Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran Corresponding Author

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

INDUKSI KALUS KRISAN (Chrysanthemum morifolium Ramat var.

Tomohon Kuning)
DENGAN 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D) DAN 6-Benzylaminopurine (BAP)
PADA KONDISI PENCAHAYAAN BERBEDA

Tia Setiawati1*), Annisa Nur Arofah2), Mohamad Nurzaman3)


1,2,3)
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran
*Corresponding author: tia.unpad@ac.id

Abstract

This study aims to obtain the optimum concentration of 2,4-D and BAP plant growth regulators (PGRs) to induce
Chrysanthemum callus in light and dark conditions. The method used is an experimental method in the laboratory
using a Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatment of 2,4-D + BAP concentration combinations. The
culture was incubated under different lighting conditions for 45 days after planting. The parameters observed
included ctexture and color of callus, other responses produced by explants, size, fresh weight and dry weight of
callus. Data were analyzed descriptively. The results showed that 4 ppm 2,4-D + 0.5 ppm BAP treatment was the
best combination in inducing Chrysanthemum callus in both light and dark conditions. In bright conditions, most
of the callus were dark green and dark brown with a compact texture, callus size of 1.36 cm, and the highest fresh
weight and dry weight of callus were 0.62 gram and 0.17 gram respectively. Meanwhile, in the dark conditions
most of the callus were light green and light brown with a compact texture, callus size 1.18 cm, and the highest
fresh weight and dry weight of the callus produced were 0.51 grams and 0.15 grams, respectively.

Keywords: Callus, Chrysanthemum morifolium, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), 6-Benzylaminopurine


(BAP)

PENDAHULUAN 2013 (Direktorat Jenderal Hortikultura,


Tanaman krisan (C. morifolium) 2015). Pengembangan budidaya tanaman
merupakan jenis tanaman hias atau tanaman krisan juga terkendala oleh teknologi
pot yang banyak digemari oleh masyarakat pembibitan yang belum mampu
serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi menyediakan bibit bermutu tinggi dalam
(Kasli, 2009). Selain sebagai flora hias, jumlah banyak dan waktu yang relatif
krisan juga memiliki potensi untuk singkat (Kasli, 2009).
dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat Permasalahan tersebut dapat diatasi
tradisional dan penghasil racun serangga melalui upaya perbanyakan tanaman secara
(Rukmana & Mulyana, 1997). Pada in vitro atau kultur jaringan. Kultur in vitro
perdagangan internasional, krisan tanaman berpotensi besar dalam program
merupakan tanaman bunga potong pemuliaan tanaman serta penyediaan benih
terpenting ketiga setelah mawar dan anyelir dan bibit berkualitas. Perbanyakan in vitro
(Mani & Senthil, 2011). Namun, telah dapat menghasilkan bibit dalam jumlah
terjadi penurunan produksi tanaman krisan banyak dengan kurun waktu yang relatif
dari 397.651.571 tangkai/ha di tahun 2012 singkat serta tidak tergantung pada iklim
menjadi 387.208.754 tangkai/ha pada tahun dan musim (Yuwono, 2008). Perbanyakan

13
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020

tanaman secara in vitro dapat dilakukan juga ditentukan oleh faktor lain, seperti
melalui proses organogenesis dan komposisi ZPT, sumber eksplan, dan jenis
embriogenesis baik secara langsung tanaman. Dalam kultur jaringan, terdapat
maupun tidak langsung melalui dua kelompok ZPT yang sering digunakan,
pembentukan kalus yang akan beregenerasi yaitu auksin dan sitokinin.
menghasilkan tanaman utuh. Induksi kalus Penelitian ini menggunakan auksin
merupakan tahap awal yang sangat penting dengan jenis 2,4 Dichlorophenoxyacetic
dalam perbanyakan tanaman secara in vitro acid (2,4-D). Menurut Kristina et al. (2008),
yang dilakukan melalui organogenesis dan pembentukan dan pertumbuhan kalus dapat
embriogenesis tidak langsung. Kalus terjadi dengan pemberian ZPT seperti 2,4-D
dihasilkan melalui proses pembelahan sel dan sering pula dikombinasikan dengan
secara terus menerus dari eksplan yang sitokinin. Mardini (2015) mengemukakan
dikultur pada media dengan menggunakan bahwa 2,4-D memiliki peran yang sangat
zat pengatur tumbuh (ZPT) hingga signifikan terhadap proses pembentukan
terbentuk massa sel yang selanjutnya kalus, terkait dengan diferensiasi maupun
beregenerasi membentuk tanaman yang peningkatan kompetensi sel yang terbentuk.
lengkap atau utuh (Bustami, 2011). Demikian juga dengan sitokinin yang
Zulkarnain (2009) menyatakan bahwa berperan dalam memicu pembelahan dan
kultur kalus memiliki beberapa kelebihan pemanjangan sel, sehingga dapat
yaitu dapat menghasilkan tanaman yang mempercepat pertumbuhan dan
bebas dari virus, senyawa metabolit perkembangan kalus (Indah & Ermavitalini,
sekunder, serta regenerasi varian genetika. 2013). Salah satu jenis ZPT dari golongan
Kondisi lingkungan merupakan salah sitokinin yang sering digunakan adalah 6-
satu faktor penentu keberhasilan induksi Benzylaminopurine (BAP), yang berfungsi
kalus secara in vitro (Putri, 2008). Menurut dalam pembelahan sel dan diferensiasi
Afshari et al. (2011), cahaya memiliki efek tunas adventif dari kalus (Bhojwani and
yang signifikan terhadap pertumbuhan Razdan 1996 dalam Syahid & Kristina
kalus dan morfogenesis. Forooghian & 2007). Beberapa penelitian mengenai
Esfarayeni (2013) menyatakan bahwa pemberian variasi konsentrasi ZPT 2,4-D
faktor cahaya seperti lama durasi dan BAP untuk menginduksi kalus telah
pencahayaan, intensitas cahaya, dan dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh
komposisi spektral cahaya merupakan Ariani et al. (2016) menunjukkan bahwa
faktor yang penting pada kultur in vitro. pada tahap diferensiasi, konsentrasi 2,4-D
Keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan dan BAP berpengaruh terhadap

