View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
brought to you by
CORE
provided by Digital Library UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Gunung Djati Bandung
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian
Pemberian otonomi daerah seluas luasnya berarti pemberian kewenangan
dan keleluasaan (diskreksi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan
sumberdaya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan
penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan yang luas tersebut harus
diikuti dengan pengawasan yang kuat. Meskipun titik berat otonomi diletakkan
pada tingkat Kabupaten/Kota, namun secara esensi sebenarnya kemandirian
tersebut harus dimulai dari level pemerintahan ditingkat paling bawah, yaitu Desa.
Selama ini, pembangunan desa masih banyak bergantung dari pendapatan asli
desa dan swadaya masyarakat yang jumlah maupun sifatnya tidak dapat
diprediksi. Adanya Undang-Undang Republik Indonesia No. 06 Tahun 2014
tentang Desa merupakan sebuah produk era reformasi yang menjadi bentuk awal
kemandirian Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan maupun dalam
pengelolaan Keuangan Desa. Mengingat dana yang diterima oleh Desa jumlahnya
cukup besar dan terus meningkat setiap tahunnya, maka dalam menyelenggarakan
Pemerintahan dan Pengelolaan Keuangan Desa, dibutuhkan kapasitas Aparatur
Desa yang handal dan sarana lainnya yang memadai agar pelaksanaannya menjadi
lebih terarah dan akuntabel.
Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan salah satu bentuk hubungan
keuangan antar tingkat Pemerintahan yaitu hubungan keuangan antara
Pemerintahan Kabupaten dengan Pemerintahan Desa. Untuk dapat merumuskan
2
hubungan keuangan yang sesuai maka diperlukan pemahaman mengenai
kewenangan yang dimiliki pemerintah Desa. Artinya, anggaran pemerintah yang
diberikan kepada Desa terkait sepenuhnya adalah untuk fasilitas pembangunan
dan pemberdayaan Desa sebagai salah satu lembaga yang ikut turut andil dalam
format kepemerintahan. Dana tersebut harus digunakan dan dialokasikan sebagai
mana mestinya sesuai dengan undang-undang dan ketentuan yang berlaku yang
telah ditetapkan pemerintah Indonesia sehingga dengan ADD tersebut mampu
meningkatkan pembangunan desa, partisipasi masyarakat dalam memberdayakan
serta mengimplementasikan bantuan dana desa tersebut untuk kesejahteraan
masyarakat. Undang-Undang No. 06 tahun 2014 tentang Desa pada pasal 1
dijelaskan pengertian Desa yakni Desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia1.
Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
warganya dalam segala aspek, baik dalam pelayanan, pengaturan, dan
pemberdayaan masyarakat. Peranan pemerintah Desa memang dirasa sangat
dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, inovasi-inovasi baru
serta perhatian pemerintah Desa pada sarana prasarana Desa juga sangat
diperlukan demi terwujudnya pembangunan yang seutuhnya. Desa sebagai salah
1
Anonim, Undang-Undang Republik Indonesia No. 06 tahun 2014, Sumedang: IPDN Press, 2015,
hlm. 2 (pasal 1 ayat 1)
3
satu ujung tombak organisasi pemerintah dalam mencapai keberhasilan dari
urusan pemerintahan yang asalnya dari pemerintah pusat. Hal ini disebabkan desa
lebih dekat dengan masyarakat sehingga program dari pemerintah pusat lebih
cepat tersampaikan. Desa mempunyai peran untuk ikut serta mengatur
masyarakatnya sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 06 Tahun 2014
tentang Desa Pasal 22 dijelaskan bahwa Desa memiliki kewenangan dalam bidang
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan
pemberdayaan Desa2.
Guna melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan desa, aparat desa
dihadapkan dengan tugas yang cukup berat, mengingat desa sebagai entitas yang
berhadapan langsung dengan masyarakat. Saat ini, peran pemerintah desa sangat
diperlukan guna menunjang segala bentuk kegiatan pembangunan. Berbagai
bentuk perubahan sosial yang terencana dan pembangunan infrastruktur desa
diperkenalkan dan dijalankan melalui pemerintah desa. Untuk dapat menjalankan
perannya secara efektif dan efesien, pemerintah desa perlu terus dikembangkan
sesuai dengan perkembangan kemajuan masyarakat desa dan lingkungan
sekitarnya. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat desa disebabkan
adanya gerakan pembangunan desa serta perlu diimbangi pula dengan
pengembangan
kapasitas
pemerintahan
desanya.
