Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Thalassemia, Feritin Level, Chelation Therapy Adherence

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

HUBUNGAN KEPATUHAN TERAPI KELASI DENGAN KADAR FERITIN PADA

PENDERITA TALASEMIA MAYOR DI RSUD H. ABDUL MOELOEK


PROVINSI LAMPUNG

Mala Kurniati1, Dwi Robbiardy Eksa2, Chintia Risnawati3

1
Departemen Biologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati
2
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati
3
Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati

Abstract: Correlation between Chelation Therapy Adherence and Ferritin


Level in Patient Thalassemia Major at H. Abdul Moeloek Hospital Lampung.
Thalassemia is inherited disorder syndrome and caused by impaired hemoglobin
synthesis due to mutations in or near the globin genes. Patients beta thalassemia
major who receive repeated blood transfusions lead to iron accumulation that can
be determined by serum feritin measurement. One of the factors that may affect
the ferritin level are chelation therapy adherence, which can be assessed using
questionnaire Morisky Medication adherence Scale (MMAS). Determine correlation
chelation therapy adherence and ferritin level in patients thalassemia major at Dr.
H. Abdul Moeloek Hospital Lampung. The study was observational analytic with
cross sectional study design. Sample in this study as 40 people who received blood
transfusions and chelation therapy. The collection of data taken from secondary
data that medical records and primary data that chelation therapy adherence
assessed by MMAS. The bivariate analysis using Spearman test. Most patients with
thalassemia major female sex are 25 people (62,5 %). The most age range of 5-11
years (45,0%). Pre-transfusion hemoglobin levels of most ranges from 6 to 7.9
mg/l (52,5%). Patients with thalassemia major at most weigh less (82,5%). Mean
MMAS score 3,3±1,9, mean ferritin level 4499,0±3308,5 ng/ml. There is a
significant correlation chelation therapy adherence with ferritin levels. Spearman
correlation coefficient of 0.768 which showed a strong positive correlation.
Keywords : Thalassemia, Feritin Level, Chelation Therapy Adherence

Abstrak: Hubungan Kepatuhan Terapi Kelasi dengan Kadar Feritin pada


Penderita Talasemia Mayor di RSUD H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Thalasemia adalah sindrom kelainan bawaan yang disebabkan oleh gangguan
sintesis hemoglobin karena adanya mutasi pada gen globin. Pasien beta thalasemia
mayor yang menerima transfusi darah berulang menyebabkan akumulasi besi yang
dapat ditentukan dengan pengukuran serum feritin. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kadar feritin adalah kepatuhan terapi kelasi, yang dapat dinilai
menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS). Tujuan
penelitian ini yaitu menentukan tingkat kepatuhan terapi chelation dan kadar feritin
pada pasien thalassemia mayor di Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek Lampung.
Penelitian ini merupakan analitik observasional dengan desain penelitian cross
sectional. Sampel penelitian sebanyak 40 orang yang menerima transfusi darah dan
terapi kelasi. Pengumpulan data diambil dari rekam medik dan nilai kepatuhan
terapi dinilai oleh MMAS. Analisis bivariat menggunakan uji Spearman. Sebagian
besar pasien berjenis kelamin waktu sebanyak 25 orang (62,5%). Rentang usia
terbanyak 5-11 tahun (45,0%). Kadar hemoglobin sebelum transfusi berkisar
antara 6 hingga 7,9 mg / l (52,5%). Pasien dengan talasemia mayor paling banyak
memiliki berat badan kurang (82,5%). Rata-rata skor MMAS 3,3 ± 1,9, kadar rata-
rata 4499,0 ± 3308,5 ng / ml. Ada korelasi yang signifikan antara kepatuhan terapi
kelasi dengan kadar feritin sebesar 0,768 yang menunjukkan korelasi positif dan
kuat pada pasien thalasemia mayor di Rumah Sakit H. Abdul Moeloek Lampung.
Kata kunci : Thalasemia, kadar feritin, Kepatuhan terapi kelasi.

