Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

The Performance of Root Morphophysiological of Some Crossing Maize (F1) On Two Medium in Rhizotron

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No.

2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

Penampilan Morfofisiologi Akar Beberapa Hasil Persilangan (F1) Jagung (Zea mays L.) Pada
Dua Media Tanam di Rhizotron
The Performance of Root Morphophysiological of Some Crossing Maize (F1) on Two Medium
in Rhizotron

Desy Mutiara Sari*, Khairunnisa Lubis, Rosmayati


Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan 20155, Indonesia
*Corresponding Author : desymutiara612@yahoo.co.id

ABSTRACT

The objective of the research was to determine the performance of root morphophysiological of some
crossing maize (F1) in acid soil using the rhizotron. The research was conducted at the green house
of Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan from April 2016 to June 2016. The
randomized block design was used with two factors; the first factor were the crossing maizes (F1) P1
(CLA 106 x NEI 9008), P2 (NEI 9008 x CLA 106), P3 (1042-71 x CLA 84), P4 (CLA
84 x 1042-71), and P5 (CLA 46 x NEI 9008) and the second factor were the acid soil medium (pH
4,7 and Al-cc 0,20 me/100g) and optimum soil. The result of this research showed that the using of
different soil medium significantly affected the root fresh weight, root distribution diameter, root
volume, shoot fresh weight, shoot dry weight, and plant height. The using of different crossing maize
(F1) showed significant effect to plant height. Interaction of both treatments had significant effect to
root distribution diameter. NEI 9008 x CLA 106 performed the best growth in the acid soil whereas
the CLA 84 x 1042-71 performed the best growth in the optimum soil.
Keywords : acid soil, morpho-physiological appearance, rhizotron.

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui penampilan morfofisiologi akar dari beberapa hasil
persilangan (F1) galur jagung pada media tanah masam di Rhizotron. Penelitian dilaksanakan di
Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan mulai bulan April 2016 sampai
Juni 2016, menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua faktor, faktor pertama adalah hasil
persilangan (F1) P1 (CLA 106 x NEI 9008), P2 (NEI 9008 x CLA 106), P3 (1042-71 x CLA 84), P4
(CLA 84 x 1042-71), dan P5 (CLA 46 x NEI 9008) dan faktor kedua adalah media tanam yaitu tanah
masam (pH 4,7 dan al-dd 0,20 me/100g) dan tanah optimum. Hasil penelitian menunjukan bahwa
penggunaan media tanam berbeda menunjukkan respon yang nyata dan sangat nyata terhadap bobot
basah akar, diameter sebaran akar, volume akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan tinggi
tanaman. Penggunaan hasil persilangan F1 yang berbeda menunjukkan respon yang sangat nyata
terhadap tinggi tanaman. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap diameter sebaran
akar. Hasil persilangan (F1) NEI 9008 x CLA 106 menunjukkan pertumbuhan terbaik pada media
tanah masam sedangkan hasil persilangan (F1) CLA 84 x 1042-71 menunjukkan pertumbuhan terbaik
pada media tanah optimum.
Kata kunci : penampilan morfofisiologi, rhizotron, tanah masam.

PENDAHULUAN Jagung sebagai bahan pangan akan semakin


diminati konsumen, terutama bagi yang
Jagung kaya akan komponen pangan mementingkan pangan sehat, dengan harga
fungsional, termasuk serat pangan yang terjangkau bagi semua kalangan. Hal ini
dibutuhkan tubuh, asam lemak esensial, memberi kesempatan bagi pengolahan jagung
isoflavon, mineral (Ca, Ma, K, Na, P, dan Fe), untuk dipromosikan sebagai bahan pangan
antosianin, betakaroten (provitamin A), sehat masa depan (Suarni dan Yasin, 2011).
komposisi asam amino esensial, dan lainnya.
665
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

