Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
https://e-journal.undikma.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/index
Vol. 7, No. 2 : Juni 2021
E-ISSN: 2442-7667
pp. 306-313
Email: jlppm@ikipmataram.ac.id
Idealisasi Nilai Pendidikan Lingkungan dalam Novel Anak Rantau (Kajian Ekokritik)
Nova Agusryana Syarif*, Muhammad Rapi Tang, Usman
Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar
*Corresponding Author. Email: novasyarif1@gmail.com
Abstract: This study aimed to examined the value of environmental
education in the novel Anak Rantau by Ahmad Fuadi. This research used
descriptive qualitative method. Data collection method used the
documentary method using reading and note-taking technique. Data analysis
was carried out through several stages, namely data reduction, data
presentation, and drawing conclusions. The result of this study indicated
that novel Anak Rantau by Ahmad Fuadi contained the value of
environmental education, namely establishing a harmonious relationship
between humans and nature by maintaining and caring for nature as well as
possible. So that human wisdom and prudence will be created in responding
to all natural wealth with everything in it for the sake of human survival in
the future.
Article History
Received: 17-03-2021
Revised: 26-04-2021
Accepted: 03-05-2021
Published:.07-06-2021
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai pendidikan
lingkungan yang terdapat dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi.
Metode penelitian yang digunakan yakni jenis penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
dokumentasi dengan menggunakan teknik baca dan catat. Analisis data
digunakan melalui beberapa tahapan yakni reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menemukan bahwa dalam novel
Anak Rantau karya Ahmad Fuadi memuat nilai pendidikan lingkungan
yakni menjalin hubungan harmonis antara manusia dengan alam dengan
menjaga dan merawat alam dengan sebaik-baiknya. Sehingga akan tercipta
sikap arif dan bijaksanan manusia dalam menyikapi seluruh kekayaan alam
dengan segala isinya demi kelangsungan hidup manusia di masa yang akan
datang.
Sejarah Artikel
Diterima: 17-03-2021
Direvisi: 26-04-2021
Disetujui: 03-05-2021
Diterbitkan: 07-06-2021
Key Words:
Value, Environmental
Education, Novel,
Ecocriticism.
Kata Kunci:
Nilai,
Pendidikan Lingkungan,
Novel,
Ekokritik.
How to Cite: Syarif, N., Tang, M., & Usman, U. (2021). Idealisasi Nilai Pendidikan Lingkungan dalam Novel
Anak Rantau (Kajian Ekokritik). Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan di
Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran, 7(2), 306-313. doi:https://doi.org/10.33394/jk.v7i2.3735
https://doi.org/10.33394/jk.v7i2.3735
This is an open-access article under the CC-BY-SA License.
Pendahuluan
Aspek alam sudah menjadi objek yang diperbincangkan pengarang dalam karya
sastra, baik sebagai latar atau sebagai tema. Isu mengenai lingkungan semakin marak
terdengar di berbagai media. Hasil analisis Greenpeace Internasional (www.greenpeace.org)
menyatakan bahwa terdapat 3.403.000 hektar lahan terbakar tahun 2015 sampai 2018.
Perburuan hewan yang dilindungi dan eksploitasi alam dalam bentuk illegal logging
merupakan sebuah kondisi yang terus menjadi problematika yang tidah hanya terjadi di
perkotaan tetapi juga di pedesaan dengan latar belakang sosiologis masyarakat yang masih
memegang teguh adat istiadat dan pengelolaan lingkungan alam secara tradisional (Putri dkk:
2019). Tidak hanya itu, permasalahan lingkungan juga dapat berakibat fatal, seperti
terjadinya bencana alam (Andriyani dan Piliang, 2019: Larasati, 2020).
Pendidikan lingkungan perlu digalakkan untuk mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan yang semakin parah (Afandi dan Juanda, 2020). Kesadaran peduli lingkungan
atau kearifan lingkungan diperlukan agar sikap peduli lingkungan dapat terus digalakkan
Copyright © 2021, Syarif, N., Tang, M., & Usman, U.
