Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

ORDE BARU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, sekitar 40 persen responden lebih memilih era Orde Baru, dibanding masyarakat yang menilai era reformasi lebih baik hanya mendapatkan 22 persen responden. Hasil ini cukup mengagetkan, namun jika dilihat dari kinerja Dewan Perwakilan Rakyat yang buruk dan praktik korupsi, tidak heran membuat sebagian masyarakat rendezvous pada Orde Baru. Ditambah lagi Kondisi ekonomi, politik, dan konflik yang terjadi saat ini membuat sebagian masyarakat lebih menyukai era Orde Baru dari pada era Reformasi. Tim Redaksi Liputan6, “Orde Baru Lebih Baik?” dalam http://news.liputan6.com/read/334497/orde-baru-lebih-baik Edisi 16 Mei 2011 at 06:00 AM WIB. Selain itu, menurut ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendi mengatakan pemerintah Orde Baru telah merangsang bangkitnya Ideologi negara Islam. “Di Indonesia ini masih banyak pihak yang berpikir aneh-aneh. Seperti kelompok kanan yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Itu sebenarnya bukan ideology baru” tuturnya. Hal ini membuktikan bahwa negara Indonesia masih bermainset Orde Baru sehingga mendengar kata demokrasi dan krisis moneter mengakibatkan munculnya demonstran dan oposisi yang siap menegakkan demokrasi meskipun harus menjatuhkan presiden yang pada saat itu menjabat. Rizki Gunawan, “Ketua PBNU: Orde Baru Rangsang Munculnya Ideologi Negara Islam” dalam http://news.liputan6.com/read/2087068/ketua-pbnu-orde-baru-rangsang-munculnya-ideologi-negara-islam Edisi 06 Agustus 2014 at 07:17 AM WIB. Rumusan Masalah Apa saja karakteristik Orde Baru sehingga penduduk Indonesia masih bermainset era Orde Baru? Apa saja pencapaian Orde Baru sehingga penduduk Indonesia masih bermainset era Orde Baru? Tujuan Untuk mengetahui karakteristik Orde Baru yang menyebabkan penduduk Indonesia memiliki mainset era Orde Baru Untuk mengetahui pencapaian Orde Baru yang menyebabkan penduduk Indonesia memiliki mainset era Orde Baru Manfaat Dapat mengetahui karakteristik Orde Baru yang menyebabkan penduduk Indonesia memiliki mainset era Orde Baru Dapat mengetahui pencapaian Orde Baru yang menyebabkan penduduk Indonesia memiliki mainset era Orde Baru BAB II LANDASAN TEORI Politik Luar Negeri Politik luar negeri pada dasaranya merupakan “action theory” atau kebijaksanaan suatu negara yang ditunjukkan ke negara lain untuk mencapai kepentingan nasional. Secara umum, politik luar negeri merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional. Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, cetakan I (Bandung: Rosdakarya, 2005), hlm. 47. Pemahaman di atas diperlukan agar dapat dibedakan antara politik luar negeri dengan politik domestic. Namun demikian, pembuatan politik luar negeri selalu terkait dengan konsekuensi-konsekuensi yang ada di dalam negeri. Menurut Henry Kissinger, seorang akademisi sekaligus praktisi politik luar negeri Amerika Serikat, menyatakan bahwa “foreign policy begins when domestic policy ends”. Ibid., hlm. 47-48. Kebijakan Luar Negeri Menurut Rosenau, kebijakan luar negeri adalah upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktifitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Rosenau juga menambahkan, bila mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka akan memasuki fenomena yang luas dan kompleks, meliputi internal life dan eksternal needs termasuk juga