Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Perspektif Ulama Bugis: UIN Alauddin Makassar Email
Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Perspektif Ulama Bugis: UIN Alauddin Makassar Email
Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Perspektif Ulama Bugis: UIN Alauddin Makassar Email
PENDAHULUAN
Hidup beragama berarti hidup dalam keteraturan dan terhindar dari
kekacauan. Hidup yang damai dan teratur merupakan dambaan
setiap manusia. Agama diturunkan untuk membawa kemaslahatan
bagi manusia. Agama-agama mendukung terciptanya kedamaian
dan toleransi.1 Kekacauan yang terjadi atas nama agama akan me-
munculkan stigma negatif terhadap pemeluk agama atau bahkan
agama tersebut. Demikian pula dengan Islam, yang datang untuk
membawa kedamaian dan keselamatan bagi manusia. Teks-teks
suci al-Qur’a>n sebagai sumber primer ajaran Islam diyakini
membawa ajaran kemaslahatan bagi manusia baik di dunia maupun
di akhirat. Tidaklah mungkin sebuah teks al-Qur’a>n bertentangan
dengan kemaslahatan manusia. Jika ada pertentangan antara
kemaslahatan dengan teks suci, maka dapat dipastikan pemahaman
terhadap salah satunya keliru. Mungkin pemahaman terhadap teks
itu yang keliru, atau pemahaman terhadap konsep kemaslahatan itu
yang keliru. Islam sebagai agama hadir membawa misi untuk
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan ma-
nusia dengan sesamanya, termasuk hubungan muslim dengan non-
muslim.
Sikap memilih dan menentukan agama serta keyakinan meru-
pakan hak setiap orang, dan tidak ada satu orang pun yang berhak
memaksa orang lain.2 Di sisi lain, al-Qur’a>n memberikan petunjuk
bahwa agama yang paling benar di sisi Allah adalah Islam.3 Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan agama dan keyakinan seseorang
tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak turut serta dalam
berinteraksi sosial. Akan tetapi, Seorang muslim harus memiliki
militansi dan loyalitas keyakinan kepada agamanya (Islam).4
Urusan ritual merupakan batas-batas privasi setiap pemeluk
1
Bandingkan M. Ainul Yakin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural
Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 34.
2
QS. al-Baqarah: 156.
3
QS. ali ‘Imrān : 19.
4
Menurut Nursi, aspek pembinaan umat Islam harus memperkuat loyalitas iman
ke dalam masyarakat muslim akan agamanya, dan bertoleransi dengan agama lain.
Sebab, iman merupakan aspek yang paling utama The greatest of all the sciences, and
all of knowledge and human perfections are faith, and the detailed sacred knowledge
of God based on proof, which springs from certain, affirmative faith. Badiuzzamān
Said Nursi, The Key to Belief (Istambūl: Sozler Publications,1998), 105.
276 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
5
QS. al-Kāfirūn: 1-6. 1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. 3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah. 4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5. dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku."
6
Badiuzzamān Said Nursi, Munāzharat, Risāle-i Nūr Collection, Vol. 2
(Istambūl: Nesil Publications, 1993), 1938-1960.
Muhammad Yusuf, Hubungan Muslim dengan Non-Muslim 277
ْ ُ ْ َ ََ َ ْ ْ ُ َ َ
ﺎﷲ َوا َ ْﻮمِ اﻵ َ ِﺧ ِﺮ َو َﻋ ِﻤﻞ َﺻﺎ ِ ًﺎ ﻓﻠ ُﻬ ْﻢ أﺟ ُﺮﻫ ْﻢ ِﻋﻨ َﺪ َر ِﻬ ْﻢ
7 َ َ ْ َ َ َ َ َُ َ
ِ ِِإن ا ِ ﻳﻦ آ َﻣﻨﻮا َوا ِ ﻳﻦ ﻫﺎدوا َوا ﺼﺎرى َوا ﺼﺎﺑِ ِ ﻣﻦ آ َﻣﻦ ﺑ
َ ُ َْ ُ َ َ ٌ َ َ
َوﻻ ﺧ ْﻮف َﻋﻠﻴْ ِﻬ ْﻢ َوﻻ ﻫ ْﻢ َﺰﻧﻮن
278 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
8
MUI Sulawesi Selatan, Tafesere Akorang Mabbasa Ugi, Vol. 1 (Ujung
Pandang: MUI Sulawesi Selatan, 1988), 93. Selanjutnya disebut MUI.
