Zionisme Runtuhkan Kekhalifahan Turki Utsmani (53)
Sultan Abdul Hamid II
Sejak itu, dengan bantuan dana dari para pemodal Yahudi utamanya Dinasti Rothschild,
mengalirlah imigrasi orang-orang Yahudi ke Timur Tengah, utamanya Palestina dan
daerah-daerah sekitarnya.
Gerakan orang-orang Yahudi ini bukannya tidak diketahui oleh orang-orang Arab, pada
tahun 1891 beberapa pengusaha Palestina dengan nada prihatin mengirim telegram ke
Istambul. Dalam telegram itu, dengan penuh kecemasan, para pengusaha Palestina
menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke wilayahnya akan benar-benar menjadi
ancaman jika tidak dihentikan.
Lima tahun kemudian, Theodore Hertzl menulis sebuah buku yang secara detil
mengajukan konsep tentang upaya pendirian ‘negara Israel’ di Palestina. Buku itu
berjudul ‘Der Judenstaat’ atau Negara Yahudi (1896). Bukunya ini segera mendapat
sambutan yang hangat dan sebab itu, Hertzl dinobatkan sebagai ‘Bapak Zionisme
Modern’.
Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara singkat bisa diungkapkan dalam sebuah
kalimat yang singkat namun penuh arti: “Bila kita tenggelam, kita akan menjadi suatu
kelas proletariat revolusioner, pemanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita
bangkit, dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat.”
Untuk bisa mendirikan negara Yahudi di atas tanah milik bangsa Palestina, maka kaum
Yahudi—demikian Hetrzl—harus melaluinya dengan jalan di luar jalan demokratis.
Beberapa hal yang harus dilakukan antara lain: memenuhi tanah Palestina dengan
orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi mayoritas, seiring dengan itu menjadikan warga
Palestina sebagai warga minoritas dengan berbagai cara yang bisa dilakukan seperti
pembersihan etnis, perang, penyebaran penyakit, pembukaan lahan kerja di negara
tetangga, dan sebagainya.
Rekayasa demografis ini terus berlangsung hingga hari ini. Selain itu, garda terdepan
bangsa Yahudi juga harus memaksakan dunia internasional untuk membuatkan
undang-undang yang melegitimasi keberadaan Yahudi di Palestina. Inilah pokok-pokok
strategi pendudukan Palestina.
Hertzl mengatakan, “Kami akan mengeluarkan kaum tidak berduit (maksudnya bangsa
Palestina) dari perbatasan dengan cara membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara
tetangga, dan bersamaan dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan di negeri
kami. Kedua proses itu harus dilakukan secara senyap.”
Sembari mempropagandakan hak sejarah orang-orang Yahudi atas tanah Palestina dan
mendelegitimasi keberadaan orang Palestian di tanahnya sendiri, Hertzl kemudian
berangkat menemui Sultan Abdul Hamid II yang tengah berada di tampuk kekuasaan
Turki Utsmaniyah. Saat itu, Palestina merupakan salah satu wilayah yang berada di
bawah kekuasaan kekhalifahan Turki.
Hertzl datang menghadap Sultan dengan satu maksud, untuk mempengaruhinya agar
bersedia bekerjasama dengan kaum Yahudi dalam hal penyerahan tanah Palestina. Ini
dilakukan Hertzl di tahun 1896, setahun sebelum dirinya menggelar Kongres Zionis
Internasional I di Bassel, Swiss. Kala itu kongres tersebut belumlah terpikirkan.
Sebenarnya, Hertzl sudah mengerti apa sikap Sultan menghadapi permintaannya ini.
Namun Hertzl tidak mau mengira-ngira dan ingin mendengar langsung dari bibir Sultan
tentang sikapnya itu. Apalagi Hertzl membawa satu janji menggiurkan dari para pemilik
modal Yahudi internasional yang berkenan memulihkan kas keuangan Turki Utsmani
yang sedang kosong jika permintaannya dituruti.
Namun di luar perkiraan Hertzl, Sultan Mahmud II ternyata memang seorang pemimpin
yang sangat tegas, seorang pemimpin yang begitu kuat memegang prinsip, bahkan
dengan berani menolak tawaran yang sangat menggiurkan sekali pun.