Jurnal Kependidikan Vol. 7. No. 2 : Juni 2021
|306
Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
https://e-journal.undikma.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/index
Vol. 7, No. 2 : Juni 2021
E-ISSN: 2442-7667
pp. 306-313
Email: jlppm@ikipmataram.ac.id
demi terciptanya kelestarian ekologi dan kelestarian alam. Dalam dunia akademis terdapat
upaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan (Budiharto dan Ramadani, 2018; Juanda,
2019b; Sultoni, 2020; Winda dan Bahri, 2020) antara lain dalam pengajaran sastra terkhusus
melalui kajian-kajian terhadap karya sastra. Karya sastra memiliki nilai pendidikan
lingkungan yang dapat digunakan untuk memberikan pembelajaran kepada para pembaca dan
masyarakat serta merupakan cara pengarang karya sastra untuk menyerukan pemeliharaan
lingkungan dengan berkomunikasi dengan pembacanya. Beberapa sastrawan yang
menggunakan tema alam dalam karya mereka antara lain Ahmad Tohari, Corri Kayun
Rampan, Ahmad Fuadi, D. Zawawi Imron, dan masih banyak lagi (Darmawati, 2017).
Studi ekokritik merupakan studi yang mengulas karya sastra dari sudut pandang
lingkungan (Glothfelty dan Fromm, 1996; Asyfa dan Putri, 2018). Salah satu bentuk kajian
dalam ekokritik yakni pastoral. Pastoral merujuk pada setiap karya sastra yang
mendeskripsikan kehidupan pedesaan yang berbeda dengan kota (Gifford, 1999). Studi
ekokritik telah dilakukan oleh beberapa ahli di Indonesia yakni Lisnasari dan Sukmawan
(2016); Asyfa dan Putri (2018); Juanda (2019); serta Syam dan Aris (2020). Di negara lain
pernah dilakukan penelitian oleh Fenn (2015); Anjan dan Sathoskumar (2017); serta Flinn
(2018).
Lisnasari dan Sukmawan (2016) mengungkapkan karakteristik pastoral dalam cerita
rakyat Tengger menjadi karakteristik narasi puitika teks ekokritik. Bentuk pengetahuan
tersebut diperoleh dari pengalaman hidup masyarakat yang kaya akan nilai kearifan
lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Asyfa dan Putri (2018) menemukan bahwa
manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang saling bergantung dan memengaruhi.
Ketika alam menunjukkan gejala yang tidak seimbang dalam kehidupan ekosistemnya, maka
manusia yang hidup berdampingan dengannya secara alamiah akan melakukan tindakantindakan penyembangan. Penelitian Juanda (2019a) mengenai ekokritik film avatar sebagaai
sarana pendidikan lingkungan siswa dan hasil yang diperoleh yakni film avatar karya James
Cameron berisi pendidikan lingkungan kepada siswa yaitu gerakan hijau yang dilakukan suku
Navi yang sesuai dengan kearifan ekologis adalah nilai pola laku, pola sikap, dan pola pikir.
Syam dan Aris (2020) menemukan adanya hubungan antara manusia dan alam yang
menerapkan tiga model yakni model dominasi, model pelindung dan model biosentris.
