Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

TEORI TRANSFORMATIF DALAM PEMBELAJARAN IPS ERA PANDEMI

2021, TEORI TRANSFORMATIF DALAM PEMBELAJARAN IPS ERA PANDEMI

ABSTRAK Penelitian ini merupakan jenis penelitian kajian pustaka, yang merupakan jenis penelitian yang mengunakan pengumpulan data melalui observasi dan kajian literasi sumber referensi buka dan jurnal pendidikan yang membahas berbagai teori belajar dalam memecahkan masalah pendidikan di sekolah. Dari hasil pengamatan penulis maka didapatkan sebuah analisis sederhana terhadap kajian teori belajar yang ada hubungannya dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di sekolah. Teori Pembelajaran Transformatif pemaknaan dan lingkup dalam pembelajaran IPS disekolah. Teori pembelajaran ini menjelaskan secara praktikal, adalah kesatuan proses, cara, dan tindakan untuk membuat seseorang belajar. Pembelajaran lahir dari proses interaksi antara peserta didik, pendidik, dan sumber belajar pada suatu kondisi dan lingkungan belajar. Untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif, situasi eksternal perlu diperhitungkan dan dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses-proses internal dalam belajar itu sendiri. Oleh karenanya, pembelajaran memiliki kedekatan dengan pengajaran yang dapat diartikan sebagai upaya sadar pendidik untuk membuat peserta didik belajar. Pada era pandemi ini dituntut pembelajaran harus terus berlangsung, maka berbagai upaya dilakukan oleh seluruh kelembagaan pendidikan. Salah satunya dikenalkan model pembelajaran yang paling efektif untuk menjawab permasalahan ini yaitu model pembelajaran hybrid learning. Hybrid learning adalah metode pembelajaran campuran, antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan. Hal ini merupakan upaya dari pemerintah untuk menyesuaikan dan menyiapkan diri untuk hidup berdampingan dengan pandemi. Diharapkan strategis dan model yang sudah direcanakan dapat berjalan baik dalam proses pembelajaran IPS di sekolah.

TEORI TRANSFORMATIF DALAM PEMBELAJARAN IPS ERA PANDEMI YULIANTORO yuliantoro21@students.unnes.ac.id Universitas Negeri Semarang FITRIA DWI PRASETYANINGTYAS fitriadp@students.unnes.ac.id Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Penelitian ini merupakan jenis penelitian kajian pustaka, yang merupakan jenis penelitian yang mengunakan pengumpulan data melalui observasi dan kajian literasi sumber referensi buka dan jurnal pendidikan yang membahas berbagai teori belajar dalam memecahkan masalah pendidikan di sekolah. Dari hasil pengamatan penulis maka didapatkan sebuah analisis sederhana terhadap kajian teori belajar yang ada hubungannya dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di sekolah. Teori Pembelajaran Transformatif pemaknaan dan lingkup dalam pembelajaran IPS disekolah. Teori pembelajaran ini menjelaskan secara praktikal, adalah kesatuan proses, cara, dan tindakan untuk membuat seseorang belajar. Pembelajaran lahir dari proses interaksi antara peserta didik, pendidik, dan sumber belajar pada suatu kondisi dan lingkungan belajar. Untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif, situasi eksternal perlu diperhitungkan dan dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses-proses internal dalam belajar itu sendiri. Oleh karenanya, pembelajaran memiliki kedekatan dengan pengajaran yang dapat diartikan sebagai upaya sadar pendidik untuk membuat peserta didik belajar. Pada era pandemi ini dituntut pembelajaran harus terus berlangsung, maka berbagai upaya dilakukan oleh seluruh kelembagaan pendidikan. Salah satunya dikenalkan model pembelajaran yang paling efektif untuk menjawab permasalahan ini yaitu model pembelajaran hybrid learning. Hybrid learning adalah metode pembelajaran campuran, antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan. Hal ini merupakan upaya dari pemerintah untuk menyesuaikan dan menyiapkan diri untuk hidup berdampingan dengan pandemi. Diharapkan strategis dan model yang sudah direcanakan dapat berjalan baik dalam proses pembelajaran IPS di sekolah. Kata Kunci: Teori Transformasi, IPS, Era Pandemi. A. PENDAHULUAN