Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Kenakalan Anak, Wujud Kepribadian Dan Kreatifitas Sebagai orang tua kadang jengkel dan kesal dengan kenakalan anak. Sebenarnya kenakalan anak itu sendiri sedikit banyak merupakan efek dari proses pembelajaran anak wujud dari kepribadian dan kreatifitas anak. Artikel ini saya kutip dari situs KPAI.go.id, berikut kutipannya LASKAR PELANGI, Seru! Film ini tidak mengajak penonton untuk menangisi kemiskinan. Sebaliknya, mengajak kita untuk memandang kemiskinan dengan cara lain. Tepatnya melihat sisi lain dari kondisi kekurangan yang mampu melahirkan kreativitas-kreativitas tak terduga. Keterbatasan-keterbatasan yang dialami nyatanya menumbuhkan anggota Laskar Pelangi menjadi karakter-karakter yang unik. Kenakalan-kenakalan kecil bercampur dengan kepolosan yang cerdas, menghadirkan satu adonan menakjubkan tentang bagaimana masa kecil dipersepsi dan dijalani oleh anak-anak yang luar biasa ini. Mereka menjadi luar biasa karena hidup dalam keterbatasan, luar biasa karena dibesarkan dengan idealisme pendidikan yang terasa naif di jaman sekarang, sekaligus luar biasa karena garis nasib menuntun mereka menjadi sosok-sosok yang tidak pernah terduga oleh siapapun. Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan fundamental. Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orangtuanya. Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritik yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukkan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri kepribadian yang terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya. Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menepati kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan memupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat jalannya. Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu diberikan akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah untuk meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya. Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu pendidikan yang salah adalah memanjakan anak. Beberapa faktor yang menyebabkan orang tua memanjakan anaknya yaitu : Orang tua anak tersebut dimanjakan oleh orang tuanya pula sehingga pengalaman itu diwariskan kepada anaknya. Orang tua mempunyai konsep kebahagiaan yang kurang tepat. Misalnya kebahagiaan diidentik dengan menyenangkan hati anak-anaknya dengan menuruti semua permintaan mereka dengan memberi barang-barang lux, uang. Sikap memanjakan dapat disebabkan juga karena orang tua dahulu mempunyai pengalaman hidup yang pahit dan miskin sehingga mereka ingin menghindari anak-anak mereka dari situasi yang serba sulit. Orang tua yang banyak kegiatan dan bisnis sehingga tidak mempunyai waktu senggang yang cukup bagi anak-anaknya. Kegiatan overaktif ini dapat menimbulkan rasa bersalah bagi orang tua tersebut sehingga mereka menuruti semua permintaan atau memberikan barang-barang berharga sebagai substitusi kasih sayang mereka. Kecendrungan orang tua yang kadang-kadang membedakan anak-anak mereka. Sikap membedakan biasanya dilatarbelakangi oleh faktor pandangan/kebudayaan tertentu misalnya rasa bangga terhadap anak laki-laki. Keadilan orang tua yang tidak merata terhadap anak dapat berupa perbedaan dalam pemberian fasilitas terhadap anak maupun perbedaan kasih sayang. Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak adil dapat menyebabkan kekecewaan anak pada orang taunya dan akan merasa iri hati dengan saudara kandungnya. Dalam hubungan ini biasanya anak melakukan protes terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kenakalan. Jelaslah bahwa kenakalan Anak sangat dipengaruhi oleh peranan keluarga walaupun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Faktor keluarga sangatlah penting karena merupakan lingkungan pertama, lingkungan primer. Apabila lingkungan keluarga tidak harmonis yaitu menglami hal-hal yang telah disebutkan diatas seperti keluarga broken home yang disebabkan perceraian, kebudayaan bisu, dan perang dingin serta kesalahan pendidikan akan berpengaruh kepada anak yang dapat menimbulkan kenakalan Anak. Bagaimanapun kenakalan Anak harus dilakukan pengendalian karena apabila berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan pada kehidupannya pada masa yang akan datang. Selain dari pihak keluarga pengendalian kenakalan Anak juga harus dilakukan dari lingkungan Anak tersebut. Guru dan Psikologi Penangkal Kenakalan Anak Peran seorang Guru dalam membentuk kepribadian dan kreatifitas Anak sangat berkaitan erat, setidaknya dalam hidupnya sejak dari taman kanak-kanak hingga kuliah di Perguruan Tinggi, seorang anak akan berhubungan langsung dengan para guru selama belasan bahkan puluhan tahun lamanya. Jadi bagaimana mungkin peran seorang guru tidak menjadi sesuatu hal yang mendapatkan prioritas lebih dari masyarakat untuk dapat menangkal kenakalan Anak yang semakin hari semakin meresahkan kita. Untuk menahan lajunya angka kasus-kasus kenakalan Anak maka peran aktif para guru harus dioptimalkan. setidaknya dalam kehidupannya setiap hari, seperempat atau setengahnya (5 – 8 jam) waktu seorang Anak akan dihabiskannya bersama dengan para gurunya di sekolah, bahkan ada dan bahkan banyak keakraban antara Anak dan gurunya berlanjut positif sampai ke luar lingkungan sekolah. Seperti terjadi dalam tetralogi laskar pelangi, bagaimana perjuangan seorang guru, hubungan sosialnya dengan para muridnya telah membentuk para murid menjadi para anak tangguh, berbudi, dan memiliki cita-cita tinggi, yang bahkan “kenakalan anak“ adalah sesuatu hal yang bahkan tidak pernah terlintas dalam benak mereka, “kenakalan anak” yang indah,“kenakalan anak” karena layaknya mobilitas seorang anak, “Kenakalan anak“ karena tingginya kreativitas seorang anak, “kenakalan anak” yang berdiri di atas jembatan yang benar dan lurus, “kenakalan anak” yang terarah,“kenakalan anak” yang tidak melampaui batas, “kenakalan anak” yang bahkan telah menjadi inspirasi bagi ratusan juta anak lainnya, “kenakalan anak” yang bukan “kenakalan anak“. Kenakalan Anak merupakan perbuatan pelanggaran norma-norma baik seperti norma hukum maupun norma sosial. Menurut Paul Moedikdo, SH kenakalan Anak adalah : Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial. Adapun gejala-gejala yang dapat memperlihatkan hal-hal yang mengarah kepada kenakalan Anak : Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga anak tersebut menyendiri. Anak yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi. Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau di sekolah. Menghindarkan diri dari tanggung jawab biasanya karena anak tidak menyukai pekerjaan yang ditugaskan pada mereka sehingga mereka menjauhkan diri dari padanya dan mencari kesibukan-kesibukan lain yang tidak terbimbing. Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengalami masalah yang oleh dia sendiri tidak sanggup mencari permasalahannya. Anak seperti ini sering terbawa kepada kegoncangan emosi. Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam melewati batas yang berbeda dengan ketakutan anal-anak normal. Anak-anak yang suka berbohong. Anak-anak yang suka menyakiti atau mengganggu teman-temannya di sekolah atau di rumah. Anak-anak yang menyangka bahwa semua guru mereka bersikap tidak baik terhadap mereka dan sengaja menghambat mereka. Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian. Kenakalan Anak dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati. Pengendalian Terhadap Kenakalan Anak Dalam mengatasi kenakalan Anak yang paling dominan mengendalikan adalah dari keluarga, karena merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu : 1. Sikap/cara yang bersifat preventif Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua dapat memberikan/mengadakan tindakan sebagai berikut : menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak. memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu. pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak. menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatan keluarga. Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula : Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna. Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif, supaya kepribadian dan kreatifitas anak terasah. Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak. Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya. 2.  Sikap/cara yang bersifat represif Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah perlindungan anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut : Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan anak. Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya. Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu. Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari. Cara Mengatasi Kenakalan Anak Adapun berikut ini kiat-kiat yang dapat dilakukan oleh orang tua atau pendidik untuk mengembangkan kepribadian dan kretivitas anak dalam mengatasi kenakalan anak, yaitu : Bentuklah pengalaman belajar sesuai rasa ingin tahu alamiah anak, dengan menghadapkan masalah-masalah yang relevan dengan kebutuhan, tujuan dan minat anak. Perkenenkanlah anak untuk ikut serta dalam menyusun dan merencanakan kegiatan belajar. Berikanlah pengalaman dari kehidupan nyata yang menuntut peran serta secara aktif pada anak dan kembangkanlah kemampuan yang perlu untuk itu. Usahakan agar program belajar cukup luwes untuk mendorong siswa atau anak didik melakukan penyelidikan, percobaan (eksperimental) dan penemuan sendiri. Bertindaklah lebih sebagai sumber belajar dari pada sebagai penyampai informasi, serta jangan paksakan pengetahuan yang belum siap diterima anak. Dorong dan hargailah inisiatif dan rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu. Biarkan anak belajar dari kesalahannya dan menerima akibatnya. Tentu saja selama tidak berbahaya dan membahayakan. Hendaklah tidak lupa menghargai dan memuji usaha-usaha baik dari anak. Penerapan cara-cara tersebut tentu saja akan dirasakan sangat penting, apabila kita dapat memahami dunia anak yang diwujudkan oleh anak melalui kenakalan anak pada dasarnya hanya untuk menunjukkan kepribadian dan pengembangan kreativitas anak sebagai bentuk perhatrian dan imajinasinya. Demikian artikel tentang kenakalan anak, semoga menambah wawasan kita tentang kenakalan anak dan senantiasa mampu mengatasi kenakalan anak kita. Read more: KENAKALAN ANAK >> Cara Mengatasi Kenakalan Anak  http://belajarpsikologi.com/kenakalan-anak-cara-mengatasi-kenakalan-anak/ KENAKALAN REMAJA Oleh Zakiyah Umaroh Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang zakiyahumaroh@yahoo.co.id Abstrack Masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Sebagai dampaknya orang lalu mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan berbuat semaunya sendiri demi kepentingan pribadi, kemudian mengganggu orang lain. Situasi sosial tersebut akan menyebabkan banyak terjadinya perilaku patologis sosialyang menyimpang dari pola-pola umum. Akibatnya muncullah banyak masalah sosial yang disebut pula sebagai tingkah laku sosiopatik, deviasi sosial, disorganisasi sosial, disintegrasi sosial dan diferensiasi sosial. Dan pada akhirnya apabila tingkah laku menyimpang (deviasi) itu meluas di tengah masyarakat, maka berlangsunglah deviasi situasional kumulatif, misalnya dalam bentuk “kebudayaan” korupsi, meluasnya “budaya” kriminal, deviasi seksual, dan seterusnya. Oleh karena itu perilaku kita sebagai orang dewasa haruslah menjadi contoh yang baik dan juga tidak banyak menuntut agar anak-anak muda sekarang tidak lagi banyak memunculkan masalah sosial, deviasi sosial, disorganisasi sosial, dan sejenisnya. Kata Kunci: masalah sosial, perilaku menyimpang, deviasi, disorganisasi, disintegrasi. 1. Pendahuluan Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, atau di lingkungan pertemanannya. Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku menyimpang dari norma-norma hokum pidana yang dilakukan oleh para remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya. Di jaman seperti ini perilaku anak remaja sekarang sudah melebihi batas normal. Banyak anak-anak SMP atau bahkan anak SD sekarang yang sudah banyak memperlihatkan kenakalannya, seperti merokok, mencuri uang milik orang tua mereka, bahkan ada juga yang sudah mulai mengenal dunia narkoba serta dunia seks. Sungguh disayangkan perilaku anak bangsa yang seperti itu. Kenakalan  anak remaja makin hari juga makin menunjukkan kenaikan jumlah dalam kualitas kejahatan dan peningkatan dalam kegarangan serta kebengisannya yang dilakukan dalam aksi-aksi kelompok.Gejala ini akan terus-menerus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi,industrialisasi dan urbanisasi. Laporan "United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders" yang bertemu di London pada 1960 menyatakan adanya kenaikan  jumlahjuvenile delinquency (kejahatan anak remaja) dalam kualitas kejahatn,dan peningkatan dalam kegarangan serta kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi kelompok daripada tindak kejahatan individual (Minddendorff, 1960) Berdasarkan hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah kurang berfungsinya peran orang tua sebagai teladan bagi anak-anak mereka. Suasana dalam keluarga yang menimbulkan rasa tidak nyaman bagi anak juga menjadi salah satu penyebabnya , termasuk perceraian kedua orang tua mereka. Seringkali mereka melakukan kejahatan dikarenakan mereka merasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya yang terlalu sering bekerja tanpa memperhatikan perkembangan anak. Anak-anak remaja yang melakukan kejahatan itu pada umumnya kurang memiliki control diri , atau justru menyalahgunakan control diri tersebut, dan suka menegakkan peraturan sendiri tanpa memperhatikan keberadaan orang lain di sekitarnya. Timbulnya perilaku tersebut juga bisa disebabkan oleh factor pergaulan, mereka sering bergaul dengan teman tanpa melihat latar belakangnya. Dan pada umumnya anak-anak tersebit sangat egois, dan suka menyalahgunakan atau bahkan melebih-lebihkan harga diri mereka. Atas dasar rasa senang mereka melakukannya tanpa memperhatikan efek yang akan diterima. Hal ini tentu saja sangat dirasa oleh kita semua, karena sesungguhnya di tangan merekalah terdapat tanggung jawab yang besar sebagai penerus kita serta menjunjung tinggi bangsa ini. Mereka juga nantinya akan berperan sebagai asset bangsa yang tentunya akan membawa perubahan bagi Indonesia . 2. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Bentuk kenakalan remaja yang sekarang ini marak dilakukan yaitu seperti tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkoba serta seks bebas. Tawuran antar pelajar bukan selalu menjadi bahan perbincangan di setiap tahunnya. Ini memang bukan perkara baru bagi dunia pendidikan kita. Tawuran pelajar saat ini sudah menjadi masalah  yang sangat mengganggu ketertiban dan merupakan ancaman bagi kita. Dan ini dilakukan bukan hanya disekolah saja, kadang mereka melakukannya di jalan  atau bahkan ditempat-tempat umum dan tak lupa seringkali mereka juga merusak fasilitas-fasilitas umum. Tentu saja ini bukan hal yang mudah bagi pihak sekolah ataupun masyarakat untuk menghentikan aksi tersebut, sampai akhirnya melibatkan anggota kepolisian. Hal ini dilakukan  karena melihat senjata yang mereka pakai bukan senjata biasa. Biasanya mereka menggunakan batu dan kayu sebagai senjata , atau yang lebih parah lagi mereka menggunakan senjata tajam yang tentu saja bisa menyebabkan kematian seseorang, seperti besi, pisau, ataupun samurai. Contohnya saja tawuran antar pelajar yang didasari atas rasa kesetiakawanan. Terkadang mereka banyak yang salah mengartikan tentang kesetiakawanan. Pemahaman arti sebuah persahabatan memang perlu dipahami oleh masing-masing individu pelajar itu sendiri. Tawuran antar pelajar yang diakibatkan karena rasa setiakawan harus segera dihentikan, karena hal ini akan memicu kawan-kawan yang lain untuk mendapatkan hak atau perlakuan yang sama pada waktu mengalami masalah. Ini dapat menjadikan pelajar malas berpikir untuk menghadapi masalah dengan cara yang benar. Dan untuk menghindari tawuran antar pelajar seharusnya dilakukan pengawasan yang lebih ketat lagi oleh pihak sekolah serta mengetahui lebih dalam kepribadian dari anak-anak didiknya. Maraknya narkoba di kalangan remaja juga telah merusak mental serta berpengaruh besar pada pendidikan dikalangan pelajar. Mereka sangat mudah sekali mendapatkan barang haram tersebut. Bahkan diantara teman mereka pun ada yang menjadi Bandar narkoba. Alas an mereka memakai narkoba biasanya dikarenakan kurang mendapat kasih sayang orang tua, atau adanya perselisihan di dalam keluarga yang menyebabkan broken home. Banyak juga dari mereka yang sebenarnya hanya ingin “mencoba” tapi lama kelamaan menjadi ketagihan dan tentu saja sulit untuk dihentikan. Pergaulan bebas dan lingkungan yang tidak tepat juga bisa menjadi pemicu , banyak dari mereka yang secara bebas mengikuti pergaulan tanpa melihat latar belakang kehidupannya. Sehingga mereka ikut terjebak di lingkungan tersebut. Kurangnya pengetahuan tentang agama juga menjadi salah satu penyebabnya. Biasanya orang tua kurang berperan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan agama. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba (khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam. Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari harapan. Di Indonesia sendiri, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan. Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah individu namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang melibatkan semua pihak baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Dan sangat penting bagi mereka untuk bekerja bersama dalam rangka melindungi anak dari bahaya narkoba dan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan kepada anak-anak tentang bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan mereka terima. Untuk itu diperlukan adanya perluasan informasi, strategi dan kemampuan diri untuk mencegah mereka dari bahaya narkoba. Mungkin dengan adanya sosialisasi di sekolah-sekolah akan mengurangi dampak dari penyalahgunaan narkoba serta membangkitkan kesadaran beragama dan menunjukkan hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk mereka. Karena para remaja saat ini kurang sekali mendapatkan siraman agama. Dan satu lagi kenakalan yang dilakukan remaja yaitu tentang seks bebas. Seks bebas juga selalu menjadi bahasan menarik selain tawuran antar pelajar dan penyalahgunaan narkoba. Dan sepertinya seks bebas telah menjadi trend tersendiri. Bahkan seks bebas di luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan mahasiswa) bisa dikatakan bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang wajar dan telah menjadi kebiasaan. Berdasarkan beberapa data, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi.  Sumber lain juga menyebutkan tidak kurang dari 900 ribu remaja yang pernah aborsi akibat seks bebas (Jawa Pos, 28-5-2001). Dan di Jawa Timur, remaja yang melakukan aborsi tercatat 60% dari total kasus (Jawa Pos, 9-4-2005). Aborsi dilakukan sebagai jalan keluar dari akibat dari perilaku seks bebas. Bahkan penelitian LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Bandung antara tahun 2000-2002, remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Data ini didukung beberapa hasil penelitian bahwa terdapat 98% mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks pra nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus per tahun. Setengah dari jumlah itu dilakukan oleh wanita yang belum menikah, sekitar 10-30% adalah para remaja. Artinya, ada 230 ribu sampai 575 ribu remaja putri yang diperkirakan melakukan aborsi setiap tahunnya. Sumber lain juga menyebutkankan, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi dan jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun. Maka dari itu diperlukan upaya penanggulangan dari segala pihak dengan langkah upaya meningkatkan akses remaja terhadap informasi yang benar dengan merangkul berbagai kalangan, termasuk media massa. Karena seks bebas di kalangan remaja merupakan tanggung jawab kita bersama. Mereka adalah asset yang harus kita bina mental dan moralitasnya. Salah satu upaya untk menanggulangi maraknya seks bebas tentu saja perlu diadakan pengawasan yang ketat serta meningkatkan kesadaran diri pada anak. Selain itu pembekalan dengan ajaran agama yang kokoh juga tidak bisa dilewatkan begitu saja karena sekuat-kuatnya remaja menahan diri untuk tidak tergoda suatu saat akan tergoda untuk melakukannya jika mereka mengalami godaan terus menerus dari teman-temannya.  Dan hal yang tak kalah penting adalah  pembekalan tentang seks kepada remaja sedini mungkin, agar para remaja memiliki pengetahuan yang benar dan akurat mengenai kesehatan, seksualitas dan aspek-aspek kehidupannya, sehingga tak menjadi salah arah dalam membuat keputusan dalam hidupnya. Lalu apa sajakah yang menjadi penyebab kenakalan remaja-remaja tersebut ?? 