Dalam rangka mewujudkan ketahanan tanaman terhadap keracunan aluminium


pangan nasional pemanfaatan lahan-lahan sehingga dapat dijadikan sebagai karakter
suboptimal yang masih tersedia dan seleksi pada proses pemuliaan tanaman
memungkinkan untuk dikelola sebagai lahan (Sudrajat, 2010), indeks yang dapat dibentuk
produksi pangan dapat dilakukan. Hal ini dari berat akar adalah nisbah berat akar yaitu
disebabkan upaya peningkatan produktivitas nisbah berat akar dengan biomassa total
sudah semakin sulit secara teknis agronomi tanaman. Ini dapat digunakan untuk
dan juga semakin tidak ekonomis untuk menjelaskan efisiensi akar dalam mendukung
diusahakan. Namun demikian, perlu dipahami pembentukan biomassa total tanaman
bahwa lahan-lahan yang tergolong suboptimal (Sitompul dan Guritno, 1995). Langkah awal
mempunyai beragam karakteristik dan seleksi dalam pemuliaan tanaman diawali
potensinya (Lakitan dan Gofar, 2013). dengan pendugaan parameter genetik seperti
Lebih dari 55 juta hektar lahan varian genotip, koefisien keragaman, dan
pertanian di Indonesia bersifat masam. heritabilitas pada karakter morfofisiologi akar
Aluminium diketahui sebagai faktor utama yang diamati. Info tentang hal tersebut
penyebab toksik bagi tanaman yang tumbuh di dibutuhkan untuk langkah seleksi selanjutnya
tanah yang bersifat masam. Pada kondisi tanah (Lubis, 2014).
asam (pH rendah) dengan larutan Al yang Beberapa hasil persilangan dari
tinggi, kerentanan tanaman terhadap cekaman beberapa tetua yang telah diuji pada tanah
Al itu akan menyebabkan tanaman rentan pula masam perlu dilanjutkan pengamatan
terhadap kekeringan dan terganggunya serapan morfologi akarnya sehingga perlu dilakukan
hara, sehingga dalam jangka panjang akan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
mempengaruhi pertumbuhan dan penampilan morfologi akar tanaman toleran
perkembangannya (Anwar, 2003). dan peka dari beberapa hasil persilangan (F1)
Untuk mengatasi masalah toksisitas Al galur jagung pada media tanam yang berbeda
pada tanah masam dapat diarahkan pada dengan menggunakan Rhizotron untuk
pengembangan varietas tanaman yang menduga parameter genetiknya.
mempunyai sifat toleran terhadap Al. Tanaman Penelitian ini bertujuan untuk
toleran terhadap Al dapat dihasilkan melalui mengetahui penampilan morfofisiologi akar
metode pemuliaan secara konvensional atau tanaman dari beberapa hasil persilangan (F1)
dengan pendekatan secara manipulasi genetik. galur jagung pada dua media tanam dengan
Informasi mengenai faktor-faktor yang menggunakan Rhizotron.
berkaitan dengan toleransi tanaman terhadap
Al sangat dibutuhkan (Enggraini dan Marwani, BAHAN DAN METODE
2006).
Umumnya pertumbuhan akar banyak Penelitian ini dilakukan di rumah kaca
digunakan untuk menguji toleransi tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
terhadap Al. Pengamatan morfofisiologi akar Medan pada ketinggian tempat ± 25 meter di
dapat dijadikan sebagai kriteria pembeda atas permukaan laut pada bulan April 2016
antara tanaman yang toleran dan peka Al sampai dengan Juni 2016.
(Sirait, 2004). Metode pengujian Bahan tanaman yang digunakan adalah
menggunakan rhizotron merupakan salah satu benih jagung hasil persilangan (F1) yang
cara yang dapat memudahkan pengamatan diperoleh dari persilangan tetua (asal
morfofisiologi akar tanaman karena dapat CIMMYT) dan galur introduksi yang telah
melihat perkembangan akar secara langsung diuji pada kondisi tanah masam di daerah
melalui sisi kaca. Parameter seperti tinggi asalnya. Media tanah masam (kriteria pH 4.7;
tanaman dan selang waktu berbunga akan Al-dd 0.20 me/100g; KTK 11.79 me/100g; N
memudahkan pengamatan morfologi tanaman 0.21%; K 0.19% dan P 0.1%) dan tanah
jagung toleran terhadap cekaman (Chaon et al. optimum (pH 5.47; N 0.51%; P 17.9 mg/kg; K
2012), parameter bobot kering akar dapat 34 mg/kg). Alat yang digunakan adalah pot
digunakan untuk menilai ketenggangan rhizotron dengan ukuran 30cm x 20cm x 30cm
666
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

yang dibuat dengan kemiringan 250 dengan pot. Penelitian ini menggunakan rancangan
lubang kecil di dasar pot dan kaca di kedua sisi acak kelompok dengan hasil

Tabel 1. Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan Penguraian Kuadrat Tengah
Harapan
Kuadrat Tengah
SK db JK KT Fhitung Harapan
Ulangan r-1=v1 JKU KTU KTU/KTG
Perlakuan p-1=v2 JKP KTP KTP/KTG
Populasi F1(A) a-1 JKA KTA KTA/KTG σ2e + r σ2AB + rl σ2A
Media Tanam(B) b-1 JKB KTB KTB/KTG
AxB (a-1)(b-1) JKAB KTAB KTAB/KTG σ2e+r σ2AB
Galat v3-v2-v1 JKG KTG σ2 e
Total rab-1=v3 JKT
Keterangan: σ2e= ragam galat; σ2A = ragam genotipe; σ2AB = ragam interaksi; KTA=M3; KTAB=M2; KTG=M1
(Sastrosupadi, 2000).

persilangan (F1) P1 (CLA 106 x NEI 9008), P2 KKG = (√σ2g / x) X 100%


(NEI 9008 x CLA 106), P3 (1042-71 x CLA Keterangan : σ2g = ragam genetik dan x = rata-rata
84), P4 (CLA 84 x 1042-71), dan P5 (CLA 46 populasi. Dengan kriteria KKG sebagai berikut:
x NEI 9008) sebagai faktor pertama dan media Sempit: 0-10%, sedang 10-20%, dan luas
tanam (tanah masam dan tanah optimum) >20%
sebagai faktor kedua. Jumlah kombinasi
perlakuan sebanyak 10 kombinasi dengan 3 Heritabilitas
ulangan sehingga jumlah tanaman seluruhnya Heritabilitas adalah perbandingan
menjadi 30 tanaman yang keseluruhannya antara besaran ragam genotipe dengan besaran
merupakan sampel. Data hasil penelitian akan total ragam fenotipe dari suatu karakter.
diuji menggunakan analisis sidik ragam yang Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh
nyata, dilanjutkan analisis lanjutan dengan fenotipe yang tampak merupakan refleksi dari
menggunakan uji Duncan dengan taraf 5%. genotipe. Nilai dugaan heritabilitas h2(BS)
dalam arti luas (Syukur et al. 2015)
Pendugaan Parameter Genetik adalah:
Pendugaan komponen ragam genetik, σ2g
Heritabilitas h2(BS) = x 100%
ragam lingkungan, dan ragam fenotipe (ragam σ2p

