ruang, meskipun pada penyimpanan 3 dan
Tempe busuk (over fermented) juga 4 hari masih memenuhi standar SNI
diketahui memiliki manfaat untuk 3144:2015 tetapi setelah melewati 2 × 24
kesehatan karena memiliki kandungan jam kapang akan mati sehingga yang akan
isoflavon yang tinggi. Soetjipto et al. tumbuh adalah bakteri perombak protein.
(2018) melakukan penelitian dengan Oleh karena itu, maka tempe akan menjadi
mengisolasi gistein yang merupakan salah mudah busuk. Tempe busuk masih bisa
satu bagian dari isoflavon dari sumber dikonsumsi, akan tetapi nilai gizinya telah
tempe busuk menghasilkan kandungan banyak berkurang. Batas waktu aman
gistein dalam serat kasar dan dalam isolat untuk mengonsumsi tempe busuk belum
berturut-turut 4737,50 dan 31,36 g/g diketahui sehingga perlu dilakukan
ekstrak. penelitian terkait apa saja perubahan kimia
Tempe busuk diminati karena dan mikrobiologi tempe selama fermentasi
memiliki rasa dan aroma spesifik hingga fermentasi berlebih. Tujuan
“semangit”. Rasa unik “semangit” ini bagi penelitian adalah mengetahui perubahan
sebagian orang menjadikan cita rasa kimia dan perubahan mikrobiologi tempe
makanan menjadi lebih lezat. Tempe busuk selama proses fermentasi berlanjut.
busuk banyak digunakan untuk berbagai Informasi yang diperoleh akan dapat
masakan seperti sayur lodeh, sayur digunakan untuk menentukan batasan
tumpang, gudeg, bothok, dan sambal waktu tempe aman dikonsumsi dan masih
(Rachmawati et al., 2019). memiliki nilai gizi. Selain itu, penelitian
Tempe busuk diperoleh dengan cara juga bertujuan untuk mendapatkan
menyimpan tempe lebih lama agar proses perlakuan kemasan dan lama fermentasi
fermentasi tetap berjalan. Lemak pada terbaik.
tempe mengalami peningkatan derajat
ketidakjenuhan karena adanya proses METODE PENELITIAN
fermentasi. Terjadi peningkatan asam
lemak tidak jenuh majemuk pada tempe Alat dan Bahan
sehingga hal tersebut memberikan efek Alat yang digunakan untuk
baik untuk kesehatan karena dapat penelitian terdiri dari alat untuk
menurunkan kandungan kolesterol serum pembuatan tempe dan untuk analisis. Alat
dan menetralkan efek negatif sterol dalam untuk pembuatan tempe antara lain ember,
tubuh (BSN, 2012). Menurut Deliani panci pengukus, tampah, dan pengaduk.
(2008), lama fermentasi tempe yang Peralatan untuk penyimpanan berupa
semakin meningkat juga akan inkubator (Memmert). Alat analisis terdiri
meningkatkan jenis asam lemak yang atas oven (Memmert), desikator (Duran),
128
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

