Kajian Ruang Budaya Nyadran Sebagai Entitas Budaya
Nelayan Kupang di Desa Balongdowo - Sidoarjo
Faizal Ardiansyah Sangadji1 , Jenny Ernawati2 dan Agung Murti Nugroho3
1
Jurusan Arsitektur Lingkungan Binaan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
2 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Alamat Email : burdhie@yahoo.com
ABSTRAK
Desa Balongdowo Kecamatan Candi merupakan lokasi sentra permukiman nelayan
kerang kupang yang terdapat di Kabupaten Sidoarjo. Setiap tahun menjelang bulan
puasa masyarakat nelayan kupang melaksanakan tradisi budaya Nyadran yang menjadi
ruang budaya mereka. Kajian ruang budaya dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif dan didukung dengan observasi perilaku-lingkungan dan teori pembentukan
ruang budaya. Hasil ruang-ruang budaya yang terbentuk dipengaruhi oleh tradisi
budaya Nyadran mulai dari tahapan persiapan, pemberangkatan, pembuangan seekor
ayam, larung sesaji, ziarah ke makam Dewi Sekardadu, peragaan pencarian kupang, dan
penutup.
Kata kunci: ruang budaya, Nyadran, nelayan kupang, Balongdowo
ABSTRACT
Balongdowo village Candi region is the location of the center of mussel shells fishing
settlement located in Sidoarjo. Every year before the fasting month mussel fishing
communities implement Nyadran cultural traditions that became their cultural space. Study of
cultural space is done by using qualitative methods and supported by observation of behavior environment and theory formation of cultural space. Results spaces formed culture is
influenced by cultural traditions Nyadran ranging from the preparation stage, the departure,
the disposal of a chicken , float an offering, a pilgrimage to the tomb of the Goddess Sekardadu,
search demonstration mussel, and cover .
Keywords : cultural space, Nyadran, mussel fishermen, Balongdowo
1.
Pendahuluan
Manusia dan lingkungan mempunyai keterikatan satu sama lain. Karena itu, setiap
manusia dan lingkungannya juga saling mempengaruhi. Karena lingkungan bukan hanya
sebagai wadah manusia beraktifitas, melainkan juga menjadi bagian integral dari pola
perilaku manusia (Lauren, 2004: 45).
Kehadiran manusia telah menciptakan ruang hidup pada lingkungan tempat tinggalnya
dan alam sekitarnya (Amri,2013). Asriany (2012) berpendapat bahwa dalam hal psikologis,
arsitektur memahami ruang sebagai locus terjadinya percampuran, pertemuan, atau bahkan
pertempuran beragam kepentingan (needs) dan keinginan (wants) manusia.
Sekelompok manusia atau masyarakat yang bermukim di daerah pesisir umumnya
bermata pencaharian sebagai nelayan karena selain lingkungan dapat mempengaruhi
perilaku masyarakatnya dan juga karena umumnya manusia menempatkan lingkungan
tempat tinggalnya berdekatan dengan tempat penghidupan mereka sehingga dapat
mendukung peri kehidupan mereka.
Permukiman di Desa Balongdowo Kecamatan Candi merupakan salah satu diantara
permukiman wilayah pesisir di Kabupaten Sidoarjo dan merupakan wilayah sentra
permukiman nelayan tradisional dengan komoditasnya adalah kerang kupang.
Setiap tahun sebelum bulan puasa atau bulan ruwah (kalender Jawa), masyarakat
nelayan kupang di Desa Balongdowo melaksanakan tradisi budaya yang biasa disebut
Nyadran sebagai ungkapan syukur masyarakat nelayan atas hasil yang telah mereka peroleh.
Tradisi budaya Nyadran merupakan agenda rutin masyarakat nelayan kupang di Desa
Balongdowo setiap menjelang bulan puasa dan menjadi agenda resmi Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo yang dalam pelaksanaannya banyak menggunakan ruang terbuka
sehingga penggunaan fasilitas umum menjadi bagian dari tempat pelaksanaan acara
tersebut.