aspirasi, attribute nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktifitas rutin yang ditunjukkan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu negara. Ibid., hlm. 48-49. BAB III PEMBAHASAN Setelah menjabat menjadi presiden, Jenderal Suharto melakukan pembersihan terhadap seluruh kekuatan PKI setelah peristiwa G 30 S. Orang-orang atau kelompok yang terkait dengan organisasi tersebut pun tidak luput dari pembasmian. Pada periode awal pembunuhan itu, jumlah korban tewas mencapai sekira 1 juta orang, dengan perincian 800.000 korban di Jawa, dan 100.000 korban di Bali dan Sumatera. Namun ada juga yang mengatakan jumlahnya mencapai 2 juta orang. Hasan Kurniawan, “Jejak Berdarah Rezim Militerisme Orde Baru” dalam http://nasional.sindonews.com/read/751867/15/jejak-berdarah-rezim-militerisme-orde-baru-1369231381 Edisi 22 Mei 2013 at 09:03 PM WIB. Peristiwa pembunuhan massal di Purwodadi tahun 1967-1968. Korban tewas dalam peristiwa ini mencapai 100.000 orang lebih. Pembunuhan dilakukan oleh Kodim Purwodadi atas perintah Kodam Diponegoro, dengan sandi Operasi Kikis I pada periode 4 Juli–Desember 1967, dan Kikis II pada periode 27 Juni–7 Juli 1968. Dalam dua gelombang operasi itu, ribuan orang ditangkap dan disekap dibeberapa kamp penahanan yang tersebar di wilayah kabupaten Grobogan. Ibid.. Kemudian dilanjutkan di Timor Timur, pada 17 Juli 1976 sampai 19 Oktober 1999. Pembantaian itu dilakukan dengan sandi Operasi Seroja, pada 7 Desember 1975. Tujuan operasi itu, adalah untuk menarik Timor Timur ke pangkuan ibu pertiwi dari tangan Fretilin yang berpaham komunis atas desakan Amerika Serikat dan Australia, serta sejumlah rakyat Timor Timur yang ingin bersatu dengan republik. Selama 24 tahun pendudukan Indonesia di Timor Timur, tercatat sekira 200.000 orang meninggal dunia. Sebanyak 60.000 orang dinyatakan tewas di tangan Fretilin, menurut laporan resmi PBB. Sisanya di tangan tentara republik. Peristiwa dramatis terjadi ketika pasukan Indonesia mendarat di Timor Leste, pada 7 Desember 1975. Fretilin dengan ribuan rakyat Timor mengungsi ke daerah pegunungan untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang penduduk yang ikut longmarch dengan Fretilin, tewas terkena serangan bom udara militer Indonesia. Namun ada juga yang kelaparan dan sakit. Ibid.. Pembunuhan dilanjutkan dengan memburu para sekutu awal militerisme Soeharto. Sekutu Orde Baru ini, adalah salah satu kelompok yang membantu tentara dalam menumpas dan membersihkan kaum komunis, pada 1965-1966, dan 1967-1968. Mereka adalah kaum Muslim radikal. Pembunuhan terhadap kaum putih itu, dimulai pada 12 September 1984. Peristiwa ini dikenal dengan tragedi Tanjung Priok. Ratusan orang jamaah Mushala as-Sa’adah tewas dibantai oleh tentara. Pembunuhan terhadap kaum putih berlanjut, di Desa Way Jepara, Lampung, pada 1989. Ratusan tentara dari Korem Garuda Hitam 043 Lampung, menyerbu Desa Way Jepara, saat warga tengah tertidur lelap. Mereka menembak dan membakar rumah warga yang sedang tertidur. Ibid.. Akhir 1980, sasaran pembantaian banyak diarahkan kepada kelompok-kelompok yang anggap berseberangan dengan pemerintah. Seperti yang terjadi di Aceh misalnya. Sejak diberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM), pada 1989-1998, tercatat ribuan warga tewas, dan ratusan lainnya hilang diculik. Ibid.. Memasuki tahun 1990-an, sasaran pembunuhan lebih kepada kelompok kecil yang dianggap berbahaya. Kelompok