Penelitian DR Lilik - Joi
Penelitian DR Lilik - Joi
Penelitian DR Lilik - Joi
PENDAHULUAN
Menurut The International Workshop on Meibomian Gland Dysfunction, DKM
didefinisikan suatu kelainan kelenjar meibom yang diffuse dan kronik, biasanya
mempunyai karakteristik penyumbatan pada muara kelenjar meibom dan atau
mengalami perubahan kualitatif/ kuantitatif pada sekresi kelenjar meibom. Hal ini
mengakibatkan perubahan lapisan air mata, gejala-gejala iritasi mata, secara klinis
menggambarkan inflamasi dan ocular surface disease.19
Ada beberapa evidence-based yang menerangkan untuk penggunaan istilah
pada definisi DKM. Istilah disfungsi digunakan karena fungsi kelenjar meibom
terganggu. Istilah diffuse digunakan karena penyakit ini melibatkan hampir semua
kelenjar meibom. Obstruksi pada muara kelenjar meibom dan perubahan kualitatif
dan atau kuantitatif pada sekresi kelenjar meibom merupakan aspek yang paling
1
nyata dari DKM. Sebagai tambahan, keluhan suyektif penderita berupa gejala iritasi
mata harus diperhatikan benar-benar karena perbaikan keluhan pasien merupakan
tujuan utama dari terapi DKM. Peran inflamasi pada penyebab DKM masih
kontroversial dan meragukan.19
Klasifikasi DKM dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan sekresi
kelenjar meibom, dimana dibagi menjadi dua yaitu low delivery dan high delivery.19
Low delivery dibagi lagi menjadi hiposkretori dan obstruksi, sedangkan
obstruksi dibagi lagi menjadi dua subkategori yaitu sikatrik dan non sikatrik. DKM
hiposekretori menggambarkan kondisi penurunan pengiriman meibom karena
kelainan kelenjar meibom tanpa obstruksi. Sedangkan DKM obstruksi terjadi karena
obstruksi muara kelenjar meibom. Pada DKM tipe obstruksi sikatrik, muara kelenjar
meibom tertarik dari posterior ke mukosa, dimana muara kelenjar meibom yang
tersisa pada posisi normal terdapat dapa DKM tipe obstruksi non sikatrik. High
delivery, DKM hipersekretori mempunyai karakteristik pengeluaran volume lipid
yang banyak pada lid margin sehingga nampak pada saat menekan tarsus selama
pemeriksaan. Setiap kategori DKM mempunyai penyebab primer yang mengacu
pada kondisi yang nampak yang mendasari atau menyebabkannya. Secara
keseluruhan, DKM dapat menimbulkan perubahan lapisan air mata, keluhankeluhan iritasi mata, inflamasi dan mata kering.19
Prevalensi DKM telah dilaporkan pada berbagai studi dimana mempunyai
variasi yang begitu luas, dari 3,5% sampai hampir 70%. Prevalensi DKM tampaknya
cenderung lebih tinggi dilaporkan pada populasi Asia. Studi di Bangkok disebutkan
prevalensi DKM di sana sekitar 46,2 %. Di Jepang dikatakan pada the Shihpai Eye
Study bahwa prevalensi DKM mencapai 60,8% dan di the Beijing Eye Study
mencapai 69,3%. Hal ini sangat kontras dengan laporan prevalensi DKM pada ras
Kaukasian dimana prevalensinya berkisar antara 3,5% pada the Salisbury Eye
Evaluation Study sampai 19,9% pada the Melbourne Visual Impairment Project.25
Di Poli Mata RSUD Dr. Soetomo sendiri antara bulan Juni 2011- April 2012
terdapat 46 penderita DKM yang terdiagnosis. Rata-rata 4-5 penderita/ bulan atau
sekitar 4,8 - 6 %/ tahun dari jumlah pasien yang datang di Poli Mata Divisi Eksterna.
Faktor yang berhubungan dengan DKM antara lain faktor resiko oftalmik
meliputi : aniridia, blefaritis kronik (anterior atau posterior), pemakaian lensa kontak,
demodex folliculorum, tato kelopak mata, floppy eyelid syndrome, Giant Papillary
Conjunctivitis (GPC), iktiosis, degenerasi kornea nodular
trakhoma.
25
Salzmanns dan
Selain faktor resiko oftalmik, DKM juga dapat disebabkan oleh faktor
2
resiko penuaan yang dapat mempengaruhi struktur dan atau fungsi kelenjar
meibom.