Proses pembelajaran secara praktiknya di lapangan merupakan kesatuan proses, cara, dan tindakan untuk membuat seseorang belajar, berusaha memahami. Pembelajaran lahir dari proses interaksi antara peserta didik, pendidik, dan sumber belajar pada suatu kondisi dan lingkungan belajar. Menurut Gagne (1985), untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif, situasi eksternal perlu diperhitungkan dan dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses-proses internal dalam belajar itu sendiri. Oleh karenanya, pembelajaran memiliki kedekatan dengan pengajaran yang dapat diartikan sebagai upaya sadar pendidik untuk membuat peserta didik belajar. Pengajaran lebih memberi kesan pekerjaan satu pihak, sedangkan pembelajaran mensyaratkan lebih pada interaksi antara pendidik dan peserta didik. Di sisi lain, secara substansial, pembelajaran merupakan proses modifikasi atau perubahan kapasitas manusia ke tingkatan yang lebih tinggi Gagne (1985). Pembelajaran adalah upaya tranformasional, dimana sikap, perspektif, bahkan kepercayaan lama terusmenerus direkonstruksi dan diperbaharui berdasarkan peningkatan kapasitas pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. Berkaitan dengan hal tersebut. Pengajaran seharusnya mengandung keseluruhan aspek yang mendukung perkembangan tidak hanya pertumbuhan semata, pembelajaran secara transformative berusaha menjawab berbagai permsalahan yang belum selesai oleh jenis pembelajaran lainnya, hal ini karena dalam tahapannya, refleksi terhadap disorientasi individu menjadi kunci utama kesuksesan pembelajaran ini. Pembelajaran ini tidak melupakan pentingnya dan pengaruh dari faktor eksternal seperti teman, guru dan suasana kelas, sehingga observasi yang dilakukan untuk menerapkan pembelajaran ini juga mneyeluruh. Pembelajaran transformative (transformative learning) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dari sudut pandang transformatif. Transformasi dalam diri manusia adalah proses perubahan yang mendasar, baik dari segi bentuk, penampilan, kondisi, karakteristik dan substansi. Pembelajaran transformatif adalah konsep pembelajaran yang berorientasi pada terbentuknya transformasi perspektif individu sehingga menjadi lebih dewasa, bijaksana, serta kritis dalam berpikir dan bertindak, baik prosesnya bertumpu pada dimensi kognitif-rasional, afektif-emosional, maupun komunikatif-sosial, Baharun dan Mundiri (2011). Teori Transformatif adalah pembelajaran yang mampu mengubah kerangka acuan yang problematis menjadi lebih inklusif, toleran, reflektif, terbuka, dan secara emosional menerima pembaharuan Mezirow (2009). pembelajaran transformatif bermula ketika seseorang terlibat dalam aktivitas yang membuatnya berada pada “kebingungan arah” (disorienting dilemma), yaitu saat terjadi perbedaan antara kejadian yang dialami dengan keyakinan yang selama ini dianggap benar, sehingga menimbulkan semacam krisis personal. Kondisi inilah yang akan memicu perubahan pada kerangka acuan seseorang. Ketidakstabilan akibat krisis diri tersebut pada tahap selanjutnya akan mendorong orang tersebut untuk melakukan refleksi kritis (critical reflection) secara mandiri terhadap kerangka acuan yang membentuk konsepsi diri dan hidupnya, dan dialog reflektif (reflective discourse) dengan orang lain untuk mengkonfirmasi perubahan kerangka acuannya tersebut. Pun demikian, deskripsi sebelumnya dimana kebingungan arah, refleksi kritis, dan diskursus reflektif terkesan sebagai fase elemen yang datang berurutan nyatanya tidaklah selalu demikian. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian kajian pustaka, yang merupakan jenis penelitian yang mengunakan pengumpulan data melalui observasi dan kajian literasi sumber referensi buka dan jurnal pendidikan yang membahas berbagai teori belajar dalam memecahkan masalah pendidikan di sekolah. Dari hasil pengamatan penulis maka didapatkan sebuah analisis sederhana terhadap kajian teori belajar yang ada hubungannya dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di sekolah. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kajian Teori Belajar Transformatif Menurut Tokoh Beberapa tokoh ahli yang munculkan teori transformative adalah: a). Jack Mezirow Teori transformative menurut Jack Mezirow berdasarkan hasil kajiannya pada para wanita yang kembali bersekolah setelah berhenti sekian lama, bahwa pembelajaran mampu merubah perspektif mereka dalam memaknai kembali pengalaman dan kondisi kehidupannya. Dalam pandangan Mezirow (1996), pembelajaran dipahami sebagai proses pemaknaan kembali terhadap suatu pengalaman atau tindakan yang didasarkan pada pembaharuan atau revisi pemahaman yang sudah dimiliki sebelumnya, Mundiri dan Zahra (2017). Menurut pandangan Mezirow (2006), transformasi dalam pembelajaran terjadi pada perspektif nilai, kerangka acuan, dan pola pikir. Hal ini memang mengesankan aspek kognitif yang kentara dalam transformasi yang dimaksudkan oleh Mezirow, dan menjadi salah satu celah kritik dari berbagai pihak. Beberapa peneliti kemudian menekankan pula pentingnya menambahkan dimensi emosional dan sosial sebagai target transformasi. Bahkan lebih jauh, transformasi personal multidimensional tersebut dianggap perlu untuk diposisikan dalam bingkai kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang lebih luas. Berpijak pada berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Model pembelajaran layaknya bingkai dari implementasi suatu pendekatan pembelajaran, berikut dengan metode serta teknik pembelajaran konsekuennya Sumardi (2011). Pembelajaran transformatif diorientasikan pada refleksi kritis (critical reflection) yang digagas dan dikembangkan oleh Jack Mezirow. Dalam pandangannya, peserta didik perlu dikondisikan untuk membangun refleksi kritis atas asumsi awal yang telah dimiliki dengan cara mengkronfrontasikannya dengan asumsi-asumsi lain yang berbeda secara substansial atau dengan kenyataan yang “menggoyahkan” asumsi awalnya tersebut. Melalui proses kritis-reflektif tersebut, perspektif baru dapat terbentuk dan kemudian menjadi dasar tindakan peserta didik. Perubahan pada sisi perspektif dengan pendekatan rasionalkognitif inilah yang menjadi penekanan dalam pembelajaran transformatif Mezirow. Pada sisi lain, perspektif perkembangan peserta didik (developmental perspective) juga digunakan sebagai basis dalam memahami pembelajaran transformatif, b). Paulo Freire Teori transformative menurut Freire (1970) adalah model pembelajaran yang dapat dideskripsikan sebagai bentuk pembelajaran yang utuh: dari yang sifatnya pendekatan hingga detail teknik; dari apa yang dikonsepsikan hingga apa yang ditindak-manifestasikan. Ilustrasi tentang hubungan model, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran Sebagaimana sekilas disinggung pada bagian sebelumnya bahwa Pembelajaran (atau pendidikan) transformatif sebagai peningkatan kesadaran (consciousness-raising). Kesadaran kritis yang dimaksudkan Freire merujuk pada proses dimana pembelajaran merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan analisis, menghadapi persoalan, dan melakukan tindakan dalam konteks sosial, politik, kultural, dan ekonomi yang mempengaruhi dan membentuk kehidupannya. Kepekaan ini diperlukan untuk memahami struktur sosial yang berlaku di lingkungannya sehingga bisa terbebas dari resiko dan tindak penindasan dan kesewenang-wenangan. c). Larry Dyloz Menurut Dyloz (1986) memandang bahwa kebutuhan untuk menemukan dan membangun kebermaknaan hidup (meaning) sebagai faktor kunci yang mendorong orang dewasa untuk terlibat dalam sebuah pembelajaran formal. Dan ini, masih menurut Daloz, berkaitan erat dengan perkembangan kehidupan kita sendiri. Tingkat “kematangan” dan kondisi lingkungan yang berubah akan menuntut seseorang bergerak dari fase perkembangan saat itu ke fase berikutnya melalui pelibatan diri dalam proses pembelajaran. Perspektif „perkembangan dan perubahan‟ (growth and transformation) yang mendasari pandangan Dyloz dalam pembelajaran transformatif masih dipengaruhi oleh konteks sosio-kultural yang melatarbelakanginya Dirkx (1998). Sehingga menurut Dyloz, kultur atau kondisi lingkungan sekitar turut andil dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian individu, hal ini didasarkan kepada adanya interaksi sosial yang terjadi antar individu dalam lingkungan tersebut. d). Robert Boyd Robert meletakkan perkembangan kesadaran, perubahan, dan perkembangan pada makna yang berbeda. Perhatian Boyd lebih pada dimensi ekspresif atau emosional-spiritual dan mengintegrasikannya secara menyeluruh dan holistik dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran transformatif, lanjut Boyd, melibatkan proses identifikasi „simbol-simbol‟ dan dialog intrapersonal untuk memahaminya. Dialog ini merupakan bagian dari proses lebih luas yang – dalam istilah Carl Jung – disebut individuasi, yaitu proses untuk „menyelami‟ dan memahami diri sendiri lebih jauh, sehingga dapat terhindar dari obsesi, keserakahan, dan bagian gelap lain yang mungkin muncul dari ketidaksadaran Dirkx (1998). Teori transformative menurut Boyd, lebih kepada penekanan diri secara individu, penyelaman kondisi mental atau psikis dan kehadiran nilai spiritual dalam proses pembelajarannya, proses ini lebih terpusat kepada diri sendiri, penyelaman dan pemahaman yang didapatkan akan berubah kepada dimensi ekpresif, sehingga dalam teorinya faktor eksternal dalam teori Boyd diabaikan, hal ini bertolak belakang dengan pandangan Mezirow, freire dan Dyloz. 2. Konsep dan Penerapan Pembelajaran transformatif adalah proses perubahan makna lama yang dimiliki seseorang menuju makna baru berdasarkan hasil dari revisi interpretasi makna pengalaman sebagai acuan tindakan dimasa mendatang Mezirow (1996). Individu yang bertransformasi menjadi pembelajar adalah individu yang mampu mengarahkan diri sendiri, kritis dan mampu berpikir secara otonom Simorok (2010). Proses transformasi ini dapat dicapai melalui empat cara; 1). mengelaborasi kerangka acuan berpikir saat ini (existing frame of reference), 2). mempelajari kerangka acuan berpikir baru (new frame of reference), 3). mengubah cara pandang (points of view), 4). mengubah kebiasaan berpikir (habits of mind) menurut Mezirow (2012:84). Konsep teori Transformatif mengacu pada filosofi yang berangkat dari paradigma konstruktivisme, humanisme dan teori sosial kritis. Asumsi dasar konstruktivisme adalah bahwa setiap manusia mampu memaknai dirinya sendiri berdasarkan hasil interaksi dengan orang lain dibandingkan dengan pengaruh dari luar Mezirow (1991). Untuk itu, pembelajaran transformatif merupakan proses pembentukan, evaluasi, dan revisi terhadap asumsi dan persepsi pembelajar terhadap apa yang dialami dan dipelajarinya. Pedagogi Kritis Perspektif transformatif juga berangkat dari filsafat utama pendidikan Freire, yaitu konsep conscientization; suatu perubahan kesadaraan dari rasa menerima kenyataan dan realitas hidup menjadi percaya bahwa realitas hidup dapat diubah. Bagi Freire, pendidikan adalah sebagai praksis (aksi dan refleksi) pembebasan. Dasar pemikiran Freire adalah bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk memilih, menguji, mengkaji dan menguji kembali lalu menghasilkan tindakan baru Freire (1998). Remaja kurang beruntung di Indonesia hidup di lingkungan yang miskin dan marjinal, yang menghalangi mereka mendapatkan akses pendidikan yang layak. Mereka juga sering terisolasi dari interaksi dengan masyarakat secara luas, sehingga menghambat potensi untuk mengembangkan diri. Hal paling mendasar untuk dijadikan titik tolak dalam desain dan pengembangan model pembelajaran transformatif adalah mengidentifikasi proses-proses kunci dan determinannya. Berkenaan dengan hal tersebut, Mezirow (1995) sendiri menekankan bahwa proses yang paling signifikan dalam pembelajaran transformatif terjadi pada domain komunikatif, yakni bermula dari identifikasi masalah, nilai-nilai, atau perspektif awal, pengujian asumsi, dialog dengan diskursus kritis, hingga pada pengambilan kesimpulan berdasarkan hasil diskursus. Pun demikian, masih menurut Mezirow (1997) terdapat empat rangkaian proses yang disyaratkan agar transformasi terwujud, yaitu; 1). mengelaborasi atau memperbaiki skema makna/nilai, 2). mempelajari skema makna baru, 3). merubah skema makna, dan 4). merubah perspektif makna. Peran