3. Factor Penyebab Kenakalan Remaja Sebenarnya, kenakalan remaja ini bisa diminimalisir oleh pihak sekolah dan orang tua jika mereka mengetahui apa saja faktor penyebab dari masalah ini. Pada umumnya ada beberapa  factor yang menyebabkan perilaku tersebut , yaitu : (1) Kurangnya pendidikan agama , Kebanyakan pihak sekolah dan orang tua hanya fokus pada pendidikan formal saja tanpa memberikan pendidikan spiritual dan moral yang memadai. Hal inilah yang membuat kebanyakan remaja mudah dipengaruhi dengan hal-hal buruk yang bersifat merusak, seperti tawuran, perkelahian, pencurian, dll ; (2) Lingkungan sekolah yang tidak tidak aman, Maksudnya adalah tidak adanya peraturan yang tegas di dalam lingkungan sekolah sehingga pengaruh buruk dari luar sekolah bisa masuk dengan mudah ; (3) Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya ; (4)Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja ; (5) Teman sebaya yang kurang baik ; (6)  Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. Biasanya anak-anak yang kurang mendapatkaan perhatian dan kasih sayang dari orang tua itu  selalu merasa tidak aman, merasa kehilangan tempat berlindung, dan sulit untuk menemukan orang yang akan menjadi panutannya. Dan di kemudian hari mereka akan mulai beraksi dengan kejahatan-kejahatannya. Anak-anak tadi mulai banyak yang tidak pulang kerumah, lebih suka hidup bergelandangan dan mencari kesenangan duniawi. Adakalanya mereka secara terang-terangan menunjukkan rasa ketidakpuasan mereka terhadap orang tuanya dan mulai melawan ataupun memberontak. Selanjutnya menurut Kumpfer dan Alvarado , Faktor faktor Penyebab kenakalan remaja antara lain  :  (1) Kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan social; (2) contoh perilaku yang ditampilkan orang tua dirumah terhadap perilaku-perilaku anti social; (3) kurangnya pengawasan terhadap anak; (4) kurangnya disiplin yang diterapkan orang tua pada anak; (5) rendahnya kualitas hubungan antara orang tua dan anak; (6) tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi di dalam lingkungan keluarga; (7) kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan keluarga; (8) anak tinggal jauh dari orang tua dan tidak adanya pengawasan . Oleh karena itu diperlukan adanya upaya-upaya untuk menanggulangi perilaku tersebut. Ada beberapa hal  yang dapat dilakukan, diantaranya yaitu : (1) Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik sehingga  mereka berhasil memperbaiki diri; (2) Kemauan orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi mereka; (3) Kehidupan beragama keluarga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian sosila keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik; (4) untuk menghindari masalah yang timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orang tua juga hendaknya memberikan kesibukan dan mempercayakan tanggungjawab rumah tangga kepada si remaja; (5) Orang tua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar anak memilih jurusan sesuai dengan bakat, kesenangan, dan hobi si anak; (6) Mengisi waktu luang diserahkan kepada kebijaksanaan remaja. Remaja selain membutuhkan materi, juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Oleh karena itu waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi; (7) Remaja hendaknya pandai memilih lingkungan pergaulan yang baik serta orang tua memberi arahan arahan di komunitas mana remaja harus bergaul; (8) Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman-teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan. Adapun beberapa sikap yang harus dimiliki orang tua terhadap anaknya yang mulai memasuki usia remaja menurut Nalland (1998) adalah: Pertama, orang tua perlu lebih fleksibel dalam bertindak dan berbicara. Karena biasanya banyak orang tua yang jarang berkomunikasi dengan anak. Itu dikarenakan orang tua yang selalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga tidak banyak yang dibicarakan pada saat berada dirumah. Kedua, Kemandirian anak diajarkan secara bertahap dengan mempertimbangkan dan melindungi mereka dari resiko yang mungkin terjadi karena cara berfikir yang belum matang. Kebebasan yang dilakukan remaja terlalu dini akan memudahkan remaja terperangkap dalam pergaulan buruk, obat-obatan terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab dll. Ketiga, Remaja perlu diberi kesempatan melakukan eksplorasi positif yang memungkinkan mereka mendapat pengalaman dan teman baru, mempelajari berbagai keterampilan yang sulit dan memperoleh pengalaman yang memberikan tantangan agar mereka dapat berkembang dalam berbagai aspek kepribadiannya. Keempat, Sikap orang tua yang tepat adalah sikap yang authoritative, yaitu dapat bersikap hangat, menerima, memberikan aturan dan norma serta nilai-nilai secara jelas dan bijaksana. Menyediakan waktu untuk mendengar, menjelaskan, berunding dan bisa memberikan dukungan pada pendapat anak yang benar. 4. Kesimpulan Berdasarkan pada analisis tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya remaja itu baik, akan tetapi mereka menghadapi banyak masalah, yang kadang mereka tida sanggup untuk mengatasinya sehingga terjadi penyimpangan perilaku yang disebut kenakalan. Dalam penanggulangan kenakalan remaja, kita perlu menggunakan pendekatan psikologis. Mulai dari pamahaman tentang kenakalan remaja dan mencari latar belakang terjadinya, agar kita tidak melihat tindakan tanpa mengetahui berbagai faktor penyebabnya baik yang timbul akibat perubahan yang terjadi pada diri remaja maupun yang datang dari luar.         Oleh karena itu dalam penanggulangan kenakalan remaja bukan dengan hukuman atau ancaman tetapi dengan membantunya untuk mencari penyelesaian masalah dengan cara yang baik dan tidak bertentangan dengan hukum dan ajaran agama. Keluarga mempunyai peranan penting dalam menciptakan ketentraman batin remaja. Dalam menghadapi kenakalan remaja, orangtua yang bijaksana dapat memahami keadaan remaja dan membantunya mengatasi persoalan yang dihadapinya. Guru di sekolah juga mempunyai peranan penting dalam membantu remaja dalam mengatasi kesulitannya. Keterbukaan hati guru menerima keadaannya menjadikan remaja sadar akan sikap dan tingkah lakunya yang kurang baik. Komunikasi yang intens juga sangat membantu anak untuk mengenali dan memahami masalah yang dihadapinya serta merasa aman dan nyaman ketika bersama orang-orang terdekatnya. Karena tidak jarang, kenakalan remaja disebabkan oleh rasa frustasi, kesulitan mencari sosok yang dapat dijadikan panutan dalam pola hidupnya serta kesukaran dalam penyesuaian terhadap perubaha-perubahan dan perkembangan yang terjadi pada dirinya, baik dari aspek fisik maupun mentalnya dengan lingkungan sosialnya. 5. Daftar Pustaka Minddendorf. (1960). United Nations Conggress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders. London Press. Kumpfer & Alfarado. (1964). The Psychology of Crime. New  York : Columbi University. Nalland. (1998). Delinquency, Situasional Inducement, and Commitment to Conformity.Social Problems. Badan Narkotika Nasional. (2004). Kasus pemakaian Narkoba. Jakarta : Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2007). Kasus Seks Bebas Remaja.  