labu soxhlet (Iwaki), krus porselen, lalu dikipasi sampai suhu kedelai dingin
sedok/spatula, waterbath, gelas beker 100 (sekitar 30oC). Tahapan selanjutnya adalah
mL, erlenmeyer 100 mL, tabung reaksi, menaburkan ragi tape (Rhizopus
pipet ukur 1 mL, pipet ukur 10 mL, oligosporus) sesuai kebutuhan yaitu 10
mortar, kuvet, spektrofotometer g/kg kedelai. Kedelai yang sudah diberi
(Shimadzu), timbangan analitik (Shimadzu ragi kemudian ditimbang sebanyak 39 g
AUX320), labu takar 100 mL, kertas lalu dikemas dengan pembukus daun jati,
saring, cawan petri, jarum ose, dan alat daun pisang, dan plastik. Tempe disimpan
moisture analyzer (Shimadzu MOC6-3U). hingga hari ke-9, pengamatan dilakukan
Bahan yang digunakan untuk setiap 2 hari sekali.
penelitian ini terdiri dari bahan pembuatan
tempe dan bahan untuk analisis. Bahan Rancangan Percobaan
untuk pembuatan tempe meliputi ragi tape Penelitian menggunakan rancangan
(merk Raprima), kedelai, daun jati, daun acak lengkap (RAL) faktorial, faktor
pisang. Bahan-bahan yang digunakan pertama adalah jenis kemasan tempe dan
untuk analisis yaitu NaOH (Merck), faktor kedua adalah lama waktu fermentasi
larutan Nelson, arsenomolibdat, akuades, (Tabel 1). Penelitian dilakukan dengan
pelarut eter, indikator PP, alkohol netral, menyimpan tempe dari tiga macam
media nutrien agar (Merck), larutan garam kemasan (daun pisang, daun jati, dan
fisiologis, dan NaCl (Merck). plastik). Ketiga tempe diinkubasi pada
suhu ruang selama 9 hari. Tempe diamati
Tahapan Penelitian pada hari ke-1, 3, 5, 7, dan 9.
Penelitian dimulai dengan
pembuatan tempe yang dikemas dengan Tabel 1. Rancangan percobaan
tiga jenis kemasan yaitu daun jati, daun Perlakuan Kemasan Kemasan Kemasan
pisang, dan plastik. Pengamatan dilakukan penyimpanan daun jati daun plastik
saat proses fermentasi hari ke-0, hari ke-1, Hari ke- (A1) pisang (A3)
(A2)
hari ke-3, hari ke-5, dan hari ke-7.
1 (B1) A1B1 A2B1 A3B1

Proses Pembuatan Tempe Tradisional 3 (B2) A1B2 A2B2 A3B2

(Alvina & Hamdani, 2019 dengan 5 (B3) A1B3 A2B3 A3B3

Modifikasi) 7 (B4) A1B4 A2B4 A3B4

Kedelai dibersihkan dari benda asing 9 (B5) A1B5 A2B5 A3B5


seperti batu dan kotoran lainnya kemudian
dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya Metode Analisis
menuangkan air mendidih sehingga semua Pengujian kimiawi dan
biji kedelai terendam (selama 12 jam). mikrobiologi dilakukan pada tempe
Kedelai dicuci dengan air dingin dan busuk selama penyimpanan. Pengujian
dilakukan penghilangan kulit ari sampai kimia meliputi kadar air metode
bersih. Kedelai yang sudah bersih dikukus thermogravimetri (AOAC, 1995),
selama 30 menit. Kemudian diangkat, pengujian pH menggunakan pH meter,
ditiriskan, dan ditebarkan dalam tampah protein terlarut (AOAC, 1995), dan
yang bersih dan kering. Kedelai tersebut pengujian angka asam (BSN, 1998). Uji

129
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

mikrobiologi pada tempe over fermented a dan b = konstanta yang diperoleh


(busuk) yaitu uji total bakteri metode dari persamaan garis lurus
(BSN, 2008; Cempaka et al., 2020 kurva standar
dengan modifikasi).
Uji Angka Asam (BSN, 1998 dengan
Uji Protein Terlarut (AOAC, 1995) Modifikasi)
Sampel tempe ditimbang sebanyak Tempe busuk (over fermented)
0,5 g kemudian dilarutkan menggunakan ditimbang sebanyak 28,2±0,2 g dan
akuades hingga 100 mL. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250
suspensi disaring menggunakan kertas mL. 50 mL alkohol netral panas dan 2 mL
saring. Filtrat diambil 1 mL dan indikator fenolftalein (PP) dimasukkan ke
direaksikan dengan 1 mL larutan Lowry dalam sampel, lalu dititrasi menggunakan
D yaitu Lowry A:B:C (20:1:1). Kemudian NaOH 0,100 N sampai terjadi perubahan
dihomogenisasi. Setelah itu, larutan warna dari tidak berwarna menjadi merah
diinkubasi selama 15 menit pada suhu jambu (tidak hilang selama 30 detik).
ruang. Setelah dilakukan inkubasi, larutan Asam lemak bebas dinyatakan dalam
direaksikan dengan 3 mL larutan Folin persen. Perhitungan angka asam adalah
Ciau-Calteau 2 N (Lowry E) dan sebagai berikut:
dihomogenisasi. Kemudian larutan
tersebut didiamkan selama 45 menit. Angka asam (%) =
Selanjutnya, larutan campuran ditera V NaOH (mL)× N NAOH × BM As Lemak
× 100%
menggunakan spektrofotometer dengan Bobot sampel (g)