interaksi genotipe dengan lingkungan) Dengan kriteria nilai heritabilitas sebagai


dihitung berdasarkan kuadrat tengah harapan berikut: Rendah: h2(BS )< 20%, sedang: 20% ≤
pada Tabel 1 (Syukur et al. 2015) : h2(BS) ≥ 50%, tinggi: h2(BS) > 50%.
σ2 e = M1
M3 – M2 Korelasi
σg2
= rl
Analisis korelasi digunakan untuk
σ2 σ2
σ2 p = σ2g + AB + rle mengetahui karakter yang berkaitan dengan
l
Keterangan : σ2e = ragam galat; σ2g = ragam karakter utama, yaitu untuk memperbaiki
genotipe; σ2p = ragam fenotipe; respon ikutan dalam penerapan seleksi tak
σ2AB = ragam interaksi; r = ulangan; langsung. Analisis korelasi dihitung
l = lingkungan berdasarkan Gaspersz (1994):

Luas sempitnya nilai keragaman rxy = n Σ xiyi - (Σxi) (Σyi)


genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan √ (n Σxi2 – (Σxi)2)(nΣyi2-
ragam genetik (σ2g). Koefisien Keragaman (Σyi)2)
Genetik (KKG) diduga dari persamaan berikut:

667
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

Keterangan : rxy = korelasi variabel x dan y; n = informasi perbedaan penampilan


jumlah objek pengamatan; x = nilai morfofisiologi akar masing-masing hasil
variabel x; dan y = nilai variabel y. persilangan (F1) pada media tanah berbeda.
Secara visual, pengamatan terhadap akar
Dalam kaitannya dengan seleksi, lima hasil persilangan (F1) sampai umur
analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui delapan minggu menunjukkan perbedaan
karakter morfologi mana yang berkorelasi morfologi baik pada media tanah masam
dengan hasil, sehingga dapat dijadikan maupun media tanah optimum. Pertumbuhan
karakter seleksi. akar pada media tanah masam lebih terhambat
Pemeliharaan tanaman meliputi dibanding pada media optimum. Pertumbuhan
penyiraman, penyiangan pengendalian hama akar pada hasil persilangan CLA
penyakit dan pemupukan. Pemupukan pertama 106 x NEI 9008, NEI 9008 x CLA 106, 1042-
adalah Urea (1.6 gr/pot), SP-36 (2.2 gr/pot) 71 x CLA 84, CLA 84 x 1042-71 dan CLA 46
dan KCL (0.8 gr/pot) pada saat tanam. x NEI 9008 memiliki perakaran lebih sedikit
Pemupukan kedua dilakukan setelah tanaman pada media tanah masam dibanding tanah
berumur 30 hari setelah tanam dengan dosis optimum.
Urea 1.6 gr/pot. Hasil analisis ragam menunjukkan
Parameter yang diamati adalah tinggi bahwa faktor genotipe, lingkungan dan
tanaman (cm), jumlah akar, panjang akar (cm), interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh
volume akar (cm3), diameter sebaran akar pada karakter yang diamati (Tabel 2). Genotipe
(cm), bobot basah tajuk (g), bobot basah akar hanya berpengaruh sangat nyata pada karakter
(g), bobot kering tajuk (g), bobot kering akar tinggi tanaman sedangkan untuk karakter lain
(g), umur berbunga jantan (MST), umur tidak berpengaruh nyata.
berbunga betina (MST), pendugaan parameter Lingkungan berpengaruh nyata dan
genetik (heritabilitas, ragam fenotipe, ragam sangat nyata pada karakter bobot basah akar,
genotipe, ragam lingkungan dan koefisien diameter sebaran akar, volume akar, bobot
keragaman genetik), dan korelasi. basah tajuk, bobot kering tajuk dan tinggi
tanaman. Namun lingkungan tidak
HASIL DAN PEMBAHASAN berpengaruh nyata pada karakter jumlah akar,
panjang akar, dan bobot kering akar. Interaksi
Percobaan ini merupakan studi lingkungan x genotipe hanya berpengaruh
morfofisiologi akar di rhizotron untuk nyata pada karakter diameter sebaran akar
mendapatkan informasi adaptasi sedangkan untuk karakter lain tidak
morfofisiologi akar beberapa hasil persilangan berpengaruh nyata.
(F1) terhadap tanah masam. Studi
morfofisiologi akar bertujuan memperoleh