Jakarta : Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia. (2000). Aborsi yang dilakukan Remaja Indonesia.Bandung : LSM Sahabat Anak dan Remaja Indinesia (Sahara) http://jurnalilmiahtp2013.blogspot.com/2013/12/kenakalan-remaja.html Kenakalan remaja merupakan gejala umum, khususnya terjadi di kota-kota besar yang kehidupannya diwarnai dengan adanya persaingan-persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik yang dilakukan secara sehat maupun secara tidak sehat. Persaingan-persaingan tersebut terjadi dalam segala aspek kehidupan khususnya kesempatan memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Betapa kompleksnya kehidupan tersebut memungkinkan terjadinya kenakalan remaja. Penyebab kenakalan remaja sangatlah kompleks, baik yang berasal dari dalam diri remaja tersebut, maupun penyebab yang berasal dari lingkungan, lebih-lebih dalam era globalisasi ini pengaruh lingkungan akan lebih terasa. Pemahaman terhadap penyebab kenakalan remaja mempermudah upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut dapat bersifat preventif, represif, dan kuratif. Tanggung jawab terhadap kenakalan remaja terletak pada orangtua, sekolah, dan masyarakat, khususnya para pendidik baik yang ada di keluarga (orangtua), sekolah (guru-guru dan para guru pembimbing) maupun para pendidik di masyarakat, yakni para pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat. Adapun macam – macam kenakalan remaja yang sering terjadi diantaranya adalah : 1. Tawuran antar pelajar Tawuran antar pelajar adalah perbuatan yang sangat bodoh, karena dapat merusak fasilitas umum dan fasilitas yg terdapat di sekolah. Tawuran juga dapat merusak masa depan, karena jika tertangkap polisi nama mereka yang tertangkap akan tercemar. 2. Mencoret coret dinding sekolah Mencoret coret secara ilegal adalah perbuatan yang tidak baik, karena dapat membuat kotor sekitar lingkungan. Tetapi jika kita melakukannya dengan baik, coretan coretan itu dapat manjadi karya karya seni yang baik, dan juga dapat manghasilkan mata pancaharian yang baik . 3. Mencuri Mancuri juga dapat merusak nama baik kita, karena jika kita ketahuan mencuri, kita akan merasa sangat malu, dan kita juga akan di jauhi oleh orang orang yang dekat dengan kita, karena orang itu sudah tidak percaya lagi dengan kita. 4. Bolos Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi mengatakan kebiasaan anak menghabiskan waktu luang atau membolos saat jam sekolah salah satunya disebabkan karena pelajaran atau kegiatan di sekolah tidak menarik. “Kalau diperhatikan, anak-anak akan berteriak bahagia ketika mendengar bel istirahat atau bel pulang sekolah,” ungkap Kak Seto, beberapa waktu lalu di Jakarta. Lebih lanjut Kak Seto mengatakan, para akedimisi seharusnya lebih memperhatikan kegiatan yang menarik di sekolah sehingga perhatian anak akan fokus pada kegiatan positif di sekolah. Dia menunjuk, sekolah negeri dan perangkatna yang masih kurang maksimal dalam mengajar kreatif. Bahkan Kak Seto menegaskan, belajar bukanlah kewajiban melainkan hak anak. “Banyak guru yang tidak melihat proses kreativitas anak. Padahal tipe kecerdasan dan gaya belajar anak yang satu dengan yang lainnya berbeda, tapi semuanya disama ratakan. Ini yang membuat anak tidak betah ada di ruang kelas,” paparnya. 5. Merusak fasilitas sekolah Merusak fasilitas sekolah akan merugikan diri saendiri dan orang lain, karena kita tidak bisa memakai atau manggunakan fasilitas fasilitas tersebut. https://thinkquantum.wordpress.com/2009/11/04/kenakalan-remaja-dalam-lingkungan-sekolah/ DAFTAR ISI Kata pengantar…………………………………………………………………………...i Daftar isi……………………………………………………………………………………ii BAB I        PENDAHULUAN a.    Latar belakang………………………………………………………........1 b.    Rumusan masalah……………………………………………………….1 c.    Maksud dan tujuan……………………………………………………….1 BAB II       ISI……………………………………………………………………………….2 BAB III      PENUTUP a.    Kesimpulan………………………………………………………………..13 b.    Kritik dan saran …………………………………………………………..13 Daftar pustaka …………………………………………………………………………….14 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Purwadarminta adalah mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. Sudah dimaklumi bahwa orientasi belajar siswa-siswi di sekolah hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dari afektif dan psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian atau melakukan praktek mencontek. Pengalaman penulis ketika di Sekolah Dasar budaya menyontek sudah mulai ada, ketika latihan menjawab soal-soal matematika,beberapa teman-teman sudah berani melihat jawaban temanya dan menyalinnya. Di Sekolah Menengah Pertama, penulis menjadi korban teman yang nakal dan malas yang secara tiba-tiba mengambil jawaban penulis dan menyalinnya di lembar jawabannya, perbuatan ini tidak bisa dicegah karena ada rasa takut dan kasihan dengannya. Bahkan terkadang mereka tanpa takut dan malu melihat buku catatan dan meminta jawaban kepada teman yang dianggap pintar ketika ujian. Perbuatan ini mungkin saja diketahui oleh pengawas atau guru mata pelajaran yang diujikan, atau mungkin pula mereka pura-pura tidak tahu, entahlah yang jelas nilai ujian mereka ternyata hasilnya cukup baik. Ketika penulis berada di Sekolah Menengah Atas, masalah ini semakin banyak saja, dan suatu peristiswa yang penulis saksikan seorang juara kelas dibuat malu oleh gurunya karena dicurigai bekerjasama dalam ulangan harian sehingga harus ulangan harian lagi bersama-sama siswa-siswi yang dicurigai menyontek atau bekerja sama. Padahal menurut penulis pada waktu itu tidak mungkin seorang juara kelas menyontek, pasti jawabannya yang dicontek teman yang lain sehingga jawaban mereka sama semua. Jika ini terus dibiarkan saja oleh kita sebagai guru, orang tua murid, pemerhati pendidikan, pejabat pemerintah dan semua komponen masyarakat lainnya, maka dunia pendidikan tidak akan maju, malahan menciptakan manusia tidak jujur, malas, yang cenderung mencari jalan pintas dalam segala sesuatu dan akhirnya menjadi manusia yang menghalalkan segala cara untukmencapai tujuan yang diinginkannya. B. RUMUSAN MASALAH           Dalam makalah ini tersusun beberapa rumusan masalah antara lain? 1)    Apa Sebab sebab orang menyontek? 2)    Apa dampak yang di dapat dari mencontek? 3)    Bagaimana cara menanggulangi kebiasaan mencontek? C. MAKSUD DAN TUJUAN Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan utama yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah membuat para siswa sadar akan kebiasaan menyontek adalah hal yang buruk. Selain itu, menyontek melatih diri untuk melakukan perbuatan curang. Kebiasaan menyontek juga menimbulkan kerugian untuk diri sendiri maupun orang lain. Siswa – siswi yang menyontek dapat mengetahui dampak dan kerugian menyontek sehingga diharpakan akan mengurangi kegiatan menyontek. BAB II ISI/PEMBAHASAN B. Tinjauan Teori 1. Pengertian menyontek Dalam artikel yang ditulis oleh Alhadza (2004) kata menyontek sama dengan cheating. Beliau mengutif pendapat Bower (1964) yang mengatakan cheating adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis. Sedang menurut Deighton (1971), cheating adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair (tidak jujur). 