Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Analisa Penerapan Resapan Biopori Pada Kawasan Rawan Banjir Di Kecamatan Telaga Biru

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Analisa Penerapan Resapan Biopori Pada Kawasan

Rawan Banjir Di Kecamatan Telaga Biru

Ilyas Ichsan1) dan Zulkifli S. Hulalata2)

1)Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gorontalo


e-mail : ilyasichsan10@gmail.com
2)Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gorontalo

e-mail : zulkiflihulalata@gmail.com

Abstract

Surface Runoff occurs due to high rainfall that falls in an area that is able to caused
flooding. Infiltration Biopori Technology serves to reduce storm water runoff is to increase
the water absorbing soil thus reducing surface runoff that often causes floods. This
research aim was to get the value of infiltration without biopori infiltration and infiltration
with infiltration biopori, as well as obtaining the presentation of discharge runoff can be
reduced by 1 piece infiltration biopori on a plot of land with an area of 100 m2. The
research methods used quantitative methods. Primary data obtained from testing on-site
infiltration studies used Single Tool Infiltrometer Ring with a diameter of 25 cm, were
analyzed used the method of Horton Curve. Secondary data, precipitation last 10 years
from the year 2006 to 2015 obtained from BMKG Djalaludin Gorontalo Airport consists of
three stations that BPP-Tapa, Talumelito, Slamet Djalaludin Gorontalo, then analyzed used
rational methods to obtain discharge of the runoff. Analysis of the results obtained,
infiltration without absorption biopori was 4.5 cm / hour, once created biopori infiltration
infiltration rate rose to 38.1 cm / hour, and 1 absorption biopori on a plot of land with an
area of 100 m2 can reduce runoff discharge at 10.82%

Keywords : Floods, Runoff, Infiltration Biopori, Infiltration

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Limpasan permukaan merupakan air larian yang muncul diakibatkan oleh
tingginya curah hujan yang jatuh pada suatu kawasan, buruknya sistem
drainase dan kurangnya daerah resapan air memperparah limpasan yang terjadi
sehingga dapat menyebabkan banjir. Selain masalah limpasan permukaan,
kekurangan air di musim kemarau juga merupakan masalah yang sering timbul
pada kawasan rawan banjir. Teknik konservasi terhadap sumber daya air
kurang mendapat perhatian bahkan penebangan pohon dan pengrusakan hutan
terjadi semakin tidak terkendali diberbagai tempat. Hal ini mengakibatkan
terganggunya siklus hidrologi yang memberi dampak negatif terhadap

33
lingkungan seperti berkurangnya persediaan air dalam tanah dan meningkatnya
pergerakan air dari hulu ke hilir sehingga pada musim hujan dengan intensitas
tinggi di daerah hilir akan rawan terjadi banjir.
Resapan Biopori merupakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan
untuk mengatasi banjir yaitu dengan meningkatkan daya resap tanah pada air
sehingga mengurangi limpasan permukaan dan genangan air yang timbul
selama dan setelah hujan. Bertambahnya air yang meresap kedalam tanah
dapat meningkatkan kuantitas air dalam tanah sehingga walaupun musim
kemarau kebutuhan akan air sedikitnya dapat terpenuhi.
Berangkat dari pembahasan masalah diatas maka dilakukan penelitian
tentang penerapan Resapan Biopori, dengan focus riset untuk mendapatkan
nilai laju infiltrasi tanah tanpa resapan biopori dan dengan resapan biopori pada
kawasan rawan banjir dikecamatan telaga biru untuk penerapan lubang resapan
biopori, kemudian mendapatkan presentasi debit limpasan yang dapat direduksi
oleh 1 buah resapan biopori pada sebidang tanah dengan luasan 100 m 2.
Diharapkan hasil penelitian ini akan menjadi salah satu solusi penanggulangan
banjir di kawasan rawan banjir di Kecamatan Telaga Biru dan dapat menjadi
referensi dalam perencanaan resapan biopori.

