Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Jurnal Ahmad Dan Bu Andi Fariana

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Istinbáth

Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam


ISSN 1829-6505 E- ISSN 26549042 vol. 17, No. 2. 2018 p. 259-475
Available online at http://www.istinbath.or.id

SINERGI FINTECH DENGAN PERBANKAN SYARIAH DALAM


PERSPEKTIF HUKUM

Andi Fariana & Ahmad Safii


Dosen dan Mahasiswa Pasca Sarjana ABFII Perbanas Jakarta
Email: afariana@yahoo.com&Ahmadxavi91@gmail.com

Abstract: The digital era that cannot be stifled by its development has a
negative and positive impact on humans in all dimensions of life. However,
this important development should be used as an opportunity and challenge
to provide benefits and convenience.Similarly in the financial industry, where
the development of information technology has penetrated and entered all
financial sectors, including the banking industry. Islamic banking that carries
Islamic values must also participate and utilize this phenomenon and collaborate
with Fintech (Financial Technology) for the purpose of benefit, and this is
very possible to be done while upholding the values of sharia. For this reason,
regulation is indispensable so that collaboration that is carried out will result
in comfort, tranquility and most importantly, emphasizes that compulsory
avoidance from transactions that are Ribawi, Gharar, Maysir, Tadlis, Risywah and
Israf and transactions on objects that are haram or immoral. OJK as a regulator
and supervisor in the financial industry has issued regulations relating to this
matter, and supported by the DSN-MUI Fatwa, while it is considered currently
as adequate, other legal products are needed to anticipate the development
and utilization of IT in the Islamic finance industry, especially Islamic Banking
in the future.
Keywords: Fintech, Islamic Banking, Law

Abstrak: Era digital yang tidak bisa dibendung perkembangannya memberikan


dampak negatif dan positif bagi manusia dalam semua dimensi kehidupannya.
Namun, perkembangan yang niscaya adanya ini selayaknya dijadikan peluang
dan tantangan untuk memberikan keuntungan dan kemudahan. Demikian
pula dalam industri keuangan dimana perkembangan teknologi infomasi
merambah dan masuk kesemua sektor keuangan termasuk juga industri
perbankan. Perbankan syariah yang mengusung nilai-nilai syariah juga
harus ikut dan memanfaatkan fenomena ini serta berkolaborasi dengan
fintech (financial technologi) untuk tujuan kemaslahatan, dan hal ini sangat

| 417 |
Istinbáth Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam

mungkin dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai syariah. Untuk


itu regulasi sangat diperlukan agar kolaborasi yang dilakukan melahirkan
kenyamanan, ketenangan serta yang paling utama tetap menekankan bahwa
wajib terhindar dari transaksi yang ribawi, gharar, maysir, tadlis, risywah dan
israf dan transaksi atas obyek yang haram atau maksiat. OJK sebagai regulator
dan pengawas dalam industri keuangan telah mengeluarkan Peraturan yang
berkaitan dengan hal tersebut, dan didukung dengan Fatwa DSN-MUI maka
sementara dirasa cukup memadai namun kedepan diperlukan produk-produk
hukum lain untuk mengantisipasi perkembangan dan pemanfaatan IT dalam
industri keuangan syariah khususnya Perbankan Syariah.
Kata Kunci: Fintech, Perbankan Syariah, Hukum

A. Pendahuluan
Saat ini, era revolusi industri 4.0 telah dimasuki, seiring dengan itu tantangan
sekaligus peluang mengikutinya.Sebagai ilustrasi, dahulu dikenal mesin tik, computer,
dan sekarang yang dirasakan adalah semua aktivitas bisa dilakukan hanya dengan
satu genggaman yaitu mobile phone.Perubahan dalam revolusi industri menuju 4.0
menuntut perusahaan harus cepat, adaptif dan agile dalam menyikapinya. Revolusi
yang dihadapi saat ini yaitu serba volatile, uncertain, complex, ambigious berdampak
pada beberapa sektor industri seperti: perbankan, perdagangan, kontruksi, informasi,
listrik, air dan gas, pertambangan, transportasi, dan perkebunan. Perubahan yang
dilakukan secara komperehensif mulai dari perubahan arah dan tujuan perusahaan,
business model, IT development, human capital enhancement, dan organizatioan as
enabler.
Salah satu kunci sukses dalam menyikapi perubahan ini, adalah mindset and
culture yang membutuhkan sifat assertiveness yang tinggi, mau menerima masukan,
perubahan (bila di ilustrasikan seperti gelas kosong, yang haus akan ilmu dan terus
menerus melakukan perbaikan). Semua perubahan ini tentunya ditopang oleh
leadership yang unggul dan penuh integritas. Contoh perubahan evolusi industri
yang paling banyak dirasakan adalah bisnis gojek, yang mempertemukan antara
tukang ojek dan orang yang ingin bepergian, traveloka mampu menggeser para
travel penerbangan, tokopedia dan e-commerce lainnya yang membuat bisnis
dagang konvensional mulai tergerus, seperti : pasar blok M, glodok, tanah abang,
dan pasar lainnya.