Selanjutnya Fenn (2015) mengkaji ekokritik di era postmodernisme yang
menunjukkan bahwa ekokritik tidak hanya menekankan pada keharmonisan umat manusia
dan alam tetapi juga mengenai kerusakan yang disebabkan oleh perubahan yang terjadi di
dunia modern yang merupakan tanggung jawab manusia. Anjan dan Sathoskumar (2017)
menemukan bahwa penyair India dalam hal ini Ruskin Bond mengungkapkan kesadaran
lingkungan melalui karya sastranya. Di sisi lain, Flinn (2018) yang mengkaji ekokritik
pastoral terhadap buku kumpulan komik Perancis yang diterbitkan sejak tahun 2010 dan
menemukan bahwa adanya ledakan kecil dalam penerbitan buku komik bertema lingkungan
yakni pertanian. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa penelitian-penelitian
tersebut belum pernah ada yang meneliti mengenai idealisasi nilai pendidikan lingkungan
dalam novel Anak Rantau menggunakan kajian ekokritik. Oleh karena itu dirasa perlu
dilakukan penelitian terhadap idealisasi nilai pendidikan lingkungan dalam novel Anak
Rantau karya Ahmad Fuadi mengingat bahwa karya sastra dapat digunakan sebagai
penghubung untuk mengajarkan nilai-nilai pendidikan lingkungan dalam novel kepada para
pembaca dan masyarakat.
Copyright © 2021, Syarif, N., Tang, M., & Usman, U.
Jurnal Kependidikan Vol. 7. No. 2 : Juni 2021
|307
Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
https://e-journal.undikma.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/index
Vol. 7, No. 2 : Juni 2021
E-ISSN: 2442-7667
pp. 306-313
Email: jlppm@ikipmataram.ac.id
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Fokus
penelitian ini adalah mengkaji idealisasi nilai pendidikan lingkungan dalam novel Anak
Rantau karya Ahmad Fuadi menggunakan teori Ekokritik Gifford. Data dalam penelitian ini
berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat dalam novel Anak Rantau yang memuat idealisasi
nilai pendidikan lingkungan menggunakan metode dokumentasi dengan teknik baca dan
catat. Teknik analisis data yang digunakan menggunakan teknik analisis Miles dan Huberman
(2014) yang terdiri atas tiga tahap yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi mengajak pembaca untuk kembali merenungi
pepatah masyarakat Sumatera khusunya masyarakat Minang. Alam takambang jadi guru.
Alam terkembang jadi guru. Pepatah tersebut mengajarkan kita bahwa alam akan
memberikan manusia berbagai pelajaran hidup. Kehidupan manusia elang mengajarkan untuk
terbang tinggi kemana saja, melintasi batas untuk mencari hidup (Fuadi, 2019:18). Novel
Anak Rantau mengisahkan perjalanan Hepi yang pulang ke kampung halaman ayahnya di
Minangkabau untuk liburan sekolah. naum kenyataanya kepulangan tersebut dijadikan
sebagai alas an ayahnya untuk meninggalkan Hepi Bersama kakek dan neneknya di kampung
agar ia bisa belajar menjadi manusia yang bertanggung jawab dengan belajar dari alam
Minang yang kental dengan budaya dan adat istiadat yang keras. Ayah Hepi merasa
kehidupan Kota Jakarta akan merusak kehidupan Hepi.
Akhir cerita tersebut menggambarkan Hepi yang betah tinggak di kampung halaman
ayahnya. Baginya, alam pedesaan, kampung halaman ayahnya adalah tempatnya berguru
segala hal. Jakarta sudah semakin jauh. Hatinya sudah lengket dengan kampung (Fuadi,
2019: 352). Nilai pendidikan lingkungan yang terdapat dalam novel Anak Rantau yakni
mengenai menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan alam dengan menjaga dan
memelihara alam dengan baik, kenyamanan bekerja dan tinggal di alam dengan situasi dan
kondisi apapun serta dalam kondisi yang serba terbatas.
Hubungan harmonis manusia dengan alam tercermin dalam perilaku manusia menjaga
dan merawat alam sehingga terwujud keharmonisan alam dan ekosistem alam tetap terjaga
dan seimbang. Untuk mewujudkan keharmonisan tersebut, bentuk nyata yang dapat
dilakukan adalah dengan menyayangi dan merawat alam dengan baik. Dalam novel Anak
Rantau, tokoh Zen yang merupakan seorang pecinta binatang sehingga dia memelihara dan
merawat binatang dengan baik dan mencintai binatang tersebut. Hal tersebut dapat dilihat
melalui penggalan kutipan berikut.