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 433
PENDAHULUAN terjadi karena akibat berkurangnya
Kelainan genetik merupakan (defisiensi parsial) atau tidak
salah satu faktor yang berpengaruh diproduksi sama sekali (defisiensi total)
terhadap kualitas sumber daya produksi rantai globin-α, sedangkan
manusia (SDM). Salah satu kelainan Talasemia β terjadi akibat
genetik yang cukup banyak dijumpai berkurangnya rantai globin-β atau
pada anak adalah talasemia (Tamam, tidak diproduksi sama sekali rantai
2010). Talasemia menyerang hampir globin-β (Atmakusuma, 2009).
semua golongan etnik dan terdapat Talasemia β mayor membutuhkan
pada hampir seluruh negara di dunia transfusi darah yang rutin sedangkan β
(Harahap, 2013). Talasemia intermedia jarang membutuhkan
merupakan sindrom kelainan yang transfusi darah (Galanello, 2010). Jenis
diwariskan (inherited) dan masuk ke talasemia terbanyak yang ditemukan di
dalam kelompok hemoglobinopati, Indonesia adalah talasemia beta mayor
yakni kelainan yang disebabkan oleh sebanyak 50% dan talasemia β–HbE
gangguan sintesis hemoglobin akibat sebanyak 45% (Bulan, 2009).
mutasi di dalam atau dekat gen globin Pengobatan utama pada pasien
(Atmakusuma, 2009). Hemoglobin talasemia adalah cangkok sumsum
dengan rantai globin yang abnormal tulang. Namun, prosedur ini membawa
tidak mampu mendistribusikan oksigen cukup risiko morbiditas dan mortalitas
ke jaringan sehingga menimbulkan dan biasanya hanya dapat digunakan
berbagai gangguan fungsi tubuh untuk penderita yang mempunyai
(Tamam, 2010). saudara kandung yang sehat (yang
Frekuensi gen pembawa tidak terkena) (Behrman, 2000).
talasemia di Indonesia adalah sekitar Pengobatan terkini pada pasien
3-8%, Artinya bahwa 3-8 dari 100 talasemia mayor adalah pemberian
penduduk merupakan pembawa gen transfusi darah untuk mempertahankan
talasemia. Jika diperkirakan persentase Hb pada kadar yang dapat diterima dan
pembawa gen talasemia di Indonesia pemberian kelasi (Made, 2011).
ada 5%, sedangkan angka kelahiran Pemberian transfusi darah merah rutin
rata-rata 23% dan jumlah penduduk sebagai terapi pada talasemia mayor
sebanyak 240 juta, diperkirakan akan terbukti memperpanjang harapan
lahir 3000 bayi pembawa gen talasemia hidup pasien, tetapi membawa
setiap tahunnya (Tamam, 2010). Pada komplikasi lain akibat asupan besi yang
tahun 2012 menurut Yayasan berlebih (Furnia, 2015). Selain itu
Talasemia Indonesia (YTI) terdapat pemberian transfusi darah yang
4398 penderita talasemia (Nugroho, berulang dapat menyebabkan reaksi
2015). Menurut penelitian yang alergi, demam, reaksi non-hemolitik,
dilakukan oleh Fitri Hidayah di RSUD alloimunization, dan terjadinya infeksi
H.Abdul Moeloek Bandar Lampung yang ditularkan melalui transfusi
menyatakan bahwa berdasarkan data (Vichinsky, 2012). Besi yang berlebih
rekam medik terdapat 110 orang yang muncul dalam plasma dapat
menderita talasemia pada tahun 2010- menyebabkan kerusakan jaringan di
2015 dan menjalani transfusi darah di hati, jantung, kelenjar endokrin dan
bagian Poli Anak RSUD H.Abdul organ lain oleh adanya radikal bebas
Moeloek Bandar Lampung (Hidayah, hydroxyl yang akan menyebabkan
2016). stres oksidatif (Putri, 2015).
Talasemia diklasifikasikan Cara yang paling sering
berdasarkan genotifnya menjadi 2 digunakan untuk mengukur jumlah
yaitu talasemia α dan talasemia β. penimbunan besi yaitu dengan
Sedangkan berdasarkan derajat berat pemeriksaan kadar feritin serum
ringannya gejala klinis talasemia dibagi (Anggororini, 2010). Target rata-rata
menjadi talasemia mayor, intermedia, kadar feritin yang direkomendasikan
dan minor (Jaya, 2015). Talasemia α pada pasien Talasemia mayor adalah