Sehingga,
Desa
dan
masyarakatnya tidak hanya sebatas sebagai objek pembangunan, tetapi dapat
memposisikan diri sebagai salah satu pelaku pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pengembangan wawasan dan pengetahuan
bagi para penyelenggara pemerintahan desa merupakan kegiatan yang semestinya
2
Ibid. hlm. 9 (pasal 22)
4
menjadi prioritas utama. Sehingga pengembangan wawasan, pengetahuan, sikap
dan keterampilan para penyelenggara pemerintahan senantiasa teraktualisasi
seiring dengan bergulirnya perubahan yang terjadi. Konsekuensi logis adanya
kewenangan dan tuntutan dari pelaksanaan otonomi Desa adalah tersedianya dana
yang cukup. Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan tersebut, dalam
Undang-Undang No. 06 tahun 2014 pasal 72 diberikan sumber-sumber
pendapatan yang berasal dari tujuh sumber, yaitu3:
1.
Pendapatan asli desa, terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa;
2.
Alokasi APBN (Dana Desa);
3.
Bagian dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kabupaten/kota,
minimal sebesar 10% dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten/kota;
4.
Alokasi Dana Desa, yaitu bagian dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota diluar DAK (DAU dan DBH) sebesar 10%;
5.
Bantuan keuangan dari APBD provinsi/kabupaten/kota;
6.
Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
7.
Lain-lain pendapatan desa yang sah.
Ketentuan pasal tersebut mengamanatkan kepada pemerintah kabupaten
untuk mengalokasikan dana perimbangan yang diterima dari kabupaten kepada
desa-desa yaitu dalam bentuk ADD dengan memperhatikan prinsip keadilan dan
menjamin adanya pemerataan. ADD adalah Alokasi Dana ke Desa dengan
perhitungan dari Dana Perimbangan yang diterima oleh Kabupaten sebesar 10%
3
Ibid. hlm. 26 (pasal 72 ayat 1)
5
setelah dikurangi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK)4. Dasar hukum
pengalokasian Dana Perimbangan ke Desa sesuai dengan amanat dari UndangUndang No. 06 Tahun 2014 Pasal 72 ayat (4), jika hal tersebut tidak dilaksanakan
maka sanksi tegas dinyatakan dalam Pasal 72 ayat (6), dimana Pemerintah dapat
melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi Dana Perimbangan
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus5. Di dalam Undang-Undang No. 06 Tahun
2014 Pasal 96 ayat (3) juga disebutkan bahwa pengalokasian ADD disalurkan
dengan pertimbangan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan
tingkat kesulitan geografis6.
Aturan di atas berlaku untuk seluruh Desa yang berada di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia termasuk desa-desa yang ada di wilayah kabupaten
Sumedang. Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam mengaplikasikan aturan itu
regulasinya menyusun sebuah Peraturan Daerah (PERDA) dalam bentuk
Peraturan Bupati (PERBUP) Sumedang Nomor 05 Tahun 2016 perihal petunjuk
teknis dan petunjuk pelaksanaan dalam pengelolaan ADD. Di dalam Peraturan
Bupati Nomor 05 Tahun 2016 pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa penggunaan ADD
direncanakan dan dilaksanakan dengan berpedoman kepada RPJM Desa dan RKP
Desa7. Selain itu di dalam Peraturan Bupati Nomor 05 Tahun 2016 pasal 8 ayat 2
juga dijelaskan penggunaan ADD diperuntukan yaitu paling sedikit 40% untuk
kegiatan
bidang
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa,
pembangunan,
pemberdayaan masyarakat dan pembinaan kemasyarakatan dan paling banyak
4
Ibid. hlm. 26 (pasal 72 ayat 4)
Ibid. hlm. 26 (pasal 72 ayat 6)
6
Ibid. hlm. 35 (pasal 96 ayat 3)
7
Anonim, Peraturan Bupati Sumedang No. 06 Tahun 2016, Sumedang: BPMPDKBPP, 2016, pasal
8 ayat 1
5
6
60% untul Penghasilan Tetap (SILTAP) pegawai desa8. Pelaksanaan ADD di
Kabupaten Sumedang ini didasarkan pada realita bahwa sebagai pilar otonomi
daerah, Desa semakin membutuhkan pendanaan yang seimbang untuk
menjalankan peran yang lebih konkrit dalam pembangunan daerah. Pemerintah
Kabupaten Sumedang berharap dengan adanya alokasi dana ke desa, perencanaan
partisipatif berbasis masyarakat akan lebih berkelanjutan, karena masyarakat
dapat langsung terlibat dalam pembuatan dokumen perencanaan di desanya dan
ikut merealisasikannya.