(1) Zen yang selalu sayang binatang langsung marah kepada teman-temannya yang
menarik-narik badan ular itu. “Kasihan, ini masih anak ular, ekornya luka garagara kalian lempar tadi,” katanya sambil mengelus-elus kepala ular tersebut dengan
sayang. Lidah merah bercabangnya melet-melet (Fuadi, 2019:90).
(2) Zen yang penyayang binatang terus menatap mata sepasang merpati yang terus
berdekut kur-kur di dekat jendela. “Mereka sedih karena sarangnya kena gusur
kita,” jelas Zen seperti penerjemah resmi. “Macam Nabi Sulaiman saja kau Zen,”
goda Attar dan disambut cekikikan Hepi. Zen tidak peduli, dan bersungguhsungguh bertukang, membikin kotak kayu berlubang sebagai pengganti rumah
merpati yang dia gantungkan di atas atap di luar jendela kaca (Fuadi, 2019:195).
Copyright © 2021, Syarif, N., Tang, M., & Usman, U.
Jurnal Kependidikan Vol. 7. No. 2 : Juni 2021
|308
Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
https://e-journal.undikma.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/index
Vol. 7, No. 2 : Juni 2021
E-ISSN: 2442-7667
pp. 306-313
Email: jlppm@ikipmataram.ac.id
(3) Zen mengelus-elus kepala setiap kambingnya dan menghela meraka pelan-pelan ke
luar kendang. Dan yang membikin Hepi antara gelak dan geli, Zen mencium satu
per satu kepala kambing-kambingnya seakan mengucapkan perpisahan. Beberapa
mengembik manja dan menggoyangkan ekornya, seperti paham perasaan Zen
(Fuadi, 2019: 280).
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut dijelaskan bahwa tokoh Zen menjaga hubungan
harmonis dengan binatang dengan menyayangi dan merawat binatang-binatang tersebut baik
yang dipeliharanya sendiri seperti kambing pada kutipan (3) maupun yang tidak dipelihara
yakni ular yang ekornya terluka pada kutipan (1) serta dia membuat kotak kayu sebagai
pengganti sarang merpati yang dia dan kawan-kawannya rebut untuk dijadikan markas
persembunyian kelompoknya pada kutipan (2). Sementara itu pada kutipan (4) dan (5)
berikut dijelaskan menjaga hubungan harmonis manusia dengan alam tercermin dari perilaku
manusia yang mengambil keputusan bersama demi kepentingan alam seperti tergambar
dalam kutipan berikut.
(4) Pak Sinayan angkat bicara, “Kita wajib menulis surat kepada pemerintah untuk
membatasi jumlah karamba. Agar danau ini tidak jadi kolam beracun raksasa.”
(Fuadi, 2019: 350)
(5) “Inilah waktunya kita memperbaiki kampung kita sendiri, mambangkik batang
tarandam, membangkitkan batang yang sudah terendam lama. Bersama-sama kita
tentulah bisa,” kata Datuk Malano tidak kalah bersemangat (Fuadi, 2019: 350).
Melalui penggalan novel tersebut dijelaskan bahwa masyarakat kampung durian yang
melihat keadaan alam di sekitarnya di mana banyaknya jumlah karamba di danau membuat
danau menjadi kolam beracun raksasa. Klausa kolam beracun raksasa menunjukkan bahwa
karamba tersebut teah mencemari danau Talago dengan banyaknya pakan ikan yang
mengendap di dasar danau menjadikan danau beracun. Oleh karena itu tokoh Pak Sinayan
mengajak warga untuk menyurat kepada pemerintah agar membatasi jumlah karamba. Pada
kutipan selanjutnya (5) dijelaskan pula bahwa tokoh Datuk Malano yang juga ikut
mendukung agar masyarakat kembali bersatu untuk memperbaiki kampung dengan
membangkitkan kembali kearifan lingkungan yang selama ini telah tergerus perkembangan
zaman.