9
Ibid., Jilidُ 2, 622. َ
10 ٌ َ ْ ٌ ْ َْ ْ ْ َْ ْ ُ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ ُْ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ ُ ََ ْ ُ َ ََْ
ﺖ أ ْر ُﺟ ِﻠ ِﻬ ْﻢ ِﻣﻨ ُﻬ ْﻢ أﻣﺔ ُﻣﻘﺘَ ِﺼـﺪة
ِ اﻹ ِ ﻴﻞ َوﻣﺎ أﻧ ِﺰل ِإ ْ ِﻬﻢ ِﻣﻦ ر ِﻬﻢ ﻷ ﻠﻮا ِﻣﻦ ﻓﻮﻗِ ِﻬﻢ َو ِﻣﻦ
ِ و ﻮ ﻬﻢ أﻗﺎ ﻮا ا ﻮراة و
َ ُ َْ َ َ ْ ُْ ٌ ََ
ﺎء َﻣﺎ ﻌ َﻤﻠﻮنو ِﺜ ِﻣﻨﻬﻢ ﺳ
11
MUI, Tafesere Akorang Mabbasa Ugi, Vol. 2, 615.
12
Ibid., 622.
Muhammad Yusuf, Hubungan Muslim dengan Non-Muslim 279
13
Ibn Kathi>r, Tafsir> al-Qur’an> al-‘Adi} m
> , Vol. 2 (Beiru> t : Da> r al-Fikr, 1999), 8.
14
Istilah pluralisme didefinisikan secara berbeda. Namun, intinya menjelaskan
bahwa pluralisme merupakan suatu paham yang meniscayakan adanya keragaman,
baik keragaman etnis, budaya dan agama sebagaimana didefinisikan oleh Farid Esack
bahwa pluralisme merupakan sebuah pengakuan dan bentuk penerimaan, bukan hanya
sekedar toleransi terhadap adanya keberadaan dan keragaman antara sesama atau
terhadap penganut agama lain. Farid Esack, al-Qur’an> , Plurslime, Liberalisme:
Membebaskan yang Tertindas, terj. Watung A. Budiman (Bandung: Mizan, 2000), 21.
280 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
ْ ْ
ا ُﻤﻘ ِﺴ ِﻄ
24
MUI, Tafesere, Vol. 11, 73.
282 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
25
QS. al-Baqa>rah: 156.
26
Esack, al-Qur’a>n, 184.
Muhammad Yusuf, Hubungan Muslim dengan Non-Muslim 283
27
Fuad Ni‘mah, Mulakhkhas} Qawa>‘id al-Lugah al-‘Arabiyyah, Vol. 1 (Beiru>t:
Da>r al-Thaqa>fah al-Isla>miyah, tt.), 177.
Muhammad Yusuf, Hubungan Muslim dengan Non-Muslim 285
28
M. Quraish Shihab, Tafsir> al-Mishbah> ,} Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an> , Vol. 3 (Jakarta: Lentera, 2001), 108.
286 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
29
Ibid.
Muhammad Yusuf, Hubungan Muslim dengan Non-Muslim 287
30
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’a>n (Bandung: Mizan, 1996), 173.
31
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: tp., 2002), 54.
32
Ibn Hisha>m, al-Sir> ah al-Nabawiyyah (Beiru>t: Da>r Ibn H{azm, 2001), 112.
Bandingkan dengan Muhammad Husain Haikal, Hayat> u Muh}ammad (Kairo: Da>r al-
Ma‘a>rif, tt), 97.