418 | Sinergi Fintech Dengan Perbankan Syariah.....


Vol. 17, No. 2, Desember 2018

Beberapa isu lain yang terjadi di era digital dan berdampak pada perbankan
adalah sebagai berikut:1
1. Pada tahun 2018, pengguna internet sebesar 133 juta dan pengguna smartphone
mencapai 178 juta.
2. Generasi millenial sebagian besar (lebih dari 50%) tinggal di kota besar di
Indonesia.
3. Porsi generasi milenial berkisar 34% lebih di Indonesia, dengan 32%
berpendapatan menengah ke atas (middle -class)
4. Perkembangan fintech yang menawarkan jasa keuangan dapat menjadi
substitusi dari perbankan, namun di sisi lain fintech dapat menjadi partner dan
pendukung jasa perbankan.

B. Pembahasan

1. Sinergi Fintech dengan Perbankan


Fintech is an industry composed af companies that use technology to make financial
systems and the delivery of financial services more efficient.2Definisi ini memiliki pengertian
yang sangat luas.Perusahaan fintech dapat menyasar segment perusahaan (B2B)
maupun ritel (B2C).Beberapa jenis fintech ada dalam bisnis peminjaman (lending),
startup pembayaran, investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi dari TKI
dan riset keuangan.
Munculnya fintech atau tekfin merupakan fenomena yang tak terhindarkan
dan pertumbuhannya tak terbendung. Secara global, transformasi digital sudah
jauh lebih lama berkembang, sedangkan di Indonesia diperkirakan mulai Tahun
2008 dengan munculnya istilah fintech yaitu suatu istilah bagi perusahaan yang
menerapkan tekhnologi untuk membiayai/melakukan pembayaran.
Sebelum fenomena fintech muncul, dunia perbankan menjadi primadona
dalam industri keuangan, namun dengan merebaknya perkembangan fintech maka
yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah sinergi antara perbankan dengan
fintech dalam rangka memberikan pelayanan maksimal kepada nasabah?
Bank dan fintech (tekfin) sama-sama memiliki misi memberi pelayanan terbaik
pada nasabah dan oleh karenanya sepatutnya dapat saling melengkapi. Sinergi

1
Alvara, Indonesia 2020 - The Urban Middle Class Millenials, Februari 2016, danReynold Wijaya, Mitos Bank vs FinTech:
Kolaborasi, Bukan Kompetisi, untuk Inklusi Keuangan IndonesiaFintech Talk, opini editorial 51, 2018
2
Gemala Dewi, Fintech, konsep, perkembangan dan regulasinya, FH Universitas Indonesia, 7 Juni 2018

Andi Fariana, Ahmad Safii | 419


Istinbáth Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam

bank-tekfin akan memastikan berkurangnya blind spots dari masing-masing layanan


sebagai hasil dari perpaduan kekuatan masing-masing pihak.
Terkait kolaborasi bank-tekfin, model bisnis menjadi satu hal yang perlu dikaji
dimana penyedia layanan tekfin memiliki model bisnis yang lincah, fleksibel dan
dapat disesuaikan (customized) menjadi syarat ideal. Sementara, di sisi lain, prinsip
bisnis 3S : secure (aman), swift (cepat) dan simple (sederhana) menjadi ciri keunggulan
perbankan yang perlu dipertahankan.
Dari sisi sumber daya manusia, tekfin diperkuat dengan talenta muda yang
inovatif, penuh kreativitas, dinamis dan responsif dalam menjawab kebutuhan
nasabah. Sebaliknya perbankan, model bisnisnya sudah jauh lebih matang dan
didukung para profesional dengan pengetahuan mendalam terkait industri finansial,
menguasai customer database yang luas dan aturan regulasi pemerintah.
Adapun sejumlah produk dan layanan perbankan yang didukung tekfin
saat ini memungkinkan pembayaran atau transaksi keuangan tanpa akun bank
sebagai contoh: virtual account. Mengakses virtual account menjadi semakin
mudah seperti menggunakan smartphone. Nasabah dapat menerima (income)
atau mengeluarkan(outcome) dana, dengan bantuan aplikasi. Kegiatan disbursement
dana juga berjalan lebih efisien melalui bantuan tekfin. Dengan kegiatan tersebut,
perbankan pun merasakan manfaat tekfin yang semakin besar, terutama saat ini di
area pembayaran (payment) dan pembiayaan (p2p lending).
Pada tataran yang lebih makro, dalam rangka memajukan BPR, Bank QNB
Indonesia bekerjasama dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) melalui program
BPR Connect. Hal tersebut dilakukan guna memberdayakan nasabah BPR untuk
bisa masuk ke sistem elektronik dan selanjutnya menghubungkan nasabah dengan
layanan bank nasional.3 Pada akhirnya kesesuaian misi dan semangat antara bank
dan penyedia tekfin, akan menciptakan akses dan kualitas layanan keuangan bagi
seluruh masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang unbanked, dan mewujudkan
ekonomi digital seperti yang dicita-citakan.
Contoh sinergi perbankan dan tekfin dapat dilihat di Cina dimana sektor
perbankan dan industri tekfin p2p lending-nya berkembang bersama.Layanan
p2p lending di negara ini tumbuh pesat antara periode 2011-2016 dan disaat yang
bersamaan kredit perbankan pun tumbuh dua kali lipat.