Nilai pendidikan lingkungan dalam novel Anak Rantau juga menggambarkan
kekecewaan tokoh terhadap lingkungan alam yang dulu asri namun lama kelamaan menjadi
memprihatinkan. Seperti terdapat dalam penggalan novel berikut.
(6) Sekarang air danau sudah surut, sehingga tepi pantai kini menjauh beberapa meter
dari rumah. Kakeknya menuduh air susut gara-gara sungai mengering, akibat
adanya penebangan liar di hulu. Selain surut, air sekarang tidak lagi jernih. Sejak
ribuan keramba ikan mengapung di danau, air dicemari pakan yang berlebihan dan
mengendap di dasar danau. Air yang dulu membiru sekarang berwarna kehijauan
dan bau tak sedap beraroma amoniak kerap meruap (Fuadi, 2019: 37-38).
Kutipan (6) tersebut membuka mata kita bahwa kelestarian lingkungan bergantung
bagaimana manusia menjaga dan merawat alam tersebut dengan sebaik-baiknya. Akibat
adanya penebangan liar di hulu menyebabkan sair sungai mengering sehingga air danau pun
turu menjadi surut sehingga tepi pantai semakin menjauh dari rumah. Penebangan hutan
dapat menyebabkan kerusakan pada alam dan dapat merugikan manusia serta dapat
Copyright © 2021, Syarif, N., Tang, M., & Usman, U.
Jurnal Kependidikan Vol. 7. No. 2 : Juni 2021
|309
Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
https://e-journal.undikma.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/index
Vol. 7, No. 2 : Juni 2021
E-ISSN: 2442-7667
pp. 306-313
Email: jlppm@ikipmataram.ac.id
mengakibatkan bencana alam. Oleh karena itu, mejaga kelestarian hutan, memelihara pohon
bakau di tepi pantai dan menjaga abrasi pantai, membuat lingkungan tempat tinggal tetap
alami. Selain itu pencemaran terjadi di danau akibat banyaknya keramba ikan di danau.
Ketika air tercemari pakan ikan yang berlebihkan maka air yang dulu berwarna biru
kehijauan kini menjadi keruh dan beraroma tidak sedap.
Masyarakat sebagai pelaku aktivitas harus mempertimbangkan alam ketika akan
memulai pekerjaan ataupun ketika sedang melakukan pekerjaan agar kepentingan manusia
tidak berbenturan dengan kepentingan alam. Hal ini dilakukan untuk menjaga hubungan
selaras dengan alam. Kenyamanan bekerja dengan alam dalam segala situasi dan kondisi
serta dalam kondisi yang serba terbatas sebagai bentuk pembelajaran mengenai nilai
pendidikan lingkungan tercermin dalam kutipan-kutipan berikut.
(7) Dia memberikan teropong ke Attar. “Kau salah lihat. Itu bukan ikan jinak, iku ikan
mati membuntah namanya. Keracunan sir danau karena sisa pakan dan kotoran
ikan yang menumpuk,” kata Attar. Attar dan Zen bercerita bahwa keracunan ini
sudah sering terjadi. Besoknya Hepi melihat semakin banyak ikan-ikan yang
mengapung dan danau menjadi seperti lautan bangkai ikan. Dan dalam beberapa
hari setelah itu angin danau menerbangkan bau anyir dan busuk ke segala penjuru
karena bangkai ikan mulai kembung dan berlendir. Para penjaga keramba dan
nelayan yang kewalahan membersihkan berton-ton bangkai ini akhirnya
membiarkan ikan-ikan mati ini mengapung di air (Fuadi, 2019: 197).
(8) Selama berhari-hari kampung mereka dialiri bau busuk dari danau. Kakek
menyuruh mereka menutup jendela surau untuk mengurangi aroma yang
memualkan ini, sementara itu Nenek menaruh tadah berisi bubuk kopi si beberapa
sudut surau. Di “sarang elang” pun mereka mengunci semua jendela. Bahkan Mak
Tuo Ros harus menutup lapaunya beberapa hari karena tidak ada orang yang
berselera makan dan minum di lapau yang terletak tidak jauh dari danau (Fuadi,
2019: 197-198).