2. KAJIAN TEORI
2.1. Resapan Biopori
Lubang Resapan Biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal
ke dalam tanah dengan diameter 10 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau
dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi
muka air tanah, lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu
terbentuknya Biopori
Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat
berbagai aktifitas organisme di dalamnnya, seperti cacing, perakaran tanaman,
rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi
udara, dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.

Gambar 1 : Foto Mikroskop Elektron dari Lubang Cacing dan Akar pada Matriks
Tanah (dalam lingkaran kuning),
(Sumber : http://www.biopori.com/index.php)

Gambar 1 Menunjukan Foto melalui mikroskop elektron yang menggunakan


dua buah lubang yang terbentuk oleh cacing (pada lingkaran kuning bagian
atas) dan lubang yang terbentuk oleh aktifitas akar tanaman (pada lingkaran
kuning bagian bawah). Bila lubang-lubang seperti ini dapat dibuat dengan

34
jumlah banyak, maka kemampu-an dari sebidang tanah untuk meresapkan air
akan diharapkan semakin meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam
meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan
tanah atau dengan perkataan lain akan dapat mengurangi bahaya banjir yang
mungkin terjadi. Secara alami kondisi seperti itu dapat dijumpai pada lantai
hutan dimana serasah atau bahan organik tertumpuk di bagian permukaan
tanah. Bahan organik ini selanjutnya menjadi bahan pakan (sumber energi) bagi
berbagai fauna tanah untuk melakukan aktifitas-nya termasuk membentuk
biopori. Pada ekosistem lantai hutan yang baik, sebagian besar air hujan yang
jatuh dipermukaannya akan dire-sapkan kedalam tanah.
Ekosistem demikian dapat ditiru di lokasi lain dengan membuat lubang
vertikal kedalam tanah. lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik,
seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potong-an rumput atau vegetasi
lainnya, dan sejenisnya. Bahan organik ini kelak akan dijadikan sumber energi
bagi organisme di dalam tanah sehingga aktifitas mereka akan meningkat.
Dengan meningkatnya aktifitas mereka maka akan semakin banyak biopori yang
terbentuk.
Kesinergisan antara lubang vertikal yang dibuat dengan biopori yang
terbentuk akan memungkinkan lubang-lubang ini dimanfaatkan sebagai lubang
resapan air buatan yang relatif murah dan ramah ling-kungan. Lubang resapan
ini selanjutnya di beri julukan LUBANG RESAPAN BIOPORI atau disingkat
sebagai LRB. LRB merupakan metode yang dicetuskan oleh Dr. Kamir R
Brata.
Salah satu Keunggulan dan manfaat lubang resapan biopori yaitu
Meningkatkan daya resap air, Kehadiran lubang resapan biopori secara
langsung akan menambah bidang resapan air, Dengan adanya aktivitas fauna
tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantinasa
terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu bidang resapan ini akan selalu
terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi
antara luas bidang bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-
sama akan meningkatkan kema-puan dalam meresapkan air.
Selain meresapkan air (khususnya air hujan) kedalam tanah, LRB
mempunyai berbagai fungsi antara lain (Anonim, 2013) :
1. Penyubur tanah.
Sampah dedaunan dari pada dibakar, akan lebih bagus dimasuk-kan dalam
lubang ini, sehingga sampah daun akan busuk dan dapat menyuburkan
tanah.
2. Mengurangi penumpukan sampah.
Sampah rumah tangga (organik) dapat dimasukkan ke dalam
lubang ini, sehingga mengurangi penumpukan sampah rumah tangga.
3. Terhindar berbagai jenis penyakit.
Tumpukan sampah yang dibuang ditempat terbuka dan telah membusuk,
akan mengundang berbagai penyakit dan penyebar-nya seperti lalat. Bila
sampah rumah tangga seperti sisa makan, sayuran atau dedaunan lain
dimasukkan ke dalam lubang yang tertutup, akan mengurangi atau
mencegah penyakit.

