Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
MAKALAH ILMU LINGKUNGAN GANGGUAN DAUR BIOGEOKIMIA AKIBAT INDUSTRI PETERNAKAN Oleh: Kelompok 6 Kelas D Rezha M Firdaus 200110130139 Virgiawan Anfa 200110130141 Hanifah Rahmah 200110130142 Jenal Abidin 200110130143 Chairunissa 200110130266 Husni Nur Abdi 200110110 Yosfa Sonjaya 200110110 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2014 I PENDAHULUAN Latar Belakang Ekologi biasanya didefinisikan sebagai ilmu tentang interaksi antara organisme - organisme dan lingkungannya. Berbagai ekosistem dihubungkan satu sama lain oleh proses-proses biologi, kimia, dan fisika. Masukan dan buangan energi, gas, bahan kimia anorganik dan organik dapat melewati batasan ekosistem melalui perantara faktor meteorologi seperti angin dan presipitasi, faktor geologi seperti air mengalir dan daya tarik dan faktor biologi seperti gerakan hewan. Jadi, keseluruhan bumi itu sendiri adalah ekosistem, dimana tidak ada bagian yang terisolir dari yang lain. Ekosistem keseluruhannya biasanya disebut biosfer. Suatu kecenderungan sejumlah elemen beredar secara terus menerus dalam ekosistem dan menciptakan suatu daur internal. Daur ini dikenal sebagai daur biogeokimia karena prosesnya menyangkut perpindahan komponen bukan jasad (geo), ke komponen jasad (bio) dan kebalikannya. Daur biogeokimia pada akhirnya cenderung mempunyai mekanisme umpan-balik yang dapat mengatur sendiri (self regulating) yang menjaga siklus itu dalam keseimbangan. Daur Biogeokimia merupakan rangkaian perubahan bentuk unsur-unsur kimia yang melibatkan komponen-komponen biotik dan abiotik dari ekosistem. Perubahan atau pertukaran tersebut terjadi secara terus menerus antara komponen biosfer yang tak hidup dengan yang hidup. Pada ekosistem, materi disetiap tingkat trofik tidaklah hilang. Materi yang berupa unsur-unsur penyusun untuk bahan organik tersebut didaur ulang. Perubahan atau daur ulang unsur-unsur yang sudah dikenal dengan sebutan daur biogeokimia ini mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menjaga kelangsungan hidup dibumi. Hal ini karenakan semua materi hasil daur beogeokimia tersebut dapat digunakan oleh semua yang ada di muka bumi ini, termasuk komponen biotik ataupun komponen abiotik. Akan tetapi, daur biogeokimia ini seringkali mengalami gangguan akibat aktivitas manusia terutama akibat pembangunan peternakan yang tidak mengatasi limbah dan polusi yang dihasilkan sehingga tidak ramah lingkungan. Usaha peternakan banyak menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya. Kontribusi peternakan dalam usaha perwujudan ketersediaan pangan hewani bagi masyarakat sangatlah penting. Namun usaha tersebut perlu diimbangi dengan kesadaran akan dampak yang dapat ditimbulkan bagi lingkungan dengan cara membangun peternakan yang ramah lingkungan. Makalah ilmu lingkungan ini disusun untuk memberikan pengetahuan mengenai gangguan daur biogeokimia akibat pembangunan peternakan yang disertai solusinya. 1.2.   Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ilmu lingkungan ini adalah mahasiswa diharapkan : a)      Dapat mengetahui gangguan daur biogeokimia akibat pembangunan peternakan. b)      Dapat mengetahui solusi untuk mengatasi gangguan biogeokimia yang ditimbulkan pembangunan peternakan. 1.3.  Identifikasi Masalah Dari uraian sebelumnya, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut : a)      Apa saja gangguan daur biogeokimia akibat pembangunan peternakan. b)      Apa solusi untuk mengatasi gangguan biogeokimia yang ditimbulkan pembangunan peternakan. II TINJAUAN PUSTAKA Siklus biogeokimia atau siklus organik-anorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi - reaksi kimia dalam lingkungan abiotik atau dapat juga sebagai rangkaian perubahan bentuk unsur-unsur kimia yang melibatkan komponen-komponen biotik dan abiotik dari ekosistem sehingga disebut siklus biogeokimia (Samosir, 2010). Ada 5 macam siklus dalam daur biogeokimia, yaitu : ·         Siklus nitrogen. Gas nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara. Tahapan daur ulang nitrogen terbagi kedalam 3 tahap, yaitu fiksasi, nitrifikasi dan denitrifikasi. ·         Siklus fosfor. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. ·         Siklus karbon. Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis dan menghasilkan oksigen dan bahan makanan yang nantinya akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk metabolis dan kelangsungan hidupnya. ·         Siklus oksigen. Tahapan penting daur oksigen adalah ozon. Ozon berfungsi sebagai pelindung bumi dari radiasi gelombang pendek (ultra violet). ·         Siklus sulfur. Daur sulfur mempunyai daur nitrogen, yaitu meliputi fase oksida (SO2) dan reduksi (H2S). (Samosir, 2010) Peternakan merupakan penyumbang terbesar gas metana (CH4) yang memiliki kadar perusak lebih besar dari CO2 terhadap lingkungan. gas metana merupakan bagian dari siklus karbon karena mengandung atom C didalamnya. Selain itu, pembangunan peternakan membutuhkan wilayah yang cukup luas sehingga menciptakan pembukaan lahan baru yang menyebabkan populasi tanaman semakin berkurang. Hal tersebut dapat mempersulit pengolahan atau siklus dari carbon itu sendiri karena sudah tidak ada lagi yang dapat mereduksi kadar CO2 di alam. Oleh karena itu, dalam pembangunan peternakan perlu adanya pertimbangan yang matang akan dampak terhadap lingkungan (Samosir, 2010).             