Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Macam macam putusan di peradilan agama dan hukumnya

2018, Peradilan agama

Tugas uas peradilan agama

Macam-Macam Putusan di Pengadilan Agama dan Akibat Hukumnya Nicko Setya Mandala Putra Pendahuluan Putusan secara umum berarti pernyataan hakim dalam sidang yang bisa berupa pemidanaan, putusan bebas, dan, lepas dari segala tuntutan. Produk hakim dalam persidangan ada 3 yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. Putusan adalah pernyataan hakim yang ditulis dan dibacakan pada saat sidang terbuka untuk umum sebagai hasil pemeriksaan perkara.Adapun berdasar UU nomer 7 tahun 1989 membahas tentang ruang lingkup peradilan agama.permasalahan yang akan diuraikan meliputi bentuk keputusan Peradilan Agama, hakim memutus perkara, putusan berdasarkan alasan yang cukup, autentikasi keputusan dan keputusan yang dapat dijalankan lebih dulu. Sistematika pembahasan disusun sedemikian rupa sehingga lebih sesuai dengan wawasan pengertian putusan.Disini penulis akan memberikan pengertian macam-macam putusan yang ada diperadilan agama,semoga dapat menambah wawasan dan ilmu untuk semua pembaca khususnya mahasiswa jurusan hukum yang sering mempelajari tentanh hal ini. B. Rumusan Masalah Apa yang dimaksud dengan putusan di Pengadilan Agama? Apa saja macam – macam putusan yang ada di Pengadilan Agama? Apa akibat hukum yang ditimbulkan dari sebuah putusan? C. Pembahasan Pengertian Putusan Putusan berasal dari bahasa Belanda yaitu “vonis” atau al qada’u dalam bahasa arab. Putusan termasuk produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang berlawanan dalam suatu perkara, yaitu “penggugat” dan”tergugat”. Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1991, hlm 203 Putusan bersifat mengikat kepada kedua belah pihak, dan putusan juga memiliki kekuatan pembuktian sehingga putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dieksekusi. Putusan harus diucapkan didalam persidangan yang terbuka untuk umum. Dan dengan diucapkannya putusan oleh Majelis Hakim maka hal itu menandakan telah berakhirnya suatu perkara, dan telah ditetapkan siapa yang benar dan siapa yang tidak benar. Akan tetapi ada juga putusan yang diucapkan ditengah – tengah persidangan (putusan sela), hal itu dikarenakan ada sebab lain. M Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm 159 Macam – macam Putusan di Pengadilan Agama Macam – macam produk putusan yakni : Menurut Jenisnya : Putusan Sela, yaitu putusan yang diucapkan oleh Majelis Hakim disela – sela persidangan atau sedang berlangsungnya persidangan dan sebelum putusan akhir, putusan sela tidak mengikat hakim. Pasal 48 dan pasal 332 Rv membedakan putusan sela, yakni : Putusan Praeparatoir, yaitu putusan sela guna mempersiapkan putusan akhir, tanpa ada pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir. (putusan atas penggabungan perkara dan menolak diundurkannya pemeriksaan saksi – saksi). Putusan Interlucotoir, putusan yang isinya memerintahkan pembuktian dan dapat mempengaruhi putusan akhir. (putusan untuk memeriksa saksi-saksi dan pemeriksaan setempat). Putusan Insidentil, putusan atas suatu perselisihan yang tidak begitu mempengaruhi atau berhubungan dengan pokok perkara. (campur tangan pihak ketiga dan penetapan sita). Putusan Provisi, putusan yang menjawab tuntutan provisionil, yaitu permintaan para pihak yang bersangkutan agar untuk sementara diadakan tindakan pendahuluan. (perkara gugat cerai atas kelalaian menafkahi, harus membayarnya terlebih dahulu karena untuk memenuhi kebutuhan hidup yang telah dilalaikan sang suami). Putusan sela ini tidak dapat dilakukan upaya banding, karena hanya disela – sela persidangan dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap bila ingin diajukan upaya hukum. Dapat diajukan bila mana sudah ada putusan akhir. Putusan Akhir, yaitu putusan yang diucapkan oleh Majelis Hakim diakhir persidangan, dan hal tersebut menandakan berakhirnya perkara dan telah memiliki kekuatan hukum tetap dan sudah dapat dilakukan eksekusi. MA RI dengan Surat Edaran Nomor 5 tahun 1959 dan Nomor 1 tahun 1962 tanggal 7 maret 1962, menginstruksikan agar pada waktu putusan diucapkan, konsep putusan harus sudah selesai dibuat. Dan jika ada perbedaan antara ucapan hakim dengan yang ditulis, maka yang sah adalah yang diucapkan dipersidangan yang terbuka untuk umum. H Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan Agama, Kencana Prenada Group, Jakarta, 2005, hlm 307-308 Menurut sifatnya : Putusan Declaratoir, yaitu putusan yang bersifat menyatakan dan menerangkan keadaan atau status hukum. Misalnya pernyataan adanya hubungan suami istri dalam perkara perceraian yang perkawinannya tidak