Berdasarkan penelitian awal yang peneliti lakukan, diperoleh informasi dari
masyarakat menggambarkan bahwa pengelolaan ADD di Desa Jatisari dan Desa
Pasigaran Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang masih terdapat banyak
permasalahan,
baik
dibidang
Perencanaan,
Pelaksanaan,
Pengelolaan/
Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban, Pembinaan dan Pengawasan
ADD. Dalam proses perencanaan, pemerintah desa cenderung telah membuat
perencanaan sendiri tanpa melibatkan peran masyarakat. Hal ini terjadi di desa
Pasigaran, dimana proses keterlibatan masyarakat dalam hal perencanaan tidak
dilibatkan secara penuh. Meskipun dalam alur proses perencanaan dilaksanakan
melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (MUSRENBANG) tingkat RT/RW,
Dusun dan diakhiri dengan tingkat Desa
yang dihadiri dari unsur Tokoh
Masyarakat, Ketua RT/RW, Kepala Dusun, Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
serta Kepala Desa dan Camat namun masyarakat terkesan hanya mengikuti apa
yang sudah direncanakan Pemerintahan Desa dan tidak mengetahui penggunaan
ADD tersebut. Masyarakat terkesan hanya menerima hasil dan melihat proses
8
Anonim, Undang-Undang Republik Indonesia, op. cit. hlm. 5 (pasal 8 ayat 2)
7
pembangunan di lapangan. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa pasal 2 ayat 1
yang menyebutkan bahwa keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas
transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin
anggaran9.
Namun
dalam
proses
penyaluran
serta
pelaporan
dan
pertanggungjawaban sudah terlaksana dengan cukup baik karena penggunaan
ADD ini sudah tepat peruntukannya yakni sebesar 40% untuk kegiatan bidang
penyelenggaraan pemerintah dan 60% untuk SILTAP hanya saja dalam ketepatan
waktu pelaporan masih terdapat keterlambatan. Dalam proses Pembinaan dan
Pengawasan yang dilakukan sudah cukup baik dan sesuai dengan Peraturan
Bupati Nomor 05 Tahun 2016 pasal 13 yang menjelaskan bahwa pembinaan
terhadap pelaksanaan DBH Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan ADD
dilaksanakan oleh Tim Koordinasi Kabupaten dan Tim Pembina Kecamatan10. Di
dalam proses Pengelolaan ADD, peneliti juga menemukan faktor pendukung dan
penghambat. Faktor pendukung dalam pengelolaan ADD ini adalah Partisipasi
Masyarakat dan Sarana Prasarana. Hal ini dapat dilihat di wilayah Desa Jatisari
dimana sumber daya masyarakatnya dengan tingkat pendidikan yang tinggi.
Dilihat dari profesi sebagai kaum akademisi yang banyak terdapat di desa Jatisari
ini juga bisa dimanfaatkan perannya dalam proses perencanaan pembangunan.
Sarana dan prasarana yang mendukung seperti balai desa dan kantor desa yang
baru saja selesai peremajaan dengan didukung oleh perangkat komputer yang
lengkap membuat proses pengelolaan ADD dapat dimaksimalkan. Selain itu jika
9
Anonim, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014, Jakarta: PERMENDAGRI, 2014,
hlm. 3 (pasal 2 ayat 1)
10
Anonim, Peraturan Bupati Sumedang, op. cit. Pasal 13
8
dilihat dari wilayah Desa Jatisari yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari jalan
provinsi, dapat dimanfaatkan bahwa akses serta mobilitas di Desa Jatisari dapat
dilakukan dengan mudah sehingga pengelolaan ADD dapat dilaksanakan dengan
maksimal tanpa menemukan permasalahan akses jalan.
Faktor penghambat dalam pengelolaan ADD ini diantaranya adalah Sumber
Daya Manusia Aparatur Pemerintahan Desa dan Komunikasi. Sumber Daya
Manusia yang berada di jajaran aparatur pemerintahan Desa Jatisari dan Pasigaran
masih rendah sehingga membuat proses pengelolaan ADD ini menjadi terhambat.
