Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran Corresponding Author
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran Corresponding Author
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran Corresponding Author
Tomohon Kuning)
DENGAN 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D) DAN 6-Benzylaminopurine (BAP)
PADA KONDISI PENCAHAYAAN BERBEDA
Abstract
This study aims to obtain the optimum concentration of 2,4-D and BAP plant growth regulators (PGRs) to induce
Chrysanthemum callus in light and dark conditions. The method used is an experimental method in the laboratory
using a Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatment of 2,4-D + BAP concentration combinations. The
culture was incubated under different lighting conditions for 45 days after planting. The parameters observed
included ctexture and color of callus, other responses produced by explants, size, fresh weight and dry weight of
callus. Data were analyzed descriptively. The results showed that 4 ppm 2,4-D + 0.5 ppm BAP treatment was the
best combination in inducing Chrysanthemum callus in both light and dark conditions. In bright conditions, most
of the callus were dark green and dark brown with a compact texture, callus size of 1.36 cm, and the highest fresh
weight and dry weight of callus were 0.62 gram and 0.17 gram respectively. Meanwhile, in the dark conditions
most of the callus were light green and light brown with a compact texture, callus size 1.18 cm, and the highest
fresh weight and dry weight of the callus produced were 0.51 grams and 0.15 grams, respectively.
13
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020
tanaman secara in vitro dapat dilakukan juga ditentukan oleh faktor lain, seperti
melalui proses organogenesis dan komposisi ZPT, sumber eksplan, dan jenis
embriogenesis baik secara langsung tanaman. Dalam kultur jaringan, terdapat
maupun tidak langsung melalui dua kelompok ZPT yang sering digunakan,
pembentukan kalus yang akan beregenerasi yaitu auksin dan sitokinin.
menghasilkan tanaman utuh. Induksi kalus Penelitian ini menggunakan auksin
merupakan tahap awal yang sangat penting dengan jenis 2,4 Dichlorophenoxyacetic
dalam perbanyakan tanaman secara in vitro acid (2,4-D). Menurut Kristina et al. (2008),
yang dilakukan melalui organogenesis dan pembentukan dan pertumbuhan kalus dapat
embriogenesis tidak langsung. Kalus terjadi dengan pemberian ZPT seperti 2,4-D
dihasilkan melalui proses pembelahan sel dan sering pula dikombinasikan dengan
secara terus menerus dari eksplan yang sitokinin. Mardini (2015) mengemukakan
dikultur pada media dengan menggunakan bahwa 2,4-D memiliki peran yang sangat
zat pengatur tumbuh (ZPT) hingga signifikan terhadap proses pembentukan
terbentuk massa sel yang selanjutnya kalus, terkait dengan diferensiasi maupun
beregenerasi membentuk tanaman yang peningkatan kompetensi sel yang terbentuk.
lengkap atau utuh (Bustami, 2011). Demikian juga dengan sitokinin yang
Zulkarnain (2009) menyatakan bahwa berperan dalam memicu pembelahan dan
kultur kalus memiliki beberapa kelebihan pemanjangan sel, sehingga dapat
yaitu dapat menghasilkan tanaman yang mempercepat pertumbuhan dan
bebas dari virus, senyawa metabolit perkembangan kalus (Indah & Ermavitalini,
sekunder, serta regenerasi varian genetika. 2013). Salah satu jenis ZPT dari golongan
Kondisi lingkungan merupakan salah sitokinin yang sering digunakan adalah 6-
satu faktor penentu keberhasilan induksi Benzylaminopurine (BAP), yang berfungsi
kalus secara in vitro (Putri, 2008). Menurut dalam pembelahan sel dan diferensiasi
Afshari et al. (2011), cahaya memiliki efek tunas adventif dari kalus (Bhojwani and
yang signifikan terhadap pertumbuhan Razdan 1996 dalam Syahid & Kristina
kalus dan morfogenesis. Forooghian & 2007). Beberapa penelitian mengenai
Esfarayeni (2013) menyatakan bahwa pemberian variasi konsentrasi ZPT 2,4-D
faktor cahaya seperti lama durasi dan BAP untuk menginduksi kalus telah
pencahayaan, intensitas cahaya, dan dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh
komposisi spektral cahaya merupakan Ariani et al. (2016) menunjukkan bahwa
faktor yang penting pada kultur in vitro. pada tahap diferensiasi, konsentrasi 2,4-D
Keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan dan BAP berpengaruh terhadap
14
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda
ditambahkan bahan pemadat, derajat berat basah dan berat kering kalus. Data
keasaman (pH) media ditentukan sekitar pengamatan dianalisis secara deskriptif.
