Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
ACARA I KARBOHIDRAT Disusun Oleh : Nurul Khozni Khoirina H0915060 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 ACARA I KARBOHIDRAT TUJUAN Tujuan dari praktikum Acara I Karbohidrat ini adalah: Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap disakarida (sukrosa) Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap monosakarida (glukosa) Mengetahui suhu gelatinisasi pati maizena dan pati tapioka TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Alat dan Bahan Glukosa ialah monomer dari karbohidrat. Glukosa dapat disintesis oleh tumbuhan hijau semasa proses fotosintesis. Glukosa termasuk monosakarida yang mempunyai rumus umum C6H12O6 yang disebut sebagai dekstrosa atau gula anggur. Tumbuh-tumbuhan menyimpan glukosa sebagai karbohidrat yang dinamai kanji dalam bijibijian seperti beras, jagung, barli dan sebagainya. Glukosa adalah suatu gula monosakarida yang merupakan salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut juga dekstrosa, terutama pada industri pangan. Hidrolisa karbohidrat dapat dilakukan dengan katalisator asam encer (HCl) karena glukosa stabil dalam keadaan asam. Karbohidrat dipanaskan dengan larutan asam pada suhu 80oC, maka pati akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasil akhirnya adalah glukosa (Edahwati, 2010). Glukosa adalah karbohidrat paling penting dalam tubuh manusia. Glukosa terbentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks termasuk pati, dekstrin. Glukosa ditemukan dalam darah dan memberikan energi untuk tubuh. Glukosa juga terbentuk dari pemecahan glikogen dalam tubuh. Fruktosa adalah gula pereduksi dan membentuk kristal osazon. Fruktosa ditemukan dalam buah dan juga ditemukan dalam madu. Fruktosa dapat diperoleh dalam tubuh dengan aksi sukrase pada sukrosa. Galaktosa juga merupakan gula pereduksi dan membentuk kristal berbentuk batang (Asif, 2011). Glukosa adalah gula sederhana (monosakarida) yang berfungsi sebagai sumber utama energi di dalam tubuh. Glukosa adalah gula utama yang dibuat tubuh. Tubuh membuat glukosa dari protein, lemak dan, terutama, karbohidrat. Glukosa dihantarkan ke setiap sel melalui aliran darah. Hasil ini mendukung hipotesis bahwa proses aturan generasi normatif menghasilkan pencocokan dalam percobaan terhadap sukrosa adalah fungsi ketersediaan glukosa (McMahon, 2010). Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gila pasir (sukrosa) dilaritkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 2008). Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan alpha-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah harus lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa memiliki karakteristik rantai relatif lurus, ikatannya α-(14) [beberapa α-(16)-], berat molekulnya <0,5 juta g/mol, dapat membentuk film yang kuat, struktur gel kuat, serta apabila diberi pewarna iodine akan menghasilkan warna biru. Sementara itu, amilopektin memiliki karakteristik rantai bercabang, ikatannya α-(14) dan α-(16), berat molekulnya 50-500 juta g/mol, membentuk film yang lemah, struktur gel lembek, dan apabila diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna coklat kemerahan (Winarno, 2008). Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent-nya. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peniingkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 550C sampai 650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakakn ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luarbiasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. (Winarno, 2008). Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas. Suhu gelatinisasi pada beras 68-78oC, tapioca 52-64oC. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan polarized microscope. Granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat ini disebut sifat birefringent. Pada waktu granula mulai pecah, sifat birefringent ini akan menghilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut Birefringent End Point Temperature (BEPT). BEPT pada beras: rendah 55-69oC, medium 70-74oC, dan tinggi 75-77oC (Winarno, 1992). Secara industri, pati telah menjadi bahan baku utama dalam produksi berbagai produk termasuk bioetanol. Kompleksitas pati dan keragaman industri berbasis pati serta permintaan yang luas untuk produk jadi berkualitas tinggi melalui pengolahan pati, hanya dapat dipenuhi melalui penggunaan berbagai pati dan α-glukan memodifikasi enzim (Kelly, 2009). Pati jagung dalam perdagangan disebut tepung maizena. Proses pembuatan pati meliputi perendaman, penggilingan kasar, pemisahan lembaga dan endosperm, pemisahan serat kasar dari pati dan gluten, pemisahan gluten dari pati, dan pengeringan pati. Tepung maizena dianggap baik mutunya untuk penggunaan normal biasanya mengandung 0,025-0,030% protein terlarut dengan protein total 0,35-0,45%. Tepung maizena biasa mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis pulut mengandung 95-99% amilopektin, sedangkan amilomaize hanya mengandung 20% amilopektin dan 80% amilosa. Penggunaan pati dalam makanan sangat terbatas, karena tidak tahan terhadap asam, suhu, dan shear. (Richana, 2006). Tepung tapioka merupakan tepung yang berasal dari umbi yang banyak digunakan di Indonesia. Tepung ini diproduksi dari umbi tanaman singkong, mengandung 90 persen pati berbasis berat kering. Tepung tapioka banyak digunakan untuk membuat makanan tradisional, seperti ongol-ongol, pempek, tiwul, dan tekwan. Dalam pengolahan pangan, aplikasinya adalah tepung tapioka dapat digunakan untuk memberi kekentalan pada waktu pemasakan yang singkat, tetapi kurang dapat memberikan kekentalan yang cukup pada produk yang dingin. Tepung tapioka memiliki viskositas puncak yang paling tinggi dan waktu gelatinisasi yang lebih cepat dibandingkan dengan tepung lainnya, tetapi memiliki viskositas suhu rendah (set-back) yang agak rendah. Sementara suhu terjadinya gelatinisasi pada tepung tapioka, tepung terigu dan tepung beras berturut-turut adalah pada 69,56ºC, 82,38ºC dan 85,39ºC. (Imanningsih, 2012). Tinjauan Teori Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Nama karbohidrat dipergunakan pada senyawa-senyawa tersebut, mengingat rumus empiris berupa CnH2nOn yaitu karbon yang mengalami hidratasi. Namun demikian nama ini sebenarnya kurang tepat karena hidrat (H2O) yang melekat pada gugus karbon bukanlah sebagai hidrat yang esebenarnya, misalnya tak dapat dipisahkan atau dikristalkan tersendiri yang terlepas dari gugusnya (Sudarmadji dkk, 2010). Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO2 dan H2O dengan pertolongan sinar matahari dan hijau daun (chlorophyll). Hasil fotosintesa ini kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman. Organisme yang dapat mensintesa biomolekul untuk keperluan hidupnya dari bahan-bahan anorganik (misalnya CO2 dan H2O) disebut organisme autotroph. Sedangkan mikroorganisme pada umumnya, hewan dan manusia yang hanya dapat mempergunakan hasil sintesa organisme autotroph untuk keperluan hidupnya disebut heterotroph. Karbohidrat ini merupakan sumber kalori atau makronutrien utama bagi organisme heterotroph. Sebagian lagi menjadi bahan utama sandang (misalnya serat kapas), industri (rami, rosela), bahan bangunan (kayu, bambu) atau bahan bakar (kayu bajar, seresah). Disamping sebagai sumber utama niokalori dalam bahan makanan, beberapa jenis karbohidrat dan turunannya (derivatnya) memegang peranan penting dalam teknologi makanan misalnya gum (arabic, karaya, guar) sebagai bahan pengental atau CMC (carboxymethycellulose) sebagai bahan penstabil dan banyak lagi sebagai bahan pemanis (sukrosa, glukosa, fruktosa) (Sudarmadji dkk, 2010). Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam. Polisakarida merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari banyak sekali satuan (unit) monosakarida. Jumlah polisakarida ini terdapat jauh lebih banyak daripada oligo maupun monosakarida. Sebagian dari polisakarida membentuk struktur tanaman yang tak dapat larut misalnya selulosa dan hemiselulosa. Sebagian lagi membentuk senyawa cadangan pangan berbentuk pati dalam tanaman atau glikogen pada sel-sel hewan. Karbohidrat cadangan pangan tersebut dapat larut dalam air hangat. Kelompok polisakarida lain berbentuk gum (atau gom), pektin, dan derivat-derivatnya. Bentuk yang paling umum dari oligosakarida adalah disakarida (terdiri dari dua unit monosakarida) yang terjadi dari proses kondensasi dua molekul monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida ini adalah sukrosa. Oligosakarida yang mengandung tiga, empat, atau lebih unit monosakarida sangat jarang di alam, meskipun dapat dijumpai dalam jumlah sedikit dalam dunia tanaman. Karena tidak digunakan sebagai bahan simpanan makanan, maka monosakarida juga terdapat sangat sedikit di alam. Bahan monosakarida yang terdapat dalam perdagangan umumnya dibuat melalui proses hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk makanan dan obat-obatan misalnya glukosa dan fruktosa sering dibuat dari jagung, ketela, dan lain-lain. Mono dari disakarida pada umumnya disebut gula-gula atau sugars. Mono dan disakarida memiliki rasa manis; oleh sebab itu golongan ini disebut gula. Glukosa (gula anggur) dan fruktosa (gula buah) adalah contoh monosakarida yang banyak dijumpai di alam. Sukrosa (gula tebum gula bit) dan laktosa (gula susu) adalah kelompok disakarida yang juga manis. Rasa manis dari gula-gula ini disebabkan oleh gugus hidroksilnya (Sudarmadji dkk, 2010). Sifat birefringence pati adalah sifat granula pati yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop polarisasi membentuk bidang berwarna biru dan kuning. Warna biru dan kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan indeks refraktif yang dipengaruhi oleh struktur molekuler amilosa dalam pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati. Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-masing pati. Tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan ukuran granula pati, tetapi suhu gelatinisasi mempunyai hubungan dengan kekompakan granula, kadar amilosa, dan amilopektin. Granula pati yang lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar. Pengamatan dengan DSC pada berbagai ukuran granula memperlihatkan nilai entalpi dan kisaran suhu gelatinisasi yang lebih rendah dari ukuran granula yang lebih besar Granula pati dapat menyerap air dan membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnyagugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air. Oleh karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Richana, 2006). Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi dapat menyerap air sampai 30% tanpa merusak struktur granula. Jika suspensi air pati dipanaskan akan terjadi pengembangan granula. Pada mulanya pengembangan granula bersifat reversibel, tetapi jika pemanasan telah mencapai suhu tertentu pengembangan granula menjadi irreversible dan terjadi perubahan struktur granula. Proses ini disebut gelatinisasi dan suhu dimana glatinisasi tersebut berlangsung disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati jagung berkisar 62 – 70oC (Koswara, 2009). METODOLOGI Alat Tabung reaksi Mikroskop Kaca preparat Termometer Pipet ukur 5 ml Pipet tetes Beaker glass 250 ml Beaker glass 500 ml Gelas ukur 100 ml Pengaduk pH Universal Penangas air Penjepit kayu Bahan Larutan sukrosa 5% Glukosa 0,1 M Tepung tapioka Tepung maizena NaOH 0,1 N Larutan HCl 0,1 N Aquades NaHCO3 kristal Benedict Larutan Iod Cara kerja Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Gula Sederhana 2 ml larutan sukrosa 5% Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa Pemasukkan ke dalam 3 tabung reaksi Penambahan HCl 0,1 N sebanyak 5 ml pada tabung 1 PenambahanNaOH 0,1 N sebanyak 5 ml pada tabung 2 Penambahan aquades sebanyak 5 ml pada tabung3 Sebanyak 5 ml Pemanasan sampai mendidih selama 2-3 menit (pemanasan I) Pengamatan perubahan warnanya Penambahan pada tabung ke-2 Kristal NaHCO3 Pemindahan sebanyak 2ml larutan dari masing-masing tabung pada dalam 3 tabung reaksi Penambahan pada setiap tabung lalu dipanaskan pada penangas air selama 5 menit (pemanasan II) 2ml pereaksi benedict Pengamatan perubahan warna atau endapan Gambar 1.1 Diagram Alir Percobaan Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa 5 ml