35
4. Penghasil kompos.
Sampah organik yang telah dimasukkan ke dalam lubang resapan ini, dapat
diambil setelah 1-2 bulan, dapat dijadikan pupuk hijau (kompos). Kemudian
setelah kompos diambil, lubang dapat digunakan lagi untuk membuang
sampah organik.
5. Mengurangi genangan air.
Dengan memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah selanjutnya akan
menciptakan rongga-rongga atau liang-liang didalam tanah yang akan
dijadikan "saluran" air untuk meresap ke dalam tanah, sehingga mengurangi
genangan air yang timbul selama hujan
Untuk menghitung debit air yang masuk dalam 1 LRB dapat menggunakan
persamaan :

QLRB = Laju Infiltrasi LRB x Luas Selimut LRB

3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Dusun II Desa Pentadio Barat Kecamatan Telaga
Biru, dimana letak pengujian laju infiltrasi resapan biopori. Secara geografis
lokasi penelitian terletak di antara 0˚37’09.2” Lintang Utara dan diantara
123˚00’29.8” Bujur Timur

Lokasi Penelitian

Gambar 2 : Peta Lokasi Penelitian


(Sumber : https://goo.gl/maps/obTAxw5dzbk)

3.2. Rancangan Penelitian


1. Mempersiapkan alat dan bahan agar mempermudah pengujian di lapangan,
sehingga dari tahap persiapan ini dapat diketahui langkah-langkah
penyelesaian pekerjaan secara berurutan dan teratur agar didapatkan hasil
yang optimal.
2. Lubang Resapan Biopori dibuat menggunakan alat bor tangan dengan
diameter lubang 10 cm dan tinggi 100 cm sebanyak 2 lubang, kemudian
diisi dengan sampah organik, dibiarkan selama 3 minggu kemudian
dilakukan pengujian infiltrasi.

36
3. Untuk pengujian infiltrasi menggunakan alat Single Ring Infiltrometer
dengan ukuran :

25 cm

25 cm
5 cm

Gambar 3 : Sketsa alat Single Ring Infiltrometer

Cara menggunakan alat single ring infiltrometer


 Benamkan Infiltrometer sedalam 5 cm ketanah
 Letakan alat ukur berupa mistar pada bagian dinding dalam
infiltrometer
 Kemudian isi ring dengan air sampai ketinggian tertentu
 Nyalakan stopwach catat skala penurunan setiap 5 menit.
 Hentikan pengukuran ketika bacaan penurunan 3x berturut-turut sama
 Data siap diolah

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Dalam proses penyelesaian masalah, dibutuhkan suatu masukan berupa
data yang lengkap, akurat serta aktual yang digunakan sebagai acuan dalam
pemecahan masalah meliputi :
1. Mengumpulkan literatur dari beberapa buku yang berkenaan dengan
penelitian yang di maksud
2. Mengumpulkan data-data yang diperlukan terdiri dari :
a) Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dengan melakukan
pengamatan/penelitian langsung dilapangan yaitu Mengukur laju
infiltrasi langsung dilapangan menggunakan alat Single Ring
Infiltrometer
b) Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi- instansi
terkait berupa data curah hujan, 10 tahun terakhir dari tahun 2006
sampai 2015 yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) bandara Djalaludin Gorontalo

3.4. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data meliputi tahapan sebagai berikut :
1. Analisa Laju Infiltrasi
Menganalisa laju infiltrasi untuk mendapatkan kapasitas infiltrasi
menggunakan persamaan metode Kurva Horton
2. Analisa Data Curah Hujan
Menganalisis data curah hujan harian maksimum pertahun menggunakan
metode rata–rata aljabar.
3. Analisa Frekuensi Curah Hujan
Analisis curah hujan rancangan menggunakan dua macam distribusi, yaitu
Gumbel dan log person type III. Dari analisis curah hujan rancangan ini