3
R.Andi Kartiko Utomo, Bisnis Model Baru Bank – Tekfin dan Ekonomi Digital, Fintech Talk, opini editorial 22, 2018

420 | Sinergi Fintech Dengan Perbankan Syariah.....


Vol. 17, No. 2, Desember 2018

Source : china’s report on P2P lending, Oliver wyman


2. Layanan perbankan dan fintech (Serupa Tapi Tak Sama)
Meski perbankan dan p2p lending selintas nampak menawarkan layanan yang
sama, namun sebenarnya terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya.
a. Suku bunga. Layanan p2p lending yang umumnya menawarkan pinjaman
tanpa agunan dan menyasar segmen yang lebih berisiko, secara natural akan
menawarkan suku bunga yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, segmen yang sudah
bankable umumnya akan memilih pinjaman dari bank ketimbang dari platform
ini.
b. Jangka waktu atau periode tenor pengembalian pinjaman. Layanan p2p lending
di Indonesia biasanya menerapkan tenor yang relatif pendek sekitar 1 hingga 24
bulan, karena tenor yang panjang akan mengurangi minat pemberi pinjaman
dan menambah risiko pinjaman tanpa agunan. Sebaliknya, perbankan lebih
suka menawarkan tenor panjang untuk mengoptimalkan net interest margins.
c. Besarnya jumlah pinjaman. Layanan p2p lending nyaris tidak mungkin
memberikan pinjaman dengan jumlah yang sangat besar misalnya puluhan
atau ratusan miliar. Diperlukan begitu banyak pemberi pinjaman sehingga
dapat menunda pencairan pinjaman. Sebaliknya, kekuatan perbankan untuk
memberikan pinjaman dengan nilai tinggi tidak diragukan lagi dan dapat
dilakukan secara cepat dan murah sehingga tidak mungkin p2p lending dapat
bersaing dengan ini.
Perbedaan-perbedaan diatas menunjukkan bahwa persepsi adanya persaingan
antara perbankan dan p2p lending adalah salah.Kedua industri ini justru saling
melengkapi dan berkolaborasi.Sinergi tekfin dan bank dapat dibandingkan dengan
low cost airlines denganfull service airlines yang jelas melayani segmen pasar yang
berbeda, namun keduanya bertumbuh beriringan dan memajukan perekonomian.

Andi Fariana, Ahmad Safii | 421


Istinbáth Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam

3. Sinergi untuk Ciptakan Layanan Keuangan yang Holistik


Sinergi perbankan dan tekfin menjadi mutlak untuk memastikan layanan
keuangan di Indonesia dapat tumbuh dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Berbagai bentuk kerja sama dapat dilakukan antara kedua industri. Modalku,
contohnya, telah berhasil menjalin kerjasama dengan Bank Sinarmas yang sangat
mendukung inovasi dengan tekfin. Melalui kerjasama seperti ini, perbankan dapat
turut menyalurkan pembiayaan kepada para UKM melalui platform tekfin atau
menjadi kustodian dan pemegang dana pemberi pinjaman yang sekaligus menjamin
keamanan dan transparansi.
Tanpa adanya tekfin, layanan keuangan Indonesia akan berada pada “status quo”.
Bila Indonesia ingin melaju dalam ekonomi dunia, maka diperlukan pemanfaatan
kemajuan teknologi yang fokus dalam menciptakan ekosistem finansial yang lebih
kompetitif dan progresif.
Di Indonesia, industri tekfin dihadapkan pada kondisi kritis untuk dapat
menjaga momentum karena perkembangan tekfin masih pada fase tahap awal.
Oleh karena itu, industri tekfin membutuhkan dukungan masyarakat, pemerintah,
serta industri keuangan nasional dan ini harus dilakukan secara holistik artinya
tidak menjadi bagian sendiri-sendiri tapi bersama secara keseluruhan dengan tujuan
bersama yaitudemi kemajuan perekonomian negara.
Para pelaku usaha tekfin yang tergabung dalam AFTECH (Asosiasi FinTech
Indonesai-yang bermitra dengan regulator dan seluruh ekosistem industry keuangan
dengan tujuan untuk mendorong terciptanya masa depan keuangan yang berorientasi
teknologi) bersikap pro-regulasi karena mereka menyadari bahwa regulasi penting
untuk menjaga pertumbuhan inovasi yang sehat. Mereka yang tergabung dalam
AFTECH juga bekomitmen untuk memantau dan memberikan masukan kepada
pembuat kebijakan dan memastikan produk hukum yang ditetapkan tidak
menghambat inovasi dalam mewujudkan aspirasi akan inklusi keuangan di tanah
air.4
4. Sinergi Perbankan Syariah dan Fintech dalam Perspektif Hukum Positif
Hukum yang hidup dan berkembang (The living law) di Indonesia adalah
Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Barat.Ketiga sistem hukum ini mewarnai
sistem hukum nasional yang dari waktu ke waktu terus berkembang.Salah satu
sistem hukum dari the living law yang banyak memberikan pengaruh dalam sistem
hukum nasional adalah Hukum Islam.

