Asas-Asas Hukum Perdata Internasional tentang
Hukum Perjanjian
IDIK SAEFUL BAHRI, M.H.
Definisi Kontrak
Kontrak adalah persetujuan di antara 2 (dua) atau
lebih orang yang berisi sebuah janji atau janji-janji
yang bertimbal balik yang diakui berdasarkan hukum,
atau yang pelaksanaannya diakui sebagai suatu
kewajiban hukum.
Syarat Penting Perjanjian
Berdasarkan definisi tersebut orang dapat mengatakan
bahwa hal-hal esensial dari suatu kontrak adalah
adanya persetujuan (agreement) dan hak serta
kewajiban untuk melaksanakan sesuatu (contractual
rights and obligations).
Dalam Hukum Perdata Internasional, bidang hukum
kontrak merupakan salah satu bidang yang paling
pelik dan paling banyak menimbulkan kontroversi.
Mencari Hukum yang Berlaku
Untuk mencari hukum yang berlaku (applicble law)
dalam suatu kontrak yang mengandung unsur HPI
digunakan bantuan titik-titik pertalian atau titik taut
sekunder, diantaranya adalah pilihan hukum, tempat
ditandatanganinya kontrak, atau tempat
dilaksanakannya kontrak.
Titik Taut Sekunder
Pada prinsipnya hukum yang berlaku di dalam kontrak
yang mengandung unsur HPI tersebut adalah hukum yang
dipilih sendiri oleh para pihak (pilihan hukum). Jika
pilihan hukum tersebut tidak ditemukan dalam kontrak
yang bersangkutan, dapat digunakan bantuan titik-titik
taut sekunder lainnya, seperti:
a. Pilihan Hukum (choice of law) atau Asas Kebebasan Para
Pihak (Party Autonomy)
b. Pilihan Hukum Dengan Lex Mercantoria
c. Lex Loci Contractus
e. The Proper Law of a Contract
f. The Most Characteristic Connection
Pilihan Hukum (choice of law)
Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak maka para
pihak dalam suatu perjanjian atau kontrak bebas
menentukan isi dan bentuk suatu perjanjian,
termasuk untuk menentukan pilihan hukum.
Kemudian apa yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak tadi berlaku sebagai undang-undang bagi
keduabelah pihak dalam suatu kontrak.
Pilihan Hukum (choice of law)
Bila dalam suatu kontrak, termasuk kontrak
internasional terdapat klausula pilihan
hukum, maka hukum yang berlaku bagi kontrak
tersebut adalah hukum sebagaimana yang ditunjuk
dalam kontrak tersebut.
Pilihan Hukum (choice of law)
Pada dasarnya para pihak bebas untuk
melakukan pilihan hukum dengan mengingat
beberapa pembatasan :
a. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum;
b. Pilihan hukum tidak mengenai hukum yang bersifat
memaksa;
c. Pilihan hukum hanya dalam bidang perjanjian saja,
kecuali perjanjian kerja.
Lex Mercantoria
Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan yang
diterima secara umum dalam praktek perdagangan
internasional tanpa merujuk kepada suatu sistem
hukum nasional tertentu merupakan lex mercantoria.
Dengan demikian lex mercantoria merupakan
suatu norma yang bersifat otonom, suatu norma yang
berlaku di kalangan masyarakat bisnis.
Lex Mercantoria
Adapun elemen-elemen lex mercantoria adalah
sebagai berikut :
a. Peraturan-peraturan yang terdapat dalam
perjanjian-perjanjian internasional (treaties);
b. Hukum-hukum yang seragam (uniformed law)
seperti the United Nations Convention on Contract for
the International Sales of Goods;
Lex Mercantoria
c. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh
bangsa-bangsa pedagang di seluruh dunia, seperti asas
pacta sunt servanda;
d. Resolusi-resolusi Majelis Umum PBB;
e. Rekomendasi-rekomendasi dan kode-kode perilaku
(code of conduct) yang dikeluarkan lembaga-lembaga
internasional, seperti UNCITRAL dan UNIDROIT;
Lex Mercantoria
f. Kebiasaan-kebiasaan (customs and usages) yang
berlaku dalam bidang perdagangan, misalnya ICC
Incoterm, the Uniform Customs and Practices for
Documentary Credits, dan juga kontrak-kontrak
standar yang diterima secara universal; dan
g. Putusan-putusan arbitrase.
Lex Loci Contractus
Asas ini merupakan asas tertua yang dilandasi prinsip
locus regit actum.
Berdasarkan asas ini “the proper law of contract”
adalah hukum dari tempat pembuatan kontrak. Yang
dimaksud dengan “tempat pembuatan kontrak” dalam
konteks HPI adalah tempat dilaksanakannya
“tindakan terakhir” (last act) yang dibutuhkan untuk
terbentuknya kesepakatan (agreement).
Lex Loci Contractus
Di masa modern teori ini tampaknya sudah tidak
memadai lagi, terutama bila dikaitkan dengan
kontrak-kontrak yang diadakan antara pihak-pihak
yang tidak berhadapan satu sama lain.