dicatatkan dicatatan sipil atau pegawai pencatatan nikah setempat. Putusan Constitutif, yaitu yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum yang baru. Misalnya putusan perceraian yang semula terikat perkawinan, karena putusan ini menjadi meniadakan status perkawinannya atau sudah resmi cerai. Putusan Condemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum pada salah satu pihak. Misalnya menghukum tergugat untuk menyerahkan tanah yang akan dibagi dalam kewarisan. Dan dalam putusan ini isi putusannya dapat berupa : Gugatan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verlaard), karena : - Gugatan kabur atau tidak jelas (Obscuur libel) , tergugat tidak jelas keberadaannya atau tidak diketauhi. - Gugatan tidak berdasar hukum, isi gugatan tidak berdasarkan hukum atau melawan hak tergugat. - Gugatan prematur, perkara tersebut belum saat nya untuk dilakukan penggugatan. - Gugatan nebis in idem, yaitu seseorang tidak boleh digugat dua kali dengan perkara yang sama atau yang sudah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap. - Gugatan error persona, yaitu gugatan yang salah ditujukan pada seseorang yang itu bukan tergugat. - Gugatan kadaluarsa, yaitu perkara gugatan yang telah habis masa gugatnya dan tidak boleh digugat. - Pengadilan tidak berwenang, hal ini berkaitan dengan kewenangan Absolut Pengadilan. Gugatan dikabulkan Gugatan dikabulkan apabila penggugat dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan dalil – dalil dari apa yang digugatnya, dan gugatan dapat dikabulkan sebagian atau seluruh, tergantung pembuktian dan dalil – dalil yang dibuktikan penggugat. Gugatan ditolak Gugatan ditolak apabila penggugat tidak dapat membuktikan secara sah dan tidak dapat meyakinkan dalil – dalil dari apa yang digugatnya, hal ini kebalikan dari gugatan dikabulkan. Gugatan digugurkan Gugatan digugurkan apabila penggugat tidak hadir dalam persidangan dengan telah dipanggil secara resmi dan terhormat, namun juga tidak hadir maka perkara atau gugatannya gugur. Gugatan dibatalkan Gugatan dibatalkan apabila panjar biaya perkara telah habis dan penggugat telah ditegur supaya membayar biaya panjar perkara, dan apabila dalam tenggang waktu 1 bulan tidak diindahkan maka dibuat penetapan perkara gugatan dibatalkan dengan membebankan biaya perkara kepada penggugat. Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama (Dilengkapi Contoh Surat – Surat Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama), CV Mandar Maju, Bandung, 2018, hlm 161-163 Dalam hal memutus suatu perkara Pengadilan harus membuat isi putusannya, berikut apa-apa saja yang harus ada didalamnya : Kepala Putusan, yang harus ada dalam kepala putusan yakni meliputi “Putusan” kemudian kalimat “Bismillahirahmanirrahim”dan “Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan yang Maha Esa”. Nama Pengadilan dan jenis perkara, Pengadilan mana yang memeriksa dan perkara apa yang sedang diperiksa. Identitas Para Pihak, yakni mencantumkan : Nama, Umur, Alamat, Agama, dan dipertegas dengan status sebagai Tergugat dan Penggugat. Duduk Perkara, yakni memuat tentang : uraian lengkap isi gugatan, pernyataan sidang dihadiri para pihak, pernyataan upaya perdamaian, uraian jawaban tergugat, uraian replik, uraian duplik, uraian kesimpulan para pihak, pembuktian para pihak. Pertimbangan Hukum, yakni berisi tentang penilaian hakim atas semua bukti-bukti yang ada baik tertulis maupun lisan dan dari saksi-saksi yang bersangkutan dengan perkara yang sedang berlangsung. Amar Putusan, biasanya didahulukan dengan kata “MENGADILI” kemudian diikuti dengan ptitum berdasar pertimbangan hukum dan hal-hal yang dikabulkan dan yang ditolak. Penutup, Membuat kapan putusan itu dijatuhkan dan dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Ibid hlm 163-164 Akibat Hukum Yang Timbul Dari Sebuah Putusan Kekuatan Mengikat Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap pasti bersifat mengikat atau disebut juga “res judicata proveirate habitur”artinya yakni putusan yang pasti dengan sendirinya memikat, apa yang diputus oleh hakim dianggap benar dan pihak-pihak yang berperkara berkewajiban untuk memenuhi isi putusan tersebut. Putusan pengadilan untuk menyelesaikan perselisihan antara mereka sebagaimana yang mereka kehendaki. Pihak-pihak yang berperkara itu harus tunduk dan patuh kepada putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan. Sifat mengikat dari sebuah putusan itu bertujuan untuk menetapkan suatu hak atau suatu hubungan hukum antar pihak-pihak yang berperkara. Kekuatan Pembuktian Dan sebagaimana yang telah dikatakan diawal bahwa putusan harus dibuat secara tertulis, tujuannya adalah untuk dapat dipergunakan sebagai