Mendengar permintaan Hertzl yang menginginkan Sultan menghibahkan Palestina
kepada kaum Yahudi dengan imbalan bantuan keuangan dalam jumlah sangat besar,
Sultan Abdul Hamid II dengan tegas berkata,
“Jangan lagi engkau membicarakan soal ini. Saya tidak akan menyisihkan sejengkal pun
tanah Palestina karena tanah itu bukan milik saya, tetapi milik rakyat. Rakyat saya berjuang
untuk mendapatkan tanah itu dan menyuburkannya dengan darah mereka… Biarkanlah
orang Yahudi menyimpan uang mereka yang berjuta-juta banyaknya di peti mereka.[1]
Theodore Hertzl
Hertzl sangat tersinggung. ‘Bapak Zionisme Modern’ ini pun meninggalkan Turki dengan
tangan hampa. Kegagalan ini kelak membuatnya berpikir untuk sesegera mungkin
mengumpulkan para tokoh Yahudi dari seluruh dunia, untuk membahas rencana dan
strategi yang lebih khusus, action plan, dalam mencapai tujuan akhir yaitu menjadikan
bangsa Israel memiliki sebuah tanah airnya sendiri.
Hertzl kemudian teringat rencana yang telah dilontarkan oleh Albert Pike, seorang tokoh
Illuminati, sebelum kematiannya di tahun 1893. Albert Pike merupakan seorang
jenderal Amerika Serikat yang direkrut oleh pemimpin revolusi Italia yang juga seorang
Freemason bernama Giuseppe Mazzini, yang kemudian menjadi salah satu tokoh
sentral dalam Illuminati.
Di kemudian hari, Albert Pike ini juga membentuk Order of Knights of the Ku Klux
Klan (KKK) yang melandasi gerakannya pada semangat rasialis untuk menghancurkan
semua manusia berkulit hitam (negro) atau selain kulit putih. KKK didirikan di Nashvilee
pada tahun 1867 dengan mengunakan lambang Salib Ksatria Malta.
Beberapa tahun lalu, Albert Pike menyarankan agar Hertzl menggelar sebuah
pertemuan besar, yang dihadiri semua tokoh berpengaruh Yahudi dari berbagai negara,
untuk menyusun rencana aksi guna mendirikan sebuah negara bagi kaum Yahudi.
Hertzl merasa yakin, inilah momentum yang tepat untuk menabuh genderang persatuan
kaum Zionis Internasional bagi sebuah rencana aksi yang besar. Inilah latar belakang
diselenggarakannya Kongres Zionis Internasional I.
Sesungguhnya, ketika Hertzl tengah menggodok rencana penyelenggaraan Kongres
Zionisme Internasional I, Konspirasi Yahudi Internasional mengirim kembali delegasinya
yang kini berjumlah tiga orang untuk menghadap Sultan Abdul Hamid II. Mereka adalah
Mezrahi Krazu, Jack, dan Lion. Namun Sultan yang mengetahui hal ini menolak
menemui mereka dan hanya mengutus salah seorang pejabat istana bernama Takhsin
Pasha.
Ketiga utusan Yahudi itu dihadapan Takhsin Pasha tidak lagi meminta hibah tanah
Palestian seperti halnya yang dilakukan Theodore Hertzl, namun hanya meminta izin
agar orang Yahudi diperkenankan memasuki Palestina untuk keperluan ziarah ke
tempat-tempat suci mereka dan mendirikan sebuah perkampungan kecil mereka di
dekat Yerusalem.
Jika permintaan ini disetujui Sultan, maka delegasi itu akan menyerahkan imbalan
sebagai tanda terima kasih kepada Sultan berupa janji akan melunasi seluruh hutang
pemerintah, akan membiayai berdirinya armada laut yang lengkap dengan kapal-kapal
perangnya demi menjaga kedaulatan Turki Utsmani, dan akan memberikan kredit
sebesar 35 juta lire uang emas tanpa bunga guna memperkuat keuangan negara dan
menghidupkan perekonomiannya.
Segera saja Takshin menyampaikan hal ini kepada Sultan. Sikap Sultan tak bergeser
sedikit pun. Kepada Takhsin, Sultan Abdul Hamid II berkata,
“Takhsin, katakan kepada orang-orang Yahudi itu sebagai berikut: Pertama, hutang
pemerintah bukanlah suatu kejahatan. Negara lain seperti Perancis juga tersangkut hutang,
dan semua itu tidak mempengaruhinya.