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 434
1000 mg/L. Ketika serum feritin lebih Kepatuhan terapi merupakan penentu
dari 1000 mg/L (biasanya setelah 10- utama keberhasilan terapi. Kegagalan
12 kali transfusi), maka dibutuhkan kepatuhan adalah masalah yang serius
terapi kelasi besi (Misrha, 2013). dimana tidak hanya mempengaruhi
Terapi kelasi besi mempunyai dua pasien tetapi juga mempengaruhi
tujuan yaitu untuk mengikat racun dari sistem kesehatannya (Jimmy, 2011).
non-transferrin bound iron (NTBI) di Beberapa metode dapat digunakan
plasma dan mengurangi besi dalam sebagai alat untuk menilai kepatuhan,
tubuh. Detoksifikasi besi yang berlebih yaitu metode langsung dan tidak
adalah fungsi yang paling penting dari langsung. Metode langsung dilakukan
terapi kelasi besi (Vichinsky, 2012). dengan pengamatan langsung terhadap
Kelasi besi digunakan untuk pasien, mengatur kadar obat dalam
mengimbangkan kadar besi yang darah atau urin. Metode tidak langsung
berakumulasi dari hasil transfusi darah dilakukan dengan kuisioner, laporan
dengan meningkatkan ekskresi besi langsung pasien, perhitungan pil,
melalui urine dan atau feses. Kelasi penilaian respons klinis pasien,
besi harus diberikan secara teratur pengukuran marker fisiologis. Morisky
agar bekerja efektif dan diperlukan medication adherence scale (MMAS)
kepatuhan yang baik dalam merupakan salah satu kuisioner yang
mengkonsumsi kelasi besi. Pemberian digunakan untuk menilai kepatuhan
kelasi yang tidak teratur dapat obat. Kuisioner ini sudah divalidasi
menyebabkan efek negatif pada untuk hipertensi, namun juga
keseimbangan besi. Kepatuhan yang digunakan pada berbagai macam
buruk dapat disebabkan karena adanya kondisi medis (Fitri, 2015).
masalah praktis seperti adanya Berdasarkan latar belakang di atas
kesulitan dengan infus deferoxamine dan mengingat di RSUD H. Abdul
(DFO), intoleransi kelator, atau ada Moeloek belum pernah dilakukan
masalah psikologis/psikososial penelitian ini, maka peneliti tertarik
(Cappellini, 2014). untuk melakukan penelitian tentang
Kepatuhan terapi menurut World hubungan kepatuhan terapi kelasi
Health Organization (WHO) adalah dengan kadar feritin pada penderita
suatu derajat untuk menentukan talasemia mayor di RSUD H. Abdul
tingkah laku seseorang yang sesuai Moeloek Provinisi Lampung.
dengan rekomendasi yang telah
disetujui oleh penyedia pelayanan.
memiliki hasil laboratorium berupa
METODE kadar feritin dengan niali yang spesifik
Jenis penelitian ini adalah dan mendapat izin dari orang tua/wali
penelitian observasional analitik untuk menjadi responden. Kriteria
dengan rancangan cross sectional pada eksklusi adalah menderita anemia
periode Februari-Maret 2017. Subjek karena penyakit kronik lain seperti
penelitian adalah penderita talasemia tuberculosis, hepatitis, penyakit
mayor yang menjalani transfusi darah Chronic Kidney Disease (CKD).
dan diberikan terapi kelasi di Ruang Penilaian tingkat kepatuhan
Alamanda RSUD H. Abdul Moeloek terapi kelasi dengan menggunakan
Provinsi Lampung. Kriteria inklusi kuisioner MMAS (Morisky Medication
adalah terdiagnosis talasemia Adherence Scale), sedangkan kadar
berdasarkan catatan rekam medik, feritin dilihat dari data rekam medik.
penderita talasemia mayor yang Dilakukan pencatatan data lain seperti
berumur 4-21 tahun, penderita yang umur, jenis kelamin, Hb pre-transfusi,
sudah mendapat tranfusi darah lebih berat badan, tinggi badan. Hubungan
dari 10 kali, penderita yang kepatuhan terapi kelasi dengan kadar
mengkonsumsi kelator besi, penderita feritin menggunakan uji korelasi
pernah diperiksa kadar feritin sesudah Pearson jika data terdistribusi normal.
diberi terapi kelasi, penderita yang Tetapi jika data tidak terdistribusi

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 435
normal maka menggunakan uji korelasi
Spearman.

HASIL
Sekitar 25 orang (62,5%) berjenis kadar feritin lebih dari 4000 ng/ml
kelamin perempuan. Penderita (50,0%). Penderita talasemia mayor
talasemia mayor terbanyak pada paling banyak memiliki berat badan
kelompok umur 5-11 tahun yaitu kurang (82,5%). Sebagian besar
sebanyak 18 orang (45,0%). Rata-rata penderita talasemia mayor di RSUD H.
usia penderita adalah 12,3±4,5 tahun Abdul Moeloek memiliki tingkat
dengan usia terendah 4 tahun dan usia kepatuhan yang rendah dengan
tertinggi 21 tahun. Kadar hemoglobin persentase 57,5% sebanyak 23 orang,
pre-transfusi terbanyak berkisar 6-7,9 sedangkan yang memiliki tingkat
g/dl yaitu sebanyak 21 orang (52,5%). kepatuhan sedang terdapat 14 orang
Sedangkan rerata kadar hemoglobin (35,0%) dan yang memiliki tingkat
pre-transfusi adalah 7,6±1,3 g/dl kepatuhan tinggi hanya terdapat 3
dengan kadar terendah 4,1 g/dl dan orang (7,5%).
kadar tertinggi 10,0 g/dl. Penderita
talasemia mayor kebanyakan memiliki

Tabel 1. Karakteristik Penderita Talasemia Mayor di RSUD H. Abdul Moeloek

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)


Jenis Kelamin
Laki-laki 15 37,5
Perempuan 25 62,5
Usia
<5 3 7,5
5-11 18 45,0
12-16 13 32,5
>17 6 15,0
Hemoglobin Pre-
Transfusi
<6 3 7,5
6-7,9 21 52,5
8-9,9 14 35,0
>9,9 2 5,0
Indeks Masa Tubuh
Berat Badan Kurang 33 82,5
(<18,5)
Normal (18,5-24,9) 5 12,5
Berat Badan Lebih (>25) 2 5,0
Tingkat Kepatuhan
Kepatuhan Tinggi 3 7,5
Kepatuhan Sedang 14 35,0
Kepatuhan rendah 23 57,5
Kadar Feritin
<2000 ng/ml 9 22,5
2000-4000 ng/ml 11 27,5
>4000 ng/ml 20 50,0
Total 40 100