Pemahaman terkait Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah masih terdapat
beberapa kesalahan dalam penafsiran yang mengakibatkan pengelolaan ADD ini
menjadi tidak sesuai dengan Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Faktor
komunikasi juga menjadi faktor penghambat pengelolaan ADD. Hal ini dapat
dilihat dari mayoritas masyarakat tidak mengetahui pelaksanaan ADD dan
terkesan hanya mengetahui melalui pembangunan yang terjadi di sekelilingnya
tanpa tahu proses perencanaannya. Kurangnya pemberitahuan baik melalui media
sosial maupun dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di desa baik melalui
pemberitahuan secara tertulis maupun melalui musyawarah di masjid maupun
pengumuman sebelum pelaksanaan shalat jum’at. Untuk mengetahui gambaran
umum terkait penggunaan atau Realisasi Anggaran yang dilaksanakan oleh Desa
Jatisari dan Desa Pasigaran, berikut data Realisasi Anggaran di desa Jatisari dan
desa Pasigaran Tahun 2017:
9
Tabel 1.1
Data Realisasi ADD di Desa Jatisari
NO
URAIAN
JUMLAH
ANGGARAN
1
2
3
Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
312.753.800,00
1
Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa
223.200.000,00
2
Tunjangan Aparatur Pemerintah Desa
3
Tunjangan BPD
12.913.800,00
26.400.000,00
4
Operasional Perkantoran
5
Operasional BPD
6
Operasional RT/RW
14.400.000,00
7
Rapat Musyawarah Desa
12.750.000,00
8
Penyusunan RKPDesa dan APBDesa
48.039.900,00
2.590.000,00
6.100.000,00
Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
23.819.300,00
9
Pembuatan Gapura Desa
16.319.300,00
10
Pembuatan Papan Nama (Plang) Desa
7.500.000,00
Bidang Pembinaan Masyarakat
24.160.000,00
11
Pembinaan Anggota LINMAS
10.530.000,00
12
Pembinaan Pengelolaan Posyandu
6.130.000,00
13
Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN)
7.500.000,00
Bidang Pemberdayaan Masyarakat
59.150.000,00
14
Pelatihan Tata Kelola Arsip Desa
8.200.000,00
15
Pelatihan Pengelola Pemakaman
7.750.000,00
16
Pelatihan Peningkatan Kinerja Ketua RT
JUMLAH KESELURUHAN
43.200.000,00
453.523.000,00
Sumber: Kantor Desa Jatisari 2017, (diolah)
Sedangkan untuk penggunaan Realisasi ADD di Desa Pasigaran dapat
dilihat melalui tabel berikut:
10
Tabel 1.2
Data Realisasi Anggaran di Desa Pasigaran
NO
URAIAN
JUMLAH
ANGGARAN
1
2
3
Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
403.723.500,00
1
Penghasilan Tetap dan Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa
285.000.000,00
2
Tunjangan BPD
29.800.000,00
3
Operasional Perkantoran
71.281.500,00
4
Operasional BPD
2.270.000,00
5
Operasional RT/RW
3.300.000,00
6
Rapat Minggon
4.620.000,00
7
Jaminan Kesehatan Aparatur Pemerintah Desa
7.452.000,00
8
9
10
Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
30.011.500,00
Rabat Beton Jalan Gang Ayung RT. 004 / RW. 006, P = 220 m1, L =
1,2 m1, T = 0,10 m
30.011.500,00
Bidang Pembinaan Masyarakat
19.500.000,00
Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN)
Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Pembangunan Desa
bagi Anggota LPM
JUMLAH KESELURUHAN
11.500.000,00
8.000.000,00
453.235.000,00
Sumber: Kantor Desa Pasigaran 2017, (diolah)
Berdasarkan tabel di atas, penggunaan atau realisasi ADD di Desa Jatisari
dan Desa Pasigaran secara berturut-turut selama satu tahun sebanyak 16 dan 10
kegiatan. Berdasarkan peruntukannya, penggunaan ADD tersebut telah sesuai
dengan Peraturan Bupati No. 05 Tahun 2016 pasal 8 ayat 2 yaitu penggunaan
ADD diperuntukan untuk kegiatan bidang penyelenggaraan pemerintahan desa,
pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan pembinaan kemasyarakatan dan
paling banyak 60% untul Penghasilan Tetap (SILTAP) pegawai desa11.