Rencana Tata Ruang Wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo periode tahun
2009 – 2029 terdapat kebijakan untuk mengembangkan ekonomi pesisir, mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga mempertahankan fungsi kawasan. Dalam sistem
dan fungsi perwilayahan di Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Candi menjadi pusat
pertumbuhan dan mempunyai fungsi utama adalah kawasan budidaya perikanan dan
pariwisata yang rencananya akan dikembangkan fasilitas transportasi air, fasilitas
pariwisata, terminal, balai penelitian untuk skala lokal dan regional.
Mengacu pada latar belakang tersebut, maka kajian ini bertujuan mendeskripsikan dan
menggambarkan ruang budaya yang terbentuk pada saat pelaksanaan tradisi budaya
Nyadran.
Bagi masyarakat Desa Balongdowo dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo melalui
kajian ini diharapkan dapat melihat potensi yang dimiliki Desa Balongdowo sehingga dapat
membangun dan mengembangkan wilayah menjadi permukiman yang berkelanjutan. Selain
itu kajian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya, terutama pada
Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.
2.
Metode
Metode dalam kajian ini adalah metode kualitatif sehingga dapat menyajikan
gambaran yang lengkap mengenai obyek kajian dengan mendeskripsikan aktifitas yang
dilakukan dan menggambarkan setting lokasi pelaksanaan tradisi budaya Nyadran. Sebagai
pendukung kajian digunakan metode observasi perilaku-lingkungan sebagai metode
pengumpulan data dan teori pembentuk ruang kebudayaan sebagai metode analisis data.
3.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan pada Instrumen Pendataan Profil Desa yang diterbitkan oleh Badan
Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sidoarjo tahun
2011, didapatkan keterangan bahwa Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten
Sidoarjo memiliki luas wilayah sebesar 150,478 hektare. Jumlah penduduk tahun 2011
adalah 7.049 jiwa terdiri atas jumlah laki-laki 3.679 jiwa dan jumlah perempuan 3.370 jiwa.
Sebagian besar warga desa Balongdowo bermatapencaharian sebagai nelayan sekitar 75%
jumlah penduduk dengan komoditas utama berupa kupang yang merupakan salah satu ikon
kuliner khas dari Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan sebagian kecil lainnya berprofesi sebagai
petani, pegawai negeri, guru, dan pedagang.
Gambar 1. Wilayah Desa Balongdowo, Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.
(Sumber : Citra Satelit, Data Peta @2013 Google)
Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo terdiri atas 5 dusun, antara
lain yaitu: Dusun Tempel di bagian Utara, Dusun Banjarsari di bagian Utara, Dusun Meduran
di bagian Selatan, Dusun Picis di bagian Tenggara, dan Dusun Balongdowo di bagian Tengah.
Sedangkan batas-batas desa antara lain yaitu: sebelah utara dengan Desa Klurak Kecamatan
Candi, sebelah selatan dengan Desa Putat Kecamatan Tanggulangin, sebelah timur dengan
Desa Kedung Banteng Kecamatan Tanggulangin, dan sebelah barat dengan Desa Balong
Gabus Kecamatan Candi.
Gambar 2. Mata pencaharian mayoritas Desa Balongdowo sebagai nelayan kupang.
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Sejarah tradisi budaya Nyadran masyarakat nelayan kupang di Desa Balongdowo
bermula dari ditemukannya jasad Putri Ayu Dewi Sekardadu (ibunda Sunan Giri) oleh
nelayan Balongdowo yang digotong ramai-ramai oleh ikan keting di daerah yang akhirnya
dikenal dengan Dusun Kepetingan yang terletak di Desa Sawohan Kecamatan Buduran
Kabupaten Sidoarjo. Anang Ma’ruf
, Nyadran sejatinya adalah upacara ritual petik
laut ke makam Dewi Sekardadu yang terletak di Dusun Kepetingan Desa Sawohan
Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo .
Gambar 3. Lokasi makam Dewi Sekardadu Dusun Kepetingan, Desa Sawohan, Kecamatan
Buduran Kabupaten Sidoarjo.