(9) Begitu lapau Mak Tuo Ros buka lagi, Hepi mendengar Pak Sinayan “mengamuk”
di depan teman debatnya dengan pidato panjang. “Danau Talago ini begitu pemaaf.
Telah diracu berkali-kali, tapi tidak marah. Danau hanya batuk-batuk dan
memuntahkan racun yang ditelannya beberapa hari. setelah itu dengan baik hati
kembali membesarkan ikan-ikan kita, menyediakan makanan dan air buat kita.
Tapi sampai berapa lama?” dia berhenti sebentar untuk menyesap kopinya dengan
kening berkerut (Fuadi, 2019: 198).
Penggalan novel tersebut menjelaskan ketika danau mengeluarkan bau busuk karena
ikan yang mati keracunan, warga masih tetap beraktivitas. Meskipun seluruh pintu surau
harus ditutup, masyarakat masih melaksanakan salat lima waktu di surau, untuk mengurangi
bau busuk tersebut, Nenek menaburkan bubuk kopi ke semua sudut surau. Hepi yang berada
di sarang elang yang terdapat di lantai tiga bangunan surau tersebut juga mengunci semua
jendela. Hanya lapau -warung- Mak Tuo Ros yang tutup untuk sementara karena tidak ada
warga yang berselera makan di warung. Nilai pedidikan lingkungan yang dapat dipelajari dari
penggalan kutipan novel tersebut yakni manusia seharusnya senantiasa menjaga dan
memelihara lingkungan dengan baik agar menimbulkan kenyamanan untuk menetap dan
bekerja dalam situasi dan kondisi alam yang elok dan terpelihara dengan baik. Sebab siklus
kehidupan masih akan terus berlanjut dan tidak menutup kemungkinan ketika kita tidak
Copyright © 2021, Syarif, N., Tang, M., & Usman, U.
Jurnal Kependidikan Vol. 7. No. 2 : Juni 2021
|310
Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
https://e-journal.undikma.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/index
Vol. 7, No. 2 : Juni 2021
E-ISSN: 2442-7667
pp. 306-313
Email: jlppm@ikipmataram.ac.id
memelihara alam sekitar dengan baik maka bencana seperti keracunan ikan di danau sehingga
menimbulkan polusi udara tersebut akan kembali terjadi.
(10)
Datuk terkejut saat melihat betapa banyak orang yang sebetulnya peduli dan
rusuh melihat keadaan kampung ini, tapi selama ini berdiam diri. Mereka bukannya
tidak peduli, melainkan hanya belum berani maju sendiri-sendiri. Mereka
menunggu ada orang yang memimpin. Mereka menunggu ada warga yang tewas
overdosis dulu, danau berkuah racun dulu, rumah-rumah dibongkar maling dulu.
Dia melihat ternyata banyak yang duduk menunggu di kampungnya ini. Datuk
tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Di atas podium dia berbicara berapi-api,
“Para hadirin yang Bahagia. Kemuduran kampung kita ini akan terus terjadi.
Bukan karena banyaknya orang jahat, melainkan karena lebih banyak orang baik
yang memilih diam dan tidak peduli dengan kampungnya. Pembiaran berjemaah
akan menghasilkan penyesalan berjemaah.” Tidak ada yang menepuki pidatonya,
tapi Datuk yakin kata-katanya telah menembus hati para pendengarnya saat dia
melihat banyak yang mengangguk-angguk atau tertunduk. Datuk membatin,
biarlah yang tersinggung, tersinggunglah, dia percaya yang tersadarkan lebih
banyak (Fuadi, 2019: 349).