Kedua, Baitul Maqdis telah ditaklukkan oleh kaum Muslimin atas pimpinan Umar bin
Khattab r.a. Aku tidak bersedia menanggung nama buruk dalam sejarah, bahwa aku telah
menjual tanah suci itu kepada Yahudi. Aku tidak mau mengkhianati amanah kaum Muslimin
yang telah dipikulkan di atas pundakku.
Ketiga, katakan kepada orang-orang Yahudi itu untuk menyimpan saja hartanya sendiri.
Pemerintah negara tidak dibenarkan membina aparatur negaranya dengan uang musuh
Islam. Dan keempat, ini yang paling penting, suruh mereka segera angkat kaki dari sini, dan
jangan boleh lagi mencoba menemui aku atau memasuki tempat ini!”[2]
Demikianlah, Yahudi tidak pernah bosan untuk terus mendesakkan kemauan mereka
kepada Sultan Abdul Hamid II. Namun lagi-lagi jawaban yang diterima tetap sama.
Sebab itu, Konspirasi kemudian memandang harus dicari strategi yang jitu agar kaum
Yahudi bisa berkumpul di Palestina dan mendirikan sebuah negara di atasnya.
Sejarah Rahasia Iluminati: Upaya Zionis Menciptakan “Negara” (55)
Kata-kata Deklarasi ini kemudian digabungkan ke dalam perjanjian damai Sèvres
dengan Turki Utsmani dan Mandat untuk Palestina. Deklarasi asli (surat ketikan yang
ditandatangani dengan tinta oleh Balfour) ialah sebagai berikut,
Foreign Office
November 2nd, 1917
Dear Lord Rothschild,
I have much pleasure in conveying to you, on behalf of His Majesty’s Government, the
following declaration of sympathy with Jewish Zionist aspirations which has been
submitted to, and approved by, the Cabinet.
“His Majesty’s Government view with favour the establishment in Palestine of a
national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate the
achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may
prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or
the rights and political status enjoyed by Jews in any other country.”
I should be grateful if you would bring this declaration to the knowledge of the Zionist
Federation.
Yours sincerely,
Arthur James Balfour
Dalam bahasa Indonesia, terjemahannya adalah sebagai berikut:
Departemen Luar Negeri
2 November 1917
Lord Rothschild yang terhormat,
Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri
Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada
dan disetujui oleh Kabinet.
“Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk
orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan
tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh
dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitaskomunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang
dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya .”
Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk
diketahui oleh Federasi Zionis.
Salam,
Arthur James Balfour
Dr. Chaim Weizmann, jurubicara terkemuka organisasi Zionisme di Inggris dan
pendukung utama gagasan ini merupakan seorang pakar kimia yang berhasil
mensintesiskan aseton melalui fermentasi. Aseton diperlukan dalam menghasilkan
cordite, bahan pembakar yang diperlukan untuk mendorong peluru-peluru. Jerman
memonopoli ramuan aseton kunci, kalsium asetat.
Tanpa kalsium asetat, Inggris tak bisa menciptakan aseton dan tanpa aseton takkan ada
cordite. Jadi, tanpa cordite, Inggris saat itu mungkin akan kalah dalam Perang Besar.
Saat ditanya bayaran apa yang diinginkan, Weizmann menjawab dengan lugas, “Hanya
ada satu hal yang saya inginkan: Tanah air buat orang-orang saya.” Ia menerima
pembayaran untuk penemuan ini dari pemerintah Inggris: sebuah ‘negara’ Israel di
Tanah Palestina.
PROTOCOLAT PETINGGI ZIONIS
Salah satu ‘hasil’ Kongres Zionis Internasional I adalah apa yang sekarang kita kenal
sebagai DokumenProtocol of Zions. Sebuah dokumen rahasia yang berisi 24 butir
program penghancuran agama-agama, penghancuran musuh-musuh Zionis, dan taktikstrategi kaum Zionis untuk menguasai dunia. Kongres tersebut menurut beberapa
literatur, salah satu keputusannya adalah menobatkan seorang perempuan Perancis
menjadi pemimpin Zionis-Masonik di tempat organisasi rahasia itu.
Dari sosok perempuan inilah kemudian Protocol of Zions ini bocor keluar. Ada beberapa
versi yang mengisahkan kebocoran ini. Ada yang bilang perempuan itu mengatakan
kepada temannya dan temannya lalu menceritakan apa yang dia dengar ke luar, ada
pula yang mengatakan bahwa dokumen tersebut telah dicuri oleh seseorang dari
perempuan tersebut, dan kemudian disebarluaskan.