Semakin banyak kontrak yang dibuat dengan bantuan
sarana komunikasi modern seperti telegram dan
facsimile, sehingga penentuan locus contractus
menjadi sulit dilakukan.
Lex Loci Contractus
Prinsip ini masih dapat digunakan untuk menetapkan
hukum yang berlaku terhadap transaksi maupun
perjanjian yang dibuat di pekan-pekan raya
perdagangan (trade fairs) internasional, dalam arti
bahwa sistem hukum dari tempat penyelenggaraan
pekan raya itulah yang dapat dianggap sebagai “the
proper law of the contract”.
Lex Loci Solutionis
Sebagai variasi terhadap teori lex loci contractus
dikemukakan pula adanya teori lex loci solutionis.
Menurut teori ini hukum yang berlaku bagi suatu
kontrak adalah tempat dimana kontrak tersebut
dilaksanakan.
Menurut Sudargo Gautama dalam praktek hukum
internasional umumnya diakui bahwa berbagai
peristiwa tertentu dipastikan oleh hukum yang
berlaku pada tempat pelaksanaan kontrak.
Lex Loci Solutionis
Dalam perkembangannya, ternyata asas lex loci solutionis
tidak selalu memberikan jalan keluar yang memuaskan,
terutama bila diterapkan pada kontrak-kontrak yang harus
dilaksanakan di berbagai tempat yang berbeda.
Ada kemungkinan bahwa kontrak itu dianggap sah di salah
satu tempat pelaksanaannya, namun dianggap tidak sah
atau ilegal di tempat pelaksanaan lainnya. Karena itu,
dalam praktek tidak menutup kemungkinan untuk
menundukkan bagian-bagian kontrak pada berbagai
sistem hukum yang berbeda, tetapi hal semacam itu
tampaknya akan menyulitkan pengadilan untuk
menyelesaikan perkara.
The Proper Law of a Contract
The proper law suatu kontrak adalah sistem hukum
yang dikehendaki oleh para pihak, atau jika kehendak
itu tidak dinyatakan dengan tegas atau tidak dapat
diketahui dari keadaan sekitarnya, maka proper law
bagi kontrak tersebut adalah sistem hukum
yang mempunyai kaitan yang paling erat dan nyata
dengan transaksi yang terjadi.
The Proper Law of a Contract
Konsep ‘proper law’ ini sebenarnya bertitik tolak dari
anggapan dasar bahwa setiap aspek dari sebuah
kontrak pasti terbentuk berdasarkan suatu sistem
hukum, walaupun tidak tertutup kemungkinan bahwa
berbagai aspek dari suatu kontrak diatur oleh
berbagai sistem hukum yang berbeda.
The Proper Law of a Contract
Dalam menetapkan hukum yang berlaku, pengadilan
Inggris menerapkan proper law. Proper Law ini dapat
diketahui dari kehendak para pihak yang mengadakan
perjanjian.
Jika para pihak tidak menyatakan secara tegas, maka
pengadilan akan mengadakan dugaan dari istilahistilah yang digunakan dalam perjanjian dan keadaan
sekitarnya.
The Proper Law of a Contract
Di sini yang diutamakan sebagai hukum yang berlaku
bagi sebuah kontrak yang tidak ada pilihan hukumnya
adalah hukum dari suatu negara di mana suatu
kontrak mempunyai hubungan yang paling erat dan
nyata dengan kontrak tersebut.
Dengan pandangan ini, maka tidak dapat diterima
penerapan kaidah-kaidah lex loci contractus
maupun lex loci solutionis yang terlalu kaku.
The Proper Law of a Contract
Dengan proper law ini hakim harus memperhatikan
semua unsur-unsur atau faktor-faktor subyektif dan
obyektif dalam kontrak yang bersangkutan guna
mengetahui titik berat dari kontrak yang
bersangkutan.
The Most Characteristic Connection
Dipelopori oleh Rabel dan A. Schnitzer, menurut teori
ini, sistem hukum yang seyogyanya menjadi the proper
law of contract adalah sistem hukum dari pihak yang
dianggap memberikan prestasi yang khas dalam suatu
jenis / bentuk kontrak tertentu.
The Most Characteristic Connection
Dalam teori ini kewajiban untuk melakukan suatu
prestasi yang paling karakteristik merupakan tolak
ukur penentuan hukum yang akan mengatur
perjanjian itu.
Dalam setip kontrak dapat dilihat pihak mana yang
melakukan prestasi yang paling karakteristik dan
hukum dari pihak yang melakukan prestasi yang
paling karakteristik ini adalah hukum yang dianggap
harus dipergunakan, karena hukum inilah yang
terberat dan sewajarnya dipergunakan.
The Most Characteristic Connection
Misalnya dalam perjanjian jual beli, maka pihak penjual
yang dianggap melakukan prestasi yang paling
karakteristik. Dalam perjanjian kredit Bank, maka pihak
Banklah yang dianggap mempunyai prestasi yang paling
karakteristik.
Demikian juga terhadap hubungan antara klien dengan
advokat, yang dititikberatkan dan dianggap paling
karakteristik adalah perbuatan-perbuatan hukum
dari advokat.