kebermaknan belajar bagi peserta didik: 1). Activating event, yaitu peristiwa atau kejadian yang membuat peserta didik menyadari keterbatasan pengetahuan/pemahaman yang dimilikinya, 2). Ketersediaan ruang atau kesempatan untuk mengidentifikasi dan mengartikulasikan asumsi-asumsi yang mendasari pengetahuan awalnya tersebut, 3). Refleksi kritis, 4). Diskursus kritis, dengan dialog dan diskusi, dan 5). Kesempatan untuk menguji dan mengaplikasikan perspektif baru. 3. Hubungan Teori Transformatif Dalam Pembelajaran IPS diera Pandemi Teori Pembelajaran Transformatif pemaknaan dan lingkup dalam pembelajaran IPS disekolah. Teori pembelajaran ini menjelaskan secara praktikal, adalah kesatuan proses, cara, dan tindakan untuk membuat seseorang belajar. Pembelajaran lahir dari proses interaksi antara peserta didik, pendidik, dan sumber belajar pada suatu kondisi dan lingkungan belajar. Untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif, situasi eksternal perlu diperhitungkan dan dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan prosesproses internal dalam belajar itu sendiri. Oleh karenanya, pembelajaran memiliki kedekatan dengan pengajaran yang dapat diartikan sebagai upaya sadar pendidik untuk membuat peserta didik belajar. Pengajaran lebih memberi kesan pekerjaan satu pihak, sedangkan pembelajaran mensyaratkan lebih pada interaksi antara pendidik dan peserta didik. Pembelajaran transformatif adalah pembelajaran yang menghendaki terjadinya perubahan cara berpikir atau mindset peserta didik. Perubahan mindset tersebut sering terjadi melalui proses sosial dimana peserta didik memahami bahwa hubungan sosial dan budaya mempengaruhi kepercayaan dan perasaan mereka. Terdapat banyak bentuk hasil belajar dari pembelajaran transformatife. seperti yang dituliskan banyak literatur, termasuk pemberdayaan terhadap diri sendiri, peningkatan kepercayaan diri dalam menjalankan peran dan hubungan baru, peduli dengan orang lain, dan hubungan dengan orang lain. Dalam pembelajaran IPS disekolah maka dibutuhkan berbagai kajian materi yang berasal dari lingkungan masyarakat, siswa merupakan bagian dari masyarakat sehingga mereka mengalami. Menurut penulis dalam kajian tema atau topik materi yang paling menarik dalam pembelajaran IPS agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan cara mengungkapkan berbagai karakristik budaya yang terlihat dalam budaya siswa itu sendiri. Maka ditemukan konsep berfikir dalam benak peserta didik bahwa pembelajaran IPS itu menarik maka akan meninggalkan pengetahuan dan pengalaman yang bermakna hasil output dari proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Contoh: Salah satu materi pembelajaran IPS di SMP ada tema Sosial dan Budaya: Guru IPS dalam menjelaskan tetap berpedoman dengan kurikulum IPS dan juga merujuk pada tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan, tetapi dalam menampilkan contoh-contoh kajian materi sosial dan budaya adalah nilai-nilai budaya yang terlihat dalam lingkungan siswa bahkan lebih baik yang memang benar-benar siswa mengalaminya. Misalnya menampilkan contoh nilai kearifan lokal yang berkembang dalam masyarakat. Yakin dan percaya apabila seorang pendidik mampu menampilkan dalam pembelajaran IPS dengan realita contoh seperti itu maka suasana pemnbelajaran akan hidup, keaktifan siswa terlihat dalam berbagai pembahasan yang kita lakukan sehingga proses pembelajaran ini bermakna dalam diri siswa. Hal ini sesuai dengan teori diatas bahwa pembelajaran adalah bagian dari interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar. Maka contoh yang di tampilkan oleh seorang guru juga bagian dari sumber belajar dan referensi yang juga bisa dikemas dalam media pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran IPS juga akan memunculkan respon yang merupakan bagian dari berfikir kritis siswa ketika membahas materi yang menurut mereka menarik dan bermakna bagi mereka, sehingga mereka dalam pembelajaran selalu aktif, ini yang kita sebut pembelajaran IPS yang interaktif powerfull. Era pandemi ini dituntut pembelajaran harus terus berlangsung, maka berbagai