Tabel 2. Hasil Analisis Ragam Karakter Morfofisiologi Akar Jagung di Rhizotron


Karakter KT Genotipe KT Lingkungan KT Ling*Genotipe
Jumlah Akar 1.91 4.03 3.45
Panjang Akar 196.56 46.12 63.08
Diameter Sebaran Akar 1.48 6.91** 2.05*
Volume akar 38.33 800.83** 105.00
Bobot Basah Akar 96.83 1160.15* 251.61
Bobot Kering Akar 10.02 8.64 13.53
Bobot Basah Tajuk 1646.47 67177.36** 2408.24
Bobot Kering Tajuk 65.71 8548.03** 171.72
Tinggi Tanaman 394.86** 3616.81** 473.23
Penampilan Karakter Morfofisiologi Akar Hasil Persilangan (F1) Jagung
Keterangan
Tabel : * Rataan
3. Data = Berpengaruh nyata
Karakter padaTanaman
Tinggi taraf 0.05;Populasi
** = Berpengaruh nyata
F1 pada Dua pada taraf
Lingkungan
0.01; KT =Kuadrat Tengah
668
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)


Populasi F1
CLA 106 x NEI 9008 153.78bc
NEI 9008 x CLA 106 160.93ab
1042-71 x CLA 84 165.55a
CLA 84 x 1042-71 144.06c
CLA 46 x NEI 9008 155.36ab
Lingkungan
Tanah Optimum 166.92a
Tanah Masam 144.96b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan
menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.

Keragaan karakter morfofisiologi akar Keragaan volume akar dan bobot basah
pada dua media tanam berbeda di rhizotron akar berbeda pada tanah optimum dan tanah
ditampilkan pada Tabel 3-6. Analisis ragam masam. Rata-rata volume akar dan bobot basah
masing-masing hasil persilangan (F1) akar pada tanah masam lebih rendah dibanding
memperlihatkan respon yang berbeda pada tanah optimum. Tidak terdapat perbedaan
lingkungan yang berbeda. volume akar dan bobot basah akar pada setiap
Keragaan tinggi tanaman populasi F1 populasi F1 yang diuji. Hal ini menunjukkan
berbeda pada tanah optimum dan tanah setiap populasi F1 yang diuji memiliki
masam. Rata-rata tinggi tanaman pada tanah keragaman yang kecil untuk karakter volume
masam lebih rendah dibanding tanah optimum. akar dan bobot basah akar.
Terdapat perbedaan tinggi tanaman pada setiap Keragaan bobot basah tajuk dan bobot
populasi F1 yang diuji di masing-masing kering tajuk berbeda pada tanah optimum dan
media tanam. Hal ini menunjukkan populasi tanah masam. Rata-rata bobot basah tajuk dan
F1 yang diuji memiliki keragaman yang tinggi bobot kering tajuk lebih rendah pada tanah
untuk karakter tinggi tanaman. Populasi F1 masam dibanding tanah optimum. Tidak
1042-71 x CLA 84 memiliki tinggi tanaman terdapat perbedaan bobot basah tajuk dan
tertinggi dan berbeda nyata dengan populasi bobot kering tajuk pada setiap hasil populasi
F1 CLA 106 x NEI 9008 dan CLA 84 x 1042- F1 yang diuji. Hal ini menunjukkan setiap
71 sedangkan populasi F1 CLA 84 x 1042-71 populasi F1 yang diuji memiliki keragaman
memiliki tinggi tanaman terendah. yang kecil untuk karakter bobot basah tajuk
dan bobot kering tajuk.

Tabel 4. Data Rataan Karakter Volume Akar dan Bobot Basah Akar Populasi F1 pada Dua
Lingkungan
Perlakuan Volume akar (cm3) Bobot basah akar (g)
Populasi F1
CLA 106 x NEI 9008 22.5 22.70
NEI 9008 x CLA 106 26.66 33.16
1042-71 x CLA 84 21.66 29.11
CLA 84 x 1042-71 26.66 29.55
CLA 46 x NEI 9008 26.66 31.76
Lingkungan
Tanah Optimum 30a 35.48a
b
Tanah Masam 19.66 23.04b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing
perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.
669
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

Tabel 5. Data Rataan Karakter Bobot Basah Tajuk dan Bobot Kering Tajuk Populasi F1 pada Dua
Lingkungan
Perlakuan Bobot basah tajuk (g) Bobot kering tajuk (g)
Populasi F1
CLA 106 x NEI 9008 189.4 43.16
NEI 9008 x CLA 106 231.45 49.3
1042-71 x CLA 84 223.05 51.25
CLA 84 x 1042-71 210.85 45.03
CLA 46 x NEI 9008 202.68 48.78
Lingkungan
Tanah Optimum 258.8a 64.38a
Tanah Masam 164.17b 30.62 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan
menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.

Tabel 6. Interaksi Antara Populasi F1 dan Lingkungan pada Karakter Sebaran Akar
Populasi F1 Tanah optimum Tanah Masam Rata-rata
ab
CLA 106 x NEI 9008 8.43 6.16d 7.29
NEI 9008 x CLA 106 8.36ab 8.00a 8.18
1042-71 x CLA 84 8.16ab 6.33c 7.24
CLA 84 x 1042-71 8.83a 7.83ab 8.33
CLA 46 x NEI 9008 7.33b 8.00ab 7.66
Rata-rata 8.22A 7.26B
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan huruf kapital pada baris yang
sama, menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.