4
Reynold Wijaya, Kolaborasi, Bukan Kompetisi, untuk Inklusi Keuangan Indonesia, Fintech Talk, opini editorial 51, 2018

422 | Sinergi Fintech Dengan Perbankan Syariah.....


Vol. 17, No. 2, Desember 2018

Sistem hukum Islam yang mengatur semua dimensi kehidupan manusia memiliki
tujuan yang disebut dengan maqashid asyariah (tujuan diterapkannya hukum) dan
menurut Syatibi, tujuan hukum adalah untuk memperoleh kemashlahatan sepanjang
menyentuh persoalan lima unsur pokok (ushul al-khamsah) yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta, 5 Itulah sebabnya, dalam masalah muamalah yang merupakan
bagian dari syariah perlu pula diperhatikan persoalan mashlahah. Salah satu aspek
dalam bidang muamalat yang harus diperhatikan dansaat ini tengah berkembang
adalah ekonomi syariah, khususnya bidang perbankan (di Indonesia dikenal dengan
sebutan Perbankan syariah).
Pertumbuhan perbankan syariah saat ini seperti berjalan ditempat atau bisa
dikatakan tidak mengalami pertumbuhan (tidak bergerak naik yaitu 5% dari asset
perbankan Nasional) walaupun diawal pertumbuhannya mencapai angka yang
cukup menggembirakan yaitu semula nol kemudian memberikan kontribusi 5%
merupakan hal yang sangat menggembirakan, namun jika dalam kurun waktu
tertentu pertumbuhan tidak ada pergerakan naik maka perlu dicermati faktor-faktor
penyebabnya.
Secara umum, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia bukan hanya
karena pertumbuhan ekonomi syariah (khususnya perbankan syariah) di dunia
internasional tetapi karena di Indonesia hukum Islam merupakan bagian dari the
living law, dan berkaitan dengan hal ini maka bukan menjadi sesuatu yang istimewa
serta mendapat dukungan banyak pihak manakala Bank Muamalat diproklamirkan
berdirinya pada Tahun 1998 dan menjadi bank syariah pertama.
Keberadaan perbankan syariah tentu saja dipengaruhi banyak faktor bahkan
kedepan pertumbuhan dan eksistensi perbankan syariah akan dipengaruhi oleh era
digital dan perkembangan IT (informasi teknologi) yang sangat pesat.
Alvin Toffler telah memprediksi bahwa di era millennium ketiga, teknologi
akan memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern akan berimplikasi terhadap berbagai
perubahan dalam kinerja manusia.6
Salah satu teknologi modern yang saat ini dan kedepan akan semakin pesat
perkembangannya mewarnai berbagai transaksi yang berbasis IT adalah fintech
atau tekfin dan tekfin akan menyentuh transaksi yang sangat sensitif yaitu bidang

5
Al- Syatibi, al-Muwafaqat fi ushul al-syari’ah (Kairo: Musthafa Muhammad, t.t.), h. 5.
6
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Gadjah Mada University Press, 2010), h. 197.