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 436
Tabel 2. Data Score MMAS dan Kadar Feritin

Variabel Frekuensi (n) Min Max Rerata Std. Deviation


Score MMAS 40 0 7 3,3 1,9
Kadar Feritin
40 501 16000 4499,0 3308,5
(ng/ml)

Tabel 3. Rerata Kadar Feritin berdasarkan Tingkat Kepatuhan

Kadar Feritin (ng/ml)


Tingkat Kepatuhan
Rerata Std. Deviation
Kepatuhan Rendah 6089,7 3385,8
Kepatuhan Sedang 2667,6 1500,6
Kepatuhan Tinggi 850,3 407,4

Tabel 4. Uji Analisis Spearman Hubungan Kepatuhan Terapi Kelasi dengan Kadar
Feritin Penderita Talasemia Mayor

Kadar Feritin
Score MMAS P R
0,000 0,768

Pada penelitian ini didapatkan kepatuhan sedang memiliki rerata


rerata score MMAS dari 40 sampel kadar feritin 2667,6±1500,6, dan
adalah 3,3± 1,9 dengan score MMAS dengan tingkat kepatuhan tinggi
terendah 0 dan tertinggi 7. Sedangkan memiliki rerata kadar feritin
rerata kadar feritin dari 40 sampel 850,3±407,4. Uji korelasi Spearman
adalah 4499,0 ± 3308,5 ng/ml dengan didapatkan p=0,000 yang
kadar feritin terendah 501 ng/ml dan menunjukkan bahwa korelasi antara
tertinggi 16000 ng/ml. Rerata kadar kepatuhan terapi kelasi dengan kadar
feritin yang dimiliki penderita talasemia feritin bermakna. Nilai korelasi
mayor dengan tingkat kepatuhan Spearman sebesar 0,768 menunjukkan
rendah yaitu 6089,7±3385,8. Penderita korelasi positif dengan kekuatan
talasemia mayor dengan tingkat korelasi yang kuat.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian autosomal resesif (Saniyah, 2011),
didapatkan bahwa penderita talasemia sehingga anak dari pasangan
mayor yang berjenis kelamin laki-laki pengemban bakat mempunyai
yaitu sebanyak 15 orang (37,5%). kemungkinan 25% normal, 50%
Sedangkan penderita talasemia mayor sebagai pengemban bakat dan 25%
yang berjenis kelamin perempuan yaitu kemungkinan merupakan penderita.
sebanyak 25 orang (62,5%). Hal ini Tidak tergantung jenis kelamin, dimana
sesuai dengan penelitian Indra Kusuma sintesis rantai polipeptida globin beta
Jaya (2015) yang melaporkan bahwa hanya berlangsung didalam sel-sel dari
frekuensi penderita talasemia mayor seri eritrosit meskipun gen globin beta
sebagian besar perempuan yaitu juga terdapat dalam kromosom sel-sel
sebanyak 18 orang (54,5%), yang lain (Bulan, 2009).
sedangkan penderita yang berjenis Berdasarkan hasil penelitian
kelamin laki-laki sebanyak 15 orang didapatkan bahwa proporsi penderita
(45,5%). Talasemia merupakan talasemia mayor tertinggi adalah pada
kelainan genetik yang terjadi akibat rentang 5-11 tahun, yaitu sebanyak 18
gangguan sintesis rantai globin orang (45,0%). Hasil ini tidak jauh
spesifik. Penyakit ini diturunkan secara berbeda dengan penelitian Jane Ruby