Keragaan diameter sebaran akar Nilai heritabilitas karakter


berbeda pada tanah optimum dan tanah morfofisiologi akar populasi F1 yang diuji
masam. Rata-rata sebaran akar pada tanah menunjukkan kriteria rendah dan tinggi (Tabel
optimum lebih tinggi dibanding tanah masam. 7). Hal ini menunjukkan bahwa setiap populasi
Pada tanah optimum populasi F1 CLA F1 yang diuji memberikan kontribusi genetik
84 x 1042-71 memiliki sebaran akar terbaik terhadap keragaan fenotipe di media yang diuji
dibanding galur lainnya. Populasi F1 CLA 84 .
x 1042-71 berbeda dengan populasi F1 CLA Nilai heritabilitas yang tinggi diikuti
46 x NEI 9008, namun tidak berbeda nyata oleh koefisien keragaman yang tinggi
dengan populasi F1 CLA 46 x NEI 9008, NEI ditunjukkan pada karakter panjang akar, bobot
9008 x CLA 106 dan 1042-71 x CLA 84. Pada basah tajuk dan tinggi tanaman. Hal ini
tanah masam populasi F1 NEI 9008 x CLA menunjukkan karakter-karakter tersebut
106 memiliki sebaran akar terbaik dibanding penampilannya ditentukan oleh faktor genetik.
galur lainnya. Populasi F1 NEI 9008 x CLA Sifat yang demikian akan mudah diwariskan
106 berbeda dengan populasi F1 CLA 106 x pada generasi berikutnya. Nilai heritabilitas
NEI 9008 dan 1042-71 x CLA 84, namun tidak yang rendah diikuti dengan koefisien
berbeda nyata dengan CLA 84 x 1042-71 dan keragaman yang rendah ditunjukkan karakter
CLA 46 x NEI 9008. jumlah akar, diameter sebaran akar, volume
sebaran akar, bobot basah akar, bobot kering
akar, dan bobot kering tajuk.
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai
Heritabilitas Karakter Morfofisiologi Akar

670
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

Tabel 7. Nilai Duga Ragam Genotipe dan Heritabilitas Arti Luas Serta Koefisien Keragaman Genetik
Karakter σ²G h2bs Kriteria KKG(%) Kriteria
Jumlah Akar 0.00 0.00 Rendah 0.00 Rendah
Panjang Akar 800.88 0.98 Tinggi 49.65 Tinggi
Diameter Sebaran Akar 0.00 0.00 Rendah 0.00 Rendah
Volume akar 0.00 0.00 Rendah 0.00 Rendah
Bobot Basah Akar 0.00 0.00 Rendah 0.00 Rendah
Bobot Kering Akar 0.00 0.00 Rendah 0.00 Rendah
Bobot Basah Tajuk 9735.42 0.99 Tinggi 46.65 Tinggi
Bobot Kering Tajuk 0.00 0.00 Rendah 0.00 Rendah
Tinggi Tanaman 1659.36 0.95 Tinggi 26.12 Tinggi
Keterangan : σ²G = ragam genotipe, h2bs = heritabilitas arti luas, KKG =Koefisien Keragaman Genetik

Analisis Korelasi Antar Karakter tajuk dan bobot kering tajuk. Berdasarkan hal
Korelasi antar karakter morfofisiologi ini semakin luas diameter sebaran akar akan
dengan bobot basah dan bobot kering jagung meningkatkan bobot basah akar, bobot basah
dapat dilihat pada Tabel 8. Karakter tinggi tajuk dan bobot kering tajuk. Bobot basah akar,
tanaman berkorelasi positif dengan bobot bobot kering akar dan bobot basah tajuk
basah akar, bobot basah tajuk dan bobot kering berkorelasi positif dengan bobot kering tajuk.
tajuk. Efisiensi akar dalam penyerapan hara
Karakter panjang akar dan volume akar dan air dari dalam tanah sangat mempengaruhi
berkorelasi positif dengan bobot basah akar, biomassa total tanaman yang terbentuk melalui
bobot kering akar, bobot basah tajuk dan bobot visualisasi tajuk yang dihasilkan. Dalam hal
kering tajuk. Berdasarkan hal ini, semakin ini, karakter panjang akar, diameter sebaran
panjang akar dan besar volume akar akan akar dan volume akar berkorelasi nyata dengan
meningkatkan bobot basah akar, bobot kering karakter produksi sehingga peningkatan
akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. biomassa total tanaman dapat dijelaskan oleh
Karakter diameter sebaran akar berkorelasi ketiga karakter tersebut.
positif dengan bobot basah akar, bobot basah