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Pada tahun 2014, pelaksanaan tradisi budaya Nyadran jatuh tepatnya pada hari
Minggu tanggal 8 Juni 2014. Secara umum dalam pelaksanaannya tradisi budaya Nyadran
terbagi dalam 7 (tujuh) tahapan yaitu persiapan, pemberangkatan, pembuangan seekor
ayam (barangan), larung sesajen, ziarah makam Dewi Sekardadu, peragaan pencarian
kupang, dan pulang.
Gambar 4. Tahapan pelaksanaan pada tradisi budaya Nyadran. Tahap persiapan dan tahap
pemberangkatan dilakukan dalam wilayah Desa Balongdowo, sedangkan tahapan lainnya
dilakukan diluar wilayah Desa Balongdowo. Tahap pulang merupakan perjalanan pulang
dari pelaksanaan tradisi budaya Nyadran.
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
1.
Tahapan persiapan merupakan aktifitas yang dilakukan setiap masyarakat nelayan
kupang di Desa Balongdowo dalam rangka mempersiapkan diri untuk mengikuti acara
tradisi Nyadran. Mulai dari mempersiapkan bekal makanan, sesajen, menghias perahu,
hingga menyiapkan sound system termasuk dalam tahapan persiapan.
Tabel 1. Observasi Perilaku-Lingkungan pada tahap persiapan pada tradisi budaya
Nyadran.
NO
URAIAN OBSERVASI
HASIL OBSERVASI PERILAKU-LINGKUNGAN
1.
Who is (pelaku yang diamati).
Masyarakat nelayan yang turut melaksanakan tradisi budaya Nyadran.
2.
Doing what (aktifitas yang dilakukan).
1.
2.
3.
4.
Memasak bekal.
Penataan sesaji.
Memasak tumpeng.
Menghias perahu.
3.
With whom (siapa yang terlibat).
1.
2.
3.
4.
Keluarga atau tetangga yang turut dalam satu perahu.
Keluarga atau tetangga yang turut dalam satu perahu.
Keluarga atau tetangga yang turut dalam satu perahu.
Keluarga atau tetangga yang turut dalam satu perahu.
4.
In what relationship (hubungan antara pelaku
dengan yang terlibat).
1.
2.
3.
4.
Peserta acara Nyadran dalam satu perahu.
Peserta acara Nyadran dalam satu perahu.
Peserta acara Nyadran dalam satu perahu.
Peserta acara Nyadran dalam satu perahu.
5.
In what context (situasi pengamatan)
1.
2.
3.
4.
Memasak bekal yang akan dimakan dalam perjalanan ritual Nyadran.
Menata sesaji yang akan diserahkan pada saat ziarah ke makam Dewi Sekardadu.
Memasak tumpeng yang akan menjadi simbol dimulainya ritual budaya Nyadran.
Mempersiapkan perahu yang akan digunakan dalam mengikuti ritual budaya
Nyadran.
6.
Where (tempat pengamatan)
1.
2.
3.
4.
Ruang Mikro dan bersifat semi publik (dapur dan teras rumah).
Ruang Mikro dan bersifat semi publik (teras rumah).
Ruang Mikro dan bersifat privat (dapur).
Ruang Meso dan bersifat publik (bantaran sungai).
Mengacu pada tabel 1. maka dapat diperhatikan gambar setting-nya pada gambar 5. dan
gambar 6. sebagai berikut.
Gambar 5. Setting ruang pada tahapan persiapan (memasak bekal pada teras dan menghias
perahu di bantaran sungai).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Gambar 6. Setting ruang pada tahapan persiapan (pembuatan tumpeng yang kemudian
dibawa ke balai desa).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Hasil analisa pembentuk ruang kebudayaan yang terjadi pada tahap persiapan adalah
Adanya masyarakat yang menarik perhatian dalam aktifitas tertentu dan mempunyai
suara yang terlihat pada persiapan perahu dan pemasangan sound system pada perahu.