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 437
Tomita (2015) di Medan yang sejalan dengan penelitian Putri, Oenzil
menemukan proporsi penderita dan Efrida (2015) yang menyatakan
talasemia mayor tertinggi pada bahwa penderita talasemia mayor
kelompok usia 6-11 tahun sebanyak 25 memiliki status gizi yang kurang.
orang (35,2%). Penderita talasemia Evaluasi gizi penting pada penderita
mayor akan tampak normal saat lahir, talasemia mayor. Indikator status gizi
namun di usia 3-18 bulan akan mulai yang digunakan pada penelitian ini
terlihat adanya gejala anemia. Hal ini yaitu indeks masa tubuh menurut
sesuai dengan teori yang menyatakan umur. Indeks masa tubuh adalah salah
bahwa gejala klinis talasemia sudah satu metode penting yang digunakan
terlihat pada usia 2 tahun, tetapi untuk menilai berat badan di bawah
penderita talasemia baru berobat pada normal dan berat badan yang normal.
usia 4-6 tahun karena semakin pucat Penderita talasemia mayor mengalami
sehingga penderitanya memerlukan kelainan pertumbuhan karena transfusi
transfusi secara berkala (Safitri, 2015). darah yang terus menerus dan adanya
Rata-rata usia penderita talasemia kelebihan besi yang terdapat di
mayor yang mendapat terapi kelasi berbagai organ. Salah satu organ yang
yaitu 12,3 tahun, hal ini sesuai dengan mengalami dampak dari adanya
penelitian Dwi Sarwani Sri Rejeki kelebihan zat besi di dalam tubuh yaitu
(2012) yang menyatakan bahwa usia kelenjar endokrin dan hipofisis anterior
rata-rata penderita talasemia mayor yang dapat mengganggu produksi
adalah 12,2 tahun. hormon pertumbuhan (Anisa, 2013;
Berdasarkan hasil penelitian Putri, 2015).
didapatkan bahwa penderita talasemia Berdasarkan hasil penelitian
mayor mempunyai kadar hemoglobin didapatkan bahwa sebagian besar
pre-transfusi terbanyak berkisar 6-7,9 penderita talasemia mayor di RSUD H.
mg/l dengan rerata Bulan (2009) Abdul Moeloek memiliki tingkat
bahwa rerata kadar hemoglobin pre- kepatuhan yang rendah dengan
transfusi adalah kadar hemoglobin persentase 57,5% sebanyak 23 orang,
7,6±1,3. Hal ini sejalan dengan sedangkan yang memiliki tingkat
penelitian Sandra 7,8±1,9. Pada kepatuhan sedang terdapat 14 orang
penderita talasemia terjadi (35,0%) dan yang memiliki tingkat
penghancuran sel-sel darah merah kepatuhan tinggi hanya terdapat 3
yang berlebihan, yang mengarah ke orang (7,5%). Hasil ini sejalan dengan
anemia akibat kelainan sintesis penelitian Mohamad Pedram dkk
hemoglobin dimana terjadi (2010) di Iran yang menyatakan bahwa
pengurangan produksi satu atau lebih penderita talasemia yang memiliki
rantai globin yang menyebabkan tingkat kepatuhan rendah sebanyak
ketidakseimbangan produksi rantai 48,8 %, tingkat kepatuhan sedang
globin (Isworo, 2012). Kadar sebanyak 32 % dan tingkat kepatuhan
hemoglobin pre-transfusi dipengaruhi tinggi sebanyak 18,2%. Pada penelitian
oleh banyak faktor diantaranya interval ini, tingkat kepatuhan terapi kelasi
transfusi penderita, dimana dalam diperiksa dengan menggunakan
penelitian ini tidak saya teliti. kuisioner MMAS (Morisky Medication
Berdasarkan hasil penelitian Adherence Score) dimana didapatkan
didapatkan bahwa sebagian besar rerata score MMAS 3,3 ± 1,9 dengan
penderita talasemia mayor mempunyai score terendah 0 dan tertinggi 7.
berat badan kurang yaitu 33 orang Ada beberapa hambatan dalam
(82,5%), yang mempunyai berat badan kepatuhan terapi yaitu komunikasi
normal sebanyak 5 orang (12,5%) dan yang buruk antara pasien dengan
yang mempunyai berat badan lebih penyedia obat, pengetahuan yang tidak
terdapat 2 orang (5,0%). Hal ini cukup mengenai obat tersebut dan cara
menunjukan bahwa penderita penggunaannya, merasa tidak yakin
talasemia mayor juga memiliki status akan pentingnya pengobatan, takut
gizi yang kurang. Hasil penelitian ini akan efek samping dari obat tersebut,