2. Katagori Menyontek Menyontek dapat dikatagorikan dalam dua bagian ; pertama menyontek dengan usaha sendiri; kedua dengan kerjasama. Usaha sendiri disini adalah dengan membuat catatan sendiri, buka buku, dengan alat bantu lain seperti membuat coretan-coretan dikertas kecil, rumus ditangan, di kerah baju, bisa juga dengan mencuri jawaban teman Kerjasama dengan teman dengan cara membuat kesepakatan terlebih dahulu dan membuat kode-kode tertentu atau meminta jawaban kepada teman. Yesmil Anwar (dalam Rakasiwi, 2007) mengatakan, sebenarnya nilai hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan dan bukan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan sejatinya adalah sebuah proses manusia mencari pencerahan dari ketidaktahuan. Yesmil Anwar, mengungkapkan, bahwa menyontek telanjur dianggap sepele oleh masyarakat. Padahal, bahayanya sangat luar biasa. Bahaya buat si anak didik sekaligus untuk masa depan pendidikan Indonesia. Ibarat jarum kecil di bagian karburator motor. Sekali saja jarum itu rusak, mesin motor pun mati. 3. Tinjauan Psikologi Tentang Menyontek atau Cheating Menurut, Dien F. Iqbal, dosen Fakultas Psikologi Unpad, seperti yang dikutip Rakasiwi (2007) orang menyontek disebabkan faktor dari dalam dan di luar dirinya. Dalam ilmu psikologi, ada yang disebut konsep diri dan harga diri. Konsep diri merupakan gambaran apa yang orang-orang bayangkan, nilai dan rasakan tentang dirinya sendiri. Misalnya, anggapan bahwa, "Saya adalah orang pintar". Anggapan itu lalu akan memunculkan kompenen afektif yang disebut harga diri. Namun, anggapan seperti itu bisa runtuh, terutama saat berhadapan dengan lingkungan di luar pribadinya. Di mana sebagai kelompok, maka harus sepenanggungan dan senasib. Senang bersama, duka mesti dibagi. Menurut Bandura (dalam Vegawati, Oki dan Noviani, 2004), fungsi psikologis merupakan hubungan timbal balik yang interdependen dan berlangsung terus menerus antara faktor individu, tingkah laku, dan lingkungan. Dalam hal ini, faktor penentu tingkah laku internal (a.l., keyakinan dan harapan), serta faktor penentu eksternal (a.l., "hadiah" dan "hukuman") merupakan bagian dari sistem pengaruh yang saling berinteraksi. Proses interaksi yang terjadi dalam individu terdiri dari empat proses, yaitu atensi, retensi, reproduksi motorik, dan motivasi 4. Analisis Masalah Alasan alasan menyontek. Dalam tulisan ini penulis ingin memaparkan kenapa perbuatan mencontek sering terjadi dikalangan pelajar, apa dampaknya dan bagaimana mengatasinya. Menurut Alhadza (2004) dalam makalahnya mengenai masalah menyontek yang ia istilahkan dengan cheating menyebarkan kuesioner dengan pertanyaan terbuka kepada sekitar 60 orang teman mahasiswa di PPS UNJ. Dari hasil kuisioner tersebut didapatkan jawaban tentang alasan seseorang melakukan cheating dengan pengelompokan sebagai berikut. 1. Karena terpengaruh setelah melihat orang lain melakukan cheating meskipun pada awalnya tidak ada niat melakukannya. 2. Terpaksa membuka buku karena pertanyaan ujian terlalu membuku (buku sentris) sehingga memaksa peserta ujian harus menghapal kata demi kata dari buku teks. 3. Merasa dosen/guru kurang adil dan diskriminatif dalam pemberian nilai. 4. Adanya peluang karena pengawasan yang tidak ketat. 5. Takut gagal. Yang bersangkutan tidak siap menghadapi ujian tetapi tidak mau menundanya dan tidak mau gagal. 6. Ingin mendapatkan nilai tinggi tetapi tidak bersedia mengimbangi dengan belajar keras atau serius. 7. Tidak percaya diri. Sebenarya yang bersangkutan sudah belajar teratur tetapi ada kekhawatiran akan lupa lalu akan menimbulkan kefatalan, sehingga perlu diantisipasi dengan membawa catatan kecil. 8. Terlalu cemas menghadapi ujian sehingga hilang ingatan sama sekali lalu terpaksa buka buku atau bertanya kepada teman yang duduk berdekatan. 9. Merasa sudah sulit menghafal atau mengingat karena faktor usia, sementara soal yang dibuat penguji sangat menekankan kepada kemampuan mengingat. 10. Mencari jalan pintas dengan pertimbangan daripada mempelajari sesuatu yang belum tentu keluar lebih baik mencari bocoran soal. 11. Menganggap sistem penilaian tidak objektif, sehingga pendekatan pribadi kepada dosen/guru lebih efektif daripada belajar serius. 12. Penugasan guru/dosen yang tidak rasional yang mengakibatkan siswa/mahasiswa terdesak sehingga terpaksa menempuh segala macam cara. 13. Yakin bahwa dosen/guru tidak akan memeriksa tugas yang diberikan berdasarkan pengalaman sebelumnya sehingga bermaksud membalas dengan mengelabui dosen/guru yang bersangkutan. Dampak yang timbul dari praktek menyontek yang secara terus menerus dilakukan akan mengakibatkan ketidakjujuran Jika tidak, niscaya akan muncul malapetaka: peserta didik akan menanam kebiasaan berbuat tidak jujur, yang pada saatnya nanti akan menjadi kandidat koruptor. (Poedjinoegroho, 2006) Pengajaran yang orientasinya siswa mampu menjawab soal dan bukan pada pengertian serta pengembangan inovasi dan kreatifitas siswa akan menumbuhkan kebosanan, kejenuhan, suasana monoton yang dapat berakibat stress. Sudah waktunya sistem pendidikan kita bersifat two way communication antara guru/dosen dan siswa/mahasiswa. Kelompok kerja makalah, presentasi, pembuatan alat peraga, studi lapangan (misalnya ke pabrik salah satu orang tua siswa) kiranya lebih digiatkan daripada menimbuni siswa/mahasiswa dengan soal-soal yang banyak tapi dikerjakan dengan menyontek. (Widiawan,1995) Jika masalah mencontek ini masih saja dianggap sepele oleh semua orang, tidak akan respon dan tanggapan dari guru, kepala sekolah, pengawas, dinas pendidkan para pakar pendidikan dan pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, penulis pesimis dunia pendidikan akan maju, kreatifitas siswa akan hilang yang tumbuh mungkin orang-orang yang tidak jujur yang bekerja disemua sektor kehidupan.  