Yang jelas, setelah terjadinya kebocoran itu, para pendeta tertinggi Yahudi
mengeluarkan sebuah larangan seorang perempuan menjadi Ketua Freemasonry.
Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Protocol of Zions, seperti yang ‘diresmikan’
dalam Kongres Zionis Internasional I (1897) ini sebenarnya berasal dari sebuah
pertemuan rahasia yang digagas Mayer Amshell Rothschild bersama duabelas tokoh
Yahudi berpengaruh di kediamannya di Frankfurt, Jerman, tahun 1773.
Dalam pertemuan ini Rothschild juga menyebut nama Adam Weishaupt sebagai orang
yang ditunjuk mengepalai Illuminati. Oleh Rothschild, dokumen Protocol of Zions awal ini
diberikan kepada Weishaupt yang diberi tugas untuk menjaganya dan
menyempurnakannya sesuai dengan perkembangan dunia. Weishaupt pun
menyempurnakan dokumen ini.
Pada tahun 1782, Weishaupt menggelar sebuah pertemuan rahasia antara Illuminati
dan Freemasonry di Wilhelmsbad, Jerman. Dua tahun setelah pertemuan tersebut,
mereka sepakat untuk menjalankan strategi bersama.
Pada tahun 1784 Adam Weishaupt memerintahkan seorang Jerman kenalannya, Baron
Xavier von Zwack, untuk menyusun rancangan penciptaan Revolusi Perancis. Setahun
kemudian dokumen itu dikirimkan kepada salah seorang tokoh Illuminati Perancis
bernama Robespierre, lewat seorang kurir khusus. Weishaupt menyembunyikan
dokumen rahasia tersebut di dalam jahitan baju sang kurir.
Di tengah perjalanan, masih di dalam wilayah Bavaria, kurir yang tengah berkuda itu
tewas tersambar petir. Ketika polisi Bavaria memeriksa mayat kurir yang sudah hangus
tersebut, polisi menemukan sebuah dokumen berjudul Einige Originalschriften des
Illuminaten Ordens tersembunyi di baju sang mayat. Dokumen itu segera diamankan
dan diberikan kepada seorang pemecah sandi yang kemudian kaget bukan kepalang
karena sama sekali tidak pernah memperkirakan ada dokumen yang segila dan sejahat
ini.
Raja Bavaria sangat murka mengetahui isi dokumen tersebut dan segera saja ia
memerintahkan untuk menumpas seluruh pengikut Weishaupt pada bulan Agustus
1785. Markas Illuminati pun digeledah. Adam Weishaupt sendiri dipecat dari jabatannya
di Universitas Ingolstadt. Weishaupt kabur ke Gotha. Kawan Weishaupt, Dr. Schwartz,
mengamankan seluruh buku koleksi Weishaupt ke Moskow. Di Gotha inilah Weishaupt
meninggal dunia pada tanggal 18 November 1830 dalam usia ke 82 tahun.
Pada 1897, Profesor Sergey A. Nylus mendapatkan dokumen ini dari seseorang, konon
orang itu bernama Alex Nicola Nivieh, Kepala Dinas Rahasia Kekaisaran Rusia. Nylus
yang merupakan seorang Pendeta Gereja Ortodoks di Rusia, kemudian menerjemahkan
dokumen itu ke dalam bahasa Rusia dan menerbitkannya dalam bentuk selebaran yang
segera saja mengundang reaksi dan perhatian yang amat dahsyat di Rusia.
Sejarah Rahasia Iluminati: Protocolat Zionis dan Jenderal Albert
Pike (56)
Tak sampai empat tahun kemudian, 1901, Nylus menerbitkannya menjadi sebuah buku.
Dalam waktu sangat singkat, buku ini telah hilang dipasaran. Walau demikian, beberapa
cendekiawan Rusia telah membacanya. Orang-orang asli Rusia yang memang tidak
menyukai orang-orang Yahudi menuding kaum ini akan mengadakan kudeta terhadap
pemerintahannya.
Merasa terpojok, para petinggi Yahudi yang berada di Rusia pun menyatakan bahwa
dokumen tersebut adalah dokumen palsu yang sengaja dibuat untuk menjelek-jelekkan
kaum Yahudi. Namun masyarakat Rusia tidak begitu saja mudah percaya. Apalagi isi
dokumen tersebut banyak sekali yang benar-benar terjadi dengan peristiwa-peristiwa
dunia. Akibatnya, kemarahan orang-orang Rusia ini menimbulkan pengejaran dan
pembunuhan terhadap orang-orang Yahudi di Rusia dan Eropa Timur.