alat bukti untuk para pihak yang akan melakukan upaya hukum lagi (banding dan kasasi). Putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti sah (Bewijs, evidence) oleh pihak-pihak yang berperkara sepanjang mengenai peristiwa yang telah ditetapkan dalam putusan tersebut. Karena putusan hakim ini dibuat secara konkret dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Kekuatan Eksekutorial Putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap pasti mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan (executionay power) bagi pihak yang dinyatakan kalah berkewajiban melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, dan jika kiranya tidak bersedia maka akan dilakukan secara paksa oleh pengadilan. Putusan eksekutorial dapat dilaksanakan apabila ada titel eksekutorial dalam tulisan putusannya yang berbunyi “Demi Keadilan Tuhan Yang Maha Esa” baru bisa dilaksanakan, dan apa bila tidak ada maka tidak bisa dilaksanakan putusan eksekutorial. Hal tersebut sesuai bunyi pasal 4 ayat (1) UU No 14 Tahun 1970 jo, pasal 57 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989. Dan hanya putusan yang bersifat condemnatoir saja yang memerlukan eksekusi, sedangkan putusan yang bersifat declaratoir dan constitutif tidak memerlukan eksekusi. H Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan Agama, Kencana Prenada Group, Jakarta, 2005, hlm 309-310 D. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan sebagaimana tersebut di atas maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Putusan adalah suatu produk Pengadilan Agama yang berupa ketetapan hukum yang sah, yang lahir dari jenis perkara gugatan karena ada dua pihak yang berlawanan, yakni penggugat dan tergugat. Putusan yang sah haruslah diucapkan oleh majelis hakim dalam sidang nya yang terbuka untuk umum (kecuali perkara perceraian). Putusan juga menandakan bahwa suatu perkara tersebut sudah diadili, namun masih bisa melakukan upaya hukum yang lebih tinggi. Ada juga putusan yang diputus oleh hakim pada sela – sela persidangan karena suatu hal, oleh karena itu disebut putusan sela. 2. Macam – macam putusan, berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua yakni putusan sela dan putusan akhir. Putusan sela adalah keputusan yang diambil oleh majelis hakim untuk menunda sidang untuk sementara karena suatu alasan yang berkaitan dengan kewenangan baik relatif maupun absolut pengadilan. Putusan sela juga dibagi lagi menjadi beberapa bagian tergantung jenis perkaranya. Sedangkan yang kedua yakni putusan akhir, putusan akhir yaitu putusan yang diucapkan oleh majelis hakim diakhir persidangan guna memutus dan mengadili suatu perkara atau bisa disebut juga keputusan final, yang nantinya memiliki kekuatan hukum tetap. Putusan akhir dapat dilakukan upaya hukum lagi apabila pihak yang berperkara tidak puas dengan keputusan akhir tersebut. Selanjutnya berdasarkan sifatnya dibagi menjadi tiga, pertama Putusan Declaratoir, yaitu putusan yang bersifat menyatakan dan menerangkan keadaan atau status hukum. Yang kedua Putusan Constitutif, yaitu yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum yang baru. Yang ketiga Putusan Condemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum pada salah satu pihak. Dan untuk putusan Condemnatoir dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian tergantung subyek yang berperkara. 3. Kekuatan hukum dari suatu putusan dipengadilan dapat dibagi menjadi tiga yakni, Mengikat. Yaitu keputusan tersebut mengikat kedua belah pihak yang berperkara dan hanya pada mereka saja putusan itu berlaku. Yang kedua Kekuatan Pembuktian, yaitu bila terjadi suatu perkara lagi dan masih ada kaitannya dengan perkara pertama yang telah diputus, maka putusan tersebut dapat dijadikan bukti kuat yang sah dimata hukum guna melakukan pembuktian atas perkara yang disedang dilakukan pembuktian. Dan yang ketiga adalah kekuatan eksekutorial, kekuatan eksekutorial dari sebuah putusan dapat mengeksekusi pihak yang kalah dalam perkara yang telah diputus oleh majelis hakim. Dan bagi pihak yang kalah harus patuh terhadap apa yang dieksekusikan padanya. DAFTAR PUSTAKA A. Rasyid, Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1991. Bintania , Aris, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al Qadha, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012. Fauzan , M, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005. Manan , H Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan Agama, Kencana Prenada Group, Jakarta, 2005. Wahyudi , Abdullah Tri, Hukum Acara Peradilan Agama (Dilengkapi Contoh Surat – Surat Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama), CV Mandar Maju, Bandung, 2018. 10