2. Tahapan pemberangkatan merupakan tahapan yang dilaksanakan meliputi iring-iringan
tumpeng mulai dari balai desa sampai dengan dermaga tempat pemberangkatan. Setelah
acara pemberangkatan dilakukan barulah para perahu peserta Nyadran memulai
perjalanannya sejauh 12 kilometer menuju muara laut.
Gambar 7. Tahapan Pemberangkatan.
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Tabel 2. Observasi Perilaku-Lingkungan pada tahap pemberangkatan pada tradisi
budaya Nyadran.
NO
URAIAN OBSERVASI
HASIL OBSERVASI PERILAKU-LINGKUNGAN
1.
Who is (pelaku yang diamati).
Masyarakat nelayan yang turut melaksanakan tradisi budaya Nyadran.
2.
Doing what (aktifitas yang dilakukan).
1. Iring-iringan tumpeng.
2. Berdoa bersama.
3. Pemotongan tumpeng.
3.
With whom (siapa yang terlibat).
1. Perangkat Desa Balongdowo, drum band TK.Dharma Wanita, Kelompok Hadrah.
2. Kepala Desa, Perangkat Desa, Ketua Nelayan, masyarakat nelayan.
3. Kepala Desa, Perangkat Desa, Ketua Nelayan.
4.
In what relationship (hubungan antara pelaku
dengan yang terlibat).
5.
In what context (situasi pengamatan)
6.
Where (tempat pengamatan)
1. Warga Desa Balongdowo dalam mendukung pelaksanaan ritual Nyadran.
2. Penyelenggara dan peserta acara ritual Nyadran.
3. Penyelenggara dan peserta acara ritual Nyadran.
1. Memeriahkan pelaksanaan ritual Nyadran.
2. Ritual pertama dalam ritual Nyadran.
3. Simbol dimulainya ritual budaya Nyadran.
1. Ruang Meso dan bersifat publik (dari Balai Desa menuju tempat pemberangkatan).
2. Ruang Meso dan bersifat publik (dermaga tempat pemberangkatan ritual Nyadran).
3. Ruang Meso dan bersifat publik (dermaga tempat pemberangkatan ritual Nyadran).
Mengacu pada tabel 2. maka dapat diperhatikan gambar setting-nya pada gambar 8.
sebagai berikut.
Gambar 8. Setting ruang pada tahapan pemberangkatan (iring-iringan tumpeng dari balai
desa menuju dermaga pemberangkatan kemudian berdoa bersama dan pemotongan
tumpeng).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Hasil analisa pembentuk ruang kebudayaan yang terjadi pada tahapan pemberangkatan
adalah sebagai berikut: lokasi (dermaga); mempunyai suara (proses iring-iringan
tumpeng dari balai desa dan proses berdoa bersama); Adanya masyarakat yang menarik
perhatian dalam aktifitas tertentu (iring-iringan tumpeng dari balai desa, berdoa
bersama, pemotongan tumpeng).
3. Tahapan pembuangan seekor ayam (barangan), merupakan salah satu tahapan ritual
Nyadran yang dilakukan pada muara sungai pecabean dengan tujuan untuk menghindari
malapetaka atau bencana bagi pengikut acara ritual Nyadran khususnya anak balita agar
tidak kesurupan melalui pembuangan seekor ayam hidup ke sungai. Proses pembuangan
ayam tersebut dikenal dengan barangan.
Gambar 9. Tahapan pembuangan seekor ayam (barangan).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Tabel 3. Observasi Perilaku-Lingkungan pada tahap pembuangan seekor ayam
(barangan) pada tradisi budaya Nyadran.
NO
URAIAN OBSERVASI
HASIL OBSERVASI PERILAKU-LINGKUNGAN
1.
Who is (pelaku yang diamati).
Masyarakat nelayan yang turut melaksanakan tradisi budaya Nyadran.
2.
Doing what (aktifitas yang dilakukan).
1. Pembuangan seekor ayam.
3.
With whom (siapa yang terlibat).
1. Perahu peserta tradisi budaya Nyadran yang membawa balita.
4.
In what relationship (hubungan antara pelaku
dengan yang terlibat).