Faktor-fakotr
lingkungan,
termasuk
faktor
geografi,
temperatur,
DKM
antara
lain:
terapi
isotretionin,
antiandrogen,
antidepresan,
DKM
terjadi
ketidakseimbangan
komposisi
lipid
sehingga
eritromisin
topikal
atau
salep
basitrasin),
immunomodulator
influenzae,
streptococcus
aureous,
streptococcus
mitis
dan
sebagai bahan pertimbangan protap terapi DKM di Poli Mata RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan antara kelompok kontrol dan
perlakuan tentang perbedaan Symptom Score (SS), hasil Lid Margin Abnormality
Score (LMAS) dan hasil Meibo Score (MS) pada penderita DKM stage I antara
kombinasi kompres hangat dan pijatan dengan dan tanpa tetes mata azithromisin
1,5% pada hari ke-4 dan ke-25. Kemudian semua variabel yang berperan dilakukan
4
penghitungan dan dianalisis secara statistik menggunakan Uji T sampel bebas bila
data berdistribusi normal dan Uji Mann-Whitney bila data tidak berdistribusi normal
dengan tingkat kemaknaan p < 0,005. Normalitas distribusi data dites dengan Uji
Kolmogorov-Smirnov.
Symptom score adalah total penghitungan jumlah skor dari 14 pertanyaan
keluhan subyektif DKM yang memenuhi kriteria The International Workshop on
Meibomian Gland Dysfunction, yang terdiri dari skala memberatnya symptom score
mulai skala 0 (normal) sampai 4 (very severe).
Lid margin abnormality score
kelainan tepi kelopak mata yang memenuhi kriteria The International Workshop on
Meibomian Gland Dysfunction, meliputi irregular lid margin, vascular engorgement,
pembuntuan lubang kelenjar meibom (plugged meibomian gland orifices), dan
penggantian score mucocutaneus junction anterior atau posterior dari 0 sampai 4
menurut jumlah kelainan yang ada pada tiap mata.
Meibo-score adalah hasil meibografi non kontak yang berbentuk skor
semiquantitatif yang memenuhi kriteria The International Workshop on Meibomian
Gland Dysfunction. Meibo-score meliputi grade 0 sampai 3.
Adapun aspek etik penelitian diselesaikan sesuai dengan kaidah yang
berlaku melalui ethical clearance dari Panitia Etik Penelitian Kesehatan RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada 116 mata dari 58 orang penderita. Sebanyak 29
penderita (58 mata) sebagai kontrol yaitu penderita yang mendapat terapi kompres
hangat dan pijatan kelopak mata. Sedangkan penderita yang mendapat perlakuan
berupa terapi kompres hangat dan pijatan kelopak mata serta tetes mata
azithromisin 1,5% sebanyak 29 penderita (58 mata).
Tabel 1 Distribusi subyek penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin
Jumlah penderita
Umur, tahun
Mean (SD)
Median
Minimum,maksimum
Jenis kelamin, n (%)**
Laki-laki
Kelompok
Kontrol
29
Kelompok
Perlakuan
29
Total
56,48 (13,87)
60,00
26, 77
56,59 (14,22)
56,00
29, 82
56,54 (14,05)
71
26, 82
7 (24,1%)
1 (3,4%)
8 (13,79%)
58
Perempuan
22 (75,9%)
menggunakan Mann Whitney
28 (96,6%)
50 (86,21%)
** menggunakan Chi-Square
Keluhan
Subyektif
Kelompok
Terasa
lelah
Kontrol
Perlakuan
Terasa
keluar
kotoran/
belekan
Terasa ada
sensasi
benda
asing
Terasa
kering
Kontrol
Perlakuan
Terasa
tidak
nyaman
Kontrol
Perlakuan
Terasa
lengket
Kontrol
Perlakuan
Terasa
nyeri atau
kemeng
Kontrol
Perlakuan
Terasa
berair/
nrocoh
Kontrol
Perlakuan
Terasa
gatal
Kontrol
Perlakuan
Tampak
merah
Kontrol
Perlakuan
Terasa
berat/
mengganjal
Kontrol
Perlakuan
Sensitif
terhadap
cahaya
Kontrol
Perlakuan
Terasa
sering
berkedip
Kontrol
Perlakuan
Ada
riwayat
kalazion
atau
hordeolum
menahun
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
0,02
4*
0,02
0*
0,30
9
0,41
2
0,69
2
0,44
5
0,36
0
0,36
9
0,78
3
0,65
8
0,27
7
0,72
8
0,00
8*
1,00
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(2,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(2,00,0)
2,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
3,0(3,01,0)
2,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