14
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda

peningkatan persentase kalus yang sehat. faktor tunggal berupa 4 kombinasi


Ayuningrum et al. (2015) juga melaporkan konsentrasi 2,4-D + BAP, yaitu 2 ppm 2,4-
bahwa pemberian 2,4-D dan BAP dapat D + 0,5 ppm BAP; 2 ppm 2,4-D + 1 ppm
memacu pertumbuhan subkultur kalus BAP; 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP; 4 ppm
kedelai (Glycine max (L.) Merrill). 2,4-D + 1 ppm BAP. Kultur diinkubasi pada
Berdasarkan uraian diatas, pengaruh kondisi pencahayaan yang berbeda yaitu
kombinasi konsentrasi ZPT 2,4-D dan BAP terang dan gelap.Masing-masing perlakuan
terhadap pertumbuhan kalus dari eksplan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali.
batang tanaman krisan (C. morifolium) yang Sterilisasi Alat
didasarkan pada perbedaan kondisi Peralatan yang akan digunakan dicuci
pencahayaan menarik untuk dikaji lebih terlebih dahulu menggunakan detergen, lalu
lanjut. Informasi ilmiah yang dihasilkan dibilas dengan air bersih dan dikeringkan.
dari penelitian ini merupakan data awal Selanjutnya, peralatan disterilkan
untuk penelitian selanjutnya dalam menggunakan autoklaf pada suhu 121C
perbanyakan krisan secara in vitro. dan tekanan 1 atm selama  15 menit.
Sebelum digunakan, Laminar Air Flow
METODE PENELITIAN Cabinet disterilkan dengan cara menyapu
Bahan Penelitian seluruh permukaan meja kerja
Bahan-bahan yang digunakan dalam menggunakan kapas yang telah dibasahi
penelitian ini adalah agar bubuk, akuades alkohol 70%. Lampu UV dinyalakan
steril, alkohol 70%, gula, media MS selama  2 jam guna mematikan
(Murashige and Skoog) bubuk kontaminan.
(PhytoTechnologyLaboratories®), planlet Pembuatan Media Perlakuan
Chrysanthemum morifolium Ramat var. Pembuatan media perlakuan
Tomohon Kuning yang diperoleh dari Balai dilakukan dengan cara menimbang bubuk
Pengembangan Benih Hortikultura dan media MS (Murashige and Skoog)
Aneka Tanaman (BPBHAT) Pasir Banteng, sebanyak 4,43 g/L dan gula 30 g/L. Kedua
spirtus, serta zat pengatur tumbuh golongan bahan tersebut dimasukkan ke dalam gelas
auksin (2,4-Dichlorophenoxyacetic acid) kimia dan dilarutkan dengan akuades steril
dan sitokinin (6-Benzylaminopurine). secukupnya. Selanjutnya, ditambahkan
Metode kombinasi ZPT sesuai perlakuan yang telah
Metode yang digunakan pada ditentukan dan akuades hingga volume
penelitian ini adalah metode eksperimental mencapai 1 L lalu dihomogenkan. Sebelum
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
15
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020