5,6-5,8. Nilai pH diatur dengan
menambahkan beberapa tetes NaOH 1 N HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk menaikkan pH atau HCl 1 N untuk Morfologi Kalus C. morifolium (Tekstur
menurunkan pH. Agar bubuk sebanyak 9 dan Warna)
g/L dimasukkan ke dalam larutan kemudian Indikator pertumbuhan eksplan pada
diaduk hingga homogen dan dipanaskan kultur in vitro berupa tekstur dan warna
hingga mendidih. Media dimasukan dalam kalus menggambarkan penampilan visual
botol-botol kultur sebanyak 10 mL/botol kalus sehingga dapat diketahui kalus
lalu disterilkan menggunakan autoklaf pada dengan sel yang masih aktif melakukan
suhu 121C dan tekanan 1 atm selama 15 pembelahan (meristematis) atau sel yang
menit. telah mengalami kematian (nekrosis).
Penanaman Eksplan Morfologi kalus dapat menunjukkan variasi
Penanaman eksplan berupa batang baik tekstur maupun warna tergantung dari
planlet krisan dilakukan di dalam LAF perlakuan jenis dan konsentrasi ZPT yang
(Laminar Air Flow) yang sebelumnya telah ditambahkan, seperti yang dapat dilihat
disterilkan. Planlet diambil dari dalam botol pada Tabel 1 dan Gambar 1.
kultur, kemudian diletakkan di dalam Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1,
cawan petri steril yang telah dilapisi dengan tekstur kalus yang dihasilkan pada seluruh
kertas saring. Batang planlet dipotong media perlakuan menunjukkan hasil yang
horizontal. Kultur diinkubasi selama 45 hari media dengan kondisi pencahayaan berbeda
cahaya 2000 Lux untuk kondisi terang dan warna dan respon lain yang dihasilkan kalus.
terhadap tekstur dan warna kalus, respon kalus menunjukkan bahwa sebagian besar
16
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda
dengan pertumbuhan kalus, terjadi yang keras, kompak, dan padat. Kalus
perubahan warna yang didominasi warna dengan tekstur yang kompak umumnya
hijau tua, coklat muda, dan coklat tua. memiliki ukuran sel yang kecil dengan
Seluruh kalus yang diinkubasi pada kondisi sitoplasma yang padat, inti sel besar, dan
gelap menghasilkan warna yang lebih muda mengandung banyak pati (karbohidrat).
dan pucat dibandingkan pada kondisi terang. Tekstur kalus yang kompak
Respon pertumbuhan lain adalah disebabkan oleh adanya perbedaan
terbentuknya akar dan tunas pada kalus. kemampuan jaringan tanaman dalam
Tekstur Kalus menyerap unsur hara dan zat pengatur
Berdasarkan hasil pengamatan secara tumbuh dalam media inisiasi (Ibrahim et al.
visual, kalus yang terbentuk pada seluruh 2010). Santoso & Nursandi (2004)
perlakuan memiliki tekstur kompak, ikatan menjelaskan bahwa kalus yang kompak
antar sel-nya juga tampak kuat. Kalus yang dapat disebabkan oleh beberapa hal,
kompak memiliki tekstur yang sulit untuk diantaranya karena sel-sel yang semula
dipisahkan dan terlihat padat. Anniasari et aktif membelah mengalami penurunan
al. (2016) mengemukakan bahwa selama aktivitas proliferasi. Aktivitas ini
masa pertumbuhan, kalus mengalami dipengaruhi oleh auksin alami (endogen)
lignifikasi sehingga terbentuk tekstur kalus yang terdapat pada eksplan.
Tabel 1. Morfologi Kalus Krisan (C. morifolium) pada Perlakuan ZPT 2,4-D + BAP
Kondisi Tekstur Respon
Perlakuan Warna kalus
Pencahayaan kalus pertumbuhan lain
2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP Coklat tua, hijau Kompak tunas
tua
2 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP Hijau muda, hijau Kompak tunas
tua, putih
Terang 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP Coklat muda, Kompak akar
coklat tua, hijau
muda, putih
4 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP Coklat muda, Kompak akar
coklat tua, hijau
tua
2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP Coklat muda, Kompak akar
coklat tua, hijau
muda
2 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP Coklat tua, hijau Kompak -
muda, putih
Gelap
4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP Coklat muda, hijau Kompak -
muda
4 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP Coklat muda, Kompak tunas
coklat tua, hijau
muda, putih
17
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020
D
Gambar 1. Kalus krisan (C. morifolium) pada 45 HST pada kondisi terang (kiri) dan gelap (kanan).