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 438
penggunaan obat dalam jangka waktu Berdasarkan tabel uji korelasi
yang lama, rejimen kompleks yang yang telah dianalisis dengan uji
membutuhkan obat dalam jumlah yang Spearman didapatkan bahwa nilai p
banyak dengan berbagai jadwal dalam value = 0,000 (p<0,05). Dengan
pemberiannya (Jimmy, 2011). demikian secara statistik didapatkan
Sedangkan menurut teori The hubungan yang bermakna antara
Medication Adherence Model kepatuhan terapi kelasi dengan kadar
menyatakan bahwa terdapat tiga feritin. Nilai korelasi Spearman sebesar
elemen kunci untuk kepatuhan 0,768 menunjukan arah korelasi positif
pengobatan yaitu tindakan terarah sangat kuat. Hal ini menunjukan bahwa
yang mengacu pada sejauh mana semakin tinggi score MMAS maka akan
individu memutuskan untuk melakukan semakin tinggi kadar feritin. Penelitian
pengobatan berdasarkan kebutuhan, ini sejalan dengan penelitian Silvania
efektifitas dan keamanan, perilaku Maisya Fitri dengan hasil p value =
bermotif yang mengacu pada sejauh 0,004 yang menunjukan adanya
mana individu memulai dan hubungan antara kepatuhan terapi
membentuk kebiasaan untuk kelasi dengan kadar feritin.
melakukan pengobatan secara rutin, Rerata kadar feritin yang dimiliki
dan feedback yang mengacu pada oleh penderita talasemia mayor dengan
sejauh mana informasi, fakta, petunjuk tingkat kepatuhan rendah yaitu
atau peristiwa yang dapat 6089,7±3385,8 ng/ml, sedangkan
mempengaruhi kepatuhan (Porter, dengan tingkat kepatuhan sedang yaitu
2011). Dalam penelitian ini didapatkan 2667,6±1500,6 ng/ml dan dengan
beberapa alasan penderita talasemia tingkat kepatuhan tinggi yaitu
mayor tidak patuh dalam 850,3±407,4 ng/ml. Hasil penelitian ini
mengkonsumsi kelator besi diantaranya juga sejalan dengan penelitian
lupa, tidak tepat waktu dalam membeli Mohamad Pedram dkk (2010) yang
kelator besi, takut akan efek samping menyatakan bahwa Rerata kadar feritin
obat seperti air seni menjadi berwarna yang dimiliki oleh penderita talasemia
merah. mayor dengan tingkat kepatuhan
Hasil penelitian ini sejalan dengan rendah yaitu >4000 ng/ml, dengan
penelitian Silvania Maisya Fitri (2015) tingkat kepatuhan sedang yaitu 2000-
di Padang yang menyatakan bahwa 4000 ng/ml dan dengan tingkat
rerata kadar feritin penderita talasemia kepatuhan tinggi <2000 ng/ml.
mayor adalah 4102±4151,3 ng/ml. Tatalaksana terkini penderita
Kadar feritin merupakan suatu ukuran talasemia mayor yaitu dengan transfusi
simpanan zat besi retikuloendotelial darah berulang dan pemberian kelator
yang sangat berguna untuk besi. Pemberian kelator besi ini dapat
mendiagnosis zat besi atau keadaan diberikan ketika kadar feritin mencapai
kelebihan zat besi. Kadar normal feritin 1000 ng/ml (Made, 2011; Harahap,
berkisar antara 20 – 200 ng/ml (Nuari, 2013). Terapi kelasi besi ini efektif
2016). Pada penderita talasemia mayor menurunkan kadar besi (feritin) dan
didapatkan kadar feritin yang melebihi meningkatkan harapan hidup penderita
kadar normal, hal ini disebabkan talasemia mayor apabila patuh
karena penderita talasemia mayor mengkonsumsinya. Menurut penelitian
membutuhkan transfusi darah Osborne, De abreu Leurenco, Dalton,
berulang. Satu unit sel darah merah Houltram, dan Edgar (2007)
yang ditransfusikan mengandung 250 menyatakan bahwa pentingnya
mg besi, sedangkan tubuh manusia mengoptimalkan terapi kelasi pada
tidak dapat mengekskresikannya lebih penderita talasemia mayor.
dari 1 mg besi per hari. Ketika seorang Pemberian kelasi besi harus
penderita menerima 25 unit per tahun, diberikan secara teratur agar dapat
maka akan terjadi akumulasi besi bekerja secara efektif. Hal ini
didalam tubuh sebanyak 5 gram per membutuhkan kepatuhan yang baik
tahun (Mishra, 2013). dalam mengkonsumsi kelator besi.

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 439
Kepatuhan dalam mengkonsumsi Moeloek Provinsi Lampung maka dapat
kelator besi merupakan faktor penting disimpulkan bahwa penderita talasemia
dalam mengurangi kelebihan zat besi mayor terbanyak pada kelompok usia
(Cappellini, 2014; Vichinsky, 2012). 5-11 tahun, penderita talasemia mayor
Penelitian ini memiliki yang berjenis kelamin perempuan lebih
keterbatasan diantaranya kadar feritin banyak dibandingkan penderita yang
yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. Kadar
tidak diperiksa secara bersamaan hemoglobin pre-transfusi terbanyak
dengan pemeriksaan kepatuhan terapi berkisar 6-7,9 g/dl dan sebagian besar
menggunakan kuesioner MMAS, kadar penderita talasemia mayor mempunyai
feritin sebelum diberikan kelasi tidak berat badan kurang. Kepatuhan terapi
dapat diketahui dikarenakan tidak kelasi pada penderita talasemia mayor
tercatat dalam rekam medik. Selain terbanyak adalah kepatuhan rendah
kadar feritin yang tidak tercatat dalam dengan persentase 57,5%, sedangkan
rekam medik, pemeriksaan darah rerata score MMAS 3,3 ± 1,9. Rerata
lengkap dan elektroforesis Hb juga kadar feritin penderita talasemia mayor
tidak tercatat dalam rekam medik. jauh melebihi kadar normal yaitu
Hasil pemeriksaan darah lengkap dan 4499,0 ± 3308,5 ng/ml. Terdapat
elektroforesis Hb hanya dimiliki oleh hubungan yang bermakna pada
orang tua penderita dan pada saat kepatuhan terapi kelasi dengan kadar
penelitian berlangsung orang tua feritin penderita talasemia mayor di
penderita tidak membawa hasil RSUD H. Abdul Moeloek Provinsi
pemeriksaannya. Lampung, dimana semakin tinggi score
Penelitian ini memiliki MMAS maka semakin tinggi kadar
keterbatasan di antaranya kadar feritin feritin.
yang digunakan dalam penelitian ini
tidak diperiksa secara bersamaan DAFTAR PUSTAKA
dengan pemeriksaan kepatuhan terapi
menggunakan kuesioner MMAS, kadar Anisa, I. (2013). Hubungan Lama Sakit
feritin sebelum diberikan kelasi tidak dengan Status Gizi Anak
dapat diketahui dikarenakan tidak Penderita Talasemia di RSUD Dr.
tercatat dalam rekam medik. Selain Moewardi. Skripsi.
kadar feritin yang tidak tercatat dalam Surakarta:Universitas Sebelas
rekam medik, pemeriksaan darah Maret.
lengkap dan elektroforesis Hb juga Anggororini, D., Fadlyana, E., &
tidak tercatat dalam rekam medik. Idjradinata, P. (2010). Korelasi
Hasil pemeriksaan darah lengkap dan Kadar Feritin Serum dengan
elektroforesis Hb hanya dimiliki oleh Kematangan Seksual pada Anak
orang tua penderita dan pada saat Penyandang Thalassemia Mayor.
penelitian berlangsung orang tua Maj Kedokt Indon, 60(10), 462-
penderita tidak membawa hasil 467.
pemeriksaannya. Pada penelitian ini Atmakusuma, D (Ed). (2009). Buku
juga tidak memperhatikan faktor yang Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
mempengaruhi kadar feritin yaitu fase Edisi V. Jakarta: Interna
reaksi akut dan makanan yang Publishing.
mengandung zat besi yang dikonsumsi Behrman, R (Ed). (2000). Ilmu
oleh penderita. Kesehatan Anak Nelson Volume 2
(Vol. Jakarta). (2000, Ed.)
KESIMPULAN Jakarta, Behrman, Richard E.;
Kliegman, Robert; Arvin, Ann M;:
Berdasarkan dari hasil penelitian EGC.
yang dilakukan terkait dengan Bulan, S. (2009). Faktor-faktor yang
hubungan kepatuhan terapi kelasi Berhubungan dengan Kualitas
dengan kadar feritin penderita Hidup Anak Thalassemia Beta
talasemia mayor di RSUD H. Abdul