1. Peserta tradisi budaya Nyadran yang membawa balita.
5.
In what context (situasi pengamatan)
1. Permohonan agar terhindar dari celaka khususnya balita agar tidak kesurupan.
6.
Where (tempat pengamatan)
1. Ruang Makro dan bersifat publik (muara Sungai Pecabean).
Mengacu pada tabel 3. maka dapat diperhatikan gambar setting-nya pada gambar 10.
sebagai berikut.
Gambar 10. Setting ruang pada tahapan pembuangan seekor ayam (muara Sungai Pecabean).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Hasil analisa pembentuk ruang kebudayaan yang terjadi pada tahapan pembuangan
seekor ayam (barangan) adalah sebagai berikut: lokasi (muara Sungai Pecabean);
berhubungan dengan bentang alam (Sungai Pecabean); diberi nama dengan cara yang
khusus (lokasi barangan); Adanya masyarakat yang menarik perhatian dalam aktifitas
tertentu (peserta tradisi budaya Nyadran yang melakukan pembuangan seekor ayam).
4. Tahapan larung sesajen merupakan tahapan yang dilakukan pada pertigaan kali anak
agar peserta dapat terhindari dari pusaran air sungai karena tempat ini adalah tempat
pertemuan arus air sungai sehingga rawan terjadi pusaran air. Tahapan larung sesajen
dilakukan dengan melarungkan sesaji atau disebut dengan cobakal.
Gambar 11. Tahapan larung sesajen.
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Tabel 4. Observasi Perilaku-Lingkungan pada tahap larung sesajen pada tradisi
budaya Nyadran.
NO
URAIAN OBSERVASI
HASIL OBSERVASI PERILAKU-LINGKUNGAN
1.
Who is (pelaku yang diamati).
Masyarakat nelayan yang turut melaksanakan tradisi budaya Nyadran.
2.
Doing what (aktifitas yang dilakukan).
1. Larung sesajen.
3.
With whom (siapa yang terlibat).
1. Perahu peserta tradisi budaya Nyadran.
4.
In what relationship (hubungan antara pelaku
dengan yang terlibat).
1. Peserta tradisi budaya Nyadran.
5.
In what context (situasi pengamatan)
1. Permohonan agar terhindar pusaran air.
6.
Where (tempat pengamatan)
1. Ruang Makro dan bersifat publik (pertigaan Kali Anak).
Mengacu pada tabel 4. maka dapat diperhatikan gambar setting-nya pada gambar 12.
sebagai berikut.
Gambar 12. Setting ruang pada tahapan larung sesajen (pertigaan Kali Anak).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Hasil analisa pembentuk ruang kebudayaan yang terjadi pada tahapan larung sesajen
adalah sebagai berikut: lokasi (pertigaan Kali Anak); berhubungan dengan bentang alam
(Kali Anak); diberi nama dengan cara yang khusus (lokasi larung sesajen); Adanya
masyarakat yang menarik perhatian dalam aktifitas tertentu (peserta tradisi budaya
Nyadran yang melakukan larung sesaji).
5. Tahapan ziarah ke makam Dewi Sekardadu merupakan acara puncak atau acara utama
dalam ritual Nyadran yang dilakukan oleh nelayan kupang di Desa Balongdowo. Ketika
sampai pada Desa Sawohan tepatnya Dusun Kepetingan seluruh rombongan perahu
berhenti dan peserta turun untuk mengunjungi makam Dewi Sekardadu. Pada makam
Dewi Sekardadu tersebut masyarakat melakukan doa bersama dan menyerahkan sajian
berupa makanan dan buah.
Gambar 13. Tahapan ziarah ke makam Dewi Sekardadu.
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Tabel 5. Observasi Perilaku-Lingkungan pada tahap ziarah ke makam Dewi
Sekardadu pada tradisi budaya Nyadran.
NO
URAIAN OBSERVASI
HASIL OBSERVASI PERILAKU-LINGKUNGAN
1.
Who is (pelaku yang diamati).