Tabel 8. Korelasi Antar Karakter Morfofisiologi Akar dengan Bobot Basah dan Bobot Kering Jagung
TT JA PA DSA VA BBA BKA BBT
JA -0.002
PA 0.14* 0.037
DSA 0.249* 0.343* 0.367*
VA 0.352* 0.058 0.271* 0.299*
BBA 0.329* -0.077 0.171* 0.131* 0.849**
BKA 0.103 -0.125 0.259* 0.009 0.658** 0.835**
BBT 0.659** 0.092 0.22* 0.219* 0.583** 0.564** 0.438*
BKT 0.686** 0.105 0.181* 0.219* 0.63** 0.628** 0.456* 0.959**
Keterangan : TT = Tinggi Tanaman, JA = Jumlah Akar, PA = Panjang Akar, DSA = Diameter Sebaran Akar,
VA = Volume Akar, BBA = Bobot Basah Akar, BKA = Bobot Kering Akar, BBT = Bobot
Basah Tajuk, BKT = Bobot Kering Tajuk. * = berkorelasi nyata pada taraf 0.05; ** = berkorelasi
nyata pada taraf 0.01.

Perbedaan Penampilan Morfofisiologi Akar Pengamatan terhadap kondisi umum


Hasil Persilangan (F1) pada Media Tanah pertumbuhan tajuk lima populasi F1 sampai
Masam dan Tanah optimum umur delapan minggu menunjukkan perbedaan
671
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

yang sangat nyata pada media tanah masam sehingga mudah memadat. Akibatnya,
dan tanah optimum. Berdasarkan data yang pertumbuhan akar tanaman akan terhambat
didapat diketahui bahwa pertumbuhan jagung karena daya tembus akar ke dalam menjadi
pada tanah optimum lebih baik dibandingkan berkurang (Sudaryono, 2009). Selain itu
tanah masam. Hal ini diduga akibat perbedaan kandungan Al yang terdapat pada tanah masam
jenis tanah, pH tanah, kandungan Al dan juga menghambat pertumbuhan akar. Akar
jumlah kandungan unsur-unsur hara yang tanaman yang keracunan Al biasanya tidak
terdapat pada masing-masing tanah. Tanah mampu berkembang secara normal. Pengaruh
masam yang digunakan memiliki pH yang buruk akibat adanya kandungan Al yang paling
lebih rendah dan memiliki kandungan unsur- mudah terlihat adalah penghambatan
unsur hara yang rendah serta kandungan pertumbuhan akar yang menyebabkan sistem
aluminium. Hal ini sesuai dengan Hairiah et al. perakaran tidak berkembang (pendek dan
(2000) yang menyatakan bahwa ciri umum tebal) (Hanum, 2013).
tanah masam adalah nilai pH tanah rendah dan Pada tanah masam rata-rata bobot
tingginya kandungan unsur aluminium. basah akar lebih rendah dibanding tanah
Penggunaan dua media tanah berbeda optimum. Penggunaan media tanah yang
memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi berbeda ini memberikan pengaruh yang nyata
tanaman. Rata-rata tinggi tanaman pada jagung terhadap bobot basah akar. Rendahnya bobot
yang ditanam di tanah masam lebih rendah basah akar pada tanah masam diduga akibat
dibanding tanah optimum. Hal ini diduga kandungan yang terdapat pada tanah masam
karena adanya masalah yang ditimbulkan pada dapat mengganggu pertumbuhan akar. Salah
tanah masam seperti pH rendah dan rendahnya satunya adalah kandungan Al yang dapat
kandungan hara yang terdapat pada tanah menghambat perkembangan jaringan akar. Hal
masam. Persoalan lain yang biasanya timbul ini sesuai dengan Hanum (2013) yang
dalam tanah masam ialah kekahatan Ca, Mg, menyatakan bahwa gejala pertama yang
P, Cu, dan Mo; keracunan Al dan Mn; laju tampak dari kontaminasi Al adalah sistem
penguraian bahan organik sangat lambat serta perakaran yang tidak berkembang sebagai
kemampuan bahan organik dalam ameliorasi akibat penghambatan perpanjangan sel.
struktur tanah menurun (Notohadiprawiro, Penggunaan media tanah berbeda ini
2006). juga memberikan pengaruh yang sangat nyata
Penggunaan beberapa populasi F1 juga terhadap bobot basah tajuk dan bobot kering
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tajuk. Rata-rata bobot basah tajuk jagung
tinggi tanaman jagung. Populasi F1 dengan populasi F1 yang ditanam pada tanah masam
rataan tertinggi yaitu 1042-71 x CLA 84 lebih rendah dibanding tanah optimum, begitu
dengan nilai 165.55 cm dan yang terendah pula dengan rata-rata bobot kering tajuk
adalah CLA 84 x 1042-71 dengan nilai 144.06 jagung populasi F1 pada tanah masam
cm. Hal ini diduga karena adanya pengaruh memiliki rata-rata lebih rendah dibanding
genetik yang menyebabkan adanya perbedaan tanah optimum. Hal ini sesuai dengan Hairiah
tinggi tanaman antar populasi F1. Hal ini et al. (2004) yang menyatakan bahwa
sejalan dengan penelitian Haryati dan Permadi terjadinya hambatan media pertumbuhan
(2015) yang menyatakan adanya perbedaan tanaman akan diikuti oleh penurunan nisbah
tinggi tanaman disebabkan oleh sifat genetik tajuk dan akar.
dan karakteristik serta kemampuan adaptasi Penggunaan dua media tanah berbeda
dari masing-masing varietas yang berbeda serta interaksi penggunaan dua media tanah
terhadap lingkungannya. dan populasi F1 memberikan pengaruh nyata
Lebih rendahnya rata-rata volume akar terhadap diameter sebaran akar. Pada tanah
pada tanah masam dibanding tanah optimum masam diameter sebaran akar lebih sempit
dapat diduga karena media tanah masam yang dibanding tanah optimum. Terbatasnya
digunakan mempunyai pori aerasi yang rendah penyebaran akar menyebabkan jumlah unsur
sehingga mudah memadat. Tanah ultisol hara dan air yang dapat dijangkau oleh akar
umumnya mempunyai pori aerasi yang rendah semakin sedikit (Hairiah et al. 2000).
672
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