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 440
Mayor.Skripsi. Semarang: Hoesin Palembang. Jurnal
Universitas Diponegoro. Kedokteran dan Kesehatan, 2(2),
Cappellini, Cohen, Porter, Taher, & 217-222.
Viprakasit. (2014). Guidelines For Jimmy, B., & Jose, J. (2011). Patient
The Management Of Transfusion Medication Adherence: Measures
Dependent Thalassaemia (TDT). in Daily Practice. Oman Medical
Nicosia: Thalassaemia Journal, 26(3), 155-159.
International Federation. Langhi, D., Ubiali, E. M., Marques, J. F.,
Chandra, B. (1995). Pengantar Statistik Verissimo, M. d., Logetto, S. R.,
Kesehatan. Jakarta: EGC. Silvinato, A., dkk. (2016).
Fitri, S. M. (2015). Hubungan Guidelines on Beta-thalassemia
Kepatuhan Terapi Kelasi dengan major- regular blood tranfusion
Kadar Feritin Serum Pasien β- therapy: Associacao Brasileira de
Talasemia Anak di RSUP DR. M. Hematologia, Hemoterapia e
Djamil Padang Tahun 2010-2014. Terapia Celular: project
Skripsi. Padang: Universitas guidelines: Associacao Medica
Andalas. Brasileira-2016. Revista Brasileira
Furnia, I., Prasetyo, D., & Reniarti, L. de Hematologia e Hematoterapia,
(2015). Korelasi Kadar Ion 38(4), 341-345.
Kalsium Serum dengan Dimensi, Leecharoenkiat, K., Lithanatudom, P.,
Fungsi Sistol dan Diastol Ventrikel Sornjai, W., & Smith, D. R.
Kiri pada Thalassemia Mayor (2016). Iron Dysregulation in
dengan Hemosiderosis. Sari Beta-Thalassemia. Asian Pacific
Pediatri, 17(3), 195-199. Journal of Tropical Medicine,
Galanello, R., & Origa, R. (2010). Beta- 9(11), 1035-1043.
thalassemia. Orphanet Journal of Made, A., & Ketut, A. (2011). Profil
Rare Disease, 5(11). Pertumbuhan,Hemoglobin Pre-
Harahap. (2013). Penatalaksanaan Transfusi, Kadar Feritin, dan Usia
Pada Pasien Talasemia. Medula, Tulang Anak pada Thalassemia
1(1), 10-18. Mayor. Sari Pediatri, 13(4), 299-
Hassan, R., & Alatas, H (Ed). (1985). 304.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Misrha, A. K., & Tiwari, A. (2013). Iron
Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Overload in Beta Thalassemia
Kesehatan Anak Fakultas Major and Intermedia Patients.
Kedokteran Universitas Maedica, 8(4), 328-332.
Indonesia. Modell, B., Darlison, M. Global
Hidayah, F. (2016). Gambaran Epidemiology of Haemoglobin
Penderita Thalassemia Yang Di Disorders and Derived Service
Rawat Di RSUD DR. H.Abdul Indicators. Dalam:Saniyah, N.
Moeloek Kota Bandar Lampung (2011). Perbedaan Gizi Anak
Tahun 2010-2015. Skripsi. Penderita Talasemia dengan Anak
Bandar Lampung: Universitas Non-Talasemia. Surakarta:
Malahayati. Universitas Sebelas Maret.
Isworo, A., Setiowati, D., Taufik, A. Notoatmojo, S. (2010). Metodologi
(2012). Kadar Hemoglobin, Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Status Gizi, Pola Konsumsi Rineka Cipta.
Makanan dan Kualitas Hidup Nuari, A., Tjiptaningrum, A.,
Pasien Thalassemia. Jurnal Ristyningrum, P., & Basuki, W.
Keperawatan Soedirma, 7(3), (2016). Hubungan Kadar Feritin
183-189. Serum dengan Aktivitas Enzim
Jaya, I. K., Sari, D. P., & Zen, N. F. AST, ALT dan Status Gizi pada
(2015). Gambaran Usia Tulang Anak Talasemia Beta Mayor. J
pada Pasien Talasemia dengan Agromed Unila, 3(1), 26-29.
Perawakan Pendek di Bagian Ilmu Nugroho, G. M. (2015). Hubungan
Kesehatan Anak RSUP Dr. Moh Hemoglobin Pra dan Pasca