Masyarakat nelayan yang turut melaksanakan tradisi budaya Nyadran.
2.
Doing what (aktifitas yang dilakukan).
1. Ziarah ke makam Dewi Sekardadu.
3.
With whom (siapa yang terlibat).
1. Peserta tradisi budaya Nyadran.
2. Warga Dusun Kepetingan.
4.
In what relationship (hubungan antara pelaku
dengan yang terlibat).
1. Peserta tradisi budaya Nyadran.
2. Tuan rumah lokasi makam Dewi Sekardadu dan Juru Kunci makam.
5.
In what context (situasi pengamatan)
1. Perjalanan kaki menuju makam Dewi Sekardadu.
2. Penyerahan sajian berupa makanan dan buah.
3. Memanjatkan doa untuk Dewi Sekardadu.
6.
Where (tempat pengamatan)
1. Ruang Makro dan bersifat publik (Dusun Kepetingan).
Mengacu pada tabel 5. maka dapat diperhatikan gambar setting-nya pada gambar 14.
sebagai berikut.
Gambar 14. Setting ruang pada tahapan ziarah ke makam Dewi Sekardadu (Dusun
Kepetingan).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Hasil analisa pembentuk ruang kebudayaan yang terjadi pada tahapan ziarah ke makam
Dewi Sekardadu adalah sebagai berikut: lokasi (makam Dewi Sekardadu di Dusun
Kepetingan); Adanya masyarakat yang menarik perhatian dalam aktifitas tertentu
(peserta tradisi budaya Nyadran yang melakukan ziarah).
6. Tahapan peragaan pencarian kupang merupakan tahapan yang dilakukan pada muara
sungai di Teluk Permisan. Dalam tahapan ini peserta menceburkan diri di laut dan
memperagakan cara mencari kupang.
Gambar 15. Tahapan peragaan pencarian kupang.
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Tabel 6. Observasi Perilaku-Lingkungan pada tahap peragaan pencarian kupang pada
tradisi budaya Nyadran.
NO
URAIAN OBSERVASI
HASIL OBSERVASI PERILAKU-LINGKUNGAN
1.
Who is (pelaku yang diamati).
Masyarakat nelayan yang turut melaksanakan tradisi budaya Nyadran.
2.
Doing what (aktifitas yang dilakukan).
1. Ziarah ke makam Dewi Sekardadu.
3.
With whom (siapa yang terlibat).
1. Peserta tradisi budaya Nyadran.
4.
In what relationship (hubungan antara pelaku
dengan yang terlibat).
1. Peserta tradisi budaya Nyadran.
5.
In what context (situasi pengamatan)
1. Melakukan peragaan pencarian kupang.
6.
Where (tempat pengamatan)
1. Ruang Makro dan bersifat publik (Teluk Permisan).
Mengacu pada tabel 6. maka dapat diperhatikan gambar setting-nya pada gambar 16.
sebagai berikut.
Gambar 16. Setting ruang pada tahapan peragaan pencarian kupang (Teluk Permisan).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Hasil analisa pembentuk ruang kebudayaan yang terjadi pada tahapan peragaan
pencarian kupang adalah sebagai berikut: lokasi (Teluk Permisan); Adanya masyarakat
yang menarik perhatian dalam aktifitas tertentu (peserta tradisi budaya Nyadran yang
melakukan peragaan pencarian kupang).
7. Tahapan penutup merupakan tahapan terakhir dari rangkaian acara ritual Nyadran yaitu
pulang kembali ke Desa Balongdowo.
Gambar 17. Tahapan penutup.
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Tabel 7. Observasi Perilaku-Lingkungan pada tahap penutup pada tradisi budaya
Nyadran.
NO
URAIAN OBSERVASI
HASIL OBSERVASI PERILAKU-LINGKUNGAN
1.
Who is (pelaku yang diamati).
Masyarakat nelayan yang turut melaksanakan tradisi budaya Nyadran.
2.
Doing what (aktifitas yang dilakukan).
1. Perjalanan pulang.
3.
With whom (siapa yang terlibat).