upaya dilakukan oleh seluruh kelembagaan pendidikan. Salah satunya dikenalkan model pembeljaran yang paling efektif untuk menjawab permasalahan ini yaitu model pembelajaran hybrid learning. Hybrid learning adalah metode pembelajaran campuran, antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan. Hal ini merupakan upaya dari pemerintah untuk menyesuaikan dan menyiapkan diri untuk hidup berdampingan dengan pandemi. Kurang lebih kurun waktu 2 tahun lebih kita melakukan pembelajaran dari rumah atau kita kenal pembelajaran daring. Kenyataan yang dialami oleh pendidik maupun pelajar banyak yang hilang dari apa yang dirasakan. Hal-hal yang hilang pertama, interaksi sosial dalam lingkungan sekolah yang menumbuhkan sisi kecakapan sosial anak dari sistem interaksi yang dilakukan hal ini memberikan dampak keterampilan mereka menurun dalam usaha beradaptasi dalam lingkungan masyarakat nantinya. Kedua, hal yang hilang dalam suasana belajar yang kondusif dan menarik ditampilkan kedua peran seorang guru dan siswa dalam proses pembelajaran, hal ini menjadi penting bahwa peran guru tidak hanya menyampaikan materi tetapi yang paling penting adalah proses mendidik etika dan moral baik, yang ini tidak mampu terlihat dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Dalam pembelajaran daring mungkin tersampaikan dengan baik dan tingkat keterserapan materi itu lumayan dengan dibantu teknologi yang kita kuasa sebagai pendidik, tetapi pendidikan itu tidak semata-mata menyampaikan materi pembelajaran, tetapi juga dibutuhkan bangunan emosional kedekatan antara guru dan siswa hal ini mungkin sesuai kajian psikologi pendidikan tentang adanya perubahan perilaku siswa setelah ada respon dari seorang guru. Banyak hal-hal yang penting yang tidak bisa tergantikan dengan pembelajaran daring. Hal inilah yang dinilai bahwa pembelajaran daring menurunkan tingkat interaksi sosial dan psikologi kedekatan siswa terhadap lingkungan pendidikan. Pengembangan nilai-nilai dalam diri siswa juga mengalami keterbatasan. Metode pembelajaran campuran atau kita kenal pada era sekarang dengan model hybrid learning ini, mengizinkan sebagian siswa belajar tatap muka di kelas dengan batasan jumlahnaya sesuai prokes yang diatur dan sebagian lagi tetap belajar via daring. Lalu, guru akan menjelaskan materi lewat layar sehingga siswa yang belajar daring pun bisa merasakan interaksi dan system ini dilakukan bergantian. Hal ini juga sejalan dari apa yang dijelaskan oleh pemerintah bahwa nantinya akan ada kesepakatan khusus mengenai hal tersebut di masa pandemi, termasuk hak dan kewajiban terkait pencegahan penularan wabah covid ini harus diterapkan cara yang baik agar mata rantai penyebaran covid juga mengalami penurunan. Pada saat pembelajaran model hybrid juga dilaksanakan dalam disekolah sebagai institusi penyelenggara pendidik harus matang merencanakan dan siswa juga harus mentaati aturan apabila ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kebijakan campuran ini sebenarnya sangat baik sekali, tetapi memang dituntut sebuah tanggung jawab dan kedisiplinan yang sangat luar biasa karena kita berhadapan dengan risiko pandemi yang tidak bisa diremehkan dan kekhawatiran terciptanya generasi SDM yang menurun kompetensi serta keahliannya semua itu menjadi ketakutan semua masyarakat Indonesia. Dalam pelaksanaannya, metode hybrid learning tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan. Namun, pada saat yang sama semua pihak juga harus berusaha dan melatih untuk beradaptasi dengan pandemi ini. Apabila model ini mampu dilaksanakan di negara ini setidaknya terjawab kegelisahan kita semua. Dalam pelaksanaan model ini ada beberapa manfaat utama yang dapat rasakan ketika menggunakan hybrid learning di institusi pendidikan. Lebih efektif dan efisien model hybrid pada saat ini dalam keadaan pandemi. Tidak bisa dipungkiri lagi untuk menjawab keadaan terlalu lamanya pembelajaran tidak bisa dilaksanakan di dalam kelas maka banyak dari kalangan pelajar menginginkan pembelajaran tatap muka maka solusinya dengan model Hybrid ini yaitu dengan cara pertemuan dengan tatapmuka