ditambahkan bahan pemadat, derajat berat basah dan berat kering kalus. Data
keasaman (pH) media ditentukan sekitar pengamatan dianalisis secara deskriptif.
5,6-5,8. Nilai pH diatur dengan
menambahkan beberapa tetes NaOH 1 N HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk menaikkan pH atau HCl 1 N untuk Morfologi Kalus C. morifolium (Tekstur
menurunkan pH. Agar bubuk sebanyak 9 dan Warna)
g/L dimasukkan ke dalam larutan kemudian Indikator pertumbuhan eksplan pada
diaduk hingga homogen dan dipanaskan kultur in vitro berupa tekstur dan warna
hingga mendidih. Media dimasukan dalam kalus menggambarkan penampilan visual
botol-botol kultur sebanyak  10 mL/botol kalus sehingga dapat diketahui kalus
lalu disterilkan menggunakan autoklaf pada dengan sel yang masih aktif melakukan
suhu 121C dan tekanan 1 atm selama  15 pembelahan (meristematis) atau sel yang
menit. telah mengalami kematian (nekrosis).
Penanaman Eksplan Morfologi kalus dapat menunjukkan variasi
Penanaman eksplan berupa batang baik tekstur maupun warna tergantung dari
planlet krisan dilakukan di dalam LAF perlakuan jenis dan konsentrasi ZPT yang
(Laminar Air Flow) yang sebelumnya telah ditambahkan, seperti yang dapat dilihat
disterilkan. Planlet diambil dari dalam botol pada Tabel 1 dan Gambar 1.
kultur, kemudian diletakkan di dalam Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1,
cawan petri steril yang telah dilapisi dengan tekstur kalus yang dihasilkan pada seluruh
kertas saring. Batang planlet dipotong media perlakuan menunjukkan hasil yang

dengan ukuran  1 cm, kemudian ditanam seragam yakni bertekstur kompak.

ke media perlakuan dengan posisi Penambahan kombinasi 2,4-D+BAP dalam

horizontal. Kultur diinkubasi selama 45 hari media dengan kondisi pencahayaan berbeda

pada temperatur 18-27C dan intensitas berpengaruh secara signifikan terhadap

cahaya 2000 Lux untuk kondisi terang dan warna dan respon lain yang dihasilkan kalus.

ditutup menggunakan kain hitam untuk Sebagaimana yang diungkapkan Budiarti

kondisi gelap. (2017) bahwa jaringan kalus yang

Pengamatan dan Analisis Data dihasilkan dari suatu eksplan biasanya

Pengamatan dilakukan pada hari ke- memunculkan warna yang berbeda-beda.

45 setelah tanam. Pengamatan dilakukan Hasil pengamatan pada awal pertumbuhan

terhadap tekstur dan warna kalus, respon kalus menunjukkan bahwa sebagian besar

pertumbuhan lainnya, ukuran (diameter), kalus yang terbentuk menghasilkan warna


bening, putih, dan hijau muda. Seiring

16
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda

dengan pertumbuhan kalus, terjadi yang keras, kompak, dan padat. Kalus
perubahan warna yang didominasi warna dengan tekstur yang kompak umumnya
hijau tua, coklat muda, dan coklat tua. memiliki ukuran sel yang kecil dengan
Seluruh kalus yang diinkubasi pada kondisi sitoplasma yang padat, inti sel besar, dan
gelap menghasilkan warna yang lebih muda mengandung banyak pati (karbohidrat).
dan pucat dibandingkan pada kondisi terang. Tekstur kalus yang kompak
Respon pertumbuhan lain adalah disebabkan oleh adanya perbedaan
terbentuknya akar dan tunas pada kalus. kemampuan jaringan tanaman dalam
Tekstur Kalus menyerap unsur hara dan zat pengatur
Berdasarkan hasil pengamatan secara tumbuh dalam media inisiasi (Ibrahim et al.
visual, kalus yang terbentuk pada seluruh 2010). Santoso & Nursandi (2004)
perlakuan memiliki tekstur kompak, ikatan menjelaskan bahwa kalus yang kompak
antar sel-nya juga tampak kuat. Kalus yang dapat disebabkan oleh beberapa hal,
kompak memiliki tekstur yang sulit untuk diantaranya karena sel-sel yang semula
dipisahkan dan terlihat padat. Anniasari et aktif membelah mengalami penurunan
al. (2016) mengemukakan bahwa selama aktivitas proliferasi. Aktivitas ini
masa pertumbuhan, kalus mengalami dipengaruhi oleh auksin alami (endogen)
lignifikasi sehingga terbentuk tekstur kalus yang terdapat pada eksplan.