Berdasarkan kutipan novel di atas menjelaskan bahwa nilai pendidikan lingkungan
harus selalu disebarkan baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi seperti dalam pidao
memperingati hari lingkungan hidup, di sekolah,, di kantor, di lembaga-lembaga peduli
lingkungan, serta melalui karya seperti sastra untuk megedukasi masyarakat terkait
pentingnya menjaga dan merawat lingkungan agar tercipta hubungan harmonis antara
manusia dan lingkungan. Agar manusia memiliki sikap arif dan bijaksana dalam menjaga dan
memelihara alam sehingga tercipta lingkungan yang seimbang. Apabila manusia arif dan
bijaksana dalam menjaga dan merawat alam maka akan tercipta lingkungan yang lestari guna
keberlanjutan hidup manusia.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa novel Anak Rantau memuat nilai
pendidikan lingkungan. Fenomena dominan yang disoroti dalam novel tersebut yakni cara
manusia menjalin hubungan harmonis antara manusia dengan alam melalui pelestarian
lingkungan dalam hal ini menjaga dan merawat alam dengan sebaik-baiknya. Sehingga
manusia dapat bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi seluruh kekayaan alam dengan
segala isinya demi keberlangsungan hidup manusia di masa yang akan datang.
Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini antara lain adalah; (1) bagi
tenaga pendidik baik guru maupun dosen dapat menjadi penghubung untuk mengajarkan nilai
pendidikan lingkungan dalam novel Anak Rantau sebagai bahan ajar studi sastra di sekolah
maupun di perguruan tinggi khususnya mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dub
bidang studi prosa fiksi yang memuat tema lingkungan serta mata kuliah apresiasi prosa fiksi
dan mata kuliah ekokritik. (2) Bagi pemerintah, penelitian ini disarankan dapat menjadi
bahan pertimbangan bagi pemerataan pembangunan dan pembangunan berbasis lingkungan
di Indonesia serta bagi pembaca dan masyarakat secara umum, penelitian ini diharapkan
dapat membantu dalam pemilihan bacaan yang memuat nilai-niali pendidikan lingkungan dan
nilai pendidikan karakter berbasis kearifan lingkungan bagi pembangunan sumber daya
Copyright © 2021, Syarif, N., Tang, M., & Usman, U.
Jurnal Kependidikan Vol. 7. No. 2 : Juni 2021
|311
Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
https://e-journal.undikma.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/index
Vol. 7, No. 2 : Juni 2021
E-ISSN: 2442-7667
pp. 306-313
Email: jlppm@ikipmataram.ac.id
manusia yang lebih baik. (3) Bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan pengkajian lebih
lanjut mengenai nilai lingkungan menggunakan novel-novel Indonesia bertema kedaerahan
(lokal) sebagai produk sastra daerah menggunakan teori ekokritik. Selain pada novel, kajian
ekokritik juga dapat dilakukan dengan menggunakan produk sastra lisan daerah seperti cerita
rakyat atau dongeng daerah sebagai sumber kajian serta dapat pula dijadikan sebagai
pengembangan penelitian pendidikan karakter berbasis kearifan lingkungan di sekolah.
Daftar Pustaka
Afandi, Iswan dan Juanda. (2020). Nilai Lingkungan dalam Cerpen Apakah Rumah Kita
Akan Tenggelam Karya Anas S Malo Melalui Tanggapan Mahasiswa (Kajian
Ekokritik). Jurnal Kandai, 16 (2), 295-314.
Andriyani, Noni dan Piliang, Wilda Srihastuty Handayani. 2019. Kritik Sastra Ekologis
Terhadap Novel-Novel Terbaru Indonesia. GERAM (Gerakan Aktif Menulis), 7(1),
81-89.
Anjan, N dan Sathoskumar, C. (2017). Ecological Concern in Ruskin Bond’s Short Stories.
Veda’s: Journal of English Laguage and Literature (JOELL), 4(4), 287-290.
Asyfa, Nurul dan Putri, Vera Soraya. (2018). Kajian Ekologi Sastra (Ekokritik) dalam
Antologi Puisi Merupa Tanah di Ujung Timur Jawa. Seminar Nasional #4: Eksplorasi
Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa Timuran. PS PBSI FKIP Jember.