37
diperoleh curah hujan rancangan dengan berbagai periode ulang, yang akan
digunakan untuk menentukan debit rencana.
4. Menganalisa Intensitas Hujan
Menganalisa curah hujan menggunakan metode monobe, serta menghitung
debit limpasan menggunakan metode rasional untuk mendapatkan debit
berbagai periode ulang hujan yang akan terjadi
5. Analisa Debit Resapan Biopori
Menghitung debit kapasitas tampungan 1 LRB menggunakan persamaan
QLRB = Laju Infiltrasi LRB x Luas Selimut LRB kemudian untuk persen debit
reduksi dihitung dengan persamaan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. HASIL
4.1.1. Laju Infiltrasi
a. Pengukuran laju infiltrasi dilapangan
Pengukuran laju infiltrasi menggunakan Single Ring Infiltrometer dengan
diameter 25 cm dan tinggi 25 cm, yang dilakukan pada 4 titik yaitu 2 titik
dengan LRB dan 2 titik tanpa LRB, dengan pertimbangan dimana titik-titik
tersebut dapat mewakili laju infiltrasi pada lokasi penelitian yang akan
dianalisis menggunakan metode Kurva Horton

Titik 1 Dengan LRB Titik 2 Tanpa LRB

Titik 3 Dengan LRB Titik 4 Tanpa LRB

Gambar 4 : Titik-Titik Pengukuran LRB

38
Tabel 1 : Laju Infiltrasi Pada Titik 1
Dengan LRB
No Δt Penurunan Laju Infiltrasi
(menit) (cm) (cm/jam)
1 5 13 156
2 5 10 120
3 5 9.7 116.4
4 5 8.1 97.2
5 5 6 72
6 5 5.45 65.4
7 5 3.7 44.4
8 5 2.85 34.2
9 5 1.8 21.6
10 5 1.15 13.8
11 5 1 12
12 5 1 12
13 5 1 12
(Sumber : Hasil Pengukuran 2016)

Tabel 2 : Laju Infiltrasi Pada Titik 2


Tanpa LRB
No Δt Penurunan Laju Infiltrasi
(menit) (cm) (cm/jam)
1 5 4.4 52.8
2 5 3.5 42
3 5 2.95 35.4
4 5 2.75 33
5 5 2.5 30
6 5 2 24
7 5 1.8 21.6
8 5 1.55 18.6
9 5 1.3 15.6
10 5 1.3 15.6
11 5 1.25 15
12 5 0.75 9
13 5 0.35 4.2
14 5 0.35 4.2
15 5 0.35 4.2
(Sumber : Hasil Pengukuran 2016)

39
Tabel 3 : Laju Infiltrasi Pada Titik 3
Dengan LRB
No Δt Penurunan Laju Infiltrasi
(menit) (cm) (cm/jam)
1 5 14.3 171.6
2 5 12.5 150
3 5 12.5 150
4 5 11.3 135.6
5 5 10.35 124.2
6 5 9.7 116.4
7 5 9.7 116.4
8 5 8.1 97.2
9 5 8.1 97.2
10 5 5.35 64.2
11 5 5.35 64.2
12 5 5.35 64.2

Tabel 4 : Laju Infiltrasi Pada Titik 4


Tanpa LRB
No Δt Penurunan Laju Infiltrasi
(menit) (cm) (cm/jam)
1 5 2 24
2 5 1.55 18.6
3 5 0.95 11.4
4 5 0.9 10.8
5 5 0.9 10.8
6 5 0.75 9
7 5 0.65 7.8
8 5 0.6 7.2
9 5 0.6 7.2
10 5 0.4 4.8
11 5 0.4 4.8
12 5 0.4 4.8
(Sumber : Hasil Pengukuran 2016)

b. Perhitungan Laju Infiltrasi Menggunakan Metode Kurva Horton


Data yang telah diperoleh melalui hasil pengukuran laju infiltrasi dengan
menggunakan single ring Infiltrometer yang dilakukan pada 4 titik dengan
pertimbangan dimana titik-titik tersebut dapat mewakili laju infiltrasi pada
lokasi penelitian yang akan dianalisis menggunakan metode Kurva Horton.