Tabel 1. Morfologi Kalus Krisan (C. morifolium) pada Perlakuan ZPT 2,4-D + BAP
Kondisi Tekstur Respon
Perlakuan Warna kalus
Pencahayaan kalus pertumbuhan lain
2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP Coklat tua, hijau Kompak tunas
tua
2 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP Hijau muda, hijau Kompak tunas
tua, putih
Terang 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP Coklat muda, Kompak akar
coklat tua, hijau
muda, putih
4 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP Coklat muda, Kompak akar
coklat tua, hijau
tua
2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP Coklat muda, Kompak akar
coklat tua, hijau
muda
2 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP Coklat tua, hijau Kompak -
muda, putih
Gelap
4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP Coklat muda, hijau Kompak -
muda
4 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP Coklat muda, Kompak tunas
coklat tua, hijau
muda, putih

17
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020

D
Gambar 1. Kalus krisan (C. morifolium) pada 45 HST pada kondisi terang (kiri) dan gelap (kanan).
Keterangan : A (2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP); B (2 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP), C (4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP), D (4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm
BAP)

Hasil pengamatan menunjukkan yang diberikan dapat memengaruhi


bahwa kalus kompak diperoleh pada peningkatan konsentrasi auksin endogen
seluruh media perlakuan dengan pada eksplan. Selain itu, adanya sitokinin
konsentrasi ZPT 2,4-D yang lebih tinggi (BAP) dalam konsentrasi rendah juga dapat
dibandingkan dengan konsentrasi BAP memengaruhi terbentuknya kalus kompak
(Gambar 1). Hal ini dapat disebabkan tersebut. Tekstur kalus yang kompak
karena tingginya konsentrasi auksin (2,4-D) merupakan efek dari penambahan auksin

18
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda

dan sitokinin yang memengaruhi potensial (2011) menambahkan bahwa warna putih
air dalam sel. Hal ini menyebabkan yang terbentuk pada kalus adalah jaringan
penyerapan air dari medium ke dalam sel parenkim yang mengandung butiran pati
meningkat sehingga sel menjadi lebih keras dengan kadar yang tinggi serta merupakan
(padat) (Ariati, 2012). tempat penyimpanan polisakarida pada
Perbedaan kondisi pencahayaan yang tumbuhan.
diberikan pada masa inkubasi eksplan tidak Pada Gambar 1 terlihat adanya
memiliki pengaruh yang signifikan perbedaan yang cukup signifikan antara
terhadap tekstur kalus. Seluruh kalus yang warna kalus yang diinkubasi pada kondisi
diinkubasi pada kondisi terang maupun terang dan kondisi gelap. Pada akhir masa
gelap memiliki tekstur kompak (Tabel 1 pengamatan (45 HST), kalus yang
dan Gambar 1). Hal ini sejalan dengan diinkubasi pada kondisi gelap
penelitian Putri (2008) yang melaporkan menghasilkan warna lebih muda dan
bahwa kondisi gelap dan terang pada cenderung pucat dibandingkan pada kondisi
berbagai media perlakuan tidak terang.Kalus pada kondisi terang
berpengaruh pada tekstur kalus yang didominasi warna hijau tua dan coklat tua,
terbentuk. sedangkan kalus pada kondisi gelap
Warna Kalus cenderung berwarna hijau muda dan coklat
Berdasarkan hasil pengamatan, muda. Kresnawati (2006) menyatakan
penambahan 2,4-D + BAP dalam beberapa bahwa warna kalus yang bervariasi
konsentrasi menghasilkan warna kalus yang diakibatkan oleh adanya pigmentasi cahaya.
beragam pada kondisi pencahayaan berbeda Pigmentasi dapat merata ke seluruh
(Tabel 1 dan Gambar 1). Pada awal masa permukaan kalus atau hanya sebagian saja.
pertumbuhan, kalus yang terbentuk pada Rainiyati et al. (2007) menjelaskan
seluruh media perlakuan menunjukkan bahwa perkembangan klorofil pada eksplan
dominansi warna bening dan putih. Hal ini yang diinkubasi dalam terang terjadi karena
sejalan dengan pernyataan Puteri et al. adanya rangsangan cahaya dan dimulainya
(2014) bahwa proses induksi kalus diawali proses fotosintesis. Sintesis klorofil terjadi
dengan menggelembungnya atau melalui fotoreduksi protoklorofilid menjadi
melengkungnya eksplan, kemudian klorofilid a dan diikuti dengan esterifikasi
dilanjutkan dengan munculnya tonjolan- fitol untuk membentuk klorofil a yang
tonjolan berwarna putih pada bagian luka dikatalisis enzim klorofilase (Rahayu et al.,
bekas potongan yang akan terus 2003).
berkembang menjadi kalus. Desriatin
19
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020