terbatas dan daring secara bergantian diantara para pelajar. Setiap peserta didik memang memiliki cara belajar yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Model yang tepat yang dipikirkan oleh pemilik kebijakan serta para pendidik bagaimana cara agar pelaksaan pembelajaran bisa tatap muka tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan agar penyebaran covid ini terputus mata rantainya maka dengan cara hybrid ini dianggap yang paling efekti saat ini ketika level penularan covid sudah kecil. Karena model pembelajaran ini mampu penerapkan aturan jaga jarak karena para pelajar dibatasi di dalam ruang belajarnya. Dalam pengertian semua elemen pendidikan sama-sama kerja keras agar pelaksanaan pembelajaran melalui hybrid berjalan sesuai ketentuan yang sudah dibuat pemerintah serta masyarakat yang memiliki putra-putri yang belajar juga tidak ada rasa was-was terhadap penularan covid apabila sudah benar-benar menerapkan protocol kesehatan dengan baik dalam pelaksanaan pembelajaran. Paling penting juga dalam model pembelajaran hybrid ini tidak menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia bahkan akan mampu menjawab tantangan yang saat ini semua negara mengalaminya. KESIMPULAN Teori Pembelajaran Transformatif pemaknaan dan lingkup dalam pembelajaran IPS disekolah. Teori pembelajaran ini menjelaskan secara praktikal, adalah kesatuan proses, cara, dan tindakan untuk membuat seseorang belajar. Pembelajaran lahir dari proses interaksi antara peserta didik, pendidik, dan sumber belajar pada suatu kondisi dan lingkungan belajar. Untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif, situasi eksternal perlu diperhitungkan dan dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan prosesproses internal dalam belajar itu sendiri. Oleh karenanya, pembelajaran memiliki kedekatan dengan pengajaran yang dapat diartikan sebagai upaya sadar pendidik untuk membuat peserta didik belajar. Pada era pandemi ini dituntut pembelajaran harus terus berlangsung, maka berbagai upaya dilakukan oleh seluruh kelembagaan pendidikan. Salah satunya dikenalkan model pembelajaran yang paling efektif untuk menjawab permasalahan ini yaitu model pembelajaran hybrid learning. Hybrid learning adalah metode pembelajaran campuran, antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan. Hal ini merupakan upaya dari pemerintah untuk menyesuaikan dan menyiapkan diri untuk hidup berdampingan dengan pandemi. DAFTAR PUSTAKA Boyd, R. D. (1991). Personal Transformation in Small Group: A Jun-gian Perspective. London: Routledge. Boyd, R. D. dan G. J. Myers. (1988). Transformative Education. International Journal of Lifelong Education, Vol. 7(4), 261-284. Budinungsih, C. Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Cranton, P. (2005). Understanding and Promoting Transformative Learning. San Francisco: Jossey-Bass. Daloz, L. (1986). Effective Teaching and Mentoring: Realizing the Transformational Power of Adult Learning Experiences. San Francisco: Jossey-Bass. Dalyono, M. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Freire, P. (1973). Education for critical consciousness. New York, NY: Seabury Press. Hardika. (2012). Pembelajaran Transformatif Berbasis Learning How To Learn: Teori, Model, dan Implementasinya dalam Pembelajaran. Malang: UMM Press. Irwanto, Hendriaty, A., & Hestyanti, Y. R. (2001). Alternative education for disadvantaged youth in Indonesia. International Institute for Educational Planning/UNESCO. Diakses dari http://www.unesco.org/iiep. Mezirow, J. (1998). On critical reflection. Adult Wducation Quarterly, 48(3), 185-198 Mezirow, J. (2000). Learning as transformation: Critical perspectives on a theory in progress. San Francisco, CA: Jossey-Bass. Nuryanto, M. A. (2006). Education and social transformation: Investigating the influence and reception of Paulo Freire in Indonesia. (Doctor of Philosophy). McGill University, Canada. Retreived from http://www.collectionscanada.gc.ca. Rahyubi, H. 2012. Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik: Deskripsi dan Tinjauan Kritis. Cetakan I. Bandung: Nusa Media.