1. Keluarga atau tetangga yang turut dalam satu perahu.
4.
In what relationship (hubungan antara pelaku
dengan yang terlibat).
1. Peserta tradisi budaya Nyadran yang turut dalam satu perahu.
5.
In what context (situasi pengamatan)
1. Kembali pulang dari perjalanan tradisi budaya Nyadran.
6.
Where (tempat pengamatan)
1. Ruang Meso dan bersifat publik (dermaga tempat pemberhentian perahu yang
dekat dengan rumah pelaku).
Mengacu pada tabel 7. maka dapat diperhatikan gambar setting-nya pada gambar 18.
sebagai berikut.
Gambar 18. Setting ruang pada tahapan penutup (perjalanan pulang sampai dengan
dermaga terdekat dengan rumah dan kemudian para penumpang perahu kembali pulang ke
rumah masing-masing).
(Sumber : Dok.Pribadi, 2014)
Hasil analisa pembentuk ruang kebudayaan yang terjadi pada tahapan penutup adalah
sebagai berikut: lokasi (dermaga); Adanya masyarakat yang menarik perhatian dalam
aktifitas tertentu (peserta tradisi budaya Nyadran yang melakukan perjalanan pulang).
4.
Kesimpulan
Tradisi budaya Nyadran merupakan tradisi budaya yang telah turun temurun
dilaksanakan oleh masyarakat nelayan kupang di Desa Balongdowo dan juga merupakan
entitas budaya yang dimiliki oleh masyarakat nelayan kupang di Desa Balongdowo karena
mempunyai ciri khas yang terlihat pada tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya dan tidak
didapatkan pada daerah lain.
Setiap tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan tradisi budaya Nyadran mulai dari
tahapan persiapan, tahapan pemberangkatan, tahapan pembuangan seekor ayam, tahapan
larung sesaji, tahapan ziarah ke makam Dewi Sekardadu, tahapan peragaan pencarian
kupang dan terakhir tahapan penutup, menggunakan ruang-ruang dan termasuk dalam
kriteria terbentuknya ruang kebudayaan. Sehingga ruang-ruang yang digunakan untuk
melakukan setiap tahapan pelaksanaan tradisi budaya Nyadran dapat disebut sebagai Ruang
Budaya Nyadran yang menjadi entitas budaya bagi masyarakat nelayan kupang di Desa
Balongdowo.
Hasil kajian ini adalah menunjukkan secara jelas potensi ruang budaya di Desa
Balongdowo melalui entitas budayanya yaitu tradisi budaya Nyadran sehingga dapat
menjadi dasar untuk mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo untuk segera
melaksanakan programnya sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Kabupaten Sidoarjo
periode tahun 2009 – 2029.
Daftar Pustaka
Amri, N. (2013). Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Tepian Sungai Kecamatan
Kolaka, Sulawesi Tenggara. JUPITER vol.XII no.1.
Asriany, S. (2012). Dinamika Ruang Publik Eksklusif dan Inklusif Pada Permukiman
Masyarakat Menengah Kebawah, Studi Kasus Permukiman Panakkukang - Makassar.
Dalam J. Silas, Format-Format Perubahan Ruang (hal. 325-424). Tunggal Sakti.
Badan Pemberdayaan Masyarakat, P. d. (2011). Instrumen Pendataan Profil Desa. Sidoarjo.
Citra Satelit, Data Peta. (2013). Dipetik July 23, 2013, dari www.googlemap.com
Laurens, J. M. (2004). Arsitektur dan Perilaku Manusia. Grasindo.
Nyadran Bersama Masyarakat Balongdowo Candi. (2013, June 23). Dipetik July 18, 2013, dari
kabar sidoarjo: www.kabarsidoarjo.com
Rapoport, A. (1983). Environmental Quality, Metropolitan Areas and Traditional Settlement.
Pergamon Press Ltd.
Sidoarjo, P. K. (2009). Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Sidoarjo 2009-2029. Sidoarjo.
Zeisel, J. (2006). Inquiry by Design. W. W. Norton & Company.