glukosa 0,1 M Pengaruh Alkali dan Asam terhadap Glukosa Pemasukkan dalam 3 tabung reaksi Penambahan NaOH 0,1 N sebanyak 2 ml pada tabung 1 Penambahan HCl 0,1 N sebanyak 2 ml pada tabung 2 Penambahan akuades sebanyak 2 ml pada tabung 3 Sebanyak 2 ml Pemanasan sampai mendidih selama 2-3 menit Pengamatan perubahan warna Gambar 1.2 Diagram Alir Percobaan Pengaruh Alkali dan Asam terhadap Glukosa Pati tapoioka dan maizena Gelatinisasi Pati Pemasukan dalam 9 baker glass masing-masing 30 gram Penambahanan akuade suhu kamar, 40 ˚C, 50 ˚C, 60 ˚C, 65 ˚C, 70 ˚C, 75 ˚C, 80 ˚C, 85 ˚C masing-masing sebanyak 100ml Aquades suhu kamar, 40 ˚C, 50 ˚C, 60 ˚C, 65 ˚C, 70 ˚C, 75 ˚C, 80 ˚C, 85 ˚C Pengambilan 1 tetes larutan Pengolesan pada gelas benda, penambahan larutan iod 0,01 N dan penutupan dengan gelas penutup Pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x40 Gambar 1.3 Diagram Alir Percobaan Gelatinisasi Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1.1 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa Kelompok Larutan Pemanasan I Pemanasan II Awal Akhir Awal Akhir 7 Sukrosa + HCl 0,1 N Bening Bening Biru bening Merah Bata Sukrosa + NaOH 0,1 N Bening Bening Semburat Pink Biru bening Hijau kebiruan semburat merah Sukrosa + Aquades Bening Bening Biru bening Hijau kebiruan semburat merah Karbohidrat merupakan sumber utama dari energi yang dikonsumsi oleh tubuh manusia. Karbohidrat merupakan polihidroksi alkohol dengan gugus karbonil aktif yang terdiri dari aldehida atau keton grup. Monosakarida tidak dapat dihidrolisis menjadi lebih jauh sederhana. Disakarida dapat dihidrolisis menjadi dua monosakarida. Polisakarida terdiri dari homopolisakarida dan heteropolisakarida. Pati adalah bentuk penyimpanan glukosa dalam tubuh. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin. Pati berisi amilase (10-20%) dan amilopektin (80-90%). Pati memberikan warna biru dengan penambahan iod (Asif, et.al, 2011). Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam. Polisakarida merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari banyak sekali satuan (unit) monosakarida. Jumlah polisakarida ini terdapat jauh lebih banyak daripada oligo maupun monosakarida. Sebagian dari polisakarida membentuk struktur tanaman yang tak dapat larut misalnya selulosa dan hemiselulosa. Sebagian lagi membentuk senyawa cadangan pangan berbentuk pati dalam tanaman atau glikogen pada sel-sel hewan. Karbohidrat cadangan pangan tersebut dapat larut dalam air hangat. Kelompok polisakarida lain berbentuk gum (atau gom), pektin, dan derivat-derivatnya. Bentuk yang paling umum dari oligosakarida adalah disakarida (terdiri dari dua unit monosakarida) yang terjadi dari proses kondensasi dua molekul monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida ini adalah sukrosa. Oligosakarida yang mengandung tiga, empat, atau lebih unit monosakarida sangat jarang di alam, meskipun dapat dijumpai dalam jumlah sedikit dalam dunia tanaman. Karena tidak digunakan sebagai bahan simpanan makanan, maka monosakarida juga terdapat sangat sedikit di alam. Bahan monosakarida yang terdapat dalam perdagangan umumnya dibuat melalui proses hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk makanan dan obat-obatan misalnya glukosa dan fruktosa sering dibuat dari jagung, ketela, dan lain-lain. Mono dari disakarida pada umumnya disebut gula-gula atau sugars. Mono dan disakarida memiliki rasa manis; oleh sebab itu golongan ini disebut gula. Glukosa (gula anggur) dan fruktosa (gula buah) adalah contoh monosakarida yang banyak dijumpai di alam. Sukrosa (gula tebum gula bit) dan laktosa (gula susu) adalah kelompok disakarida yang juga manis. Rasa manis dari gula-gula ini disebabkan oleh gugus hidroksilnya (Sudarmadji dkk, 2010). Sukrosa adalah pemanis alami, secara tradisional, digunakan dalam makanan manusia yang menyenangkan karena rasa, nilai gizi dan produksi biaya rendah. Asam dan hidrolisis enzimatik telah diidentifikasi sebagai bahan kimia dan biokimia cara untuk inversi sukrosa (disakarida) menjadi glukosa dan fruktosa (monosakarida larut) (Claudia, 2004). Disakarida adalah Monosasakarida yang bergabung contohnya Sukrosa dan laktosa dengan rumus kimia C12H22O11(Shah, 2013). Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gila pasir (sukrosa) dilaritkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 2008). Menurut Winarno (2010), uji benedict digunakan untuk mengidentifikasi karbohidrat melalui reaksi gula pereduksi. Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas, dengan membentuk kupro oksida berwarna. Larutan benedict mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Uji benedict dilakukan pada suasana basa yang menyebabkan terjadinya transformasi isomerik. Pada suasana basa, reduksi ion Cu2+ dari CuSO4 oleh gula pereduksi akan berlangsung dengan cepat dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan merah bata. Pereaksi benedict terdiri dari logam Cu dan larutan basa kuat: RCOH + Cu2+2OH- RCOOH + Cu2O Berdasarkan hasil praktikum pada tabel 1.1, sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah sukrosa. Sukrosa merupakan disakarida yang jika dihidrolisis akan menghasilkan dua monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa (Lehninger, 1982). Berdasarkan tabel 1.1, pada larutan sukrosa yang ditambah HCl, pada pemanasan II menghasilkan perubahan warna menjadi merah bata dan terdapat endapan. Hal ini menunjukan pada larutan sukrosa yang ditambahkan dengan HCl bereaksi positif dengan larutan benedict. Dengan kata lain pada larutan sukrosa yang ditambahkan larutan HCl terdapat gula pereduksi didalamnya, yaitu hasil hidrolisis dari sukrosa menjadi monomer-monomernya. Berdasarkan hasil percobaan ini, sukrosa tidak stabil dalam keadaan asam. Sedangkan pada sampel NaOH 0,1 N pemanasan I, larutan ditambahkan kristal NaHCO3, warna larutannya dari bening tetap menjadi bening. . Warna awal larutan pada pemanasan II adalah biru bening dan warna akhir larutan adalah hijau kebiruan semburat merah. Hal ini menunjukan bahwa reaksi larutan sukrosa yang ditambah NaOH dengan benedict adalah negatif. Pada sampel aquades pemanasan I, larutan ditambahkan kristal NaHCO3, warna larutannya dari bening tetap menjadi bening. . Warna awal larutan pada pemanasan II adalah biru bening dan warna akhir larutan adalah hijau kebiruan semburat merah. Hal ini menunjukan bahwa reaksi larutan sukrosa yang ditambah aquades dengan benedict adalah negatif. Pada larutan sukrosa yang ditambahkan NaOH bereaksi negatif pada uji benedict, berarti pada larutan sukrosa yang ditambahkan NaOH, tidak terdapat gula sederhana yang dapat mereduksi larutan benedict. Hal ini menunjukan bahwa sukrosa masih berbentuh disakarida dan belum terhidrolisis menjadi monosakarida-monosakarida. Karena sukrosa merupakan disakarida, sehingga tidak dapat mereduksi Cu pada larutan benedict. Hal ini menandakan sukrosa cenderung stabil dalam suasana basa. Selain itu pada larutan sukrosa yang ditambahkan akuades menghasilkan perubahan warna yang sama dengan larutan sukrosa yang ditambahNaOH, hal ini menunjukan pada suasana pH netral sukrosa juga stabil. Tabel 1.2 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa Kelompok Larutan Pemanasan Warna Awal Warna Akhir 18 Glukosa+2 ml HCl 0,1 N Bening Bening Glukosa+2 ml NaOH 0,1 N Bening Kuning Glukosa+2 ml Aquades Bening Bening Monosakarida merupakan senyawa karbohidrat yang paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis lagi. Beberapa molekul monosakarida mengandung unsure nitrogen dan sulfur. Jika gugus karbonil pada ujung rantai monosakarida adalah turunan aldehid, maka monosakarida ini disebut aldosa. Dan bila gugusnya merupakan turunan keton, monosakarida ini disebut ketosa. Heksosa adalah zat manis, kristalin, dan larut yang terdapat dalam madu dan buah matang. Karbohidrat yang terhidrolisis dan menghasilkan heksosa adalah gula tebu, gula gandum, gula susu, pati, dan selulosa (Toha, 2001). Glukosa adalah karbohidrat paling penting dalam tubuh manusia. Glukosa terbentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks termasuk pati, dekstrin. Glukosa ditemukan dalam darah dan memberikan energi untuk tubuh. Glukosa juga terbentuk dari