Mengetahui bukunya lenyap dengan cepat, diborong habis dari toko-toko buku, Nylus
segera mencetaknya kembali di tahun 1905 dengan tambahan berupa prakata dan
aneka komentar darinya. Tetapi buku tersebut lagi-lagi dengan cepat hilang di pasaran.
Tahun 1911 kembali dicetak dan mengalami nasib yang sama. Saat naskah tersebut
kembali dicetak pada tahun 1917, Rusia yang tengah dilanda bayang-bayang kejatuhan
Tsar akibat keberhasilan Revolusi Bolsyewik, para tokoh komunis memerintahkan agar
buku tersebut disita dan dilarang beredar di seluruh Rusia. Krensky yang menjatuhkan
Kekaisaran Rusia menyatakan, “Barangsiapa yang memiliki buku tersebut, partai
komunis akan menjatuhkan hukuman yang berat kepadanya, membuangnya ke kamp
kerja paksa di Siberia atau dieksekusi mati.”
Jelas, kaum Komunis dalam hal ini membuktikan bahwa dirinya merupakan bagian dari
Konspirasi Yahudi Internasional. Sergey A. Nylus sendiri ditangkap oleh polisi rahasia
partai Komunis dan setelah mendapat siksaan yang berat kemudian di buang ke sebuah
kamp. Nylus kemudian meninggal dunia di Vladimir, pada 13 Januari 1929.
Namun, sebelum komunis berkuasa, sebuah buku Nylus telah dibawa oleh seorang
rekannya bernama G. Butmi yang kemudian membawa buku tersebut ke Inggris dan
menyimpannya di British Museum pada tanggal 10 Agustus 1906.
Seorang jurnalis, koresponden surat kabar Inggris The Morning Post, bernama Profesor
Victor E. Marsden, pada tahun 1917 menemukan buku tersebut di sebuah perpustakaan
di London. Marsden meyakini buku kecil berbahasa Rusia itu sangat penting. Sebab itu
dia kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dengan
judul “Protocol of the Learned Elder of Zion”.
Seperti halnya buku sejenis yang diterbitkan oleh Sergey A. Nylus, buku terjemahan dari
Marsden pun selalu habis dipasaran dalam waktu yang singkat. Hingga tahun 1921,
buku edisi Inggris ini telah mengalami cetak ulang hingga sedikitnya lima kali. Ada yang
mengatakan bahwa buku-buku tersebut sebenarnya diborong oleh kaum Yahudi dan
kemudian dibakarnya.
Dari buku Marsden inilah, Protocolat Zionis tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa dan menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.[1]
CETAK BIRU PERANG DUNIA
Cetak biru Perang Dunia I, II, dan III, juga Revolusi Inggris dan Perancis, telah
dirancang oleh Konspirasi Yahudi Internasional lewat tangan Jenderal Amerika Serikat,
Albert Pike. Bisa jadi, Albert Pike hanyalah ‘pemain layar’ alias yang disorongkan
kepada masyarakat, sedang ‘pemain di belakang layar’ merupakan satu tim yang terdiri
dari sejumlah pakar Yahudi yang memang disembunyikan jauh dari keramaian.
Jenderal Albert Pike
Saat ini, Perang Dunia I dan II telah terjadi. Demikian pula Revolusi Inggris, Revolusi
Perancis, dan perang-perang lokal lainnya. Semua dilakukan sebagai ‘tahapan
dekonstruksi dunia’ yang setelah hancur akan dibangun kembali berdasarkan
‘konstruksi Ordo Kabbalah’. Dunia akan dibentuk menjadi satu arsitektur, arsitektur
Kabbalah.
Mengenai Perang Dunia III, memang belum terjadi, namun masyarakat dunia, oleh
Konspirasi ini, tengah digiring menuju ke sana agar nantinya dunia benar-benar menjadi
tunggangan mereka yang teramat jinak. Semuanya itu, Albert Pike-lah, orang yang
dianggap bertanggungjawab. Siapakah jenderal berjenggot lebat tersebut?
Albert Pike dilahirkan di Boston, AS, pada tanggal 29 Desember 1809 dari pasangan
suami isteri Yahudi, Benjamin dan Sarah Andrews. Pike merupakan anak tertua dari
enam bersaudara. Setelah menjalani pendidikan di Harvard, Pike masuk dinas militer.