11
Ibid. Pasal 8 ayat 2
11
Tahapan perencanaan penggunaan ADD di beberapa desa khususnya desa
Jatisari dan Desa Pasigaran, program yang akan dilaksanakan lebih cenderung
dibuat oleh Kepala Desa dengan dibantu oleh perangkat desa sehingga pada saat
Musyawarah Rencana Pembangunan. Tokoh masyarakat yang hadir terkesan
hanya sebatas menerima hasil dan tidak terlibat terlalu jauh dalam proses
perencanaan pembangunan desa. Pada tahap pembahasan rencana penggunaan
ADD yang dihadirkan hanya orang-orang tertentu saja sementara hasil dari
pembahasan rencana penggunaan ADD tidak diinformasikan kepada masyarakat
secara umum dan merata sehingga mayoritas masyarakat tidak mengetahui bahwa
desa mendapatkan bantuan dana yang besar dari pemerintah daerah melalui
APBD yang demikian berimplikasi pada partisipasi masyarakat yang cenderung
apatis pada kegiatan yang dilakukan oleh pengelola ADD.
Berdasarkan uraian di atas, menarik bagi peneliti untuk mengkaji lebih jauh
tentang pengelolaan ADD dengan mengangkat judul penelitian “ANALISIS
PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KECAMATAN
TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG (STUDI KASUS DI DESA
JATISARI DAN DESA PASIGARAN)”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang
menunjukan bahwa:
1.
Kurang maksimalnya proses Perencanaan, Pelaksanaan, Pengelolaan/
Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban, Pembinaan dan
12
Pengawasan ADD di Desa Jatisari dan Desa Pasigaran Kecamatan
Tanjungsari Kabupaten Sumedang.
2.
Terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi
pengelolaan ADD di Desa Jatisari dan Desa Pasigaran Kecamatan
Tanjungsari Kabupaten Sumedang.
C.
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan Identifikasi masalah, maka peneliti menyusun pertanyaan
penelitian (research questions) secara spesifik berikut ini:
1.
Bagaimana proses Perencanaan, Pelaksanaan, Pengelolaan/ Penatausahaan,
Pelaporan
dan
Pertanggungjawaban,
Pembinaan
dan
Pengawasan
pengelolaan ADD di Desa Jatisari dan Desa Pasigaran Kecamatan
Tanjungsari Kabupaten Sumedang?
2.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengelolaan ADD di Desa Jatisari
dan Desa Pasigaran Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang?
D.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui proses Perencanaan, Pelaksanaan, Pengelolaan/ Penatausahaan,
Pelaporan
dan
Pertanggungjawaban,
Pembinaan
dan
Pengawasan
pengelolaan ADD di Desa Jatisari dan Desa Pasigaran Kecamatan
Tanjungsari Kabupaten Sumedang.
13
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan
ADD di Desa Jatisari dan Desa Pasigaran Kecamatan Tanjungsari
Kabupaten Sumedang.
E.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka manfaat dari penelitian ini
adalah :
1.
Manfaat akademik, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pemerintahan khususnya yang berfokus pada kajian
pengelolaan ADD.
2.
Manfaat praktis, hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi seluruh
stakeholders dan menjadi sumbangsih peneliti terhadap input bagi
Pemerintah Desa.
3.
Manfaat metodologis, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat berguna
untuk menambah wawasan dan menjadi referensi bagi mahasiswa yang akan
melakukan kajian terhadap penelitian selanjutnya yang relevan.
F.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan cara untuk mempermudah pemecahan suatu
masalah yang dihadapi secara ilmiah. Di dalam kerangka pemikiran, terdapat
bahan acuan dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi menurut pendapat
para ahli dibidangnya dan kebenarannya. Karena itu dalam membahas analisis
pengelolaan ADD, peneliti mengemukakan pendapat para ahli sebagai landasan
14
teoritis dan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah serta ada kaitannya
dengan penelitian ini.