0,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
0,0(2,00,0)
2,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
0,0(2,00,0)
0,0(3,00,0)
0,0(0,00,0)
0,0(0,00,0)
0,044* #
0,002*
#
0,055
0,038
0,001*
0,127
0,022*
0,605
0,327
0,001*
0,247
0,117
0,032*
#
1,00
Hari ke25
Med
(maksmin)
1,0(3,00,0)
1,0(2,00,0)
1,0(2,00,0)
0,0(2,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(2,00,0)
1,0(3,00,0)
0,0(2,00,0)
2,0(3,00,0)
1,0(2,00,0)
1,0(3,00,0)
0,0(2,00,0)
1,0(3,00,0)
0,0(2,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(1,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(2,00,0)
0,0(1,00,0)
1,0(2,00,0)
0,0(2,00,0)
1,0(3,00,0)
1,0(3,00,0)
0,0(2,00,0)
0,0(2,00,0)
0,0(0,00,0)
0,0(0,00,0)
0,000* #
0,000* #
0,000*
0,000*
0,000*
0,008*
0,002*
0,010*
0,004*
0,002*
0,000*
0,031*
0,011* #
1,00
Kelompok Kontrol
Kelompok
Perlakuan
Hari ke-1**
Mean (SD)
Median
Minimum, maksimum
20,44 (5,71)
19,00
12,00, 36,00
23,00 (4,68)
25,00
14,00, 31,00
0,035*
18,06 (5,55)
17,00
6,00, 28,00
0,010*
14,44 (6,63)
14,00
3,00, 28,00
0,005*
Hari ke-4
Mean (SD)
13,27 (5,42)
Median
13,00
Minimum, maksimum
3,00, 26,00
Hari ke-25
Mean (SD)
8,86 (5,99)
Median
9,00
Minimum, maksimum
0,00, 24,00
*: p < 0,05 (signifikan)
** menggunakan Mann Whitney
menggunakan Analisis Kovariansi
Kelompok Kontrol
Kelompok
Perlakuan
3,00 (1,00)
3,00
2,00 - 4,00
2,96 (1,01)
2,00
2,00 - 4,00
0,894
Hari ke-4
Mean (SD)
Median
Minimum - maksimum
Hari ke-25
Mean (SD)
Median
Minimum - maksimum
*: p < 0,05 (signifikan)
** menggunakan Mann Whitney
2,58 (1,23)
2,00
0,00 - 4,00
1,86 (0,87)
2,00
0,00 - 4,00
0,014*
1,96 (0,94)
2,00
0,00 - 4,00
1,00 (1,00)
1,00
0,00 - 2,00
0,001*
didapatkan
perbedaan (p = 0,014) dan hari ke-25 juga terdapat perbedaan (p = 0,001). Selain
itu nilai terendah dan tertinggi LMAS pada kelompok kontrol maupun perlakuan
mempunyai persamaan skor pada hari ke-1 (2,00, 4,00) dan hari ke-4 (0,00, 4,00),
sedangkan untuk hari ke-25 mempunyai perbedaan skor terendah dan tertinggi
LMAS pada kelompok kontrol (0,00, 4,00) dibandingkan kelompok perlakuan (0,00,
2,00).
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan Meibo Score (MS) meliputi grade
0 sampai 3 berdasarkan besarnya jumlah area kelenjar Meibom yang hilang pada
kelopak atas maupun bawah kemudian skor dihitung dengan menjumlahkan grade
MS untuk kelopak mata atas (0-3) dan bawah (0-3) untuk memperoleh skor 0-6
untuk tiap mata kemudian dibandingkan hasil pemeriksaannya pada hari ke-1, ke-4
dan ke-25.
Tabel 5 Hasil Meibo Score (MS) antara kelompok kontrol dan perlakuan pada hari ke-1, ke-4
dan ke-25
Meibo Score (MS)
Kelompok Kontrol
Kelompok
Perlakuan
Hari ke-1
Mean (SD)
Median
Minimum, maksimum
2,00 (0,00)
2,00
2,00, 2,00
2,06 (0,37)
2,00
2,00, 4,00
0,317
2,00 (0,00)
2,00
2,00, 2,00
1,89 (0,40)
2,00
0,00, 2,00
0,154
1.20 (0.97)
2.00
0.00, 2.00
1,65 (0,76)
2,00
0,00, 2,00
0,052
Hari ke-4
Mean (SD)
Median
Minimum, maksimum
Hari ke-25
Mean (SD)
Median
Minimum, maksimum
*: p < 0,05 (signifikan)
** menggunakan Mann Whitney
perbedaan (p = 0,035) dan nilai rerata kelompok kontrol 13,27 (5,42) menunjukkan
respon yang baik (tidak jauh berbeda dengan keluhan subyektif awalnya yang
ringan). Sedangkan pada kelompok perlakuan nilai rerata TSS 18,06 (5,55)
menunjukkan perbaikan terhadap keluhan subyektif hari ke-1, dimana respon
penderita yang cukup berubah menjadi baik setelah mendapat terapi perlakuan
dengan menggunakan Uji Analisis Kovariansi. Pada hari ke-25 nilai rerata kelompok
kontrol 8,86 (5,99) menunjukkan respon yang baik sekali (keluhan subyektif jauh
berkurang). Sedangkan pada kelompok perlakuan nilai rerata TSS 14,44 (6,63)
menunjukkan respon yang baik (keluhan subyektif berkurang), dimana respon
penderita semakin baik setelah mendapat terapi perlakuan dengan menggunakan
Uji Analisis Kovariansi.