Keterangan : A (2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP); B (2 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP), C (4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP), D (4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm
BAP)
18
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda
dan sitokinin yang memengaruhi potensial (2011) menambahkan bahwa warna putih
air dalam sel. Hal ini menyebabkan yang terbentuk pada kalus adalah jaringan
penyerapan air dari medium ke dalam sel parenkim yang mengandung butiran pati
meningkat sehingga sel menjadi lebih keras dengan kadar yang tinggi serta merupakan
(padat) (Ariati, 2012). tempat penyimpanan polisakarida pada
Perbedaan kondisi pencahayaan yang tumbuhan.
diberikan pada masa inkubasi eksplan tidak Pada Gambar 1 terlihat adanya
memiliki pengaruh yang signifikan perbedaan yang cukup signifikan antara
terhadap tekstur kalus. Seluruh kalus yang warna kalus yang diinkubasi pada kondisi
diinkubasi pada kondisi terang maupun terang dan kondisi gelap. Pada akhir masa
gelap memiliki tekstur kompak (Tabel 1 pengamatan (45 HST), kalus yang
dan Gambar 1). Hal ini sejalan dengan diinkubasi pada kondisi gelap
penelitian Putri (2008) yang melaporkan menghasilkan warna lebih muda dan
bahwa kondisi gelap dan terang pada cenderung pucat dibandingkan pada kondisi
berbagai media perlakuan tidak terang.Kalus pada kondisi terang
berpengaruh pada tekstur kalus yang didominasi warna hijau tua dan coklat tua,
terbentuk. sedangkan kalus pada kondisi gelap
Warna Kalus cenderung berwarna hijau muda dan coklat
Berdasarkan hasil pengamatan, muda. Kresnawati (2006) menyatakan
penambahan 2,4-D + BAP dalam beberapa bahwa warna kalus yang bervariasi
konsentrasi menghasilkan warna kalus yang diakibatkan oleh adanya pigmentasi cahaya.
beragam pada kondisi pencahayaan berbeda Pigmentasi dapat merata ke seluruh
(Tabel 1 dan Gambar 1). Pada awal masa permukaan kalus atau hanya sebagian saja.
pertumbuhan, kalus yang terbentuk pada Rainiyati et al. (2007) menjelaskan
seluruh media perlakuan menunjukkan bahwa perkembangan klorofil pada eksplan
dominansi warna bening dan putih. Hal ini yang diinkubasi dalam terang terjadi karena
sejalan dengan pernyataan Puteri et al. adanya rangsangan cahaya dan dimulainya
(2014) bahwa proses induksi kalus diawali proses fotosintesis. Sintesis klorofil terjadi
dengan menggelembungnya atau melalui fotoreduksi protoklorofilid menjadi
melengkungnya eksplan, kemudian klorofilid a dan diikuti dengan esterifikasi
dilanjutkan dengan munculnya tonjolan- fitol untuk membentuk klorofil a yang
tonjolan berwarna putih pada bagian luka dikatalisis enzim klorofilase (Rahayu et al.,
bekas potongan yang akan terus 2003).
berkembang menjadi kalus. Desriatin
19
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020
20
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda
pernyataan George & Sherrington (1984) (eksogen) dengan ZPT yang diproduksi
bahwa ZPT golongan sitokinin seperti BAP oleh sel secara endogen.
banyak digunakan dalam media Berat Basah, Berat Kering dan Ukuran
perbanyakan secara in vitro untuk memacu Kalus
pembentukan tunas. Pada perlakuan- Hasil pengukuran terhadap berat
perlakuan tersebut, tampak bahwa basah kalus krisan (C. morifolium) pada
konsentrasi auksin (2,4-D) lebih tinggi kondisi terang dan kondisi gelap dapat
daripada sitokinin (BAP), namun eksplan dilihat pada Gambar 2.
mampu membentuk tunas. Padahal menurut Gambar 2 menunjukkan bahwa kalus
Hendaryono & Wijayani (1994) pemberian pada kondisi terang memiliki berat basah
auksin dengan kadar yang relatif tinggi lebih tinggi dibandingkan pada kondisi
daripada sitokinin menyebabkan gelap. Berat basah kalus tertinggi pada
pembentukan primodia akar sedangkan jika kondisi terang dan gelap berturut-turut
pemberian sitokinin dengan kadar lebih 0,62dan 0,51 gram diperoleh pada
tinggi daripada auksin akan mengarah pada perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP.