Pengelolaan keuangan sangat penting dalam setiap perusahaan, karena
dengan pengelolaan keuangan yang baik dapat memperlancar aktivitas
perusahaan. Menurut Syarifudin definisi pengelolaan keuangan adalah kegiatan
yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menggerakan para pejabat yang
bertugas dalam bidang keuangan untuk menggunakan fungsi-fungsi manajemen,
meliputi perencanaan atau penganggaran,
pencatatan, pengeluaran serta
pertanggungjawaban.selanjutnya Syarifudin juga menjelaskan bahwa di dalam
pengelolaan keuangan terdapat tindakan administratif yang berhubungan dengan
kegiatan perencanaan anggaran, penyimpanan, penggunaan, pencatatan dan
pengawasan keluar masuknya uang/dana organisasi. Dari pengertian-pengertian
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan adalah tindakan
administratif
penyimpanan,
yang berhubungan dengan kegiatan
penggunaan,
pencatatan,
dan
perencanaan anggaran,
pengawasan,
serta
pertanggungjawaban keluar masuknya uang atau dana organisasi. Di dalam
kegiatan pengelolaan keuangan juga tidak terlepas dari kegiatan berupa
perencanaan, penggunaan, pencatatan, dan pelaporan pertanggungjawaban dana.
Menurut Marry Parker Follet dalam Erni Trinsawati mendefinisikan
pengelolaan adalah seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait
dengan pecapaian tujuan. Dalam penyelesaian proses tersebut, terdapat tiga faktor
yang terlibat yaitu:
15
1.
Adanya penggunaan sumber daya organisasi, baik sumber daya manusia
maupun faktor-faktor produksi lainya.
2.
Proses yang bertahap mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengimplementasian, hingga pengendalian dan pengawasan.
3.
Adanya seni dalam penyelesaian pekerjaan12.
Menurut Suharsimi Arikunta pengelolaan adalah substantifa dari mengelola,
sedangkan mengelola berarti suatu tindakan yang dimulai dari penyususnan data,
merencana, mengorganisasikan , melaksanakan, sampai dengan pengawasan dan
penilaian. Dijelaskan kemudian pengelolaan menghasilkan suatu dan sesuatu itu
dapat
merupakan sumber penyempurnaan
dan peningkatan pengelolaan
selanjutnya13.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014 pasal 1 ayat 6
disebutkan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi
perencanaan,
pelaksanaan,
penatausahaan,
pelaporan,
dan
pertanggungjawaban keuangan desa14. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik
kesimpul bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan adalah suatu seni atau proses
dalam menyelesaikan sesuatu yang didalamnya terdapat proses dimulai dari
penyusunan data, perencanaan, mengorganisasikan, melaksanakan, sampai dengan
pengawasan dan penilaian untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditentukan.
12
Marry Parker Follet, Erni Tisnawati Sule, Kurniwan Saefullah, Pengantar Manajemen, Jakarta:
Kencana Perdana Media Goup, 2013, hlm 22.
13
Suharsimi, Arikunta, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Jakarta: CV. Rajawali, Cetakan ke-2, 2014,
hlm 8
14
Anonim, Peraturan Menteri Dalam Negeri, op. cit. hlm. 2 (Pasal 1 ayat 6)
16
Pengelolaan merupakan suatu proses
yang sangat penting untuk
dilaksanakan dalam sebuah kegiatan dalam hal ini adalah kegiatan Pengelolaan
ADD. Di dalam proses Pengelolaan ADD, pemerintahan Desa harus mampu
menerapkan tata cara pengelolaan yang tertuang pada aturan PERMENDAGRI
tersebut agar dalam pelaksanaannya tidak ada pihak yang merasa dirugikan akibat
kurang maksimalnya kinerja pemerintahan Desa.
Desa dalam pengertian umum adalah sebagai suatu gejala yang bersifat
universal, terdapat dimana pun di dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang
terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap)
maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, terutama yang tergantung pada sektor
pertanian. Pengertian Desa menurut Widjaja H.A.W. menyatakan bahwa Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan
hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Desa
adalah
keanekaragaman,
partisipasi,
otonomi
asli,
demokratisasi
dan
pemberdayaan masyarakat15.
Menurut Landis H. Dalam Tristanto Bambang, seorang sarjana sosiologi
perdesaan dari Amerika Serikat, mengemukakan definisi tentang Desa dengan
cara membuat tiga pemilahan berdasarkan pada tujuan analisis yaitu untuk tujuan
analisis statistik, Desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya
kurang dari 2500 orang, Untuk tujuan analisa sosial-psikologi, desa didefinisikan
sebagai suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan
serba informal diantara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa
15
Widjaja, H.A.W, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Bulat dan Utuh, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012, hlm 3
17
ekonomi, Desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya
tergantung kepada pertanian16.