Solusi yang harus dilakukan agar tidak berdampak terhadap terganggunya daur biogeokimia, diantaranya ·         Pembuatan biogas, hal ini ditujukan untuk mereduksi kandungan gas metana yang bebas di udara sehingga dapat mengurangi perusakan lingkungan. Disamping itu, biogas juga mempunyai manfaat sebagai sumber energi baru untuk mengganti energi fosil yang hampir habis. ·          Penanaman hijauan diselingi leguminosa, hal ini ditujukan agar terjadi perputaran daur nitrogen sehingga nitrogen bebas dapat difiksasi. ·         Pemilihan lokasi, hal ini ditujukan agar tidak merusak lingkunagan karena pembukaan lahan yang menyebabkan populasi tanaman semakin berkurang maka tidak ada lagi yang dapat mereduksi kadar CO2 di alam. (Samosir, 2010) III PEMBAHASAN 3.1. Jenis Limbah Usaha Peternakan Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas. Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi lingkungan sekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Apalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002). 3.2. Dampak Limbah Peternakan Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5.000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat. Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3). Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air (Farida, 1978). Hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar maksimum kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella sp. yang membahayakan kesehatan manusia. Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah terjadi di Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan burung unta di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002). 3.3.  Penanganan Limbah Peternakan Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002). ·         Pemanfaatan Untuk Pakan dan Media Cacing Tanah Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik untuk ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi secara anaerob. Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan organik lain, seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah organik pasar 50%, maupun feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000). ·         Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran tersebut sebagai pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang (manure) selain dapat meningkatkan unsur hara pada tanah juga dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan memperbaiki struktur tanah tersebut. Kandungan Nitrogen, Posphat, dan Kalium sebagai unsur makro yang diperlukan tanaman, tersaji dalam tabel berikut. Kadar N, P dan K dalam Pupuk Kandang dari Beberapa Jenis Ternak Jenis Pupuk Kandang Kandungan (%) N P2O5 K2O Kotoran Sapi Kotoran Kuda Kotoran Kambing Kotoran Ayam Kotoran Itik 0.6 0.4 0.5 1.6 1.0 0.3 0.3 0.3 0.5 1.4 0.1 0.3 0.2 0.2 0.6 Sumber : Nurhasanah, Widodo, Asari, dan Rahmarestia, 2006 Kotoran ternak dapat juga dicampur dengan bahan organik lain untuk mempercepat proses pengomposan serta untuk meningkatkan kualitas kompos tersebut . ·         Pemanfaatan Untuk Biogas Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K . Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989). Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Produksi biogas sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari. Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Model pemroses gas bio yang banyak digunakan adalah model yang dikenal sebagai fixed-dome. Model ini banyak digunakan karena usia pakainya yang lama dan daya tampungnya yang cukup besar. Meskipun biaya pembuatannya memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk mengatasi mahalnya pembangunan pemroses biogas dengan model feixed-dome, tersebut sebuah perusahaan di Jawa Tengah bekerja sama dengan Balai Pengkajian dan Penerapan Teknolgi Ungaran mengembangkan model yang lebih kecil untuk 4-5 ekor ternak, yang siap pakai, dan lebih murah karena berbahan plastic yang dipendam di dalam tanah. Di perdesaan, biogas dapat digunakan untuk keperluan penerangan dan memasak sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada minyak tanah ataupun listrik dan kayu bakar. Bahkan jika dimodifikasi dengan peralatan yang memadai, biogas juga dapat untuk menggerakkan mesin. ·         Pemanfaatan Lainnya Selain dimanfaatkan untuk pupuk, bahan pakan, atau biogas, kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan mengubahnya menjadi briket dan kemudian dijemur/dikeringkan. Briket ini telah dipraktekkan di India dan dapat mengurangi kebutuhan akan kayu bakar. Pemanfaatan lain adalah penggunaan urin dari ternak untuk campuran dalam pembuatan pupuk cair maupun penggunaan lainnya. IV KESIMPULAN ·         Limbah usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan. Namun memperhatikan komposisinya, kotoran ternak masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media pertumbuhan cacing, pupuk organik, gas bio, dan briket energi. ·         Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga menghasilkan nilai tambah yang bernilai ekonomis. DAFTAR PUSTAKA Farida, E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Bogor : IPB. Sihombing, D. T. H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Bogor : Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, IPB. Soehadji. 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Jakarta : Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Soeharsono, 2002. Anthrax Sporadik, Tak Perlu Panik. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/12/iptek/anth29.html Diakses pada 29-10-2014 pukul 18.00 WIB Sofyadi, Cahyan. 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan. Bogor : Badan Litbang Departemen Pertanian. Widodo, Asari, dan Unadi. 2005. Pemanfaatan Energi Biogas Untuk Mendukung Agribisnis Di Pedesaan. Serpong : Publikasi Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.