Budiharto, R. Agus dan Ramadani, Tjitra. (2018). Penggunaan Sastra Lingkungan untuk
Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah Peduli Lingkungan. Jurnal
ABDIMAS BSI, 1(2), 180-185.
Darmawati, M.R. (2017). Manusia Kelapa dalam Perspektif Ekokritik. Seminar Nasional
Bulan Bahasa 2017. 163-169.
Fenn, Vathana. (2015). Roots of Ecocriticism: An Exploration of The History of
Ecocriticism, A Literary Theory of The Post-Modern World. Veda’s: Journal of
English Language and Literature (JOELL), 2(2), 104-109.
Flinn, Margareth C. (2018). Popular Terroir: Bande Dessinee as Pastoral Ecocriticism?
Studied in 20th & 21st Century Literature. 43(1), 1-21.
Fuadi, Ahmad. 2019. Anak Rantau. Jakarta: Falcon.
Gifford, Terry. (1999). Pastoral. New York and London: Reutledge.
Glothfelty, C dan Fromm, Harold. (1996). The Ecocriticisim Reader: Landmarks in Literary
Ecology. London: University of Georgia Press.
Juanda, Juanda. (2019a). Ekokritik Film Avatar Karya James Cameron Sarana Pendidikan
Lingkungan Siswa. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 8(1), 1-9.
Juanda, Juanda. (2019b). Revitalisasi Nilai dalam Dongeng Sebagai Wahana Pembentukan
Karakter Anak Usia Dini. Jurnal Pustaka Budaya, 5(2), 11-18.
Larasati, Maria Marietta Bali. 2020. Representasi Kerusakan Alam dan Nilai Kearifan Lokal
dalam Cerpen Kanuku Lon Karya Christian Dicky Senda. Jurnal Ilmiah Edukasi &
Sosial, 7(2), 167-176.
Lisnasari, Lilik dan Sukmawan, Sony. (2016). Berhulu Welasasih Pepitu, Bermuara Narasi
Arcadia: Kajian Ekokritik Cerita Rakyat Tengger. Jurnal Ilmiah Edukasi & Sosial,
7(2), 167-176.
Miles, M.B and Huberman, A.M, and Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis and
Method Sourcebook (3ed.). Arizona: SAGE Publication.
Putri, Nina Queena Hadi., Afifah, Nisa Fitriyani., Rahman, Hasrul. (2019). Kearifan
Lingkungan Masyarakat Dayak Benuaq dalam Novel Api Awan Asap: Kajian
Ekokritik Giiford. Jurnal Satwika, 3 (2), 132-141.
Copyright © 2021, Syarif, N., Tang, M., & Usman, U.
Jurnal Kependidikan Vol. 7. No. 2 : Juni 2021
|312
Jurnal Kependidikan:
Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan
di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
https://e-journal.undikma.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/index
Vol. 7, No. 2 : Juni 2021
E-ISSN: 2442-7667
pp. 306-313
Email: jlppm@ikipmataram.ac.id
Sultoni, Ahmad. (2020). Kritik Ekologi dalam Buku Puisi Air Mata Manggar KArya Arif
Hidayat: Kajian Ekokritik Sastra. JP-BSI: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 5(1), 6-10.
Syam, Essy dan Aris, Qori Islami. (2020). Perlakuakn Terhadap Alam yang Tercermin dalam
Teks Alinta, The Flame, Karya Hyllus Maris dan Sonia Borg: Kajian Ekokritik.
Prosiding Seminar Nasional Pakar Ke-3, 1-5
Winda, Novia dan Bahri, Saiful. (2020). Ekologi Alam di Tanah Baduy dalam Novel Baiat
Cinta di Tanah Baduy Karya Uten Sutendi. Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya, 5(2), 256-163.
Copyright © 2021, Syarif, N., Tang, M., & Usman, U.
Jurnal Kependidikan Vol. 7. No. 2 : Juni 2021
|313