Desa menurut Undang-Undang No. 06 tahun 2014 pasal 1 ayat 1
mengartikan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan,
kepentingan
masyarakat
setempat
berdasarkan
prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia 17. Berdasarkan
pengertian tersebut maka dapat peneliti simpulkan bahwa pengertian desa dan
desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa,
terdapat keanekaragaman, adanya partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat yang penduduknya kurang dari 2500 orang, memiliki
hubungan yang akrab dan serba informal diantara sesama warganya serta
penduduknya tergantung kepada pertanian yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 merupakan sebuah
produk era reformasi yang menjadi bentuk awal kemandirian Desa dalam
16
Bambang Trisantono S, Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Bandung: Fokus
Media, 2011, hlm 12-13
17
Anonim, Undang-Undang Republik Indonesia, loc. cit. hlm 2 (pasal 1 ayat 1)
18
penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam pengelolaan keuangan Desa.
Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 pasal 19,
Desa memiliki wewenang sebagai berikut:
1.
Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2.
Kewenangan lokal berskala Desa;
3.
Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
4.
Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.18
Landasan hukum dan unsur-unsur Pemerintah Desa merupakan salah
satu dari beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah desa dalam
penyelenggaraan pemerintahannya dimana keduanya merupakan aturan atau dasar
ideal pelaksanaan pemerintahan desa. Otonomi daerah yang diterapkan membantu
pemerintah desa dalam melakukan improvisasi kinerja dan program-program yang
telah di tentukan mampu dilaksanakan dengan maksimal. Otonomi tersebut
memberi peranan seutuhnya pada pemerintah Desa dalam mengatur rumah tangga
sendiri dengan tetap berpegang teguh pada kearifan lokal yang dimiliki
masyarakat tersebut, karena masyarakat adalah unsur yang paling mendasar
terciptanya Desa yang merupakan pemerintahan yang paling terkecil. Di dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa BAB V dijelaskan bahwa proses pengelolaan
keuangan desa meliputi beberapa tahapan yaitu pengelolaan, pelaksanaan,
18
Ibid. hlm. 9 (pasal 19)
19
penatausahaan,
pelaporan
dan
pertanggungjawaban,
pembinaan
dan
pengawasan19. Maka dari itu tugas desa sebagai aparatur pemerintahan yang di
dalamnya terdapat fungsi pengelolaan keuangan desa harus mampu melaksanakan
tahapan tersebut agar proses pelaksanaan atau penggunaan anggaran dapat sesuai
dengan apa yang diharapkan masyarakat dan pemerintah. Untuk memperjelas dari
PERMENDAGRI tersebut, Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah Pemerintah
Daerah Kabupaten Sumedang melalui Peraturan Bupati Sumedang Nomor No. 05
Tahun 2016 memperjelas proses pengelolaan keuangan desa tersebut dalam
bentuk Pengelolaan ADD. Di dalam Peraturan Bupati Sumedang Nomor No. 05
Tahun 2016 dijelaskan tentang petunjuk teknis dari pelaksanaan pengelolaan
ADD.
Pelaksanaan ADD di Kabupaten Sumedang ini didasarkan pada realita
bahwa sebagai pilar otonomi daerah, Desa semakin membutuhkan pendanaan
yang seimbang untuk menjalankan peran yang lebih konkrit dalam pembangunan
daerah. Pemerintah Kabupaten Sumedang berharap dengan adanya Alokasi Dana
ke Desa, perencanaan partisipatif berbasis masyarakat akan lebih berkelanjutan,
karena masyarakat dapat langsung terlibat dalam pembuatan dokumen
perencanaan di Desanya dan ikut merealisasikannya. Namun pengelolaan ADD
tersebut tidak terlepas dari pengaruh adanya faktor pendukung maupun
penghambat. Faktor pendukung yakni adanya Partisipasi masyarakat serta Sarana
dan Prasarana yang memadai. Faktor pendukung yang pertama adalah faktor
partisipasi masyarakat. Menurut Isbandi dalam Yuwono, Partisipasi masyarakat
adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan
19
Anonim, Peraturan Menteri Dalam Negeri, op. cit. hlm 9 (BAB V)
20
potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang
alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,
dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.20
Faktor partisipasi masyarakat ini diharapkan dapat membantu aparatur desa
dalam meningkatkan proses pengidentifikasian masalah serta potensi dalam hal
ini adalah pengelolaan dana desa yaitu peran masyarakat yang terlibat langsung
selama proses pengelolaan keuangan desa. Masyarakat disini juga dapat berfungsi
sebagai pengawas bagi aparatur pemerintahan desa dalam proses pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa. Faktor pendukung yang kedua adalah sarana dan
prasarana.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sarana dan Prasarana adalah
sarana yaitu segala sesuatu (bisa berupa syarat atau upaya) yang dapat dipakai
sebagai alat atau media dalam mencapai maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana
yaitu segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu
proses (usaha, pembangunan, proyek,dsb).