pembentukan primodia batang atau tunas. Sementara itu, berat basah kalus terendah
Hal ini dapat terjadi karena adanya pada kondisi terang dan gelap berturut-turut
kontribusi hormon sitokinin endogen 0,44 dan 0,34 gram diperoleh pada
sehingga kebutuhan eksplan akan sitokinin perlakuan 4 ppm 2,4-D + 1 ppm BAP.
untuk pembentukan tunas dapat terpenuhi. Zakaria (2010) mengemukakan bahwa
Sebagaimana Gunawan (1988) menyatakan keberadaan 2,4-D dan BAP dalam media
bahwa arah perkembangan suatu kultur dapat memacu proses metabolisme dalam
merupakan hasil interaksi dan perimbangan sel eksplan sehingga meningkatkan
antara ZPT yang diberikan dalam media pertumbuhan kalus.
0.7 0.62
0.57
0.6 0.51 0.53
0.46 0.44
0.5 0.41
0.34
0.4
0.3
0.2
0.1
0
B1D1 B1D2 B2D1 B2D2
kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP
terang gelap
Gambar 2. Rata-rata berat basah kalus krisan (C. morifolium) pada perlakuan 2,4-D + BAP
Keterangan : B1 = 0,5 ppm BAP; B2 = 1 ppm BAP; D1 = 2 ppm 2,4-D; D2 = 4 ppm 2,4-D
21
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020
0.2 0.17
0.16
0.15
0.14
0.15 0.13
0.12
0.11
0.1 0.08
0.05
0
B1D1 B1D2 B2D1 B2D2
kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP
terang gelap
Gambar 3. Rata-rata berat kering kalus krisan (C. morifolium) pada perlakuan 2,4-D + BAP
Keterangan : B1 = 0,5 ppm BAP; B2 = 1 ppm BAP; D1 = 2 ppm 2,4-D; D2 = 4 ppm 2,4-D
22
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda
1.36
1.5
1.15 1.18
1.05 1.03
1 0.79
0.66
0.53
0.5
0
B1D1 B1D2 B2D1 B2D2
kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP
terang gelap
Gambar 4. Rata-rata ukuran kalus krisan (C. morifolium) pada perlakuan 2,4-D + BAP
Keterangan : B1 = 0,5 ppm BAP; B2 = 1 ppm BAP; D1 = 2 ppm 2,4-D; D2 = 4 ppm 2,4-D
Gambar 4 menunjukkan bahwa kalus kondisi terang dan gelap diperoleh pada
yang diinkubasi pada kondisi terang perlakuan yang sama yaitu 4 ppm 2,4-D +
memiliki rata-rata ukuran lebih besar 0,5 ppm BAP. Sementara itu, berat basah
dibandingkan pada kondisi gelap. Rata-rata dan ukuran kalus terkecil pada kondisi
ukuran kalus terbesar pada kondisi terang terang dan gelap juga diperoleh pada
dan kondisi gelap berturut-turut sebesar perlakuan yang sama, yaitu 4 ppm 2,4-D +
1,36 cm dan 1,18 cm diperoleh pada 1 ppm BAP.Putri (2008) menyatakan
perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP. bahwa berat basah kalus yang besar diikuti
Sementara itu, rata-rata ukuran kalus dengan ukuran kalus yang juga besar
terkecil pada kondisi terang dan gelap (korelasi positif) menunjukkan bahwa sel-
berturut-turut sebesar 0,66 cm dan 0,53 cm sel kalus yang terbentuk akan mudah
diperoleh pada perlakuan 4 ppm 2,4-D + 1 mengalami diferensiasi. Sebaliknya,
ppm BAP. Kedua kombinasi konsentrasi apabila berat basah kalus cukup besar
ZPT tersebut merupakan keseimbangan namun diikuti dengan ukuran kalus yang
yang optimal antara 2,4-D (auksin) dengan lebih kecil (korelasi negatif) maka sel-sel
BA (sitokinin) dalam memacu pembelahan kalus yang terbentuk padat dan pejal,
sel. sehingga diperkirakan akan sulit terjadi
Data yang disajikan pada Gambar 2 diferensiasi kalus membentuk organ
dan Gambar 4 menunjukkan bahwa tanaman.
penambahan berat basah kalus yang
dihasilkan pada setiap perlakuan sejalan KESIMPULAN
dengan peningkatan ukuran kalus. Berat Berdasarkan hasil penelitian, dapat
basah dan ukuran kalus terbesar pada disimpulkan sebagai berikut.