Saat Perang Sipil (1861-1865), Brigadir Jenderal Albert Pike menjadi salah satu
pimpinan dari Tentara Konfederasi yang berhadapan dengan Tentara Union. Usai
perang, Pike diketahui telah melakukan pengkhianatan dan dipenjara. Namun belum
sempat berlanjut, pada 22 April 1866 Presiden Andrew Johnson menyelamatkan dirinya
dari penjara. Johnson adalah seorang anggota Freemasonry Amerika saat itu, sama
seperti Pike. Keesokan harinya, keduanya bertemu di Gedung Putih.
Pada tanggal 20 Juni 1867, Petugas Lodge Freemasonry Scottish Rite menelpon
Johnson dan mengundangnya untuk menghadiri penganugerahan ‘kenaikan tingkat
yang istimewa’ bagi presiden itu dari derajat keanggotaan yang hanya 4th melompat ke
tingkat keanggotaan ke 32nd, dan Johnson kemudian pergi ke Boston untuk
meresmikan Kuil Masonik di sana.
Sosok Albert Pike sendiri penuh kontroversial. Ada yang menyatakan bahwa dia
seorang yang jenius dan mempu berbicara atau menulis dalam 16 bahasa berbeda.
Namun ada pula yang menuding bahwa Pike biasa saja, tidak terlalu pintar, dan sering
menjiplak karya orang lain dengan mengakui sebagai karyanya sendiri. Walau demikian,
Pike memang dikenal sebagai penyair, filsuf, tentara, sukarelawan, humanis, dan lainlain.
Pike juga dianugerahi derajat keanggotaan Freemason AS hingga ke derajat 33rd. Dia
adalah salah seorang pendiri dari Ancient Accepted Scottish Rite of Freemasonry, dan
menjabat sebagai Grand Commander of North American Freemasonry dari tahun 1859
hingga meninggal dunia pada tahun 1891. Di tahun 1869, Albert Pike diketahui juga
membentuk organisasi rasialis kulit putih yang bernama Order of the Knights of the Ku
Klux Klan (KKK) yang bertahan hingga sekarang.
Kehidupan pribadi Albert Pike sangatlah menjijikan. Dia mengakui jika dirinya seorang
pemuja setan yang juga melakukan upacara-upacara okultisme dengan segala ritual
iblisnya. Selain aktif di Freemasonry dan juga KKK, Pike juga menjabat sebagai Grand
Master sebuah kelompok pemuja Lucifer yang dikenal dengan nama The Order of the
Palladium yang didirikan di Paris pada tahun 1737.
Palladisme awalnya dibawa ke Yunani dari tanah Mesir oleh Pythagoras di abad ke-5
Masehi dan kemudian menjadi bagian inti dari ritual satanisme yang biasa dilakukan di
lodge-lodge Masonik dan juga Templar.
Tahun 1801, seorang Yahudi bernama Issac Long membawa patung Baphomet ke
sebuah Lodge Masonik di Charleston, Carolina Selatan. Lokasi ini dipilih karena
Charleston berada tepat di 33rd garis lintang selatan seperti halnya kota Bagdad. Lodge
ini kemudian menjadi induk dari semua lodge Masonik di seluruh dunia. Issac Long
sendiri terpilih menjadi Grand Masternya. Albert Pike kemudian menggantikan Issac
Long dan mengubah nama organisasinya dengan nama Order to the New and Reformed
Palladian Rite (Reformed Palladium) yang hanya mengenal dua tingkatan: Adelph (or
Brother),dan Companion of Ulysses (or Companion of Penelope).(Bersambung/Rizki
Ridyasmara)
[1] Buku ‘Protocol of Zions’ edisi Indonesia setahu penulis terbit pertama kalinya pada
bulan Juni 1990 dengan judul “Ayat-Ayat Setan Yahudi, Dokumen Rahasia Yahudi
Menaklukkan Dunia dan menghancurkan Agama” (PT. Grafikatana Jaya) yang
diterjemahkan oleh Drs. Suleiman. Buku ini berasal dari sebuah buku sejenis berbahasa
Inggris berjudul “The Protocol of the Learned Elders of Zion, Social Reform Society
Edition, Kuwait) yang ditemukan Drs. Suleiman di Perpustakaan Umum Sydney,
Australia, pada tahun 1979.
Bersambung InsyaaAllah