40
Tabel 5 : Titik 1 Dengan LRB Untuk Nilai Log (f0-fc)
t t Penurunan f0 fc f0-fc
Log (f0-fc)
(menit) (jam) (cm) (cm/jam) (cm/jam) (cm/jam)
5 0.08 13 156 12 144 2.1584
10 0.17 10 120 12 108 2.0334
15 0.25 9.7 116.4 12 104.4 2.0187
20 0.33 8.1 97.2 12 85.2 1.9304
25 0.42 6 72 12 60 1.7782
30 0.5 5.45 65.4 12 53.4 1.7275
35 0.58 3.7 44.4 12 32.4 1.5105
40 0.67 2.85 34.2 12 22.2 1.3464
45 0.75 1.8 21.6 12 9.6 0.9823
50 0.83 1.15 13.8 12 1.8 0.2553
55 0.92 1 12 12 0 0
60 1 1 12 12 0 0
65 1.08 1 12 12 0 0
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

1.20
1.00 y = -0.3614x + 1.021
R² = 0.9101
Waktu t (jam)

0.80
0.60
Log (f0 - fc)
0.40
terhadap
0.20 waktu
0.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Log f0 - fc
Grafik 1. Log (f0 – fc) Terhadap Waktu Metode Horton
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

Dari grafik diatas dengan regreasi linear didapatkan nilai kemiringan (m)
sebesar -0.361. Tanda negatif menunjukan bahwa f(t) berkurang dengan
bertambahnya waktu.
Selanjutnya nilai m diperoleh dari hasil y yang muncul pada grafik
kemudian untuk mendapatkan nilai k dihitung dengan persamaan
m = -0.361
m=
k Log e = =
k Log e = 2.770083
k Log 2.718 = 2.770083
k (0.4342) = 2.770083
k = 6.379740
Dari nilai k diatas maka laju infiltrasi terhadap waktu dapat dihitung dengan
memasukan nilai k, pada persamaan (3)
( ) ( )
( ) ( )
( )
Hasil perhitungan lainnya dapat dilihan pada Tabel. 6

41
Tabel 6 : Hasil Perhitungan Laju infiltrasi Pada Titik 1 Dengan LRB
t f0 fc f(t)
e
(jam) (cm/jam) (cm/jam) (cm/jam)
0.08 156 12 2,718 96.6245
0.17 120 12 2,718 49.2984
0.25 116.4 12 2,718 33.1885
0.33 97.2 12 2,718 22.1619
0.42 72 12 2,718 16.2055
0.5 65.4 12 2,718 14.1996
0.58 44.4 12 2,718 12.7843
0.67 34.2 12 2,718 12.3158
0.75 21.6 12 2,718 12.0803
0.83 13.8 12 2,718 12.0088
0.92 12 12 2,718 12
1 12 12 2,718 12
1.08 12 12 2,718 12
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

Dari Tabel 6 : dapat dibuat sebuah grafik laju infiltrasi f(t) nyata terhadap waktu
(t) untuk pengukuran pada titik 1 dengan LRB

100
90
80
70
Laju Infiltrasi

f(t) Horton
60 (cm/jam)
50
40
30
20
10
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (t)
Grafik 2. Kurva Horton Titik 1 Dengan LRB
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

Pada grafik diatas dapat dilihat, pengukuran infiltrometer pada titik 1


dengan LRB menunjukan bahwa laju infiltrasi mulai konstan pada waktu
setelah 50 menit dengan laju infiltrasi 12 cm/jam.