pemecahan glikogen dalam tubuh. Fruktosa adalah gula pereduksi dan membentuk kristal osazon. Fruktosa ditemukan dalam buah dan juga ditemukan dalam madu. Fruktosa dapat diperoleh dalam tubuh dengan aksi sukrase pada sukrosa. Galaktosa juga merupakan gula pereduksi dan membentuk kristal berbentuk batang (Asif, 2011). Tabel 1.2 ini merupakan data hasil praktikum yang telah dilakukan. Praktikum ini yaitu untuk menentukan pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa. Glukosa merupakan monosakarida yang mana tidak dapat dihidrolisis lagi menjadi senyawa yang lebih sederhana (Poedjiadi, 1994). Seperti yang diketahu bahwa NaOH merupakan basa kuat dan HCl merupakan asam kuat yang dimana penambahan kedua senyawa ini bertujuan untuk menyebabkan kondisi basa dan asam pada sampel. Sedangkan aquades relatif bersifat pH netral sehingga penambahannya tidak menyebabkan asam-basa pada sampel. Sampel yang digunakan yaitu larutan glukosa 0,1 M. Sampel dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi kemudian ditambahkan HCl (tabung pertama), NaOH (tabung kedua) dan Aquades (tabung ketiga). Setelah ditambahkan, maka dilakukan pemanasan hingga mendidih untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi. Sampel glukosa dengan penambahan HCl dan Aquades tidak mengalami perubahan warna setelah perlakuan pemanasan (tetap bening). Sampel glukosa dengan penambahan NaOH menghasilkan warna yang semula bening berubah menjadi kuning. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa tidak stabil pada keadaan basa ditandai dengan berubahnya warna setelah pemanasan, namun bersifat stabil pada keadaan asam dan netral. Hal ini sesuai dengan teori. Menurut Edahwati (2010), glukosa bersifat stabil dalam keadaan asam karena salah satu cara pembentukan glukosa yaitu dapat dikatalis dengan menggunakan asam. Tabel 1.3 Gelatinisasi Pati Tapioka dan Maizena pada Perbesaran 400x No. Kel. Sampel Gambar Keterangan 1. 7 Tapioka Suhu ruang Perbesaran: 10x40 Bentuk bulat Ukuran kecil-kecil Jaraknya rapat Granula belum pecah 2. 7 Tapioka suhu 45 oC Perbesaran: 10x40 Bentuk bulat Ukuran kecil-kecil Jaraknya rapat Granula belum pecah 3. 7 Tapioka pemanasan 50oC Perbesaran: 10x40 Bentuk bulat Ukuran kecil Jaraknya agak renggang Granula belum pecah 4. 7 tapioka pemanasan 60oC Perbesaran: 10x40 Bentuk bulat Ukuran kecil Jaraknya renggang Granula belum ada pecah 5. 7 Tapioka pemanasan 65oC Perbesaran: 10x40 Bentuk bulat Ukuran agak besar Jaraknya renggang Granula belum pecah 6. 7 Tapioka pemanasan 70oC Perbesaran: 10x40 Bentuk bulat Ukuran besar Jaraknya renggang Granula pecah 7. 7 Tapioka pemanasan 75oC Perbesaran: 10x40 Bentuk bulat Ukuran besar Jaraknya renggang Granula sudah pecah 8. 7 Tapioka pemanasan 80oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran besar Jaraknya renggang Granula sudah pecah 9. 7 Tapioka pemanasan 85oC Perbesaran: 10x40 Bentuk bulat tak beraturan Ukuran besar Jaraknya renggang Granula sudah pecah 10. 18 Maizena pemanasan kamar Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran kecil-kecil Jaraknya rapat Granula belum pecah 11. 18 Maizena pemanasan 45oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran keciltetapi lebih besar Jaraknya rapat agak renggang Granula belum pecah 12. 18 Maizena pemanasan 50oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran kecil Jaraknya agak renggang Granula belum pecah 13. 18 Maizena pemanasan 60oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran agak besar Jaraknya renggang Granula sudah ada yang pecah 14. 18 Maizena pemanasan 65oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran agak besar Jaraknya renggang Granula sudah pecah 15. 18 Maizena pemanasan 70oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran besar Jaraknya renggang Granula sudah pecah 16. 18 Maizena pemanasan 75oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran besar Jaraknya renggang Granula sudah pecah 17. 18 Maizena pemanasan 80oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran besar Jaraknya renggang Granula sudah pecah 18. 