ini, banyak terdiri dari kaum intelektual, aktivis buruh, mahasiswa, dan pemuda. Hal itu terjadi seiring dengan geliat gerakan massa yang sedang tumbuh dan membawa ekses negatif terhadap rezim. Ibid.. Dengan demikian, Tindakan presiden Suharto di atas mencerminkan karakteristik politik luar negeri Indonesia yang pro-Barat dan anti-Timur. Terjadinya perang dingin mengakibatkan Amerika Serikat dan Australia mendukung Indonesia dalam membasmi kaum komunis, dimana komunis dinilai musuh Barat yang harus dibasmi bersama. Pencapaian politik luar negeri Indonesia era Orde Baru, meliputi: Indonesia kembali menjadi anggota PBB Penghentian konfrontasi dengan Malaysia Pembentukan organisasi ASEAN Keikutsertaan Indonesia dalam organisasi internasional seperti Consultative Group on Indonesia (CGI) dan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) Indonesia kembali menjadi anggota PBB dan penghentian konfrontasi dengan Malaysia adalah bentuk realisasi dari prinsip politik luar negeri Indonesia Bebas Aktif. Bebas berarti bebas tidak mendukung, sedangkan aktif berarti aktif dalam perdamaian dunia. A.W. Widjaja, Indonesia Asia Afrika Non Blok Politik Bebas Aktif (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 67. Pembentukan ASEAN dan keikutsertaan Indonesia dalam organisasi internasional merupakan bukti selain Indonesia berfokus pada pembangunan nasional, Indonesia juga berfokus pada diplomasi dan hubungan internasional. Keikutsertaan dalam CGI memberikan dua dampak terhadap Indonesia. Dampak pertama Kedaulatan Indonesia diakui. Dampak kedua negara Indonesia menerima bantuan perekonomian dan pembangunan nasional namun juga berdampak pada bertambahnya hutang negara. Ibid., hlm. 15. BAB IV PENUTUP Kesimpulan Karakteristik politik luar negeri Indonesia era Orde Baru cenderung pro-Barat. Terbukti dari adanya pembersihan kaum komunis di Indonesia. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, dimana Indonesia mendukung salah satu blok. Pencapaian politik luar negeri Indonesia era Orde Baru merupakan dasar yang menjadikan Indonesia menjadi Indonesia yang sekarang. Terbukti masih berdirinya ASEAN hingga sekarang. Kesulitan penduduk Indonesia untuk bisa melupakan era Orde Baru merupakan dampak dari kerasnya karakteristik politik luar negeri Indonesia era Orde Baru. Terbukti dari hasil jajak pendapat oleh lembaga survey Indo Barometer tentang kepuasan terhadap era reformasi sejak 1998 hingga kini. Tim Redaksi Liputan6, loc.cit.. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, Rizki (2014). “Ketua PBNU: Orde Baru Rangsang Munculnya Ideologi Negara Islam” dalam http://news .liputan6.com/read/2087068/ketua-pbnu-orde-baru-rangsang -munculnya-ideologi-negara-islam. Diunduh pada tanggal 22 April 2015 at 11:00 PM WIB. Kurniawan, Hasan (2013). “Jejak Berdarah Rezim Militerisme Orde Baru” dalam http://nasional.sindonews.com/read/ 751867/15/jejak-berdarah-rezim-militerisme-orde-baru -1369231381. Diunduh pada tanggal 22 April 2015 at 11:00 PM WIB. Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, yanyan Mochamad (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, cetakan I. Bandung: Rosda Karya. Tim Redaksi Liputan6 (2011). “Orde Baru Lebih Baik?” dalam http://news.liputan6.com/read/334497/orde-baru-lebih-baik. Diunduh pada tanggal 22 April 2015 at 11:00 PM WIB. Widjaja, A.W. (1986). Indonesia Asia Afrika Non Blok Politik Bebas Aktif. Jakarta: Bina Aksara.