panjang gelombang 750 nm. Kadar


protein terlarut diketahui dari nilai Keterangan:
absorbansi yang diplotting pada kurva V = volume
standar. Kurva standar dibuat N = normalitas
menggunakan protein standar BSA BM = berat molekul
(bovine serum albumin) dengan
konsentrasi 0 μm/mL hingga 300 μm/mL Pengujian Total Bakteri
dan ditera dengan panjang gelombang Pengujian total bakteri dimulai
750 nm. Hasil kurva standar kemudian dengan pembuatan media NA. NA
diplot hingga mendapat persamaan garis (nutrient agar) sebanyak 39 g
lurus y= ax + b, sehingga diperoleh nilai dicampurkan dalam 1000 mL akuades
x (kadar protein) melalui rumus: kemudian dihomogenkan menggunakan
magnetic stirrer hingga mendidih. Media
𝑦−𝑏 tersebut disterilisasi dengan menggunakan
𝑋= 𝑎 autoklaf pada suhu 121oC selama 15
Keterangan: menit.
x = kadar protein Pada pengujian total bakteri (angka
y = hasil pembacaan lempeng total), 25 g sampel dimasukkan
spektrofotometer UV-Vis dalam 225 mL larutan garam fisiologis
sehingga diperoleh pengenceran 10-1. 1
mL suspensi dipipet dan dimasukkan

130
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

dalam 9 mL larutan garam fisiologis paling tinggi diantara 2 kemasan yang


sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Hal lainnya. Kadar air dalam suatu bahan
ini dilakukan sampai pengenceran 10-5. pengemas makanan berkaitan dengan laju
Seri pengenceran yang di-plating yaitu 10- transmisi uap air. Hal tersebut dikarenakan
2
, 10-3, 10-4, dan 10-5. Masing-masing kemasan plastik lebih kedap udara
pengenceran tersebut dipipet sebanyak 1 meskipun sudah dilubangi tapi jika
mL ke dalam cawan petri yang telah dibandingkan kemasan daun pisang dan
disterilkan. Selanjutnya, NA dituangkan kemasan daun jati, daun memiliki pori-
sebanyak 15-20 mL. Cawan petri yang pori yang lebih banyak di sepanjang
telah berisi medium dan sampel, bagian.
dihomogenkan dengan cara Tabel 2 menunjukkan kadar air
menggoyangkan cawan petri secara cenderung meningkat dari hari ke-1 hingga
perlahan membentuk angka delapan, ke hari ke-9, akan tetapi di hari ke-7
atas-bawah, dan ke samping kiri-kanan. mengalami penurunan pada perlakuan
Selanjutnya ditunggu hingga memadat. kemasan daun jati. Hari ke-1 kadar air
Media NA + sampel diinkubasi pada suhu kemasan daun jati mencapai 44,80±0,28%
30oC selama 48 jam dengan posisi kemudian mengalami kenaikan dan
terbalik. Setelah 24 jam, masing-masing kembali menurun pada hari ke-7 yaitu
cawan petri diamati dan dihitung seluruh 49,01±1,44%, lalu kembali naik di hari ke-
mikroba yang tumbuh. Perhitungan jumlah 9 mencapai 67,13±0,06%. Kemasan daun
bakteri sesuai dengan SNI 2897:2008 jati memiliki kadar air yang fluktuatif
(BSN, 2008) dengan modifikasi. Jumlah dibandingkan dengan kedua kemasan yang
bakteri yang dihasilkan dalam satuan lainnya (plastik dan daun pisang). Setelah
CFU/g kemudian disajikan dalam bentuk hari ke-7 kadar air mengalami kenaikan
log10 CFU/g. dan mencapai nilai tertinggi di hari ke-9.
Hari ke-9 kadar air tempe sudah melebihi
HASIL DAN PEMBAHASAN dari nilai SNI 3144:2015 (BSN, 2015)
yaitu maksimal 65% yaitu 67,13±0,06
Kadar Air Tempe Busuk Selama (perlakuan kemasan daun jati),
Penyimpanan 67,81±0,01% (kemasan plastik), dan
Kadar air merupakan salah satu 66,73±0,07% (kemasan daun pisang).
parameter yang dapat digunakan untuk Kadar air memiliki hubungan erat dengan
mengetahui kualitas bahan pangan. (BSN, proses pembusukan, kadar air yang tinggi
2015) mensyaratkan tempe memiliki kadar akan mempercepat proses pembusukan
air maksimal 65% (SNI 3144:2015). Tabel dan memungkinkan adanya bakteri
2 menunjukkan hasil pengamatan kadar air patogen. Kadar air dalam tempe
tempe yang dibungkus dengan 3 kemasan dipengaruhi oleh jenis kemasan tempe
berbeda, dan waktu fermentasi yang yang digunakan. Pada kadar air tertentu
berbeda. Kadar air paling tinggi diperoleh pertumbuhan kapang terhenti dan terjadi
pada tempe yang disimpan dihari ke-9 perubahan flavor karena degradasi protein
dengan kemasan plastik. Pada hari ke-9 lanjut sehingga terbentuk ammonia
tempe yang dikemas menggunakan (Suhartanti, 2010).
kemasan plastik memiliki kadar air yang
131
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