Andi Fariana, Ahmad Safii | 423


Istinbáth Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam

keuangan. Bahkan di dalam road map pengembangan keuangan syariah 2017-2019


telah ditetapkan tiga sasaran strategis7 yaitu:
a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan ketersediaan produk industry
keuangan syariah yang lebih kompetitif dan efisien
b. Memperluas akses terhadap produk dan layanan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat
c. Meningkatkan inklusi produk keuangan syariah dan koordinasi dengan
pemangku kepentingan untuk memperbesar pangsa pasar keuangan syariah.
Sasaran strategis kedua telah mengantisipasi kedepan berkaitan dengan era
IT yang akan mewarnai transaksi keuangan, yaitu:
a. Pemanfaatan fintech dalam rangka memperluas akses keuangan syariah
b. Menyediakan perangkat hukum atas penggunaan fintech dalam memberikan
layanan keuangan syariah
c. Perluasan jaringan layanan keuangan syariah (Perbankan, Pasar Modal dan
Keuangan Syariah Non Bank)
Aplikasi sasaran yang ditetapkan diatas bisa ditempuh dengan berbagai cara
antara lain mencari nasabah tanpa membuka cabang atau merekrut SDM8 , hal ini
sangat mungkin mengingat jumlah penduduk muslim yang besar sekitar 250 juta
dan sebanyak 140 juta orang adalah pengguna internet. Selain itu, dengan akses
pembiayaan dari fintech maka para pelaku usaha kecil yang ingin mengembangankan
industry halal bisa memperoleh pendanaan dengan mudah karena bisnis dengan
tekhnologi financial saat ini sedang berkembang pesat, tercatat nilai transaksi
industry fintech di Indonesiai pada tahun 2017 mencapai estimasi US$18,65 miliar.
Bahkan menurut proyeksi Erns & Young, berbagai produk layanan dari fintech bisa
menarik 150 juta pelanggan atau konsumen disektor syariah pada tahun 20219.
Sinergitas fintech dengan perbankan syariah sangat memungkinkan dan seiring
dengan itu maka “rasa aman atas kehalalannya” bagi nasabah juga sangat penting.
Untuk itu, lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan menentukan halal atau
tidaknya menjadi sangat penting artinya yaitu dalam hal ini adalah Majelis Ulama
Indonesia karena lembaga inilah yang paling memahami fiqihnya.

7
Dhani Gunawan Idat, Kebijakan dan Peran OJK Dalam Pengembangan Hukum Ekonomi Islam Indonesia, Makalah dalam
Penataran Dosen Hukum Ekonomi Islam Indonesia, Jogyakarta, 19-21 April 2018, h. 5-6.
8
Kanal, Sinergi dengan fintech jadi solusi dongkrak keuangan syariah,www.validnews.id, diakses 4 Februari
2019
9
Bambang Brodjonegoro (Bappenas), Fintech bisa bersinergi dengan Perbankan Syariah, id.beritasatu.com, 5 Juli 2018,
diakses 4 Februari 2019

424 | Sinergi Fintech Dengan Perbankan Syariah.....


Vol. 17, No. 2, Desember 2018

Walaupun didalam sistem hukum, MUI bukan lembaga Negara namun produk
hukum berupa fatwa menjadi andalan bagi perbankan syariah dan agar fatwa dapat
menjadi kekuatan mengikat maka fatwa dapat ditransformasi menjadi peraturan
Bank Indonesia atau Peraturan OJK.
1) Peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mensinergikan Fintechdengan
Perbankan
Memperhatikan program strategis yang dicanangkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) nampaknya persoalam pemanfaatan IT (dalam hal ini yang berkaitan
dengan fintech) telah menjadi hal yang sangat diperhitungkan dan berkaitan dengan
itu maka dukungan hukum dan regulasi sangat diperlukan dan menjadi sesuatu
yang sangat penting. Untuk itu OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK)
yang menjadi pedoman bagi pelaku dalam industri keuangan.
Salah satu regulasi penting yang dikeluarkan oleh OJK adalah POJK Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Infomasi.
Didalam Penjelasan POJK No. 77 disebutkan bahwa layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknologi Informasi sangat membantu dalam meningkatkan akses
masyarakat terhadap produk jasa keuangan secara online dan memiliki keunggulan
misalnya tersedianya dokumen perjanjian dalam bentuk elektronik, tersedianya
kuasa hukum untuk mempermudah transaksi secara online, penilaian risiko
terhadap para pihak secara online, pengiriman informasi tagihan (collection)
secara online, penyediaan informasi status pinjaman kepada para pihak secara
online, dan penyediaan escrow account dan virtual account di perbankan kepada para
pihak sehingga seluruh pelaksanaan pembayaran dana berlangsung dalam sistem
perbankan. Bahkan disebutkan bahwa layanan berbasis teknologi informasi ini
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dana tunai secara cepat, mudah, dan efisien
serta meningkatkan daya saing serta dapat menjadi salah satu solusi untuk membantu
pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam memperoleh akses
pinjaman.10
Peraturan OJK ini merupakan regulasi untuk mengisi kekosongan hukum dalam
masalah fintech dan diharapkan dapat menjadi pedoman sekaligus perlindungan
dan pengawasan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan kegiatan layanan pinjam
meminjam berbasis teknologi informasi serta yang lebih luas adalah perlindungan
kepentingan Nasional dengan tetap memberikan ruang bertumbuh bagi start up
company dalam rangka peningkatan inklusi keuangan di Indonesia.11
10
Penjelasan POJK No. 77/POJK.01/2016 bagian I. Umum ,www.ojk.go.id, diakses 1 Agustus 2018
11
Penjelasan POJK No. 77/POJK.01/2016 bagian I. Umum , www.ojk.go.id, diakses 1 Agustus 2018