50

40
Laju Infiltrasi

30 f(t) Horton
(cm/jam)
20

10

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Waktu (t)
Grafik 3. Kurva Horton Titik 2 Tanpa LRB
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

42
Pengukuran infiltrometer pada titik 2 tanpa LRB menunjukan bahwa laju
infiltrasi mulai konstan pada waktu setelah 1 Jam dengan laju infiltrasi 4.2
cm/jam
130
120
110
100
90

Laju Infiltrasi
80
70
60
50
40 f(t) Horton
30 (cm/jam)
20
10
0
0 0.5 1 1.5
Waktu (t)
Grafik 4. Kurva Horton Titik 3 Dengan LRB
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

Pengukuran infiltrometer pada titik 3 dengan LRB menunjukan bahwa laju


infiltrasi mulai konstan pada waktu setelah 45 menit dengan laju infiltrasi 64.2
cm/jam

30
Laju Infiltrasi

20

10 f(t) Horton
(cm/jam)

0
0 0.5 1 1.5
Waktu (t)

Grafik 5. Kurva Horton Titik 4 Tanpa LRB


(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

Pengukuran infiltrometer pada titik 4 tanpa LRB menunjukan bahwa laju


infiltrasi mulai konstan pada waktu setelah 45 menit dengan laju infiltrasi 4.8
cm/jam
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh laju infiltrasi untuk tiap-tiap
pengukuran adalah sebagai berikut :
Tabel 7 : Hasil Akhir Perhitungan Laju Infiltrasi Menggunakan Single Ring Infiltrometer
Laju Infiltrasi (cm/jam)
No Lokasi
Dengan LRB Tanpa LRB
Titik 1 & Titik 2 12 4,2
Titik 3 & Titik 4 64,2 4,8
Rata - Rata 38,1 4,5
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

Dari hasil pengukuran infiltrasi diatas menunjukan kenaikan laju infiltrasi


dari 4,5 cm/jam menjadi 38,1 cm/jam pada suatu bidang tanah setelah dibuat
LRB.

43
4.1.2. Analisa Curah Hujan
a. Data Curah Hujan
Tabel 8 : Hujan Maksimum Rata-Rata Kawasan
Stasiun
No Tahun Rata - Rata
BPP-Tapa Talumelito S. Djalaludin
1 2006 65 58.7633 110 77.9211
2 2007 92 66 111 89.6667
3 2008 67 95 93 85
4 2009 42 48 79 56.3333
5 2010 86 75 87 82.6667
6 2011 61 43 84 62.6667
7 2012 62 72 86 73.3333
8 2013 56 52.535 69 59.1783
9 2014 41 68 70 59.6667
10 2015 36 74 54 54.6667
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

Hujan Maksimum Rata-Rata Kawasan


100

90
Rata - Rata Hujan (mm/jam)

80

70 Hujan
60

50
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun

Grafik 6. Hujan Rata-Rata Kawasan


(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

b. Intensitas Curah Hujan


Tabel 9 Intensitas Hujan Pada Berbagai Kala Ulang
Intensitas Hujan Curah Hujan Intensitas hujan
t
tiap Kala ulang Harian rerata (mm/jam)
Intensitas (I) kala
70,5018 0,0833 128,1444
ulang 2 tahun
Intensitas (I) kala
82,1864 0,0833 149,3824
ulang 5 tahun
Intensitas (I) kala
88,736 0,0833 161,287
ulang 10 tahun
Intensitas (I) kala
96,0948 0,0833 174,6624
ulang 25 tahun
Intensitas (I) kala
101,0416 0,0833 183,6537
ulang 50 tahun
Intensitas (I) kala
105,6331 0,0833 191,9993
ulang 100 tahun
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

44
c. Debit Limpasan
Tabel 10 Debit limpasan Pada Berbagai Kala Ulang
Periode
A I Q
No Ulang C
ha (mm/jam) m³/dtk
(Tahun)
1 2 0,001 0,5 128,1444 1,7812 x 10-4
2 5 0,001 0,5 149,3824 2,0764 x 10-4
3 10 0,001 0,5 161,287 2,2419 x 10-4
4 25 0,001 0,5 174,6624 2,4278 x 10-4
5 50 0,001 0,5 183,6537 2,5528 x 10-4
6 100 0,001 0,5 191,9993 2,6688 x 10-4
(Sumber : Hasil Perhitungan 2016)