Pada perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 teroksidasi melalui aktivitas enzim


ppm BAP (kondisi terang) dan 4 ppm 2,4-D polifenol oksidase.
+ 1 ppm BAP (kondisi gelap) kalus yang Pembentukan tunas dan akar pada kalus
terbentuk berwarna putih pada kalus (Tabel Pengamatan terhadap kalus dengan
1). Leupin et al. (2000) menyatakan bahwa perlakuan 2,4-D+BAP dan kondisi
kalus yang berwarna putih akan tumbuh dan pencahayaan berbeda menunjukkan adanya
membentuk butir-butir klorofil akibat pembentukan organ akar dan tunas pada
paparan cahaya sehingga kalus menjadi beberapa perlakuan (Tabel 1 dan Gambar
hijau. Semakin hijau warna kalus yang 1). Terbentuknya tunas dan akar dapat
dihasilkan maka kandungan klorofilnya disebabkan oleh kalus yang memiliki
semakin besar (Fatmawati, 2008). tekstur kompak yang memudahkan tahap
Andaryani (2010) menjelaskan bahwa organogenesis (Trigiano dan Gray, 2005).
warna putih kehijauan pada kalus karena Pada penelitian ini, kemunculan akar terjadi
adanya interaksi antara 2,4-D (auksin) dan pada perlakuan 2 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP
BAP (sitokinin) serta faktor cahaya yang (kondisi terang); 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm
berperan penting dalam pembentukan BAP (kondisi terang); dan 2 ppm 2,4-D +
klorofil. 0,5 ppm BAP (kondisi gelap). Akar yang
Hasil pengamatan menunjukkan pula tumbuh pada kalus dapat disebabkan oleh
adanya perubahan warna pada sebagian penambahan konsentrasi 2,4-D yang lebih
permukaan kalus yakni dari warna hijau tua tinggi dibandingkan BAP. Hendaryono dan
hingga membentuk warna coklat muda Wijayani (1994) menyatakan apabila
ataupun coklat tua (Gambar 1). Hal ini konsentrasi auksin yang ditambahkan lebih
terjadi seiring meningkatnya laju besar maka akanmerangsang pembentukan
pertumbuhan kalus. Sesuai pernyataan akar pada kalus sedangkan konsentrasi
Abdullah et al. (1998) bahwa sel-sel muda sitokinin yang tinggi akan mencegah
yang sehat menunjukkan warna kuning pertumbuhan akar dan penghantaran respon
bening, namun akan berubah menjadi auksin dalam inisiasi akar (George &
kecokelatan seiring dengan bertambahnya Sherrington, 1984).
laju pertumbuhan dan umur kalus yang Pembentukan tunas terjadi pada
semakin tua. Lerch (1998) dalam Hutami perlakuan 2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP dan
(2008) mengemukakan bahwa 2 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP pada kondisi
pencokelatan jaringan (browning) terang, serta 4 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP
disebabkan oleh senyawa fenolik yang pada kondisi gelap. Hal ini dapat terjadi
disebabkan peran sitokinin BAP. Sesuai

20
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda

pernyataan George & Sherrington (1984) (eksogen) dengan ZPT yang diproduksi
bahwa ZPT golongan sitokinin seperti BAP oleh sel secara endogen.
banyak digunakan dalam media Berat Basah, Berat Kering dan Ukuran
perbanyakan secara in vitro untuk memacu Kalus
pembentukan tunas. Pada perlakuan- Hasil pengukuran terhadap berat
perlakuan tersebut, tampak bahwa basah kalus krisan (C. morifolium) pada
konsentrasi auksin (2,4-D) lebih tinggi kondisi terang dan kondisi gelap dapat
daripada sitokinin (BAP), namun eksplan dilihat pada Gambar 2.
mampu membentuk tunas. Padahal menurut Gambar 2 menunjukkan bahwa kalus
Hendaryono & Wijayani (1994) pemberian pada kondisi terang memiliki berat basah
auksin dengan kadar yang relatif tinggi lebih tinggi dibandingkan pada kondisi
daripada sitokinin menyebabkan gelap. Berat basah kalus tertinggi pada
pembentukan primodia akar sedangkan jika kondisi terang dan gelap berturut-turut
pemberian sitokinin dengan kadar lebih 0,62dan 0,51 gram diperoleh pada
tinggi daripada auksin akan mengarah pada perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP.
pembentukan primodia batang atau tunas. Sementara itu, berat basah kalus terendah
Hal ini dapat terjadi karena adanya pada kondisi terang dan gelap berturut-turut
kontribusi hormon sitokinin endogen 0,44 dan 0,34 gram diperoleh pada
sehingga kebutuhan eksplan akan sitokinin perlakuan 4 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP.
untuk pembentukan tunas dapat terpenuhi. Zakaria (2010) mengemukakan bahwa
Sebagaimana Gunawan (1988) menyatakan keberadaan 2,4-D dan BAP dalam media
bahwa arah perkembangan suatu kultur dapat memacu proses metabolisme dalam
merupakan hasil interaksi dan perimbangan sel eksplan sehingga meningkatkan
antara ZPT yang diberikan dalam media pertumbuhan kalus.