Berdasarkan data-data yang telah (Sirait, 2004). Pada penelitian ini karakter
didapatkan diketahui hasil persilangan (F1) panjang akar dan volume akar berkorelasi
terbaik pada tanah masam adalah NEI 9008 x positif dengan bobot basah akar, bobot kering
CLA 106 sedangkan untuk tanah optimum akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.
adalah CLA 84 x 1042-71. Berdasarkan hal ini , semakin panjang akar dan
semakin berat volume akar akan meningkatkan
Pendugaan Nilai Heritabilitas Karakter bobot basah dan kering akar serta bobot basah
Morfofisiologi Akar dan kering tajuk. Karakter diameter sebaran
Karakter tinggi tanaman, panjang akar akar berkorelasi positif dengan bobot basah
dan bobot basah tajuk memiliki nilai akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.
heritabilitas tinggi diikuti oleh koefisien Hal ini menunjukkan semakin luas diameter
keragaman genetik yang luas. Hal ini sebaran akar akan meningkatkan bobot basah
menunjukkan bahwa karakter-karakter akar, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.
tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor Ketiga karakter tersebut dapat menjelaskan
genetik karena heritabilitas dalam arti luas peningkatan yang terjadi pada karakter
merupakan proporsi ragam genetik terhadap produksi karena adanya korelasi yang nyata.
ragam fenotipiknya (Martono, 2009). Nilai Target utama dan pertama keracunan
heritabilitas yang tinggi untuk suatu sifat Al adalah jaringan akar tanaman. Ujung akar
menggambarkan bahwa karakter tersebut dan akar cabang menebal sehingga translokasi
penampilannya lebih ditentukan oleh faktor unsur-unsur hara terganggu. Jumlah unsur hara
genetik. Sifat yang demikian akan diwariskan dan air yang dapat diserap tanaman tergantung
pada generasi berikutnya, sehingga seleksi pada kesempatan untuk mendapatkan air dan
dapat dilakukan pada generasi awal (Alnopri, unsur hara tersebut dalam tanah. Karena
2004). kebutuhan tanaman akan unsur hara dan air
Karakter jumlah akar, diameter sebaran terbatas, maka peranan luas permukaan akar
akar, volume akar, bobot basah akar, bobot dan jumlah unsur hara yang tersedia dalam
kering akar, dan bobot kering tajuk memiliki media perakaran akan saling mengisi
nilai heritabilitas yang rendah. Rendahnya (Sitompul dan Guritno, 1995). Hal ini
nilai heritabilitas pada karakter-karakter menunjukkan semakin luas permukaan akar
tersebut disebabkan oleh rendahnya ragam maka akan meningkatkan serapan unsur hara
genetik yang terdapat pada karakter-karakter sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa karakter- Dalam penelitian ini didapat bahwa karakter
karakter tersebut banyak dipengaruhi oleh panjang akar, diameter sebaran akar dan
faktor lingkungan. Rendahnya nilai duga volume akar dapat menjelaskan peningkatan
heritabilitas dapat disebabkan oleh adanya yang terjadi pada karakter produksi karena
pengaruh lingkungan yang lebih besar adanya korelasi yang nyata.
daripada genetik sehingga seleksi menjadi
kurang efektif. Karakter yang memiliki nilai SIMPULAN
duga heritabilitas rendah tidak bisa digunakan
sebagai kriteria seleksi (Sa`diyah et al. 2013). Populasi F1 memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Populasi
F1 1042-71 x CLA 84 memiliki nilai rataan
tertinggi sedangkan populasi F1 CLA 84 x
Korelasi Antar Karakter 1042-71 memiliki nilai rataan terendah. Media
Organ tanaman yang paling tanam memberikan pengaruh nyata dan sangat
menunjukkan respon terhadap cekaman Al nyata terhadap bobot basah akar, diameter
adalah akar, pada varietas-varietas adaptif sebaran akar, volume akar, bobot basah tajuk,
lahan masam organ perakaran sama sekali bobot kering tajuk dan tinggi tanaman. Nilai
tidak terganggu. Pengamatan morfofisiologi rata-rata dari karakter-karakter tersebut pada
akar dapat dijadikan sebagai kriteria pembeda tanah optimum lebih tinggi dibanding tanah
antara tanaman yang toleran dan peka Al masam. Interaksi lingkungan dengan genotipe
673
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