4.1.3. Resapan Biopori


a. Menghitung Debit LRB
Berdasarkan hasil perhitungan laju infiltrasi menggunakan metode Kurva
Horton pada 2 titik pengujian dengan lubang resapan biopori didapatkan nilai
rata-rata laju infiltrasi sebesar 38,1 cm/jam, maka untuk 1 buah lubang
resapan biopori dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm dapat
dihitung nilai debit air yang masuk kedalam LRB dengan persamaan (1)
QLRB = Laju Infiltrasi LRB x Luas Selimut LRB
QLRB = 38,1 x ( T)
= 38,1 x (3,14 x 10 x 100)
= 103.934 cm3/jam
b. Debit Reduksi LRB
Debit limpasan yang diperhitungkan adalah debit tertinggi dari berbagai
macam PUH dengan luas tangkapan 100 m2 atau 0,001 ha.
Q100 = 2,6688 x 10-4 m3/detik X 3,6 x109
= 960.764,4972 cm3/jam
QLRB = 103,934 cm3/jam

4.2. PEMBAHASAN
Berdasarkan pengukuran laju infiltrasi menggunakan alat single ring
infiltrometer pada sebidang tanah tanpa LRB dikawasan rawan banjir didapatkan
laju infiltrasi tanah adalah 4,5 cm/jam (sedang), setelah dibuat LRB laju
infiltrasi mengalami kenaikan menjadi 38,1 cm/jam (sangat cepat). Untuk debit
limpasan yang dapat direduksi, dari hasil perhitungan didapatkan sebuah
lubang resapan biopori yang dibuat pada suatu lahan dengan luasan 100 m 2
dapat mereduksi debit limpasan sebesar 10,82 %. Terlihat bahwa LRB mampu
menaikan daya resap tanah sehingga mampu mengurangi debit limpasan yang
sering mengakibatkan genangan maupun banjir

45
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisa nilai laju infiltrasi tanah tanpa LRB adalah 4,5
cm/jam, sedangkan tanah dengan LRB laju infiltrasi naik menjadi 38,1
cm/jam, jadi lubang resapan biopori dapat diterapkan pada kawasan rawan
banjir dikecamatan telaga biru
2. Hasil analisa menunjukan 1 buah resapan biopori pada sebidang tanah
dengan luasan 100 m2 dapat mereduksi debit limpasan sebesar 10,82 %

5.2. Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan alat yang berbeda
seperti double ring infiltrometer agar diperoleh nilai perbandingan yang lebih
teliti
2. Perlu ditambahkan perhitungan kebutuhan jumlah lubang yang harus
dibuat.
3. Konsep resapan biopori ini perlu di sosialisasikan kepada masyarakat, agar
masyarakat mengetahui apa itu resapan biopori dan manfaatnya bagi
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Pengertian banjir, akibat dan cara mengatasinya http://9wiki.net/ pengertian-
banjir/ online diakses tanggal 09 Maret 2016
Memahami Pengertian Dan Penyebab Banjir http://ekosistem-ekologi.blog
spot.co.id/2013/04/memahami-pengertian-dan-penyebab-banjir.html online
diakses tanggal 09 Maret 2016
Biopori Teknologi Tepat Guna Ramah Lingkungan http://www.biopori.com/
diakses tanggal 09 Maret 2016
Lubang Resapan Biopori https://bebasbanjir2025.wordpress.com/ teknologi-
pengendalian-banjir/lubang-resapan-biopori/ online diakses tanggal 09
Maret 2016
Lubang Resapan Biopori Dan Sumur Resapan http://enviroplant.Blogspot.
co.id/2012/06/lubang-resapan-biopori-dan-sumur.html online diakses
tanggal 09 Maret 2016
Febrina Rachmadin M., 2015. Pemanfaatan Air Hujan melalui PAH dan
Biopori Dalam Mereduksi Beban Drainase Pada Kawasan Pemukiman
(Studi Kasus : Kawasan Banjir Pemukiman di Kelurahan Kedung
Lumbu, Surakarta), Jurnal, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, h. 15.
Asdak, Chay, 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Gadjah Mada University Press : Yogyakarta,

46

You might also like