5. Rekomendasi Mencermati kasus yang terjadi dan berdasarkan pengalaman penulis sendiri sebagai seorang pelajar dan mahasiswa, sepertinya perbuatan mencontek ini susah sekali untuk dihilangkan. Paling tidak penulis sebagai bagian dari pendidik dapat meminimalisir perbuatan mencontek tersebut sesuai dengan kemampuan, dan ilmu yang penulis miliki. Sebagai guru penulis sudah berusaha menjauhkan para siswa dari menyontek dengan memotivasi mereka agar percaya diri, yakin akan kemampuannya dan selalu berbuat jujur. Untuk menentukan nilai siswa hasil ulangan atau ujian bukan menjadi ukuran, karena pengalaman sebagai siswa sudah cukup memberi pelajaran bahwa semua siswa ingin dihargai, namun yang pantas dihargai adalah siswa yang jujur dalam segala hal. Sehingga penulis punya catatan tentang kemampuan siswa, karakteristiknya data-data keluarga dan lain sebagainya. Penulis sering memberi tes secara lisan karena cara ini dianggap efektif menimalisir cheating tersebut. Pemberian tes lisan ini dilakukan penulis secara bertahap, tidak sekaligus pada waktu ulangan atau ujian, karena cara ini menggunakan waktu yang lama. Disamping itu tes tulisan juga masih digunakan sebagai pembanding kemampuan siswa-siswi 6. Cara menghilangkan kebiasaan menyontek          Cara umum antara lain: Belajar, itu mutlak harus dilakukan. Ingat! jangan belajar pas saat mau ujian, "ketinggalan kereta" nantinya, nati ujung-ujungnya nyontek lagi kalau belajarnya nanggungbegitu. Rajin beribadah seperti sholat, berdoa dan kegiatan-kegiatan yang bisa mengingatkan kamu bahwa ada Tuhan yang selalu menjawab usaha para hambanya. Selalalu belajar bersyukur atas usah yang kita kerjakan. Jika tidak bisa mengurangi kebiasaan, mulailah sedikit demi sedikit dan lama-lama akan menjadi hilang sama sekali. Usahakan jangan duduk dengan teman yang lebih pandai, kurang lebih 80 % akan menarik perhatian kamu untuk menyontek. Ingatlah kedua orang tua saat mengerjakan ujian yang memliki harapan besar pada kamu. Pasti jadi terharu dan akhirnya mengurungkan niatmu untuk mencontek. Jauhkan benda-benda yang dapan memediasi kamu untuk menyontek seperti buku, tempat pensil yang berisi contekan, hand phone, dan yang lainnya. Bayangkan guru kamu yang killer saat mengerjakan soal, walaupun yan mengawas saat itu adalah guru yang bukan killer. Tingkatkan kepercayaan diri, dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi, maka kita tidak akan mau melihat hasil orang lain. Perbanyak pengetahuan, dengan tingkat pengetahuan yang tinggi maka kita akan lebih percaya terhadap diri sendiri dan tidak akan mau mencontek. Lawan rasa malas, memang sungguh sulit untuk mengusir rasa malas yang ada pada diri bagi orang yang pada awalnya telah terbiasa dengan bermalas-malasan, namun apabila telah memulai untuk rajin belajar maka lama-kelamaan kita akan mempunyai kebiasaan untuk terus belajar sehingga kinerja otak kita terus terasah Kurangi kuantitas mencontek, apabila biasanya dalam ulangan kita banyak mencontek, maka kita kurangi dengan mencontek setengah demi setengah. contoh: setiap ulangan rata-rata kita mencontek 15 soal pg, kita kurangi setengahnya pada ulangan berikutnya jadi hanya mencontek 8 soal, kemudian terus kurangi sampai mencapai 1 soal dan dari sana kita bisa menghilangkannya. Buatlah jadwal kegiatan, kita bisa menjadwal kegiatan kita sehari hari dari mulai kita bangun sampai kita istirahat, sehingga anda tidak akan dibingungkan oleh tumpukan tugas yang belum selesai. Tingkatkan kedisiplinan, anda pasti telah sering mendengar kata “Disiplin kunci keberhasilan”, maka dari itu disiplinlah dalam menjalankan jadwal kegiatan. Mulailah secepatnya, apabila anda ingin menghilangkan kebiasaan mencontek anda tidak boleh menunda-nunda waktu, karena apabila terus menunda-nunda semua tugas akan menumpuk dan itu menyebabkan suatu kemalasan dalam mengerjakan semua tugas.          Cara khusus dengan mensosialisasikan tentang pelarangan mencontek ke pihak terkait: a. Guru Masalah nyontek dimanapun sekolahan pasti ada, namun prosentasenya berpariasi, tergantung dari sekolah masing-masing. Sekolah semakin kurang berkwalitas berindikasi prosentase anak menyontek semakin besar, namun tidak semua benar, tergantung dari visi dan misi serta gurunya masing-masing.menghentikan praktek kotor ini Dimulai dari guru harus bertindak sportif dalam mengambil sangsi kalau ada pelanggaran, merupakan langkah pertama. Setiap guru mengadakan ulangan, jika ada anak yang berbuat kotor (nyontek,nurun dsb) harus cepat diambil tindakan, dan jangan sampai timbul kesempatan berikutnya. b. Murid Sosialisasi perang melawan nyontek sama dengan perang melawan narkoba. Pelan namun pasti kalau murid mengerti dan menyadari akibat dari ngerpek, tentunya akan perlahan praktek kotor itu akan bisa hilang. Kalau dari guru sudah tidak memberikan kesempatan pada murid untuk melakukan praktek kotor itu, tentunya berdampak langsung pada murid. Sedangan murid akan mulai bertindak sportif menerima proses penyembuhan penyakit ini. c. Orang tua/wali murid Perlu diberi tahu tentang pentingnya program melawan menyontek. Kalau semua sudah menyadari bahwa tidak ada untungnya praktek menyontek, akan semakin lancar dalam perjalanan mebasmi nyontek itu. d. Guru Sekolah Dasar Kerjasama yang erat antara sekolah baik lintas SD,SMP dan SMU/sederajat untuk membvasmi program tersebut sangat penting, sehingga tidak ada ruang gerak bagi anak untuk melakukan praktek kotor itu.          Membuat perjanjian dengan murid. Ini adalah cara terakhir jadi sebelum anda memberikan ulangan ataupun tugas kepada anak didik anda, ada baiknya memberikan perjanjian berupa sangsi yang tegas atau membuat perjanjian dengan doa. Misalkan : 1.    Anak- anak sekarang kita ulangan ekonomi tapi sebelumnya ibu akan membuat perjanjian apabila salahsatu dari kalian ada yang ketahuan mencontek maka dengan sangat hormat ibu akan menyobek lembar jawaban ulangan kamu dan langsung memberikan nilai nol. (cara ini lumayan manjur setidaknya ada tekanan dari anda sebagai pendidk yang membuat takut anak didik anda sehingga takala akan melakukan kegiatan menyontek dia akan berpikir 2 kali untuk melakukan itu. 2.    Anak- anak sekarang kita ulangan ekonomi tapi sebelumnya ibu akan membuat perjanjian apabila salahsatu dari kalian ada yang ketahuan mencontek maka dengan ibu doakan kamu akan sakit gigi selama 7 hari. (yah walaupun ini tidak baik karena mendoakan yang tidak baik kepada orang lain tapi apabila ini dilakukan semata-mata untuk menjadi penekan agar anak didik tidak melakukan proses mencontek kenapa tidak untuk melakukan hal tersebut toh ini juga untk kebaikan) BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Setiap orang pasti ingin mendapat nilai yang baik dalam ujian, dan sudah tentu berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Masalah menyontek selalu terkait dengan tes atau ujian. Banyak orang beranggapan menyontek sebagai masalah yang biasa saja, namun ada juga yang memandang serius masalah ini. Dalam mengupayakan menghilangkan kebiasaan mencontek sangat sulit karena ini sudah menjadi tradisi turun temurun dan tidak terelakan lagi tapi sebagai solusi awalnya cara menghilangkannya dimulai dari langkah langkah dan tips sederhana diatas dan jika ini berjalan secara berangsur-angsur di dunia ini tiada yang tidak mungkin, dan mungkin saja praktek percontek menyontekan juga bisa hilang. B. SARAN-SARAN             Saya sangat membutuhkan kritik dan saran anda untuk menciptakan karya tulis yang lebih baik lagi sebagai acuan nanti karena saya sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari pada itu saya sangat menunggu kritikan dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. DAFTAR PUSTAKA http://auliyaoneday.blogspot.com/2012/12/budaya-menyontek-dan-pengaruhnya_5478.html http://ivanadeaa.blogspot.com/2011/11/karya-ilmiah-kebiasaan-menyontek-pada.html http://yudhim.blogspot.com/2009/03/contoh-makalah-contek-mencotek-di.html http://impiangila-yuniche.blogspot.com/2009/01/menyontek-adalah-perbuatan-yang perlu.html