Andi Fariana, Ahmad Safii | 425


Istinbáth Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam

OJK12 mengakui bahwa tantangan kedepan bagi hukum ekonomi syariah adalah
terkait dengan kemunculan tekfin dan harmonisasi hukum transaksi keuangan
digital, uang kripto dan aspek syariahnya.Dewasa ini di OJK sudah terdaftar 32
perusahaan tekfin dan ini menunjukkan pesatnya pertumbuhan industri keuangan
dan pemanfaatan IT. Hal ini tentu saja menjadi tantangan yang sangat jelas sehingga
perlu dicarikan solusinya berkaitan dengan tata kelola, prinsip kehati-hatian dan
perlindungan nasabah, dan ketiga hal ini tidak terlepas dari aspek hukum dan aspek
syariahnya misalnya soal pembuktian atas dokumen, aspek kontraknya dan aspek-
aspek yang berkaitan dengan syariah.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa perkembangan IT harus mampu
membuat keuangan syariah bersaing secara positif karena perkembangan teknologi
dalam transaksi keuangan semakin canggih dan cepat sehingga keuangan syariah
harus terus ikut bergerak agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai
dengan perubahan jaman khususnya perkembangan teknologi.
Fintech dianggap mendisrupsi model bisnis lembaga keuangan (baik
konvensional maupun syariah) karena:
a. Mampu menawarkan berbagai jasa keuangan namun dengan biaya dan waktu
yang lebih murah dan cepat
b. Mampu menjangkau berbagai kalangan yang selama ini kurang terjangkau
oleh lembaga keuangan
Keunggulan tersebut jika bersinergi dengan perbankan syariah tentu memiliki
manfaat sekaligus kendala tersendiri, khususnya yang berkaitan dengan rambu-
rambu syariah yang ada.
2) Fintech Leading Sector Regulasi Keuangan Berbasis Syariah
Didalam lingkup muamalah ada satu kaidah penting yaitu segala sesuatu
adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya, demikian pula tekfin.Selama
tidak mengandung transaksi yang dilarang oleh syariat seperti riba, gharar, maysir
dan sejenisnya, maka dapat dikatakan bahwa transaksi tersebut tidak dilarang.
Oni Sahroni (Anggota DSN-MUI) mengatakan bahwa produk fintech dibolehkan
menurut syariah sepanjang memenuhi rambu-rambu diantaranya transaksi harus
menjelaskan ketentuan akad sesuai syariah, transaksi digital ini diketahui dan
disepakati dan obyek usahanya halal. Demikian pula harus ada ijab kabul sesuai
urf-nya, terjadi perpindahan kepemilikan, ada perlindungan konsumen dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ada pengawasan syariah

Dhani Gunawan Idat, Kebijakan dan Peran OJK Dalam Pengembangan Hukum Ekonomi Islam Indonesia, Makalah dalam
12

Penataran Dosen Hukum Ekonomi Islam Indonesia, Jogyakarta, 19-21 April 2018, h. 12-13.

426 | Sinergi Fintech Dengan Perbankan Syariah.....


Vol. 17, No. 2, Desember 2018

yang memastikan prinsip syariah diterapkan.13Selanjutnya bagaimana sinergi antara


tekfin dengan bank syariah?
Diketahui pertumbuhan pangsa pasar bank syariah yang relative lambat
(kisaran 5 %) hingga akhir 2017 menunjukkan penetrasi pasar yang lambat.
Terbentuk masalah economic of scale (kekuatan modal yang berefek ke sekala layanan
yang dapat diberikan) maka fintecht dengan modal yang jauh lebih sedikit namun
bisa memberikan jasa keuangan setara dengan bank yang berada pada posisi buku
3 atau buku 4 maka tentu saja menjadi suatu keniscayaan bagi bank syariah untuk
memanfaatkan berbagai bentuk sinergi. Bahkan bank syariah juga perlu melakukan
sinergi dengan fintech karena fintech akan mampu menjangkau segmen pasar yang
selama ini tidak dapat dijangkau oleh Bank syariah.14
Bahkan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI mendorong adanya kerjasama
antara fintech dengan Perbankan Syariah karena dengan kerjasama tersebut
diharapkan akan mendorong percepatan peningkatan pangsa pasar keuangan
syariah di Indonesia. Adiwarman Karim sebagai salah satu anggota DSN-MUI
menyebutkan bahwa DSN telah mengeluarkan fatwa mengenai Islamic fintech emoney
dan fatwa dalam hal fintech lending atau financing. Beberapa fatwa yang berkaitan
dengan fintech antara lain, Fatwa DSN-MUI No. 116 tentang Uang Elektronik
Syariah, Fatwa DSN-MUI No. 117 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Fatwa DSN-MUI No 116 Tahun 2017 ini lahir karena perkembangan industri
keuangan yang pesat dan banyak bank syariah yang sudah menerbitkan uang
elektronik syariah sehinga diperlukan fatwa dari DSN-MUI tentang fenomena
tersebut. Berdadarkan banyak pertimbangan yang berasal dari sumber Hukum
Islam yang ada maka DSN-MUI mengeluarkan fatwa yang mengatakan antara lain
bahwa uang elektronik syariah adalah uang elektronik yang sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah dan boleh digunakan sebagai alat pembayaran dengan mengikuti
ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini. Lebih lanjut disebutkan bahwa akad
yang digunakan antara penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang
elektrobik adalah akad ijarah, akad ju’alah dan akad wakal bi al-ujrah adalah akad
wadi’ah (untuk hal ini berlaku ketentuan sesuai fatwa DSN MUI No 12/DSN-MUI/
IX/2017, Fatwa DSN-MUI No. 62/DSN-MUI/XII/ 2007, Fatwa DSN-MUI No. 113/
DSN-MUI/IX/2017, Fatwa DSN-MUI No. 112/DSN-MUI/IX/2017, Fatwa DSN-
MUI No. 62/DSN-MUI/XII/2007, namun yang paling utama ditekankan didalam