0.7 0.62
0.57
0.6 0.51 0.53
0.46 0.44
0.5 0.41
0.34
0.4
0.3
0.2
0.1
0
B1D1 B1D2 B2D1 B2D2
kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP
terang gelap

Gambar 2. Rata-rata berat basah kalus krisan (C. morifolium) pada perlakuan 2,4-D + BAP
Keterangan : B1 = 0,5 ppm BAP; B2 = 1 ppm BAP; D1 = 2 ppm 2,4-D; D2 = 4 ppm 2,4-D

21
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020

Berat basah yang dihasilkan sangat (2003) mengemukakan bahwa penggunaan


tergantung pada kecepatan sel-sel tanaman 2,4-D dapat memacu pertumbuhan kalus.
dalam melakukan pembelahan, Pertumbuhan berkaitan dengan
perbanyakan, dan dilanjutkan dengan pertambahan volume dan jumlah sel,
membesarnya kalus (Rahayu et al. 2003). pembentukan protoplasma baru,
Hasil pengukuran berat kering kalus pertambahan berat, dan selanjutnya akan
krisan (C. morifolium) yang diinkubasi meningkatkan berat kering kalus.
selama 45 HST pada kondisi terang dan Pemberian 2,4-D dan BAP ke dalam
gelap dapat dilihat pada Gambar 3. media tanam dapat memacu penambahan
Gambar 3 menunjukkan bahwa berat ukuran kalus krisan (C. morifolium).
kering kalus tertinggi pada kondisi terang Lizawati (2012) menyatakan bahwa
maupun gelap diperoleh pada perlakuan pemberian ZPT BAP, TDZ, dan 2,4-D
yang sama yaitu 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm dapat menyebabkan terjadinya penambahan
BAP berturut-turut 0,17 dan 0,15 gram. ukuran atau diameter kalus eksplan daun
Menurut Maftuchah et al. (1998), 2,4-D jarak pagar (Jatropha curcas L.). Aplikasi
diduga memengaruhi metabolisme protein 2,4-D yang dikombinasikan dengan
yang terjadi pada saat proses transkripsi sitokinin (BA atau kinetin) akan lebih
molekul RNA. Hal tersebut menyebabkan meningkatkan laju pertumbuhan kalus (Xie
peningkatan aktivitas dan berat kering kalus. & Hong 2001; Thao et al.2003). Hasil
Kenaikan sintesis protein juga pengamatan terhadap ukuran kalus pada
menyebabkan bertambahnya sumber tenaga kondisi terang dan kondisi gelap disajikan
untuk pertumbuhan kalus. Rahayu et al. pada Gambar 4.

0.2 0.17
0.16
0.15
0.14
0.15 0.13
0.12
0.11

0.1 0.08

0.05

0
B1D1 B1D2 B2D1 B2D2
kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP
terang gelap

Gambar 3. Rata-rata berat kering kalus krisan (C. morifolium) pada perlakuan 2,4-D + BAP
Keterangan : B1 = 0,5 ppm BAP; B2 = 1 ppm BAP; D1 = 2 ppm 2,4-D; D2 = 4 ppm 2,4-D

22
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda

1.36
1.5
1.15 1.18
1.05 1.03
1 0.79
0.66
0.53
0.5

0
B1D1 B1D2 B2D1 B2D2
kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP
terang gelap

Gambar 4. Rata-rata ukuran kalus krisan (C. morifolium) pada perlakuan 2,4-D + BAP
Keterangan : B1 = 0,5 ppm BAP; B2 = 1 ppm BAP; D1 = 2 ppm 2,4-D; D2 = 4 ppm 2,4-D

Gambar 4 menunjukkan bahwa kalus kondisi terang dan gelap diperoleh pada
yang diinkubasi pada kondisi terang perlakuan yang sama yaitu 4 ppm 2,4-D +
memiliki rata-rata ukuran lebih besar 0,5 ppm BAP. Sementara itu, berat basah
dibandingkan pada kondisi gelap. Rata-rata dan ukuran kalus terkecil pada kondisi
ukuran kalus terbesar pada kondisi terang terang dan gelap juga diperoleh pada
dan kondisi gelap berturut-turut sebesar perlakuan yang sama, yaitu 4 ppm 2,4-D +
1,36 cm dan 1,18 cm diperoleh pada 1 ppm BAP.Putri (2008) menyatakan
perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP. bahwa berat basah kalus yang besar diikuti
Sementara itu, rata-rata ukuran kalus dengan ukuran kalus yang juga besar
terkecil pada kondisi terang dan gelap (korelasi positif) menunjukkan bahwa sel-
berturut-turut sebesar 0,66 cm dan 0,53 cm sel kalus yang terbentuk akan mudah
diperoleh pada perlakuan 4 ppm 2,4-D + 1 mengalami diferensiasi. Sebaliknya,
ppm BAP. Kedua kombinasi konsentrasi apabila berat basah kalus cukup besar
ZPT tersebut merupakan keseimbangan namun diikuti dengan ukuran kalus yang
yang optimal antara 2,4-D (auksin) dengan lebih kecil (korelasi negatif) maka sel-sel
BA (sitokinin) dalam memacu pembelahan kalus yang terbentuk padat dan pejal,
sel. sehingga diperkirakan akan sulit terjadi
Data yang disajikan pada Gambar 2 diferensiasi kalus membentuk organ
dan Gambar 4 menunjukkan bahwa tanaman.
penambahan berat basah kalus yang
dihasilkan pada setiap perlakuan sejalan KESIMPULAN
dengan peningkatan ukuran kalus. Berat Berdasarkan hasil penelitian, dapat
basah dan ukuran kalus terbesar pada disimpulkan sebagai berikut.