21
Faktor sarana dan prasarana ini tentunya suatu hal yang wajib dimiliki
selama proses pengelolaan keuangan desa karena di dalamnya terdapat segala
sesuatu yang dapat mendukung terselenggaranya proses pengelolaan keuangan
desa. Dalam hal ini sebagai contohnya adalah keuangan desa, peralatan penunjang
kinerja aparatur desa.
20
Isbandi, Rukminto Adi, Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas Dari Pemikiran
Menuju Penerapan, Depok, 2007, hlm 27
21
Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2013, hlm 893 dan
999
21
Selain kedua faktor pendukung di atas, ada juga yang menjadi faktor
penghambat di dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa yakni Sumber
Daya Manusia, petunjuk teknis pengelolaan ADD yang setiap tahun berubah dan
komunikasi. Sumber Daya Manusia (SDM) menurut Hasibuan menjelaskan
bahwa SDM adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang
dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan
lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk
memenuhi kepuasannya.22
SDM dalam hal ini adalah sumber daya aparatur pemerintahan desa serta
masyarakat sangat berperan penting untuk mengelola keuangan desa. Kondisi
yang ada saat ini di dua desa yang menjadi fokus peneliti memang terdapat
beberapa kekurangan dalam hal pengelolaan keuangan desa ini dilihat dari faktor
SDM nya dimana masyarakat dan aparatur desa masih cenderung memiliki
keterbatasan untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa ini. Faktor yang
kedua adalah Petunjuk Teknis Pengelolaan ADD yang tiap tahunnya selalu
berubah-ubah sesuai dengan peraturan Bupati setempat dalam hal ini Peraturan
Bupati Sumedang. Keterlambatan update perubahan peraturan ini juga
menyebabkan aparatur desa menjadi kebingungan dalam pengelolaan keuangan
desa mengingat Peraturan Bupati memuat seluruh proses petunjuk teknis dari
pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Faktor yang ketiga adalah Komunikasi.
Menurut Anwar Arifin, komunikasi ialah suatu konsep yang multi makna,
Arti komunikasi dapat dibedakan bedasarkan dari komunikasi sebagai proses
sosial, komunikasi pada makna ini ada dalam konteks ilmu sosial. Para ahli ilmu
22
Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, hlm 244
22
sosial melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan Komunikasi yang
dengan umum memfokuskan pada kegiatan manusia serta kaitan pesan dan
perilaku.23
Proses
penyampaian
hasil
perencanaan
serta
proses
pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan desa
seharusnya dilakukan dengan baik sehingga masyarakat mengetahui pengelolaan
keuangan desa. Namun yang terjadi pemberitahuan atau proses komunikasi ini
tidak berjalan dengan lancar dilakukan oleh aparatur pemerintahan desa sehingga
masih terdapat banyak masyarakat yang tidak mengetahui pengelolaan dan
penggunaan keuangan desa. Secara sistematik, kerangka pemikiran dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
23
Arifin, Anwar, Ilmu Komunikasi, Bandung: PT Amrico, 2010, hlm 54
23
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014
Tentang Desa
Feedback
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014
Input
Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Peraturan Bupati Sumedang No. 05 Tahun 2016 Tentang
Proses
Pengelolaan ADD
Faktor Pendukung
Pengelolaan Keuangan
Faktor Penghambat
Isbandi (2007):
Syarifudin (2005:89):
Anwar Arifin (2010):
1. Partisipasi Masyarakat
1. Perencanaan
1. Sumber Daya Manusia
2. Sarana dan prasarana
2. Pelaksanaan
2. Peraturan Pemerintah
3. Pengelolaan/
3. Komunikasi
Penatausahaan
4. Pelaporan dan
Pertanggungjawaban
5. Pembinaan dan
Pengawasan
Harapan Masyarakat
Output