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 441
Transfusi serta Kadar Feritin Rejeki, D. S., Nurhayati, N.,
dengan Pertumbuhan pada Anak Supriyanto., & Kartikasari, E.
Penderita Thalassemia Mayor (2012). Studi Epidemiologi
Penerima Program Terapi Deskriptif Talasemia. Jurnal
Transfusi Darah dan Kelator Besi Kesehatan Masyarakat Nasional,
di RSUP Dr Sardjito. Skripsi. 7(3).
Yogyakarta: Universitas Gadjah Safitri, R., Ernawaty, J., & Karim, D.
Mada. (2015). Hubungan Kepatuhan
Osborne, R. H., Leurenco, R. D., Transfusi dan Konsumsi Kelasi
Dalton. A., Houltram. J., & Besi Terhadap Pertumbuhan Anak
Edgar. (2007). Quality of Life dengan Thalasemia. JOM, 2(2).
Related to Oral Versus Sani, M. R., Kartasasmita, C., &
Subcutaneous Iron Chelation: A Reniarti, L. (2014). Hubungan
Time Trade-off Study. Value in Kadar Feritin Serum dengan
Health, 10(6). Gangguan Fungsi Paru Pasien
Pedersini, R., Vietri, J. Comparison Of Thalassemia Mayor Anak. Sari
the 4-item and 8-item Morisky Pediatri, 16(3).
Medication Adherence Scale In Sastroasmoro, S., Ismael, S (Ed).
Patient with Type 2 Diabetes. (2011). Dasar-dasar Metodologi
Kantar Health. Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung
Pedram, M., Zandian, K,, Keikhaie, B., Seto.
Akramipour, R., Hashemi, A., Swarjana, I. K. (2015). Metodologi
Ghahfarkhi, F. K., dkk. (2010). A Penelitian Kesehatan (Edisi
Report on Chelating Therapy and Revisi). Yogyakarta: ANDI.
Patient Compliance by Tahir, H., Shahid, S. A., & Mahmood,
Determination of Serum Ferritin K. T. (2011). Complications in
Levels in 243 Thalassemia Major Thalassaemia Patients Receiving
Patients.Iranian Journal of Blood Tranfusion. J Biomed Sci
Pediatric Society, 2(2), 65-69. and Res, 3(1), 339-346.
Pemono, B., & Sutaryo, U. I. (2012). Tamam, M., Hadisaputro, S., Sutaryo,
Buku Ajar Hematologi-Onkologi Setianingsih, I., Astuti, R., &
Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Soemantri, A. (2010). Hubungan
Anak Indonesia. antara Tipe Mutasi Gen Globin
Petrina, V. (2011). Hubungan antara dan Manifestasi Klinis Penderita
Kadar Feritin Serum dengan Talasemia. Jurnal Kedokteran
Kadar Hepsidin pada Carrier Brawijaya, 26, 48-52.
Talasemia Beta. Skripsi. Vichinsky, E., Levine, L., Bhatia, S.,
Semarang: Universitas Bojanowski, J., Coates, T., Foote,
Diponegoro. D., dkk. (2012). Standards Of
Putri, D. M., Oenzil, F., & Efrida. Care Guidelines For Thalassemia.
(2015). Gambaran Status Gizi Oakland: Children's Hospital &
Anak Talasemia Beta Mayor di Research Center Oakland.
RSUP Dr. M. Djamil Padang. World Health Organization. (2011).
Jurnal Kesehatan Andalas, 4(3). Serum Ferritin Concetrations for
Poggiali, E., Cassinerio, E., Zanaboni, The Assesment of Iron Status
L., Cappellini, M.D. 2012. An and Iron Deficiency in
update on iron chelation therapy. Population. Geneva:Department
Blood Transfus 2012, 10, 411- of Nutrition for Health and
422. Development World Health
Porter, B., Evangeli, M. 2011. The Organization.
Challenges of Adherence and
Persistence With Iron Chelation
Therapy. Int J Hematol. 94:453-
460

Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 7, Nomor 2, April 2020 442

You might also like