13
Oni Sahroni, Aspek Syariah Financial Technology, Republika.co.id, 10 Juli 2018, diakses 31 Januari 2019
14
Muhammad Budi Prasetyo, Financial Technology dan Keuangan Islam, Materi Seminar Fintech , UI Depok, 7 Juni
2018

Andi Fariana, Ahmad Safii | 427


Istinbáth Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam

fatwa ini bahwa penyelenggaraan dan penggunaan uang elektronik wajib terhindar
dari transaksi yang ribawi, gharar, maysir, tadlis, risywah dan israf atau transaksi atas
obyek yang haram atau maksiat.15
Selain fatwa tersebut maka perlu pula diperhatikan pendapat bahwa E-money
pada dasarnya haram jika yang dianut adalah pandangan tekstual, namun tidak
adanya e-money akan mengakibatkan risiko primer, dan fungsi e-money sangat
mempermudah dalam mendukung prasarana kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat
dikatakan e-money karena memiliki kemanfaatan maka dapat menjadi kondisi
darurat yang dapat diakomodir keberadaannya dengan syarat-syarat tertentu.16
Sedangkan Fatwa DSN-MUI No. 117 Tahun 2018 mengatur ketentuan umum
prinsip syariah dalam kegiatan fintech dan ragam produk yang dapat dijalankan,
antara lain Penyelenggaraan layanan Pembiayaan berbasis teknologi Informasi tidak
boleh bertentangan dengan prinsip syariah yaitu harus terhindar dari riba, gharar,
maysir, tadlis, dharar, zhulm dan haram. Selain itu disebutkan pula bahwa akad
yang digunakan para pihak dalam penyelenggaraan layanan pembiayaan berbasis
teknologi informasi dapat berupa akad-akad yang selaras dengan karakteristik
layanan pembiayaan antara lain akad al-bai, ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah
bi al-ujrah dan qardh. Beberapa produk yang dapat dilayani antara lain pembiayaan
anjak piutang (Factoring), pembiayaan pengadaan barang pesanan pihak ketiga
(Purchase order), Pembiayaan Pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan
secara online (online seller), Pembiayaan Pengadaan barang untuk pelaku usaha
yang berjualan secara online dengan pembayaran melalui penyelenggara payment
gateway, Pembiayaan untuk Pegawai (employee) dan Pembiayaan berbasis komunitas
(Community based).17
Kedua fatwa tersebut memang sangat dibutuhkan untuk saat ini ketika perkembangan
fintech sudah masuk kedalam industri keuangan syariah. Namun selain itu, perlu dicermati
pula bahwa ada empat bisnis model dalam fintech financing mulai dari crowdfunding,
marketplace, peer to peer lending dan emoney, yang kesemuanya ini merupakan fondasi
kuat untuk berkembangnya Islamic fintech di Indonesia.18
Walaupun Fatwa DSN-MUI bukan merupakan produk hukum positif namun
suatu fatwa dilahirkan bukan hanya karena adanya kebutuhan masyarakat tetapi
juga lahir dari kajian keilmuan yang lintas disiplin serta hasil diskusi intensif yang
bukan hanya dihadiri para ahli fiqih tetapi juga pihak regulator dan pemangku

15
Nurjamal, Fatwa MUI tentang Uang Elektronik Syariah, www.gomuslim.co.id, diakses 1 Agustus 2018
16
Iqbal Fadli Muhammad, diskusi STEI SEBI, 12 April 2018
17
Anam, Fatwa terbaru DSN-MUI, mui.or.id, 23 Juki 2018, diakses 1 Agustus 2018
18
Republika.co.id, MUI dorong kerjasama fintech syariah dan Perbankan syariah, 7 Juli 2018, diakses 30 Juli 2018 pk 09.00

428 | Sinergi Fintech Dengan Perbankan Syariah.....