Tabel 2. Kadar air, protein terlarut, asam lemak bebas, dan log ALT (angka lempeng total) tempe yang
dikemas dalam berbagai kemasan dan berbagai waktu penyimpanan
Kadar air Protein terlarut Asam lemak Log total bakteri
Hari ke- Kemasan (%) (mg/L) bebas (log10 CFU/g)
(mgNaOH/g)
Plastik 48,95 ± 0,24d 0,45 ± 0,06e 1,21 ± 0,04a 2,43 ± 0,04h
1 Pisang 45,98 ± 0,29c 0,38 ± 0,02d 1,58 ± 0,01b 1,76 ± 0,03bc
Jati 44,80 ± 0,28b 0,51 ± 0,01f 2,12 ± 0,12d 1,68 ± 0,02a
k
Plastik 55,02 ± 0,01e 0,35 ± 0,01d 6,25 ± 0,02 2,48 ± 0,001i
3 Pisang 56,24 ± 0,37f 0,46 ± 0,02e 5,02 ± 0,01j 2,21 ± 0,03g
Jati 39,99 ± 0,02a 0,60 ± 0,03g 3,86 ± 0,04h 1,84 ± 0,01d
Plastik 63,09 ± 0,1ij 0,22 ± 0,00bc 3,96 ± 0,03hi 2,44 ± 0,03hi
i
5 Pisang 62,68 ± 0,71hi 0,61 ± 0,00g 3,98 ± 0,04 1,93± 0,01e
Jati 64,00 ± 0,01j 0,18 ± 0,00ab 4,41 ± 0,02j 1,78 ± 0,01c
Plastik 62,03 ± 0,35h 0,22 ± 0,00bc 4,01 ± 0,1i 3,23 ± 0,01j
7 Pisang 60,51 ± 0,32g 0,61 ± 0,01g 3,99 ± 0,06i 2,79 ± 0,01l
i
Jati 49,01 ± 1,44c 0,18 ± 0,00ab 4,39 ± 0,02 1,73 ± 0,02b
Plastik 67,81 ± 0,08m 0,17 ± 0,00a 2,00 ± 0,04c 3,23 ± 0,01l
9 Pisang 66,73 ± 0,07k 0,18 ± 0,00ab 2,36 ± 0,02e 2,83 ± 0,01k
Jati 67,13 ± 0,06kl 0,25 ± 0,00c 2,96 ± 0,01f 2,15 ± 0,01f

Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%

Kadar Protein Terlarut dan Nilai pH pada lama waktu fermentasi yang berbeda.
Tempe Busuk Selama Penyimpanan Tempe yang memiliki kadar protein
Protein terlarut merupakan tertinggi adalah tempe yang disimpan di
banyaknya asam-asam amino yang mudah hari ke-3 yaitu 0,60 mg/L dengan
diserap oleh sistem pencernaan sehingga pengemas daun jati. Sementara itu, kadar
menjadi parameter kualitas tempe. Tempe protein terendah pada hari ke-9 dengan
memiliki kelebihan dibandingkan bahan pengemas plastik. Protein terlarut
pangan lain karena mengandung protein mengalami kenaikan kemudian kembali
yang mudah dicerna karena adanya proses menurun seiring proses pembusukan.
fermentasi. Aktivitas enzimatis dalam Razie & Widawati (2018) telah melakukan
proses fermentasi pada tempe penelitian untuk memperpanjang kemasan
menyebabkan terjadinya protein kompleks tempe dengan menggunakan plastik
dipecah menjadi protein yang lebih vakum kemasan sekunder plastik PP 0,06
sederhana dengan cara memutuskan mm maksimal bertahan 4 hari. Setelah hari
ikatan-ikatan peptida dalam protein. ke-4, tempe mengalami kerusakan dan
Pemutusan tersebut menyebabkan protein penurunan kadar protein yang signifikan.
bersifat mudah larut sehingga kadar Protein terlarut meningkat hingga
protein terlarutnya meningkat. hari ke-3 kemudian menurun mulai hari
Tabel 2 menunjukkan nilai protein kelima. Protein terlarut pada penyimpanan
terlarut terhadap tempe yang dikemas hari pertama tertinggi adalah kemasan
dengan 3 perlakuan kemasan dan disimpan daun jati yaitu sebesar 0,51±0,01 mg/L,

132
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

dan terendah adalah kemasan daun pisang 9


yaitu 0,38±0,02 mg/L. Protein terus
8
meningkat hingga hari ke-3 dan mulai
menurun dari ke-5 kecuali pada kemasan 7
daun pisang yang tetap tinggi sampai hari 6
ke-7 yaitu 0,61±0,01 mg/L. Hari ke-9
5
semua perlakuan kemasan menurun drastis

pH
dengan nilai terendah adalah kemasan 4
plastik yaitu 0,17±0,00 mg/L. Kadar 3
protein terlarut pada tempe dipengaruhi
2
oleh aktivitas enzimatis, semakin tinggi
aktivitas enzimatis yang terjadi, maka akan 1

semakin tinggi kadar protein terlarut. 0


Aktivitas enzimatis dipengaruhi oleh hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9
beberapa faktor, antara lain adalah suhu, Waktu penyimpanan
pH, konsentrasi enzim, konsentrasi Gambar 1. Nilai pH tempe yang dikemas dalam
substrat, inhibitor, dan aktivator berbagai kemasan: plastik ( ),
(Risnawati, 2013). pH merupakan salah pisang ( ), jati ( ) dan
satu faktor yang memengaruhi kecepatan berbagai waktu penyimpanan
enzim dalam mengkatalisis reaksi. Lama
fermentasi bioetanol memberikan Asam Lemak Bebas Tempe Over
pengaruh signifikan terhadap nilai pH. Fermented Selama Penyimpanan
Lama fermentasi menyebabkan produksi Asam lemak bebas atau free fatty
gas CO2 juga semakin bertambah acid (FFA) adalah asam lemak yang
meskipun hasilnya tidak signifikan. berada sebagai asam bebas tidak terikat
Peningkatan produksi gas ternyata juga sebagai trigliserida. Asam lemak bebas
diikuti dengan penurunan nilai pH (Azizah dihasilkan oleh proses hidrolisis dan
et al., 2012). Gas CO2 sering disebut gas oksidasi. Terjadinya kenaikan kadar asam
asam (acid whey) karena gas CO2 lemak bebas juga disebabkan oleh
memiliki sifat asam. Oleh karena itu gas lamanya penyimpanan. Selama
CO2 juga berkontribusi terhadap nilai pH penyimpanan, minyak dan lemak
(Kartohardjono et al., 2007). mengalami perubahan fisiko-kimia yang
Enzim protease optimal pada pH dapat disebabkan oleh proses hidrolisis
yang cenderung asam yaitu pH 4-7 maupun oksidasi. Pada pembuatan tempe,
(Fathimah & Wardani, 2014). Hasil peningkatan asam lemak bebas disebabkan
penelitian menunjukkan kisaran pH tempe adanya enzim lipolitik yang dihasilkan
5-8. pH tempe tidak berpengaruh secara oleh kapang Rhizopus sp. (Darawati et al.,
signifikan terhadap kadar protein terlarut 2016). Asam lemak bebas mulai
karena cenderung asam-netral. Nilai pH meningkat dari hari pertama menuju hari
tertinggi mencapai 8 terjadi pada kemasan ke-3. Hal tersebut menandakan tahap
pisang pada hari ke-7 (Gambar 1). pertumbuhan cepat sudah dimulai. Tempe
menjadi hangat kerena kenaikan suhu,
kemudian miselia sudah mulai tumbuh,