23
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020

1. Perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP untuk merangsang pembentukan tunas
lengkeng dataran rendah (Dimocarpus
merupakan konsentrasi optimum dalam
longan) secara in vitro. Bioteknologi,
menginduksi kalus krisan (C. 13(2):43-53.
Ariani R, Anggraito YU & Rahayu ES.
morifolium) secara in vitro pada kondisi
2016. Respon Pembentukan Kalus
terang yang memiliki tekstur kompak, Koro Benguk (Mucuna pruriens L.)
pada Berbagai Konsentrasi 2,4-D dan
warna kalus hijau tua dan coklat tua,
BAP. Jurnal MIPA, 39(1):20-28.
ukuran 1,36 cm, serta berat basah dan Ariati SN. 2012. Induksi kalus tanaman
Kakao (Theobroma cacao L.) pada
berat kering tertinggi berturut-turut
media MS dengan penambahan 2,4-D,
sebesar 0,62 dan 0,17 gram. BAP, dan air kelapa. Jurnal Natural
Science, 1(1):78-84.
2. Perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP
Ayuningrum K, Budisantoso I & Kamsinah.
merupakan konsentrasi optimum dalam 2015. Pemberian hormon 2,4-D dan
BAP terhadap pertumbuhan subkultur
menginduksi kalus krisan (C.
kalus Kedelai (Glycine max (L.)
morifolium) secara in vitro pada kondisi Merrill) secara in vitro. Biosfera,
32(1):59-65.
gelap yang memiliki tekstur kompak,
Badan Pusat Statistik [BPS]. 2013. Luas
warna kalus hijau muda dan coklat panen, produksi, dan produktivitas
tanaman Krisan 2009-2013. Jakarta:
muda, ukuran 1,18 cm, serta berat basah
BPS Pusat.
dan berat kering tertinggi berturut-turut Budiarti C. 2017. Pengaruh Teknik
sterilisasi dan zat pengatur tumbuh
sebesar 0,51 dan 0,15 gram.
2,4-D (2,4 Dikloro Fenoksiasetat),
BAP (Benzil Amino Purin) terhadap
induksi kalus Nilam (Pogostemon
DAFTAR PUSTAKA
cablin Benth.) secara in vitro. Skripsi.
Abdullah MA, Ali M, Marziah NH & Arrif Universitas Islam Negeri Sunan
AB. 1998. Establishment of cell Gunung Djati. Bandung.
suspension cultures of Morinda Bustami MU. 2011. Penggunaan 2,4-D
elliptica for the production of untuk induksi kalus Kacang Tanah.
anthraquinones. Plant Cell Tissue and Media Litbang Sulteng, 4(2):137-141.
Organ Culture, 54:173-182. Desriatin NL. 2011. Pengaruh kombinasi
Afshari RT, Angoshtari R & Kalantari S. zat pengatur tumbuh IAA dan kinetin
2011. Effects of light and different terhadap morfogenesis pada kultur in
plant growth regulators on induction vitro tanaman Tembakau (Nicotiana
of callus growth in rapeseed (Brassica tabacum L. var. Prancak-95). Skripsi.
napus L.) genotypes. Plant Omics J., Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
4 (2): 60-67. Surabaya.
Andaryani S. 2010. Kajian penggunaan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015.
berbagai konsentrasi BAP dan 2,4-D Statistik Produksi Hortikultura Tahun
terhadap induksi kalus jarak pagar 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal
(Jatrophacurcas L.) secara in vitro. Hortikultura, Kementerian Pertanian.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Fatmawati A. 2008. Kajian konsentrasi
Surakarta. BAP dan 2,4-D terhadap induksi kalus
Anniasari TD, Putri RBA & Muliawati ES. tanaman Artemisia annua L. secara in
2016. Penggunaan BA dan NAA