Vol. 17, No. 2, Desember 2018

kepentingan lain sehinga bagi pelaku yang bergerak dalam industri Perbankan
Syariah atau keuangan syariah sangat penting artinya dan dijadikan pedoman dalam
operasionalisasinya.19

C. Kesimpulan
Perkembangan IT yang tidak bisa dibendung sepatutnya bukan buat ditakuti
atau dihindari tetapi dijadikan peluang untuk memberikan berbagai kemudahan
bagi manusia termasuk dalam industri keuangan.
Sinergi antara fintech (transaksi keuangan yang berbasis teknologi infomasi)
dengan perbankan syariah selayaknya juga menjadi tantangan sekaligus peluang
bagi semua pelaku dalam industry perbankan syariah.Namun, perlu diperhatikan
aspek-aspek yang terkait dengan persoalan tersebut karena industri keuangan
khususnya perbankan merupakan industri yang menjunjung nilai-nilai kehati-hatian
karena menyangkut kepercayaan masyarakat.Selain itu, karena yang disasar adalah
Perbankan Syariah maka dimensi nilai-nilai syariah harus menjadi perhatian yang
utama.Itulah sebabnya regulator harus bergerak cepat membuat berbagai regulasi
agar dapat dijadikan pedoman dan melahirkan kenyamanan bagi pelaku dalam
industri ini.POJK dan Fatwa telah bersinergi melahirkan rambu-rambu hukum,
namun kedepan tetap diperlukan regulasi yang lebih beragam untuk mendukung
cepatnya pertumbuhan aneka transaksi dan model dalam bidang transaksi keuangan
(khususnya Perbankan syariah) yang berbasis teknologi informasi ini.

Daftar Pustaka
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Gadjah Mada University
Press, 2010
Al- Syatibi, al-Muwafaqat fi ushul al-syari’ah, Kairo, musthafa Muhammad, jilid II
Alvara, Indonesia 2020 - The Urban Middle Class Millenials, Februari 2016, dan
Reynold Wijaya, Mitos Bank vs FinTech: Kolaborasi, Bukan Kompetisi, untuk Inklusi
Keuangan IndonesiaFintech Talk, opini editorial 51, 2018
Andi Fariana, Urgensi Fatwa MUI Dalam Pembangunan Sistem Hukum Ekonomi Islam di
Indonesia, Al Ihkam, Jurnal Hukum dan Pranta Sosial 12 (1), 87-106, 2017
Anam, Fatwa terbaru DSN-MUI, mui.or.id, 23 Juli 2018, diakses 1 Agustus 2018

Andi Fariana, Urgensi Fatwa MUI Dalam Pembangunan Sistem Hukum Ekonomi Islam di Indonesia, Al Ihkam, jurnah
19

Hukum dan Pranta Sosial 12 (1), 2017, h. 87-106.

Andi Fariana, Ahmad Safii | 429


Istinbáth Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam

Bambang Brodjonegoro (Bappenas), Fintech bisa bersinergi dengan Perbankan Syariah,


id.beritasatu.com, 5 Juli 2018, diakses 4 Februari 2019
Dhani Gunawan Idat, Kebijakan dan Peran OJK Dalam Pengembangan Hukum Ekonomi
Islam Indonesia, Makalah dalam Penataran Dosen Hukum Ekonomi Islam
Indonesia, Jogyakarta, 19-21 April 2018
Gemala Dewi, Fintech, konsep, perkembangan dan reguilasinya, FH Universitas
Indonesia, 7 Juni 2018
Iqbal Fadli Muhammad, diskusi STEI SEBI, 12 April 2018
Kanal, Sinergi dengan fintech jadi solusi dongkrak keuangan syariah,www.
validnews.id, diakses 4 Februari 2019
Muhammad Budi Prasetyo, Financial Technology dan Keuangan Islam, Materi
Seminar Fintech, UI Depok, 7 Juni 2018
Nurjamal, Fatwa MUI tentang Uang Elektronik Syariah,www.gomuslim.co.id, diakses
1 Agustus 2018
Oni Sahroni, Aspek Syariah Financial Technology, Republika.co.id, 10 Juli 2018, diakses
31 Januari 2019
Penjelasan POJK No. 77/POJK.01/2016 Bagian I, Umum, www.ojk.go.id diakses 1
Agustus 2018
R.Andi Kartiko Utomo, Bisnis Model Baru Bank – Tekfin dan Ekonomi Digital, Fintech
Talk, opini editorial 22, 2018
Reynold Wijaya, Kolaborasi, Bukan Kompetisi, untuk Inklusi Keuangan Indonesia,
Fintech Talk, opini editorial 51, 2018
Republika.co.id, MUI dorong kerjasama fintech syariah dan Perbankan syariah, 7 Juli
2018, diakses 30 Juli 2018 pk 09.00

430 | Sinergi Fintech Dengan Perbankan Syariah.....

You might also like