133
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

lebat, dan kompak dihari ke-3. Akan dikontrol dengan mengatur jumlah sampel,
tetapi, asam lemak bebas mulai turun pada dimana total bakteri tergantung atas
hari ke-5 yang menandakan bahwa telah formasi bakteri di dalam media tempat
terjadi fermentasi lanjut dan sudah tumbuhnya dan masing-masing bakteri
memasuki proses pembusukan yang dihasilkan akan membentuk koloni
(Sulistyowati et al., 2004). Kapang sudah yang tunggal. Perhitungan total bakteri
tidak tumbuh dan kadar air semakin dapat dipergunakan sebagai indikator
meningkat. Asam lemak bebas terus proses higienis sanitasi produk, analisis
mengalami proses penurunan hingga hari mikroba lingkungan pada produk jadi,
ke-9 yang menunjukkan sudah terjadinya indikator proses pengawasan, dan
proses pembusukan. Nilai asam lemak digunakan sebagai dasar kecurigaan dapat
bebas paling tinggi pada perlakuan atau tidak diterimanya suatu produk
kemasan plastik hari ke-3 yang mencapai berdasarkan kualitas mikrobiologinya.
6,2 mgNaOH/g, sementara tempe yang Angka total bakteri menunjukkan
dikemas daun jati di hari ketiga masih tren yang semakin meningkat dari hari
menunjukkan nilai rendah yaitu 3,83 pertama hingga hari ke-9, nilai total
mgNaOH/g. Zulfa & Kumalaningsih bakteri tertinggi pada hari ke-9.
(2014) menyatakan bahwa ekstrak jaun jati Pemeriksaan total bakteri dilakukan untuk
memiliki antioksidan jenis karotenoid. Hal menentukan jumlah bakteri dalam suatu
tersebut menyebabkan daun jati dapat sampel. Semakin tinggi angka total bakteri
menghambat terbentuknya asam lemak mengindikasikan adanya proses
bebas pada tempe, meskipun pada hari ke- pembusukan. Tempe yang dikemas dengan
5 dan ke-9 nilai asam lemak bebas pada plastik memiliki nilai total bakteri paling
kemasan daun jati menjadi tinggi karena tinggi dibandingkan dua kemasan yang
adanya proses pembusukan (Tabel 2). lainnya, sementara kemasan daun jati
Setelah melewati hari ke-3 menuju memiliki nilai total bakteri paling rendah.
hari ke-5 asam lemak bebas mengalami Menurut Alfiyah et al. (2017), daun jati
penurunan. Penurunan asam lemak bebas memiliki ciri berdaun besar, bulat telur
kemungkinan disebabkan oleh proses terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang
hidrolisis yang sudah optimal. Jika sangat pendek, dan memiliki kandungan
hidrolisis dilanjutkan lagi, maka asam fitokimia yang sangat tinggi (Thoha &
lemak bebas akan diurai lebih lanjut dalam Diana, 2010).
siklus katabolisme lemak menghasilkan Berdasarkan hasil uji fitokimia
suatu heksosa sehingga jumlah asam dalam daun jati terdapat flavonoid,
lemak bebas akan berkurang (Su’i et al., alkaloid, tanin, napthaquinones, dan
2010). antrakuinon yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri atau sebagai
Total Bakteri Tempe Over Fermented antibakteri (Purushotham et al., 2010).
Selama Penyimpanan Senyawa aktif dalam daun jati ini dapat
Total bakteri menentukan jumlah digunakan untuk mengawetkan daging.
bakteri dalam suatu sampel. Dalam Kenaikan total bakteri pesat terjadi
pengujian tersebut diketahui dari hari ke-1 menuju hari ke-3 pada
perkembangan banyaknya bakteri dapat semua jenis kemasan, kemudian menurun
134
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