Pada penelitian ini didapatkan perbedaan (p = 0,035) pada hari ke-1 dengan
menggunakan Uji Mann Whitney dan ada perbedaan TSS pula pada hari ke-4 (p =
0,010) dan hari ke-25 (p = 0,005) dengan menggunakan Uji Analisis Kovariansi. Hal
ini menunjukkan respon yang semakin baik setelah mendapat terapi baik pada
kelompok kontrol maupun perlakuan, dimana tampak dari nilai rerata baik dari
kelompok kontrol maupun perlakuan mengalami penurunan pada hari ke-4 dan ke25 yaitu di bawah 22,4. Pada penelitian ini juga didapatkan respon penderita yang
baik terhadap terapi perlakuan sebagaimana yang ditemukan pada penelitian Jody
Luchs (2008).
Pada penelitian ini disebutkan nilai rerata LMAS hari ke-1 pada kelompok
kontrol 3,00 (1,00) menunjukkan pada kedua mata kelompok kontrol didapatkan
total 3 kelainan LMAS, sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan nilai rerata
LMAS 2,96 (1,01) yang menunjukkan total 2,96 kelainan LMAS. Hal ini
menunjukkan tidak ada perbedaan LMAS pada hari ke-1 (p = 0,894) dengan
menggunakan Uji Mann- Whitney. Pada hari ke-4 nilai rerata LMAS kelompok
kontrol 2,58 (1,23) menunjukkan pada kedua mata kelompok kontrol didapatkan
total 2,58 kelainan LMAS, sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan nilai
rerata LMAS 1,86 (0,87) yang menunjukkan total 1,86 kelainan LMAS. Hal ini
menunjukkan ada perbedaan LMAS pada hari ke-4 (p = 0,014) dengan
menggunakan Uji Mann- Whitney. Pada hari ke-25 nilai rerata LMAS kelompok
kontrol 1,96 (0,94) menunjukkan pada kedua mata kelompok kontrol didapatkan
total 1,96 kelainan LMAS, sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan nilai
rerata LMAS 1,00 (1,00) yang menunjukkan total 1 kelainan LMAS. Hal ini
12
14
Report
of
the
Subcomittee
on
anatomy, physiology,
and
pathophysiology of the meibomian gland. Invest. Ophthalmol. Vis. Sci. 52(4): 19381978.
16. Luchs,J., 2008. Efficacy of topical azithromycin ophthalmic solution 1% in the
treatment of posterior blepharitis. Adv Ther. Springer Healthcare Communications.
25(9): 858-870.
17. Maus,M., 1994. Basic Eyelid Anatomy. In: Albert,D.M., Jacobiee,F.A. and
Robinson NL eds.1994. Clinical Practice. Principles and practice of ophthalmology.
Vol. 3. Philadelphia: WB Saunders : 1690-1.
18. McCulley,J.P. and Dougherty,J.M., 1986. Bacterial aspects of chronic blepharitis.
Trans Ophthalmol Soc UK. 105: 314-318.
19. Nelson,J.D., Shimazaki,J. and Benitez-Dell-Castillo,J.M. et al. The International
Workshop on Meibomian Gland Dysfunction : Introduction. Invest. Ophthalmol. Vis.
Sci. 52(4): 1930-1937.
20. Nichols,K.K., Foulks,G.N. and Bron,A.J. et al, 2011. The International Workshop
on Meibomian Gland Dysfunction: Executive Summary. Invest. Ophthalmol. Vis. Sci.
52(4): 1922-1929.
21. Opitz,D. and Tyler,K., 2011. Clinical and Experimental Optometry : Efficacy of
azithromycin 1% ophthalmic solution for treatment of ocular surface disease from
posterior blepharitis. Australia : 94 : 2 : 200-206
22. Raviola,E., 1994. The Eye. In: Bloom and Faweett, eds. 914. A textbook of
histiology, 12th ed.
23. Shimazaki,J., Goto,E. and Ono,M. et al, 1998. Meibomian gland dysfunction in
patient with Sjorgen syndrome. Ophthalmology. 105 : 1485-1488.
24. Smith,R.E., 1995. Flowers CW Jr. Chronic blepharitis: a review. CLAO J. 21:
200-207.
25. Schaumberg,D.A. et al, 2011. The International Workshop on Meibomian Gland
Dysfunction : Report of the Subcomittee on the Epidemiology of, and Associated
Risk Factors for MGD. Invest. Ophthalmol. Vis. Sci. 52(4): 1994-2005.
26. Vaughan, 2008. General Ophthalmology. San Fransisco. California : 82-83.
15
16