288 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
35
Kajian detail terkait teks lengkap Piagam Madinah, lihat Hisha>m, al-Sir> ah al-
Nabawiyyah, 232-234.
290 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
36
Munawir Syadzali, Islam dan Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran
(Jakarta: UI-Press, 1990), 15-16.
37
Nurcholish Madjid, “Cita-cita Politik Kita”, (eds.) dalam Bosco Carvallo &
Dasrizal, Aspirasi Umat Islam Indonesia (Jakkarta: Leppenas, 1983), 11.
38
Muhammad Husain al-Dhahabi>, al-Isra>’iliyya>t fi> al-Tafsir> wa al-Hadit> h
(Kairo: Maktabah al-Wahbah, 1986), 12.
Muhammad Yusuf, Hubungan Muslim dengan Non-Muslim 291
39
Hisha>m, al-Si>rah al-Nabawiyyah, 196.
40
Evra Willya, Pemikiran Thabathaba’i tentang Fikih Antar Umat Beragama
dalam Tafsir al-Miza>n (Malang: Universitas Negeri Malang, 2012), 45.
292 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
41
Eka Darmaputra, “Tantangan terhadap Penghayatan Agama Dewasa ini dan
Alternatifnya di Masa Depan: Musuh Agama Bukan Musuh Sesama Agama tetapi
Syaitan-Syaitan” Penuntun 3/11 (April/1997), 260.
42
Amin Abdullah, “Etika dan Dialog Antar Agama, Perspektif Islam”, dalam
Elga Sarapung, et.al., Dialog: Kritik & Identitas Agama, Cet. III (Yogyakarta: institut
DIA/Interfidei, 2004), 127-128.
43
Shihab, Wawasan, 357.
Muhammad Yusuf, Hubungan Muslim dengan Non-Muslim 293
44
Yakin, Pendidikan Multikultural, xiv.
45
Saifuddin, Wawancara kepada salah seorang pengurus MMP, Sayyid Fadl al-
Hamid, di Jayapura pada tanggal 14 April 2011. Keterangan serupa juga diperoleh
penulis dari salah seorang pemuda MMP di Kota Sorong, M. Jalil Usman Ugaje, Suku
Kokoda, tanggal 14 Maret 2012.
46
Yakin, Pendidikan Multikultural, xiv.
294 Al-Tahrir, Vol. 14, No. 2 Mei 2014: 273-296
PENUTUP
Salah satu pemikiran yang patut dijadikan inspirasi mengenai hubu-
ngan muslim non-muslim adalah pemikiran ulama Bugis. Ulama
Bugis menjelaskan al-Qur’a>n dengan mengacu pada sumber-sumber
otoritatif namun penjelasannya tetap berupaya mengakomodir nilai-
nilai kearifan lokal budaya Bugis. Di antara pemikiran mereka
adalah bahwa hubungan muslim dengan umat lain harus diwujudkan
dalam bentuk pengakuan eksistensi, toleransi, harmoni, dan
kerjasama. Keragaman agama dan keyakinan harus diakui
eksistensinya dan diterima, karena hal itu merupakan sunnatullah.
Hal ini didasarkan pada sumber primer ajaran Islam (al-Qur’a>n) dan
praktek Nabi Saw. ketika bersama-sama dengan para sahabat dan
penganut agama lain membangun Madinah. Dalam rangka
mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kesepakatan-kesepakatan
bersama yang merupakan hasil rumusan bersama untuk mengatur
hubungan yang harmonis dan toleran serta kerjasama. Dalam upaya
ini masjid bagi umat Islam sebagai fasilitas atau tempat bersama
untuk merumuskan kesepakatan-kesepakatan tersebut.
Dalam rangka membangun dialog dan kerjasama, etika meme-
gang peran penting. Etika merupakan ajaran universal (universal
values) dari semua agama. Melalui pintu etika, manusia beragama
secara universal menemui beragam tantangan kemanusiaan yang
Muhammad Yusuf, Hubungan Muslim dengan Non-Muslim 295
DAFTAR RUJUKAN