24
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda

vitro. Skripsi. Universitas Sebelas Lizawati L. 2012. Proliferasi kalus dan


Maret. Surakarta. embriogenesis somatik Jarak Pagar
Forooghian S & Esfarayeni. 2013. An (Jatropha curcas L.) dengan berbagai
evaluation of effects of plant growth kombinasi ZPT dan asam amino.
regulators and light on callus Bioplantae, 1(4):256-265.
induction for varieties of potatoes. Maftuchah M, Ardiana HK & Joko BS.
American-Eurasian J. Agric. and 1998. Induksi kalus artemisia
Environ. Sci., 13 (8): 1129-1134. (Artemisia vulgaris L.) melalui kultur
George EF & Sherrington PD. 1984. Plant in vitro. Tropika, 6(2):135-141.
propagation by tissue culture. Mani T & Senthil K. 2011. Multiplication
England: Easter Press. of Chrysanthemum through somatic
Hendaryono DPS & Wijayani A. 1994. embryogenesis. Asian Journal
Teknik Kultur Jaringan: Pengenalan Pharma Technology, 1 (1): 13-16.
dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Mardini U. 2015. Pengaruh kombinasi 2,4-
secara Vegetatif Modern. D dan BAP terhadap induksi kalus
Yogyakarta: Kanisius. eksplan daun dan batang tanaman
Hutami S. 2008. Ulasan Masalah Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Pencokelatan pada Kultur Jaringan. Steenis) secara in vitro. Skripsi.
Jurnal AgroBiogen, 4(2):83-88. Universitas Muhammadiyah
Ibrahim MSD, Rostiana O & Khumaida N. Surakarta. Surakarta.
2010. Pengaruh umur eksplan Puteri RF, Ratnasari E & Isnawati. 2014.
terhadap keberhasilan pembentukan Pengaruh penambahan berbagai
kalus embriogenik pada kultur konsentrasi NAA (Napthalene Acetic
meristem Jahe (Zingiber officinale Acid) dan BAP (Benzyl Amino
Rosc.). Jurnal Littri, 16(1):37-42. Purine) terhadap induksi kalus daun
Indah PN & Ermavitalini D. 2013. Induksi Sirsak (Annona muricata) secara in
kalus daun Nyamplung (Calophyllum vitro. LenteraBio, 3(3):154-159.
inophyllum Linn.) pada beberapa Putri NI. 2008. Kajian berbagai komposisi
kombinasi konsentrasi 6- media serta kondisi gelap dan terang
Benzylaminopurine(BAP) dan 2,4- terhadap induksi kalus tanaman Jati
Dichlorophenoxyacetic Acid(2,4-D). Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.).
Jurnal Sains dan Semi Pomits, 2(1):1- Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
6. Surakarta.
Kasli K. 2009. Upaya Perbanyakan Rahayu B, Solichatun S & Anggarwulan E.
tanaman Krisan (Chrysanthemum sp.) 2003. Pengaruh Asam 2,4-
secara in vitro. Jerami, 2(3):121-125. Diklorofenoksiasetat (2,4-D) terhadap
Kresnawati E. 2006. Pengaruh zat pengatur pembentukan dan pertumbuhan kalus
tumbuh NAA dan kinetin terhadap serta kandungan flavonoid kultur
induksi kalus dari daun Nilam kalus Acalypha indica L. Biofarmasi,
(Pogostemon cablin Benth). Skripsi. 1(1):1-6.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Rainiyati DM, Gusniwati G & Jasminarni J.
Pendidikan. Universitas 2007. Perkembangan pisang Raja
Muhammadiyah Surakarta. Nangka (Musa sp.) secara kultur
Leupin RE, Leupin M, Ehret C, Erismann jaringan dari eksplan anakan dan
KH & Bernard W. 2000. Compact meristem bunga. Jurnal Agronomi,
callus induction and plant 1(11):35-40.
regeneration of a non-flowering Rukmana R & Mulyana A. 1997. Krisan.
vitiver from java. Plant Cell, Tissue, Yogyakarta: Kanisius.
and Organ Culture, 62:115-123. Santoso U & Nursandi F. 2004. Kultur
jaringan tanaman. Malang:

25
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020

Universitas Muhammadiyah Xie D & Hong Y. 2001. In vitro


Malang. regeneration of Acacia mangium via
Sitompul SM & Guritno B. 1995. Analisis organogenesis. Plant Cell, Tissue,
Pertumbuhan Tanaman. and Organ Culture, 66:167-173.
Yogyakarta: Gadjah Mada Zakaria D. 2010. Pengaruh konsentrasi
University Press. sukrosa dan BAP (Benzil Amino
Syahid SF & Kristina NN. 2007. Induksi Purine) dalam Media Murashige
dan regenerasi kalus Keladi Tikus Skoog (MS) terhadap pertumbuhan
(Typonium flagelliforme Lodd.) dan kandungan reserpin kalus Pule
secara in vitro. Jurnal Littri, Pandak (Rauvolfia verticillata
13(4):142-146. Lour.). Skripsi. Universitas Sebelas
Thao NTP, Ozaki Y & Okubo H. 2003. Maret. Surakarta.
Callus induction and planlet Zulkarnain H. 2009. Kultur Jaringan
regeneration in ornamental Alocasia Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
micholitziana. Plant Cell, Tissue,
and Organ Culture, 73:285-289.

26
ISSN e-journal 2579-7557

You might also like