18 Maizena pemanasan 85 oC Perbesaran 10x40 Bentuk bulat Ukuran besar Jaraknya renggang Granula sudah pecah Tepung tapioka merupakan tepung yang berasal dari umbi yang banyak digunakan di Indonesia. Tepung ini diproduksi dari umbi tanaman singkong, mengandung 90 persen pati berbasis berat kering. Tepung tapioka banyak digunakan untuk membuat makanan tradisional, seperti ongol-ongol, pempek, tiwul, dan tekwan. Tepung tapioka memiliki viskositas puncak yang paling tinggi dan waktu gelatinisasi yang lebih cepat dibandingkan dengan tepung lainnya, tetapi memiliki viskositas suhu rendah (set-back) yang agak rendah. Sementara suhu terjadinya gelatinisasi pada tepung tapioka, tepung terigu dan tepung beras berturut-turut adalah pada 69,56ºC, 82,38ºC dan 85,39ºC. (Imanningsih, 2012). Pati jagung dalam perdagangan disebut tepung maizena. Proses pembuatan pati meliputi perendaman, penggilingan kasar, pemisahan lembaga dan endosperm, pemisahan serat kasar dari pati dan gluten, pemisahan gluten dari pati, dan pengeringan pati. Tepung maizena dianggap baik mutunya untuk penggunaan normal biasanya mengandung 0,025-0,030% protein terlarut dengan protein total 0,35-0,45%. Tepung maizena biasa mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis pulut mengandung 95-99% amilopektin, sedangkan amilomaize hanya mengandung 20% amilopektin dan 80% amilosa. Penggunaan pati dalam makanan sangat terbatas, karena tidak tahan terhadap asam, suhu, dan shear. (Richana, 2006). Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat birefringent-nya. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peniingkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 550C sampai 650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakakn ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luarbiasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. (Winarno, 2008). Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Dengan viskosimeter suhu gelatinasi dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62-70oC, beras 68-78oC, gandum 54,5-64oC, kentang 58-66oC, dan tapioka 52-64oC. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan polarized microscope. Granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat ini disebut sifat birefringent. Pada waktu granula mulai pecah, sifat birefringent ini akan menghilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut Birefringent End Point Temperature (BEPT). BEPT pada beras: rendah 55-69oC, medium 70-74oC, dan tinggi 75-77oC (Winarno, 2008). Selain konsentrasi, pembentukan gelatinisasi ini dipengaruhi oleh ph. Pembentukan gelatinisasi optimum pada ph 4-7. Bila ph terlalu tinggi, pembentukan akan semakin cepat tercapai tapi cepat turun lagi, sedangkan bila ph terlalu rendah terbentuknya gelatinisasi lambat dan apabila panas diteruskan, viskositas akan turun lagi. Pada ph 4-7 kecepatan pembentukan gelatinisasi lebih lambat daripada ph 10, tapi bila pemanasan diteruskan, viskositas tidak berubah (Winarno, 2008). Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar dengan struktur bercabang banyak dan membentuk double helix. Saat pati dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Di samping itu, perbedaan sifat gelatinisasi juga dikarenakan distribusi berat granula pati. Makin besar berat molekul, maka gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berat molekulnya lebih rendah. Penambahan 1% garam dapat menunda suhu puncak gelatinisasi dan meningkatkan suhu gelatinisasi secara bermakna. penambahan garam menyebabkan peningkatan suhu puncak gelatinisasi. Namun, penambahan protein cenderung akan menurunkan suhu puncak. Ada tidaknya air. Air digunakan untuk membuat pati tergelatinisasi dan juga untuk mendenaturasi protein, sehingga sebelum suhu gelatinisasi yang seharusnya terjadi, yakni pada suhu 76ºC (pada kontrol), air sudah digunakan seluruhnya (Imanningsih, 2012). Pada percobaan ketiga ini dilakukan pengamatan granula pati maizena dan tapioka setelah perlakuan suhu di bawah mikroskop. Sampel yang digunakan adalah tepung maizena dan tepung tapioka dengan perlakuan suhu yaitu suhu ruang, 45oC 50 oC, 60oC, 70oC, 75oC 80oC dan 85oC. Pada masing-masing perlakuan suhu ini diamati bentuk, ukuran, jarak dan kondisi granula patinya. Dapat dilihat pada tabel 1.3 bahwa granula pati tepung tapioka pada suhu kamar-65oC terus membesar dan jaraknya mulai merenggang. Sedangkan pada suhu 70oC granula pati tepung tapioca pecah dan jarak antar granula renggang, dan pada rentang suhu selanjutnya, kenampakan fisik pati semakin mengental. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu gelatinisasi pati tepung tapioka adalah diantara 70oC. Hal ini sesuai dengan teori karena menurut Imanningsih (2012), suhu gelatinisasi pati tepung tapioka yaitu 69,56oC. Sedangkan pada pati tepung maizena pada rentang suhu kamar-60oC granula pati semakin membesar ukurannya. Dan mulai menunjukkan aktivitas gelatinisasi pada suhu 65oC. Dapat disimpulkan bahwa suhu gelatinisasi pati tepung maizena berkisar pada suhu pemanasan 65oC. Hal ini telah sesuai dengan teori karena menurut Koswara (2009), suhu gelatinisasi tepung maizena berkisar 62 – 70oC. KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum Acara I Karbohidrat, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Sukrosa merupakan disakarida yang stabil pada keadaan basa namun tidak stabil pada keadaan asam. Glukosa merupakan monosakarida yang stabil pada keadaan asam namun tidak stabil pada keadaan basa. Suhu gelatinisasi pati tepung tapioka adalah 70oC, sedangkan pati tepung maizena adalah 65oC. Gelatinisasi pati adalah proses pemecahan ikatan molekul inter dari pati pada air dan suhu panas, yang menciptakan ikatan hidrogen (gugus hidrogen hidroksil dan oksigen) yang menambah kandungan airnya. Setiap pati memiliki suhu gelatinisasi yang berbeda-beda karena granula pati yang memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi akan membengkak lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki kandungan yang lebih rendah. DAFTAR PUSTAKA Asif, H. M.; Muhammad Akram; Tariq Saeed. 2011. Carbohydrates. International Research Journal of Biochemistry and Bioinformatics Vol. 1(1) pp. 001-005, February 2011. Claudia, Ana, dkk. 2004. Sucrose hydrolysis catalyzed by auto-immobilized invertase into intact cells of Cladosporium cladosporioides. Biochemical Engineering Journal. Vol. 17. No. 4-7. Hal: 873-880. Edahwati, Luluk. 2010. Perpindahan Massa Karbohidrat Menjadi Glukosa dari Buah Kersen dengan Proses Hidrolisis. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. Vol. 10. No. 1. Hal: 1-5. Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi beberapa Formulasi Tepung-Tepungan untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Panel Gizi Makan. Vol. 35. No. 1. Hal: 13-22. Kelly L., Pepper U. 2009. A survey of integral alpha-helical membrane proteins. Jurnal Struct Funct Genomics 10(4): 269-80 Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek) eBook Pangan. Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta. McMahon, J. Anthony., Matthew H. Scheel. 2010. Glucose Promotes Controlled Processing Matching, Maximizing, and Root Beer. Journal Judgment and Decision Making. Vol. 5 No. 6. Hal: 450–457. Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonsesia Press. Jakarta. Razak, Rahman Abd., Ni Ketut Sumarni., Basuki Rahmat. 2012. Optimalisasi Hidrolisis Sukrosa Menggunakan Resin Penukar Kation Tipe Sulfonat. Jurnal Natural Science. Vol. 1. No. 1. Hal: 119-131. Richana, Nur., Suarni. 2006. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. Bogor. Shah, Jinehi T Dan Ajit V Pandya. 2013. Estimation Of The Quantity Of Carbohydrate Content In Potato (Solanum Tuberosum). International Journal of Green and Herbal Chemistry, Vol. 2, No. 2, 285-288. Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono., Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Toha, Abdul Hamid A. 2001. Biokimia : Metabolisme Biomolekul. ALFABETA. Bandung. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. LAMPIRAN GAMBAR Gambar 1.1 Pati Tepung Tapioka dan Maizena Gambar 1.2 Pemanasan tepung maizena Gambar 1.3 larutan glukosa sebelum pemanasan Gambar 1.4 Larutan glukosa dan sukrosa setelah pemanasan 26