based on 2 ratings By Rose Garrett Updated on May 14, 2014 As a parent, you know you have your work cut out for you. What with getting your kids washed, fed, and to school and back every day, it's a busy job. But when the child you're raising to be a healthy, happy adult suddenly can't seem to get his fingernails out of his mouth, or her knuckles from constantly cracking, it's enough to make any hard-working parent wonder what they're doing wrong. So just why do kids develop repetitive habits like hair-twisting and thumb-sucking, and what, if anything, can be done about it? “When I speak to parents, we try to look at the underlying reason together to find out why they're doing it,” says Jennifer Trachtenberg, M.D., pediatrician and author of Good Kids, Bad Habits. “Many times they’re doing it because they’re stressed out or nervous, and are doing it to self-sooth.” Chris Hayward, M.D., M.P.H., Professor of Psychiatry and Behavioral Studies at Stanford University, agrees: “In the ideal it is best if parents understand why the behavior has developed and address the underlying meaning or cause of the behavior... either with or without expert help.” In other words, the bad habit may not be the problem –it may simply be your child’s way of relieving underlying problems. That’s not to say that every child with a hangnail habit is crying out for help. It may be as simple a matter as a distraction from boredom. So how do you know when your child’s habit is becoming harmful? “A good rule of thumb is to seek help if behaviors are interfering with functioning in some way in school, home, friendships, etc., or if they are clearly manifestations of other more serious problems,” says Hayward. Otherwise, your child’s bad habit may simply go away on its own, especially as she grows older and social pressures make her think twice about sucking her thumb, or biting her fingernails. Until then, Trachtenberg recommends taking these steps: Work with your child to identify the problem. Does he gnaw on his fingers when faced with a tough math problem? Does she crack her knuckles when nervous? Being conscious of when and why he does it will help your child control his habit. Talk to your child about why you want them to break this habit, and try and help them identify reasons to stop. Simply imposing your own will is not going to get the job done: “They need to be internally motivated,” says Trachtenberg. For instance, encourage your child to think about how classmates will view her more unhygenic habits, like chewing on her fingernails. Construct a specific plan, identify goals, and set up a rewards system for success. Instill the message. Make sure that you reinforce and reward your child’s efforts by giving praise, and remember that your understanding and support are important in the difficult task of breaking bad habits. The bottom line, says Trachtenberg, is to be  “persistent and consistent. Do it as a partnership, and I think it should work.” As a parent, it's up to you to help your child break bad habits, and decide if there's an underlying problem that needs more attention. All it takes is a little bit of insight, understanding and discipline. http://www.education.com/magazine/article/Beating_Bad_Habits/ Oleh Rose Garrett Diperbaharui pada 14 Mei 2014 Sebagai orang tua, Anda tahu Anda memiliki pekerjaan Anda cocok untuk Anda. Apa dengan mendapatkan anak-anak Anda dicuci, makan, dan ke sekolah dan kembali setiap hari, itu pekerjaan yang sibuk. Tapi ketika anak Anda membesarkan menjadi bahagia, orang dewasa yang sehat tiba-tiba tidak bisa mendapatkan kukunya keluar dari mulutnya, atau buku-buku jarinya dari terus-menerus retak, itu sudah cukup untuk membuat orang tua bekerja keras bertanya-tanya apa yang mereka lakukan salah. Jadi mengapa anak-anak mengembangkan kebiasaan berulang seperti rambut-memutar dan mengisap ibu jari, dan apa, jika ada, bisa dilakukan tentang hal itu? "Ketika saya berbicara kepada orang tua, kami mencoba untuk melihat alasan yang mendasari bersama-sama untuk mencari tahu mengapa mereka melakukannya," kata Jennifer Trachtenberg, MD, dokter anak dan penulis yang baik anak-anak, Kebiasaan Buruk. "Banyak kali mereka melakukannya karena mereka stres atau gugup, dan melakukannya untuk diri kesungguhan." Chris Hayward, MD, MPH, Profesor Psikiatri dan Perilaku Studi di Universitas Stanford, setuju: "Dalam ideal akan lebih baik jika orang tua memahami mengapa perilaku telah dikembangkan dan mengatasi makna yang mendasari atau penyebab perilaku ... baik dengan atau tanpa bantuan ahli. "Dengan kata lain, kebiasaan buruk mungkin tidak menjadi masalah-itu mungkin hanya Anda cara anak untuk melepaskan masalah yang mendasari. Itu tidak berarti bahwa setiap anak dengan kebiasaan bintil kuku menangis minta tolong. Ini mungkin yang sederhana masalah sebagai selingan dari kebosanan. Jadi bagaimana Anda tahu kapan kebiasaan anak Anda menjadi berbahaya? "Aturan praktis yang baik adalah untuk mencari bantuan jika perilaku yang mengganggu berfungsi dalam beberapa cara di sekolah, rumah, persahabatan, dll, atau jika mereka jelas manifestasi dari masalah yang lebih serius lainnya," kata Hayward. Jika tidak, kebiasaan buruk anak Anda mungkin hanya pergi sendiri, terutama karena ia tumbuh lebih tua dan tekanan sosial membuatnya berpikir dua kali tentang mengisap jempol, atau menggigit kukunya. Sampai saat itu, Trachtenberg merekomendasikan mengambil langkah-langkah: Bekerja dengan anak Anda untuk mengidentifikasi masalah. Apakah dia mengunyah jari-jarinya ketika menghadapi soal matematika yang sulit? Apakah dia retak buku-buku jarinya ketika gugup? Menjadi sadar kapan dan mengapa dia melakukannya akan membantu anak Anda mengendalikan kebiasaannya. Bicaralah dengan anak Anda tentang mengapa Anda ingin mereka untuk menghentikan kebiasaan ini, dan mencoba membantu mereka mengidentifikasi alasan untuk berhenti. Cukup memaksakan kehendak Anda sendiri tidak akan mendapatkan pekerjaan yang dilakukan: "Mereka harus termotivasi secara internal," kata Trachtenberg. Misalnya, mendorong anak Anda untuk berpikir tentang bagaimana teman-teman sekelasnya akan melihat dia kebiasaan yang lebih unhygenic, seperti mengunyah kukunya. Buatlah rencana yang spesifik, mengidentifikasi tujuan, dan mengatur sistem imbalan untuk sukses. Menanamkan pesan. Pastikan bahwa Anda memperkuat dan menghargai upaya anak Anda dengan memberikan pujian, dan ingat bahwa pengertian dan dukungan yang penting dalam tugas yang sulit melanggar kebiasaan buruk. Intinya, kata Trachtenberg, adalah menjadi "gigih dan konsisten. Lakukan sebagai kemitraan, dan saya pikir itu harus bekerja. "Sebagai orang tua, itu terserah Anda untuk membantu anak Anda memecahkan kebiasaan buruk, dan memutuskan apakah ada masalah mendasar yang perlu perhatian lebih. Yang dibutuhkan adalah sedikit wawasan, pemahaman dan disiplin. Google Translate for Business:Translator ToolkitWebsite Translator http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=786&idc=15