memberikan pengaruh nyata terhadap diameter dari Lampung Utara. SMT Grafika
sebaran akar. Populasi F1 CLA 84 x 1042- Desa Putera. Jakarta
71 merupakan populasi F1 terbaik pada tanah Hanum C. 2013. Ekologi Tanaman. USU
optimum sedangkan F1 NEI 9008 x CLA 106 Press. Medan
merupakan populasi F1 terbaik pada tanah Hanum C, Mugnisjah W.Q, Yahya S, Sopandy
masam. D, Idris K dan Sahar A. 2007.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan Pertumbuhan Akar Kedelai pada
dengan menggunakan media tanah masam Cekaman Aluminium, Kekeringan dan
dengan tingkat kemasaman berbeda untuk Cekaman Ganda Aluminium dan
memperoleh karakter seleksi yang dapat Kekeringan. AGRITROP, 26(1)
digunakan pada cekaman masam. Haryati Y dan Permadi K. 2015. Implementasi
Pengelolaan Tanaman Terpadu pada
DAFTAR PUSTAKA Jagung Hibrida (Zea mays L.).
Agrotrop, 5(1)
Alnopri. 2004. Variabilitas Genetik dan Lakitan B dan Gofar N. 2013. Kebijakan
Heritabilitas Sifat-sifat Pertumbuhan Inovasi Teknologi Untuk Pengelolaan
Bibit Tujuh Genotipe Kopi Robusta- Lahan Suboptimal Berkelanjutan.
Arabika. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Disampaikan pada Seminar Nasional
Indonesia. 6(2) Lahan Suboptimal. Palembang
Anwar S. 2003. Toleransi Morfologi dan Lubis K. 2014. Identifikasi dan Pendugaan
Fisiologi Tanaman Rumput Pakan Parameter Genetik Karakter
Terhadap Cekaman Aluminium. J. Morfofisiologi dan Hasil Untuk
Indon.Trop.Anim.Agric.28(1) Toleransi Cekaman Aluminium Pada
Chaon M.S.M, Saleem M, Ahsan M dan Tanaman Jagung (Zea mays L.).
Asghar M. 2012. Genetic Analysis of Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Water Stress Tolerance and Various Bogor
Morpho-Physiological Traits in Zea Martono B. 2009. Keragaman Genetik,
mays L. Using Graphical Approach. Heritabilitas dan Korelasi Antar
Pakistan Journal of Nutrition 11 (5) Karakter Kuantitatif Nilam
Enggraini W dan Marwani E. 2006. Pengaruh (Pogostemon sp._ Hasil Fusi Protoplas.
Cekaman Aluminium Terhadap Jurnal Litri 15(1)
Kandungan Asam Organik Dalam Notohadiprawiro T. 2006. Persoalan Tanah
Kalus dan Pinak Tomat (Lycopersicon Masam Dalam Pembangunan
esculentum Mill.). Jurnal Agrobien Pertanian di Indonesia. Makalah
2(1) Pendukung Pada Seminar Pertanian
Gaspersz V. 1994. Metode Perancangan Dies Natalis UGM ke-34. Yogyakarta
Percobaan Untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Sa`diyah N, Widiastuti M dan Ardian. 2013.
Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi. 2nd ed. Keragaan, Keragaman, dan
Armico. Bandung Heritabilitas Karakter Agronomi
Hairiah K, Sugiarto C, Utami S.R, Kacang Panjang (Vigna unguiculata)
Purnomosidhi P dan Roshetko J.M. Generasi F1 Hasil Persilangan Tiga
2004. Diagnosis Faktor Penghambat Genotipe. J. Agrotek Tropika 1(1)
Pertumbuhan Akar Sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Sirait B. 2004. Penanda Galur Jagung (Zea
Pada Ultisol di Lampung Utara. Mays L.) Kandidat Toleran Aluminium
AGRIVITA (Al) Pada Berbagai Cekaman Al.
Hariah K, Widianto, Utami S.R, Suprayogo D, Jurnal Penelitian Bidang Ilmu
Sunaryo, Sitompul S. M, Lusiana B, Pertanian 2(3)
Mulia R, Noordwijk M.V, dan Cadisch Sitompul S.M dan Guritno B. 1995. Analisis
G. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada
Secara Biologi Refleksi Pengalaman University. Yogyakarta
674
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.5.No.3, Juli 2017 (85): 665- 675

Suarni dan Yasin. M. 2011. Jagung Sebagai Masam. Jurnal Penelitian Pertanian
Sumber Pangan Fungsional. Peneliti Terapan Vol. 10 (2)
pada Balai Penelitian Tanaman Susiana E. 2006. Pendugaan Heritabilitas,
Serealia, Maros. Iptek Tanaman Variabilitas dan Evaluasi Kemajuan
Pangan 6(1) Genetik Beberapa Karakter Agronomi
Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Genotip Cabai (Capsicum annum L.)
Ultisol Pada Lahan Pertambangan F4. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Syukur M, Sujiprihti S, dan Yunianti R. 2015.
Jurnal Teknik Lingkungan 10(3) Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar
Sudrajat D. 2010. Identifikasi Karakter Swadaya. Jakarta
Morfofisiologi Kedelai Adaptif Lahan

675

You might also like