di hari ke-7 pada kemasan daun pisang dan UCAPAN TERIMA KASIH
plastik (Tabel 2). Hari ke-9 kembali naik Ucapan terima kasih kami ucapkan
dan mencapai nilai total bakteri paling kepada LPPM Universitas Slamet Riyadi
tinggi salama masa fermentasi. Pada hari Surakarta yang telah memberikan
pertama menuju hari ke-3 terjadi kenaikan dukungan secara moril dan material pada
jumlah total bakteri. Hal tersebut Hibah Penelitian Universitas tahun 2021
dikarenakan adanya proses fermentasi, No: 037/S9/AK/2021.
proses fermentasi akan memberikan
sumbangan bakteri dalam perhitungan DAFTAR PUSTAKA
total bakteri. Kemudian, nilai total bakteri Alfiyah, M.F., Budiretnani, D.A., & Solikin,
menurun di hari ke-5 saat proses N. (2017). Uji ekstrak etanol daun jati
fermentasi sudah selesai dan kembali naik (Tectona grandis) sebagai bahan
karena adanya proses pembusukan. Nilai pengawet alami daging sapi. Prosiding
Semnas Hayati IV, 94–102.
total bakteri terus naik hingga hari
penyimpanan ke-9. Nilai populasi bakteri Alvina, A., & Hamdani, D. (2019). Proses
terendah adalah kemasan daun jati pada pembuatan tempe tradisional. Jurnal
penyimpanan hari ke-1 yaitu 1,68±0,02 Pangan Halal, 1(1), 1-4.
log10 CFU/g dan tertinggi kemasan plastik AOAC. (1995). Offician Methode of Analysis
3,23±0,01 log10 CFU/g pada hari ke-7. of The Association of Official Analytical
Kemasan daun jati memiliki nilai populasi Chemist.
bakteri paling rendah dibanding dua Azizah, N., Al-Baarri, A., & Mulyani, S.
kemasan yang lainnya pada penyimpanan (2012). Pengaruh lama fermentasi
hari ke-9 yaitu sebesar 2,15±0,01 log10 terhadap kadar alkohol, pH, dan
CFU/g. produksi gas pada proses fermentasi
bioetanol dari whey dengan substitusi
KESIMPULAN kulit nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi
Tempe busuk (over fermented) Pangan, 1(2), 72–77.
masih layak dikonsumsi hingga BSN (Badan Standarisasi Nasional). (2015).
penyimpanan hari ke-5 dilihat dari SNI 3144:2015. Tempe Kedelai, 1–26.
parameter protein terlarut, jumlah total BSN (Badan Standardisasi Nasional). (2008).
bakteri dan nilai asam lemak bebas. SNI 2897:2008. Metode pengujian
Perlakuan terbaik adalah kemasan daun cemaran mikroba dalam daging, telur
jati yang masih baik dikonsumsi pada hari dan susu, serta hasil olahannya. Badan
ke-5. Tempe busuk (over fermented) Standardisasi Nasional, 1–32.
perlakuan kemasan daun jati dengan lama Cempaka, L., Widyana, M.A., & Astuti, R.M.
penyimpanan hari ke-5 memiliki kadar air (2020). Karakteristik sensori dan
sebesar 64%, kadar protein terlarut sebesar analisis mikroba tempe segar beraneka
0,18%, kadar asam lemak bebas sebesar rasa. Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil
4,41 mgNaOH/g, dan log total bakteri Pertanian, 4(1), 43–59.
sebesar 1,68 log10 CFU/g. Darawati, M., Riyadi, H., Damayanthi, E., &
Kustiyah, L. (2016). Pengembangan
pangan fungsional berbasis pangan lokal
sebagai produk sarapan untuk remaja