23
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020
1. Perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP untuk merangsang pembentukan tunas
lengkeng dataran rendah (Dimocarpus
merupakan konsentrasi optimum dalam
longan) secara in vitro. Bioteknologi,
menginduksi kalus krisan (C. 13(2):43-53.
Ariani R, Anggraito YU & Rahayu ES.
morifolium) secara in vitro pada kondisi
2016. Respon Pembentukan Kalus
terang yang memiliki tekstur kompak, Koro Benguk (Mucuna pruriens L.)
pada Berbagai Konsentrasi 2,4-D dan
warna kalus hijau tua dan coklat tua,
BAP. Jurnal MIPA, 39(1):20-28.
ukuran 1,36 cm, serta berat basah dan Ariati SN. 2012. Induksi kalus tanaman
Kakao (Theobroma cacao L.) pada
berat kering tertinggi berturut-turut
media MS dengan penambahan 2,4-D,
sebesar 0,62 dan 0,17 gram. BAP, dan air kelapa. Jurnal Natural
Science, 1(1):78-84.
2. Perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP
Ayuningrum K, Budisantoso I & Kamsinah.
merupakan konsentrasi optimum dalam 2015. Pemberian hormon 2,4-D dan
BAP terhadap pertumbuhan subkultur
menginduksi kalus krisan (C.
kalus Kedelai (Glycine max (L.)
morifolium) secara in vitro pada kondisi Merrill) secara in vitro. Biosfera,
32(1):59-65.
gelap yang memiliki tekstur kompak,
Badan Pusat Statistik [BPS]. 2013. Luas
warna kalus hijau muda dan coklat panen, produksi, dan produktivitas
tanaman Krisan 2009-2013. Jakarta:
muda, ukuran 1,18 cm, serta berat basah
BPS Pusat.
dan berat kering tertinggi berturut-turut Budiarti C. 2017. Pengaruh Teknik
sterilisasi dan zat pengatur tumbuh
sebesar 0,51 dan 0,15 gram.
2,4-D (2,4 Dikloro Fenoksiasetat),
BAP (Benzil Amino Purin) terhadap
induksi kalus Nilam (Pogostemon
DAFTAR PUSTAKA
cablin Benth.) secara in vitro. Skripsi.
Abdullah MA, Ali M, Marziah NH & Arrif Universitas Islam Negeri Sunan
AB. 1998. Establishment of cell Gunung Djati. Bandung.
suspension cultures of Morinda Bustami MU. 2011. Penggunaan 2,4-D
elliptica for the production of untuk induksi kalus Kacang Tanah.
anthraquinones. Plant Cell Tissue and Media Litbang Sulteng, 4(2):137-141.
Organ Culture, 54:173-182. Desriatin NL. 2011. Pengaruh kombinasi
Afshari RT, Angoshtari R & Kalantari S. zat pengatur tumbuh IAA dan kinetin
2011. Effects of light and different terhadap morfogenesis pada kultur in
plant growth regulators on induction vitro tanaman Tembakau (Nicotiana
of callus growth in rapeseed (Brassica tabacum L. var. Prancak-95). Skripsi.
napus L.) genotypes. Plant Omics J., Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
4 (2): 60-67. Surabaya.
Andaryani S. 2010. Kajian penggunaan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015.
berbagai konsentrasi BAP dan 2,4-D Statistik Produksi Hortikultura Tahun
terhadap induksi kalus jarak pagar 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal
(Jatrophacurcas L.) secara in vitro. Hortikultura, Kementerian Pertanian.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Fatmawati A. 2008. Kajian konsentrasi
Surakarta. BAP dan 2,4-D terhadap induksi kalus
Anniasari TD, Putri RBA & Muliawati ES. tanaman Artemisia annua L. secara in
2016. Penggunaan BA dan NAA
24
ISSN e-journal 2579-7557
Tia Setiawati et al.: Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum morifolium ramat var. tomohon kuning) dengan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-d) dan 6-benzylaminopurine (bap) pada Kondisi Pencahayaan Berbeda
25
ISSN e-journal 2579-7557
Jurnal Pro-Life Volume 7 Nomor 1, Maret 2020
26
ISSN e-journal 2579-7557