135
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

gemuk. Jurnal Gizi dan Pangan, 11(1), Sabarella, Komalasari, W.B., Seran, K., Saida,
43–50. M.D.N., Manurung, M., Sehusman,
Rinawati, & Yani Supriyati. (2020).
Fathimah, A.N., & Wardani, A.K. (2014).
Buletin Konsumsi Pangan. Buletin
Ekstraksi dan karakterisasi enzim
Komsumsi, Volume 11, 48.
protease dari daun kelor (Moringa
(http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/
oliefera Lamk.). Jurnal Teknologi
epublikasi/buletin/konsumsi/2020/Buleti
Pertanian, 15(3), 191–200.
n_Konsumsi_Vol_11_No_I_2020/files/
Kartohardjono, S., Anggara, Subihi, & assets/basic-html/page1.html). [Diakses
Yuliusman. (2007). Kontaktor membran tanggal 16 September 2021].
serat berongga menggunakan pelarut
Soetjipto, H., Martono, Y., & Yuniarti, Z.
air. Makara Teknologi, 11(2), 97–102.
(2018). Isolasi dan analisis genistein
Perdani, A.W., & Utama, Z. (2020). Korelasi dari tempe busuk menggunakan metode
kadar asam fitat dan protein terlarut kromatografi kolom. Jurnal
tepung tempe kedelai lokal kuning Bioteknologi & Biosains Indonesia
(Glycine max) dan hitam (Glycine soja) (JBBI), 5(1), 88.
selama fermentasi. Prosiding
Su’i, M., Harijono, Yunianta, & Aulani’am.
Pendidikan Teknik Boga Busana FT
(2010). Hidrolysis activity of lipase
UNY, 15.
enzyme from coconut houstorium for
Purushotham, K.G., Arun, P., Jayarani, J.J., coconut oil. Agritech, 30(3), 164–167.
Vasnthakumari, R., Sankar, L., &
Suhartanti, P.D. (2010). "Karakteristik Fisik
Reddy, B.R. (2010). Synergistic in vitro
Biji Beberapa Varietas Kedelai (Glycine
antibacterial activity of Tectona
max) dan Pengaruh Lama Fermentation
grandis leaves with tetracycline.
Terhadap Karakteristik Kimia Tempe".
International Journal of PharmTech
Program Studi Teknologi Hasil
Research, 2(1), 519–523.
Pertanian, Fakultas Pertanian,
Rachmawati, M.H., Soetjipto, H., & Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Kristijanto, A.I.G.N. (2019). Profil asam Surakarta.
lemak minyak tempe busuk. Jurnal
Sulistyowati, E., Arianingrum, R., &
Kimia, 13(1), 82–87.
Salirawati, D. (2004). "Studi Pengaruh
Razie, F., & Widawati, L. (2018). Kombinasi Lama Fermentasi Tempe Kedelai
pengemasan vakum dan ketebalan Terhadap Aktivitas Tripsin." Laporan
kemasan untuk memperpanjang umur Penelitian. Fakultas Matematika dan
simpan tempe. Agritepa: Jurnal Ilmu Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
dan Teknologi Pertanian, 5(1), 94-107. Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Reddy, N.R. (2019). Tempe. Legume-Based Suroso, A.S. (2013). Kualitas minyak goreng
Fermented Foods, 95–40. habis pakai ditinjau dari bilangan
Risnawati, M. (2013). Pengaruh penambahan peroksida, bilangan asam, dan kadar air.
ion logam Ca2+ terhadap aktivitas enzim Jurnal Kefarmasian Indonesia, 3(2),
papain (The addition effect of the metal 77–88.
ions Ca2+ on the papain activities).
UNESA Journal of Chemistry, 2(1), 76-
83.

136
Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Tempe Busuk …..
Jurnal Agroteknologi Vol. 15 No. 02 (2021)

Zulfa, L., & Kumalaningsih, S. (2014).


Ekstraksi pewarna alami dari daun jati
(Tectona grandis) (kajian konsentrasi
asam sitrat dan lama ekstraksi) dan
analisa tekno-ekonomi skala
laboratorium. Industria: Jurnal
Teknologi dan Manajemen
Agroindustri, 3(1), 62-72.

137

You might also like